Bioteknologi Mikroalga

19
Nama : Himawan Prasetiyo NRP : C351120181 Ekologi, Fisiologi serta Manfaat Porphyridium sp. I. PENDAHULUAN Porphyridium sp. merupakan anggota dari divisi Rhodophyta yang memiliki sifat fungsional sebagai bahan natural produk sumber bahan biokimia yang memiliki nilai nutrisi dan therapeutical (Wang et al, 2007). Tingginya akan sumber kandungan biokimianya seperti polisakarida, asam lemak tak jenuh rantai panjang, karotenoid seperti zeaxanthin dan uoresen phycobilin protein. Porpyridium sp. merupakan jenis algae merah uniseluler yang menyimpan cadangan polisakarida yang banyak pada permukaannya tubuhnya. Banyak sekali manfaat yang dapat diambil dari satu jenis mikroalga ini diantaranya dalam bidang kesehatan dan pangan. Berdasarkan berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa senyawa bioaktif ekstrak porphyridium sp. memiliki aktivitas antikolesterol (Dvir et al. 2009), antitumor dan immunomodulation (Sun et al. 2012), antivirus (Talyshinsky et al. 2002) dan antibakteri (Kusmiyati dan Agustini, 2007) yang berpotensi bermanfaat bagi kesehatan manusia. Manfaat lain yaitu kandungan pigmen phycoerythrin dan phycocyanin berpotensi digunakan sebagai bahan pewarna alami makanan yang aman. Selain untuk manusia, dialam sendiri mikroalga terutama jenis porphyridium sp. mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya. Peranan porphyridium sp. bagi

description

Bioteknologi

Transcript of Bioteknologi Mikroalga

Page 1: Bioteknologi Mikroalga

Nama : Himawan PrasetiyoNRP : C351120181

Ekologi, Fisiologi serta Manfaat Porphyridium sp.

I. PENDAHULUAN

Porphyridium sp. merupakan anggota dari divisi Rhodophyta yang memiliki

sifat fungsional sebagai bahan natural produk sumber bahan biokimia yang

memiliki nilai nutrisi dan therapeutical (Wang et al, 2007). Tingginya akan

sumber kandungan biokimianya seperti polisakarida, asam lemak tak jenuh rantai

panjang, karotenoid seperti zeaxanthin dan fluoresen phycobilin protein.

Porpyridium sp. merupakan jenis algae merah uniseluler yang menyimpan

cadangan polisakarida yang banyak pada permukaannya tubuhnya.

Banyak sekali manfaat yang dapat diambil dari satu jenis mikroalga ini

diantaranya dalam bidang kesehatan dan pangan. Berdasarkan berbagai hasil

penelitian menunjukan bahwa senyawa bioaktif ekstrak porphyridium sp.

memiliki aktivitas antikolesterol (Dvir et al. 2009), antitumor dan

immunomodulation (Sun et al. 2012), antivirus (Talyshinsky et al. 2002) dan

antibakteri (Kusmiyati dan Agustini, 2007) yang berpotensi bermanfaat bagi

kesehatan manusia. Manfaat lain yaitu kandungan pigmen phycoerythrin dan

phycocyanin berpotensi digunakan sebagai bahan pewarna alami makanan yang

aman.

Selain untuk manusia, dialam sendiri mikroalga terutama jenis porphyridium

sp. mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya. Peranan porphyridium sp.

bagi alam yang telah diteliti yaitu sebagai agen bioremediasi limbah industri

nuklir. Biomasa mikroalga diketahui dapat mengabsorbsi ion uranil kedalam

biomasanya dengan menggeser komposisi kandungan fungsionalnya seperti

protein dan karbohidrat (Cecal et al. 2012. Dalam makalah ini akan dibahas

fisiologis, ekologi dan manfaat yang dimiliki dari satu jenis mikroalga

porphyridium sp. Manfaat yang akan dibahas dari segi kesehatan dan peranananya

bagi lingkungan dan secara tidak langsung berdampak bagi manusia.

Page 2: Bioteknologi Mikroalga

II. PEMBAHASAN

Porphyridium sp. merupakan organisme autotrof atau yang dapat melakukan

proses fotosintesis dengan dominan pigmen yang dimiliki adalah fikoeritrin.

Berdasarkan habitatnya porphyridium sp. dapat ditemukan pada berbagai tempat

diantaranya air tawar, laut dan tanah yang lembab namun kebanyakan spesies

porphyridium sp. bersifat eurihaline atau dapat mentoleransi salinitas yang cukup

tinggi. Jenis mikroalga ini pada dasarnya merupakan uniseluler atau singgle sel

organisme (Gaikwad et al. 2009).

Gaikwad et al. (2009) melaporkan tentang penemuan salah satu jenis

porphyridium yang berasal dari india. Spesies tersebut diisolasi dari tanah lembab

Pune (Maharashtra), India. Mikroalga yang ditemukan berbentuk globular dan

memiliki kandungan kloroplas dengan jumlah yang berbeda dan berbentuk seperti

bintang serta terdapat pyrenoid ditengahnya Fig 3. Diameter sel yang ditemukan

bervariasi yaitu berkisar antara 6-12 µm. Sel yang diamati memperbanyak diri

dengan cara sederhana yaitu dengan cara membelah diri (anak panah pada Fig 5).

Hasil penelitian menggunakan variasi media yang dicobakan mikroalga ini

tumbuh dan berkembang dalam media Koch dan ASW.

Gambar 1. Porphyridium sp. yang ditemukan di India Gaikwad et al. (2009)

Page 3: Bioteknologi Mikroalga

[Type text]

Secara taksonomi yang dibandingkan dari 5 jenis porpyridium terdapat 3 jenis

yang memiliki kesamaan, tiga jenis porpyridium tersebut adalah P. aerugineum,

P. sordidum dan P. purpureum. Berdasarkan bentuk, dimensi, letak kloroplas,

posisi pyrenoid, model reproduksi dan warna terdapat kesamaan yang menuju

kemiripan dengan spesies P. purpureum.

1. Struktur dan organisasi phycobilisomes pada membran alga merah

Porphyridium cruentum (Arteni et al. 2008).

Arteni et al. (2008) telah mengamati dan meneliti stuktur dan bentuk

supramolekular phycobilisomes hemiellipsoidal dari mikroalga merah uniseluler

P. Cruentum dan Cyanobacteria dengan menggunakan mikroskop elektron

partikel tunggal. Dimensi yang diukur 60 x 41 x 34 nm (adalah sebagai panjang x

lebar x tinggi) untuk phycobilisomes tersusun secara acak, terdapat dalam kondisi

cahaya tinggi. phycobilisomes hemiellipsoidal P. cruentum yang ditemukan

memiliki konformasi bentuk yang relatif fleksibel.

Cyanobacteria dan mikroalga merah, bagian kompleks utama untuk

memperoleh cahaya adalah phycobilisome, ukuran lebih besar dan majemuk

tersusun dari banyak phycobiliprotein serta terkait dengan permukaan sitoplasma

pada membran tilakoid. Tugas utama phycobilisome adalah menangkap dan

mentransfer energi untuk klorofil pada fotosistem II. Phycobilisome terdiri dari

bantalan α dan β polipeptida kovalen terpasang pada rantai terbuka tetrapyrroles.

Terkumpul berbentuk agregat pada cakram yang bertumpuk pada batang perifer

dari phycobilisome. Polipeptida penghubung tanpa warna antara cakram yang

berdekatan bertugas menstabilkan struktur phycobilisome dan mengatur transfer

energi.

Pigmen fotosintesis dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pigmen pusat

reaksi (klorofil pimer) dan pigmen asesoris (klorofil, fikobilin dan karotenoid).

Pigmen yang mampu menangkap energi cahaya, adalah pigmen asesoris. Pigmen

pusat reaksi hanya menerima energi dari pigmen asesoris. Pigmen asesoris

menangkap cahaya mempunyai absorbansi cahaya pada gelombang yang berbeda-

beda. Phycobilisome adalah granula-granula yang melekat pada membran sel.

Phycobilisome terdiri atas protein yang disebut Phycoprotein yang mampu

menyerap cahaya. Ada 3 jenis fikoprotein, yaitu fikoerytrin, fikosianin, dan

Page 4: Bioteknologi Mikroalga

allofikosianin. Cyanobacteria mengandung tiga jenis fikobiliprotein, tetapi yang

dominan adalah fikosianin. Sedangkan mikroalga merah termasuk porphyridium

sp. mengandung fikobiliprotein yang dominan adalah fikoeritrin.

Phycobilisome pada uniseluler mikroalga merah P. cruentum yang pertama

kali diamati sekitar 40 tahun yang lalu dan digambarkan sebagai hemiellipsoidal.

Berdasarkan hasil mikroskopis elektron, model awal diusulkan yang melibatkan

inti yang rapat dari tricylindrical dengan pusat semi-bulat dan beberapa perifer

batang memancar keluar dari pusat untuk membentuk bulatan dengan permukaan

semi-bola. Inti mengandung allophycocyanin, sedangkan batang perifer

kandungan utama terdiri dari phycocyanins dan phycoerythrins.

Membran yang terdapat Phycobilisomes diamati dengan mikroskop

elektron. Secara cross-linking menggunakan gluteraldehyde, dengan integritas

organisasi Phycobilisomes pada membran tetap dipertahankan. Ditumbuhkan pada

kondisi cahaya rendah (6 W/m-2), Phycobilisomes pada membran kebanyakan

dalam susunan utama teratur dengan packing density tinggi sekitar 560 ± 20 PBSS

per µm2 (Gambar 1, frame kiri). Sebaliknya, pada intensitas cahaya yang lebih

tinggi distribusi Phycobilisomes sebagian besar tidak teratur, dan kepadatan secara

signifikan lebih rendah, 384 ± 45 20 PBSS per µm2 (Gambar 1, frame kanan).

Tapi ini adalah pertama kalinya bahwa itu menunjukkan pengaturan

Phycobilisomes juga merpengaruhi.

Analisis partikel tunggal dilakukan pada kumpulan besar proyeksi hasil

mikroskop elektron, spesimen diseleksi dari mikroskop elektron dengan

pewarnaan membran negatif, dimana Phycobilisomes masih banyak jumlah yang

terikat dalam membran dan ukuran yang lebih kecil terletak di sekitar membran.

Spesimen terbaik yang diawetkan ditemukan di bagian atas tampilan dari

membran-terikat Phycobilisome, yang memiliki dimensi maksimal 60 x 41 nm

dalam proyeksinya (Gambar 3A). Phycobilisomes bebas memiliki sekitar fitur

yang sama tetapi kurang detail tajam (Gambar 3B). Sebuah proyeksi trapeziform

menunjukkan Phycobilisomes dalam posisi sisi tampilan berbeda, namun nampak

lebih kabur, meskipun faktanya lebih dari 4.000 proyeksi yang diproses (Gambar

3C). Proyeksi yang lebih kecil hampir tanpa sifat yang diamati (Gambar 3D, E).

Sebuah proyeksi kecil, hampir berbentuk lingkaran dengan simetri 3 kali lipat dan

Page 5: Bioteknologi Mikroalga

[Type text]

diameter sekitar 11,5 nm merupakan pengotor umum dan sangat mungkin menjadi

fragmen phycobilisomes yang dilepaskan selama penyimpanan dan pengamatan

spesimen pada mikroskop elektron.

Gambar. 2 Contoh membram cyanobacteria yang diwarnai dengan warna

negatif dan phycobilisomes terkait menampilkan beberapa susunan preparat 2-D

dalam kondisi cahaya rendah (frame kiri) dan distributiom acak dalam kondisi

cahaya tinggi (kanan frame) dan spasi setara dengan 1 µm untuk frame kiri dan

400 nm untuk frame kanan.

Gambar. 3. Proyeksi single partikel phycobilisome mikroskop elektron dari

Porphyridium cruentum (A) terlihat pada bidang membran phycobilisomes

membran-bound (B) terlihat pada membran bidang phycobilisome bebas (C-E)

pemandangan pada sisi phycobilisome bebas (F) fragmen phycobilisome paling

umum. (G) gambar A dengan 2 kali lipat simetri rotasi diberlakukan setelah

analisis (H) Gambar dari C, dengan simetri cermin dikenakan setelah analisis.

Angka dari jumlah proyeksi A - F masing-masing adalah 1520, 484, 4096, 380,

499 dan 746,. Dengan Panjang spasi bar 25 nm.

Page 6: Bioteknologi Mikroalga

Gambar 4. Perbandingan susunan bentuk semi-kristalin phycobilisome. A).

membram yang mengunggah phycobilisome. B). Struktur inti Allophycocyanin

dari Synechocystis PCC 6803 mutant, berjumlah 5019 proyeksi sebagai

perbandingan. C). Susunan 2D dengan semi-crystalline phycobilisomes, rata-rata

11 fragmen. D). Susunan 2D dengan semi-crystalline Phycobilisomes, rara-rata

107 fragmen. E). Dimer PSII (dari Thermosynechococcus elongatus). F). double

dimer PSII, found jumlah 59 proyeksi dan G). Double dimer PSII jumlah proyeksi

46, dengan jarak spasi adalah 50 nm

Mikroskop elektron partikel tunggal telah mengungkap keseluruhan

fitur dari phycobilisome hemispherical P. cruentum. Phycobilisome yang melekat

pada membran memiliki fitur terbaik, sedangkan tampilan sisi bebas

phycobilisome terlihat kabur, menunjukkan beberapa jumlah struktural yang

fleksibilitas. Fleksibilitas ini bisa saja disebabkan oleh pengeringan udara dari

pewarnaan negatif spesimen.

Organisasi supramolekul dari alga merah dan membran cyanobacteria tidak

diketahui secara detail, karena tidak diketahui persis bagaimana phycobilisome

berhubungan dengan Photosystem II dan Photosystem I. Dalam model ini

phycobilisome mengasosiasikan sepanjang baris dengan sumbu pendek sebagai

pengulang. Organisme fotosintetik dengan hemi-discoidal phycobilisome terdapat

kecocokan 1:1 antara 15 nm lebar inti Allophycocyanin, seperti (Gambar. 3) dan

Photosystem II dimmer, yang memiliki lebar yang hampir sama. Hasil penelitian

Page 7: Bioteknologi Mikroalga

[Type text]

menunjukkan inti tricylindrical dari phycobilisome pada P. cruentum adalah dua

kali lebih lebar dari bentuk hemi-discoidal pada cyanobacteria.

2. Manfaat bagi porphyridium sp. lingkungan

Selain mempunyai senyawa bioaktif yang baik untuk nutraceutikal dan

pharmaceutikal. Mikroalga terutama porphyridium sp. dialam memegang peranan

penting dalam menjaga kelestarian lingkungn. Cecal et al. (2012) melaporkan

penggunaan porphyridium cruetum, Nostok linckia dan Spirulina platensis sebagai

agen bioremediasi limbah nuklir berupa ion uranil dari bijih uranium dan lumpur.

Metode menggunakan X-ray studi spektroskopi serapan (XAS), kemudian

ditemukan mekanisme interaksi dengan koordinasi ion uranil kepada senyawa

biokimia sel-sel hidup. Konstanta Langmuir (qm) dan Freundlich (KF) adsorpsi

dan digunakan untuk membandingkan proses biosorpsi ion logam pada beberapa

biomasa.

Unsur uranium merupakan salah satu unsur radio aktif yang memiliki inti

atom yang kurang stabil. Jenis ataomnya berupaya untuk menjadi stabil dengan

cara disertai dengan pemancaran sinar-sinar alfa, beta dan gamma. Kemudian

hasil pemancaran tersebut yang kita kenal dengan nuklir. Paparan limbah hasil

industri nuklir tersebut tentunya berbahaya bagi organisme hidup yaitu dapat

menyebabkan kematian sel dan jaringan tubuh. Kemudian menyebabkan imunitas

tubuh menurun dan pembelahan sel darah merah yang berlebih.

Hasil penelitian bioabsorbsi ion uranil pada biomassa mikroalga menunjukan

yang diamati menggunakan spektra FTIR. Hasilnya menunjukan pita-pita band

yang menunjukan nutrien fungsional seperti protein, karbohidrat dari komposisi

biomasa bergeser karena ion uranil disimpan pada biomasaanya. Dalam sel hidup

mungkin interaksi lemah antara senyawa biokimia mikroalga dan ion uranil (UO2

+)2 yang dipelajari. Semua mikroalga yang dicobakan termasuk porphyridium

dapat digunakan untuk memurnikan air limbah yang tercemar ion uranium.

3. Sebagai Bahan Anti Kolesterol

Kolesterol merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit jantung.

Dvir et al (2009) melaporkan efek hipokolesterolemik dari biomasa porphyridium

cruetum dengan penurunan akumulasi kolesterol pada hati tikus. Percobaan telah

dilakukan pada tikus putih (galur spraque dawley) yang diberi ransum pakan

Page 8: Bioteknologi Mikroalga

dengan kandungan kolesterol 10 mg/kg berat badan. Kadar kolesterol darahnya

lebih rendah pada perlakuan pemberian ekstrak biomasa dan polisakarida

porphyridium dibanding kontrol dan pemberian pectin. Kandungan kolesterol

berupa Triglyserida (TG) dan very Low-Density Lipoprotein (LDL) atau yang

lebih dikenal dengan kolesterol jahat secara signifikan lebih rendah pada

pemberian eksrtak biomassa algae dan polisakarida porphyridium.

4. Suplemen Bernutrisi Tinggi

Berdasarkan kandungan nutrisinya Porphyridium cruetum tergolong sumber

bahan yang mengandung nutrisi yang tinggi dan layak digunakan sebagai bahan

makanan tambahan atau suplemen. Fuentes et al (2000) melaporkan kandungan

nutrisi P. cruetum mengandung rata-rata karbohidarat dan protein kasar masing-

masing 34,1% dan 32,1%. Kandungan mineral dari 100g berat kering masing-

masing : Ca (4960 mg), K (1190 mg), Na (1130 mg), Mg (629 mg) and Zn (373

mg). Kandungan asam lemak 16:0; 1.6%, 18:2ω6; 0.4%, 20:4ω6; 1.3% dan

20:5ω3; 1.3%. P. cruetum dikultur dalam photobioreactor dengan media

modifikasi dari hemericks.

Dvir et al (2009) menambahkan mikroalgae merah porphyridium sp.

mengandung sulfat polisakarida fungsional (terdiri dari kandungan serat), asam

lemak tak jenuh (PUFA) zeaxanthin, vitamin mineral dan protein. Fuentes et al.

(2000) komposisi nutrien biomassa sangat dipengaruhi oleh waktu tinggal pada

bioreaktor dan iradiasi eksternal. Biomasa P. cruetum yang dipanen dengan waktu

tinggal yang pendek lebih kaya akan protein dan asam lemak eikosapentanoat.

5. Antivirus dan Antibakteri

Selain itu, Porphyridium cruetum merupakan salah satu jenis mikroalga yang

dapat menghasilkan polisakarida ekstraselular yang penting dalam menghambat

pertumbuhan patogen terutama virus. Talyshinsky et al (2002) melaporkan ekstrak

polisakarida P. cruetum lebih efektif dalam menghambat replikasi retrovirus dan

transformasi sel yang disebabkan oleh virus MuSV (Moloney murine Sarcoma

Virus) dibanding polisakarida dari P. aerugineum dan Rhodella reticulata. Sel

NIH/3T3 yang ditumbuhkan pada media agar diinfeksi dengan MuSV-124 dan

diinkubasi. Konsentrasi ekstrak polisakarida P. cruetum yang dibutuhkan lebih

sedikit dibanding polisakarida dari P. aerugineum dan R. reticulata dalam

Page 9: Bioteknologi Mikroalga

[Type text]

menghambat pertumbuhan 50% formasi sel transformasi oleh MuSV dan

mereduksi 50 % produk transformasinya atau MuLV (Moloney murine Leukemia

Virus).

Kusmiyati dan Agustini (2007) melaporkan pengujian aktivitas antibakteri

ekstrak Porphyridium cruetum dilakukan dengan metode difusi atau metode

lubang. Bakteri Escherichia coli, Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus

ditumbuhkan pada lubang di media padat NA yang terdiri dari dua lapisan

kemudian diukur nilai zona hambatnya setelah diberi ekstrak P. cruetum dengan

konsentrasi yang berbeda. Perlakuan yang diujikan adalah perbedaan metode

ekstraksi dan bahan pelarutnya secara bertingkat.

Prinsip metode yang digunakan adalah mengisolasi komponen senyawa

antibakteri dalam biomassa mikroalga P. cruentum. Ekstraksi dilakukan beberapa

kali dengan pelarut diklorometan dalam berbagai kondisi. Selanjutnya ekstraksi

dilakukan untuk memisahkan senyawa antibakteri dari polisakarida serta

klorofilnya, sehingga bobot ekstrak yang diperoleh semakin menurun tetapi

aktivitas senyawa bakteri semakin besar.

Hasil penelitian menunjukan perlakuan ekstraksi biomassa mikroalga P.

cruentum pertama menggunakan pelarut aquades tidak dapat menghambat

pertumbuhan bakteri apapun. Ekstraksi kedua (perlakuan B) yang menggunakan

pelarut diklorometan dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif (E.

coli) namun tidak dapat menghambat bakteri gram positif. Sedangkan ekstraksi

ketiga (perlakuan C) menggunakan pelarut metanol-air (90:10) menunjukan

hambatan pada bakteri gram negatif (E. coli) dan gram positif (S. aureus).

6. Antitumor dan Immunomodulation (Sun et al 2012).

Penggunan ektraseluler polisakarida Porphyridium cruetum sebagai agen anti

tumor dan immunomodulation telah dicobakan secara in vivo menggunakan tikus

(kunming mice). Penggunaan ekstraseluler polisakarida (EPSs) dengan berat

molekul 6.53 kDa memiliki sifat aktivitas immunomodulation yang sangat kuat.

Sedangkan EPSs P. Cruetum yang diberikan dengan dosis yang berbeda secara

keseluluhan dapat menghambat perumbuhan sel tumor S180 pada tikus. Masing

masing dosis yang diberikan dan persentase hambantanya adalah sebagai berikut

konsentrasi tinggi (200 mg/kg/hari) menghambat 53.3% sel tumor. Doses

Page 10: Bioteknologi Mikroalga

menengah (100 mg/kg/hari) dan dosis rendah (25 mg/kg/hari) masing-masing

menghambat 47.5% dan 40.5% sel tumor pada tikus (Sun et al. 2012).

7. Bahan Pewarna Makanan Alami

Dalam industri makanan penambahan bahan tambahan pewarna biasa

ditambahkan untuk menambah nilai estetika nilai jual makanan. Namun, perlu

dipertimbangkan bahan pewarna tambahan yang natural karena tidak memberikan

efek yang buruk bagi kesehatan. Salah satu pewarna yang dapat digunakan dan

kebanyakan disintesis secara alami oleh beberapa mikroalgae adalah phycobilin

protein (B-phycoerythrin dan R-phycocyanin). Román et al (2002) melaporkan

kandungan B-phycoerythrin dan R-phycocyanin dari P. cruetum dapat direcoveri

secara maksimal menggunakan prosedur purifikasi secara masal metode kolom

kromatografi anionik selulosa DEAE. Proses ekstraksi menggunakan gradien elusi

buffer asam sodium asetat (pH 5,5). Dengan metode ini dapat merekoveri

kandungan B-phycoerythrin sebanyak 32% dan R-phycocyanin sebanyak 12%

dari biomassa mikroalga P. cruetum.

Wang et al (2007) melaporkan produksi phycoerythrin oleh P. Cruetum paling

baik jika dikultur pada pH 8,0; intensitas cahaya 7100.0lx; dalam perbandingan

inokulasi 1 : 20 (5% benih) dalam volume 100,3 ml. Kultur tersebut dilakukan

pada scala laboratorium. Produksi maksimum phycoerythrin 132.0 mg/l. Velea et

al (2011) semakin tinggi intensitas cahaya (120 μE/m2s hingga 240μE/m2s) dan

semakin tinggi konsentrasi NaHCO3 (0,54 – 3 g/L) semakin tinggi pula

kandungan phycobilin protein (Phycoerythrin 12.17, R-Phycocyanin 10.2, dan

Allophycocyanin 2.86 (% dalam biomasa kering).

III. PENUTUP

Porphyridium sp. mikroalga yang dapat ditemukan di smua jenis perairan

termasuk pada ranah yang lembab. Bentuknya uniseluler dengan diameter yang

telah ditemukan berkisar antara 6-12 µm. Reproduksi dengan cara membelah diri

dan sifat hidupnya lebih kearah euryhalin. Pigmen dominan yang dimiliki

merupakan jenis fikoeritrin yang menyebabkan berwarna kemerahan. Pigmen

fotosintesis dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pigmen pusat reaksi (klorofil

pimer) dan pigmen asesoris (klorofil, fikobilin dan karotenoid). Memiliki

Page 11: Bioteknologi Mikroalga

[Type text]

Phycobilisome yaitu jenis organel berfungsi sebagai menyerap cahaya yang terdiri

atas protein Phycoprotein.

Porphyridium sp. memiliki manfaat baik saat hidup dilingkungan maupun

saat mati atau setelah dipanen. Bagi kesehatan manusia Porphyridium sp.

memiliki kandungan senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai neutracheutikal dan

therapeutical. Manfaat bagi kesehatan yang dimiliki antara lain Anti Kolesterol,

Suplemen Bernutrisi Tinggi Antivirus dan Antibakteri Antitumor serta sebagai

Immunomodulation. Pada industri makanan Porphyridium sp. juga dapat

digunakan sebagai bahan pewarna alami yang sifatnya food grade. Saat masih

hidup dialam Porphyridium sp. juga memiliki peran yang penting untuk menjaga

kelestarian lingkungannya yaitu sebagai agen bioremediasi.

Daftar Pustaka

Jurnal Utama

Arteni A. A, Liu L. N, Aartsma T. J, Zhang Y. Z, Zhou B. C dan Boekema E. J. 2008. Structure and organization of phycobilisomes on membranes of the red alga Porphyridium cruentum. Photosynth Res 95:169–174

Cecal A, Humelnicu D, Rudic V, Cepoi L, Ganju D dan Cojocari A. 2012. Uptake of Uranyl Ions from Uranium Ores and Sludges by Means of Spirulina platensis, Porphyridium cruentum and Nostok linckia alga. Bioresource Technology 118 19–23

Dvir I, Stark A. H, Chayoth R, Madar Z dan Arad S. M. 2009. Hypocholesterolemic Effects of Nutraceuticals Produced from the Red Microalga Porphyridium sp in Rats. Nutrients 2009, 1, 156-167; doi:10.3390/nu1020156

Gaikwad M. S, Meshram B. G dan Chaugule B. B. 2009. On Occurrence of The Genus Porphyridium Nageli: New to India. J. Algal Biomass Utln. 1 (1): 102 – 106

Kusmiyati dan Agustini N. W. S. 2007. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari Mikroalga Porphyridium cruentum. Biodiversitas Vol 8 No1 Hal: 48-53

Sun L, Wang L dan Zhou Y. 2012. Immunomodulation and antitumor activities of different-molecular-weight polysaccharides from Porphyridium cruentum. Carbohydrate Polymers 87 (2012) 1206–1210

Jurnal Tambahan

Fuentes MMR., Fernandez GGA, Perez JAS dan Guerrero JLG. 2000. Biomass Nutrient Profiles of The Microalga Porphyridium cruentum. Food Chemistry 70 345-353

Page 12: Bioteknologi Mikroalga

Román R. B, Alvárez-Pez J.M, Fernández F.G. A dan Grima E. M. 2002. Recovery of Pure B-Phycoerythrin from The Microalga Porphyridium cruentum. Journal of Biotechnology 93 73–85

Talyshinsky M. M, Souprun Y. Y dan Huleihel M. M. 2002. Anti-Viral Activity of Red Microalgal Polysaccharides Against Retroviruses. Cancer Cell International, 2-8

Velea S, Ilie L dan Filipescu L. 2011. Optimization of Porphyridium Purpureum Culture Growth Using Two Variables Experimental Design: Light and Sodium Bicarbonate. U.P.B. Sci. Bull., Series B, Vol. 73, Iss. 4

Wang J, Chen B, Huang X. R.J dan Li M. 2007. Optimization of Culturing Conditions of Porphyridium cruentum Using Uniform Design. World J Microbiol Biotechnol 23:1345–1350