PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

99
PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA Coelastrella sp. MENGGUNAKAN KATALIS MONTMORILLONITE K-10 PADA PROSES ESTERIFIKASI SKRIPSI NURUL QOMARIYAH EKA PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M / 1442 H

Transcript of PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

Page 1: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

Coelastrella sp. MENGGUNAKAN KATALIS

MONTMORILLONITE K-10 PADA PROSES ESTERIFIKASI

SKRIPSI

NURUL QOMARIYAH EKA

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M / 1442 H

Page 2: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

Coelastrella sp. MENGGUNAKAN KATALIS

MONTMORILLONITE K-10 PADA PROSES ESTERIFIKASI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

NURUL QOMARIYAH EKA

11140960000067

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M / 1442 H

Page 3: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

Coelastrella sp. MENGGUNAKAN KATALIS

MONTMORILLONITE K-10 PADA PROSES ESTERIFIKASI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

NURUL QOMARIYAH EKA

11140960000067

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Dieni Mansur, M.Eng Dr. Siti Nurbayti, M.Si

NIP. 19780413 200502 2 001 NIP. 19740721 200212 2 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Dr. La Ode Sumarlin, M.Si

NIP. 19750918 200801 1 007

Page 4: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Pembuatan Biodiesel dari Mikroalga Coelastrella sp.

Menggunakan Katalis Montmorillonite K-10 pada Proses Esterifikasi” telah

diuji dan dinyatakan LULUS pada Sidang Munaqosah Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Sabtu, 31

Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Sains (S1) Program Studi Kimia.

Menyetujui,

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia

Ir. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D

Dr. La Ode Sumarlin, M.Si

NIP. 19710608 200501 1 005 NIP. 19750918 200801 1 007

Penguji I Penguji II

Isalmi Aziz, MT Nurmaya Arofah, M.Eng

NIP. 19751110 200604 2 001 NIP. 19870610 201903 2 016

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Dieni Mansur, M.Eng Dr. Siti Nurbayti, M.Si NIP. 19780413 200502 2 001 NIP. 19740721 200212 2 002

Page 5: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA
Page 6: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

ABSTRAK

NURUL QOMARIYAH EKA. Pembuatan Biodiesel dari Mikroalga Coelastrella

sp. Menggunakan Katalis Montmorillonite K-10 pada Proses Esterifikasi.

Dibimbing oleh DIENI MANSUR dan SITI NURBAYTI.

Mikroalga Coelastrella sp. dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan

biodiesel. Mikroalga Coelastrella sp. diketahui memiliki kadar lipid total 5,13%

dan kadar Free Fatty Acids (FFA) 25,43% sehingga perlu dilakukan tahap

esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA. Penelitian ini bertujuan untuk

menentukan kondisi optimum esterifikasi mikroalga menggunakan katalis

montmorillonite K-10. Penentuan kondisi optimum esterifikasi dilakukan dengan

menggunakan asam oleat komersial sebagai model komponen. Esterifikasi asam

oleat dilakukan dengan memvariasikan suhu, waktu, konsentrasi katalis, dan

perbandingan mol asam oleat dengan metanol. Kondisi optimum esterifikasi asam

oleat didapatkan pada suhu 85 ºC, waktu 4 jam, konsentrasi katalis montmorillonite

K-10 5% (b/b), dan perbandingan mol asam oleat dengan metanol 1:8 yang dapat

menurunkan FFA sebesar 33,87%. Selanjutnya proses esterifikasi lipid mikroalga

dilakukan pada kondisi optimum reaksi esterifikasi asam oleat tersebut, namun suhu

yang digunakan adalah 68 ºC karena adanya co-solvent n-heksana yang terkandung

dalam lipid mikroalga. Reaksi esterifikasi lipid mikroalga Coelastrella sp. pada

suhu 68 ºC, waktu 4 jam, konsentrasi katalis montmorillonite K-10 5% (b/b), dan

perbandingan lipid mikroalga dengan metanol 1:8 dapat menurunkan FFA sebesar

21,39%. Setelah itu dilakukan reaksi transesterifikasi menggunakan katalis KOH.

Biodiesel dari mikroalga Coelastrella sp. yang dihasilkan memiliki kadar air

0,05%, bilangan asam 7,76 mg KOH/g, dan bilangan penyabunan 398,05. Biodiesel

tersebut memenuhi syarat mutu SNI-04-7182-2015 dari parameter kadar air dan

bilangan penyabunan.

Kata Kunci: Biodiesel, esterifikasi, mikroalga Coelastrella sp., montmorillonite

K-10

Page 7: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

ABSTRACT

NURUL QOMARIYAH EKA. Production of Biodiesel from Coelastrella sp.

Microalgae with Montmorillonite K-10 Catalyst in Esterification Process.

Supervised by DIENI MANSUR and SITI NURBAYTI.

Microalgae Coelastrella sp. can be used as raw material for biodiesel

production. The microalgae Coelastrella sp. is known to have a total lipid content

of 5.13% and a level of Free Fatty Acids (FFA) of 25.43%, so it is essential to run

an esterification step to reduce FFA levels. This study aims to determine the

optimum conditions of microalgae esterification using montmorillonite K-10

catalyst. Determination of the optimum esterification conditions by using

commercial oleic acid as the component model. The esterification of oleic acid was

run by varying the temperature, time, catalyst concentration, and mole ratio of oleic

acid with methanol. Optimum conditions for esterification oleic acid were obtained

at temperature of 85 °C, 4 hours, montmorillonite concentration for K-10 catalyst

5% (w/w), and mole ratio of oleic acid with methanol 1:8 which could reduced

FFA by 33.87%. Furthermore, the microalgae lipid esterification process was run

at the optimum reaction conditions for the oleic acid esterification, but the

temperature used was 68 °C because of the n-hexane as a co-solvent contained in

the microalgae lipids. Reaction of microalgae Coelastrella sp. lipid esterification at

temperature of 68 °C, 4 hours montmorillonite concentration for K-10 catalyst 5%

(w/w), and mole ratio of microalgae lipids with methanol 1:8 can reduce FFA by

21.39%. After that, the transesterification reaction was run by using KOH catalyst.

Biodiesel from microalgae Coelastrella sp. The result of this product has a water

content of 0.05%, an acid number of 7.76 mg KOH/g, and saponification number

of 398.05. Obtained biodiesel fulfills the quality requirements of SNI-04-7182-

2015 from the parameters of water content and saponification number.

Keywords: Biodiesel, esterification, microalgae Coelastrella sp., montmorillonite

K-10

Page 8: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha

Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Pembuatan Biodiesel dari Mikroalga Coelastrella sp.

Menggunakan Katalis Montmorillonite K-10 pada Proses Esterifikasi”. Penulis

menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan peranan banyak

pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Dieni Mansur, M.Eng selaku Pembimbing I yang telah memberikan

pengarahan serta bimbingannya sehingga banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Siti Nurbayti, M.Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan

pengarahan, pengetahuan, serta bimbingannya sehingga banyak membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains

dan Teknologi.

4. Ir. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatulllah Jakarta.

5. Muhammad Arifuddin Fitriady, S.T dan Sabar Pangihutan Simanungkalit, M.T

atas bantuan selama berada di Lab. Termokimia, Pusat Penelitian Kimia – LIPI

Serpong.

6. Dian Noverita Widyaningrum, Swastika P, dan Hari selaku staf Laboratorium

Bioenergi dan Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI yang telah

membantu dalam produksi sampel mikrolaga basah kepada penulis.

Page 9: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

ix

7. Orang tua dan keluarga tercinta atas segala doa, pengorbanan, nasihat, dan

motivasinya kepada penulis.

8. Segenap dosen Program Studi Kimia atas ilmu pengetahuan dan pengalaman

hidup yang dengan ikhlas diajarkan dan diberikan kepada penulis.

9. Nailil Amany yang selalu bersama penulis selama penelitian dilakukan dan

senantiasa membantu dalam setiap kesulitan yang dihadapi.

10. Teman-teman Kimia Angkatan 2014 yang senantiasa memberi dukungan,

motivasi, dan keceriaan kepada penulis.

11. Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung,

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

12. Last but not least, I want to thank me for believing in me, for doing all this hard

work, for having no days off, for never quitting, for just being me at all times.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan umumnya

bagi kemajuan ilmu dan teknologi.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, Juli 2021

Nurul Qomariyah Eka

Page 10: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

x

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI ...........................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................................xv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4

1.3 Hipotesis ............................................................................................................ 4

1.4 Tujuan ............................................................................................................... 4

1.5 Manfaaat ............................................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................5

2.1 Mikroalga ......................................................................................................... 5

2.2 Coelastrella sp. ................................................................................................ 8

2.3 Lipid Mikroalga ............................................................................................... 9

2.4 Ekstraksi Lipid Mikroalga ............................................................................. 10

2.5 Katalis Montmorillonite K-10 ........................................................................ 11

2.6 X-Ray Diffraction (XRD) .............................................................................. 11

2.7 Biodiesel ........................................................................................................ 15

2.7.1 Pengertian Biodiesel .................................................................... 15

2.7.2 Sintesis Biodiesel ......................................................................... 16

2.7.3 Standar Mutu Biodiesel ............................................................... 20

2.7.4 Karakterisasi Biodiesel ................................................................ 21

2.7.4.1 Analisis FAME dengan Gas Chromatography Mass

Spectrometry (GC-MS) ............................................................... 21

2.7.4.2 Kadar Air ......................................................................... 22

2.7.4.3 Bilangan Asam ................................................................ 22

2.7.4.4 Bilangan Penyabunan ...................................................... 23

Page 11: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

xi

BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................24

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 24

3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................... 24

3.2.1 Alat ........................................................................................................ 24

3.2.2 Bahan .................................................................................................... 24

3.3 Diagram Alir ................................................................................................... 25

3.4 Prosedur Penelitian ........................................................................................ 26

3.4.1 Preparasi Sampel Mikroalga Coelastrella sp. ....................................... 26

3.4.2 Ekstraksi Lipid Mikroalga dengan Aseton (Mansur et al., 2017) ......... 26

3.4.2.1 Analisis Asam Lemak Mikroalga dengan GC-MS ................. 26

3.4.2.2 Analisis Kadar FFA (Free Fatty Acid) (AOAC,1995) ............. 26

3.4.3 Karakterisasi Kristalinitas Katalis Montmorillonite K-10 dengan

XRD (ASTM D4824-03) ...................................................................... 28

3.4.4 Esterifikasi Model Senyawa Asam Lemak ........................................... 28

3.4.5 Sintesis Biodiesel .................................................................................. 29

3.4.5.1 Esterifikasi (Mansur et al., 2017) .............................................. 29

3.4.5.2 Transesterifikasi (Habibi et al., 2010) ...................................... 30

3.4.6 Karakterisasi Biodiesel ......................................................................... 30

3.4.6.1 Analisis Komposisi Kimia Biodiesel dengan GC-MS ............. 30

3.4.6.2 Kadar Air (SNI 01-2901-2006) ................................................ 30

3.4.6.3 Bilangan Asam (AOAC, 1995) ................................................ 30

3.4.6.4 Bilangan Penyabunan (FBI-A03-03) ....................................... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................33

4.1 Pengeringan Mikroalga Coelastrella sp. ........................................................ 33

4.2 Ekstraksi Lipid Mikroalga ............................................................................. 34

4.2.1 Hasil Ekstraksi Lipid Mikroalga ........................................................... 35

4.2.2 Analisis Asam Lemak Mikroalga dengan GC-MS ............................... 37

4.2.3 Analisis Kadar FFA (Free Fatty Acid) Hasil Ekstraksi Optimum ........ 38

4.3 Hasil Analisa XRD Katalis Montmorillonite K-10 Sebelum Esterifikasi ....... 39

4.4 Esterifikasi Asam Oleat Menggunakan Katalis Montmorillonite K-10 .......... 40

4.4.1 Variasi Kondisi Proses Esterifikasi ....................................................... 40

4.4.1.1 Variasi Suhu ............................................................................. 40

Page 12: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

xii

4.4.1.2 Variasi Waktu .......................................................................... 40

4.4.1.3 Variasi Jumlah Katalis ............................................................. 40

4.4.1.4 Variasi Perbandingan Mol Asam Oleat:Metanol ..................... 40

4.4.2 Hasil Analisa GC-MS Asam Oleat Sebelum dan Sesudah

Esterifikasi ............................................................................................ 45

4.5 Sintesis Biodiesel dari Mikroalga Coelastrella sp. ......................................... 47

4.5.1 Reaksi Esterifikasi ................................................................................. 47

4.5.2 Reaksi Transesterifikasi ........................................................................ 50

4.6 Karakterisasi Biodiesel .................................................................................. 52

4.6.1 Hasil Analisa GC-MS Biodiesel ........................................................... 52

4.6.2 Hasil Analisa Kadar Air ........................................................................ 54

4.6.3 Hasil Analisa Bilangan Asam ............................................................... 54

4.6.4 Hasil Analisa Bilangan Penyabunan ..................................................... 54

BAB V PENUTUP ................................................................................................56

5.1 Simpulan ......................................................................................................... 56

5.2 Saran ................................................................................................................ 56

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................57

LAMPIRAN ..........................................................................................................62

Page 13: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bentuk mikroalga Coelastrella sp. ...................................................... 8

Gambar 2. Struktur molekul trigliserida ................................................................ 9

Gambar 3. Struktur dari montmorillonite ............................................................ 13

Gambar 4. Struktur katalis montmorillonite K-10 ............................................... 13

Gambar 5. Mekanisme reaksi katalitik pada materi padat................................... 14

Gambar 6. Reaksi esterifikasi dan transesterifikasi ............................................ 16

Gambar 7. Diagram alir penelitian ..................................................................... 25

Gambar 8. Rangkaian alat proses sintesis biodiesel ........................................... 29

Gambar 9. Mikroalga Coelastrella sp. kering ..................................................... 33

Gambar 10. Ekstraksi lipid Coelastrella sp. ....................................................... 34

Gambar 11. Lipid netral Coelastrella sp. dalam n-heksana ............................... 36

Gambar 12. Kromatogram asam lemak mikroalga Coelastrella sp. ................. 37

Gambar 13. Hasil difraktogram XRD montmorillonite K-10 sebelum

esterifikasi ..................................................................................... 39

Gambar 14. Grafik pengaruh suhu dan waktu reaksi terhadap kadar

FFA (%) ......................................................................................... 40

Gambar 15. Grafik pengaruh konsentrasi katalis terhadap kadar FFA (%) ...... 43

Gambar 16. Grafik pengaruh mol asam oleat:metanol terhadap

kadar FFA (%) ............................................................................... 44

Gambar 17. Kromatogram asam oleat komersial .............................................. 45

Gambar 18. Kromatogram hasil esterifikasi asam oleat komersial ................... 46

Gambar 19. Esterifikasi mikroalga Coelastrella sp. ......................................... 47

Gambar 20. Mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam ...................... 48

Gambar 21. Kromatogram hasil esterifikasi mikroalga ..................................... 49

Page 14: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

xiv

Gambar 22. Transesterifikasi mikroalga Coelastrella sp. .................................. 50

Gambar 23. Mekanisme reaksi transesterifikasi metanol dengan katalis basa ... 51

Gambar 24. Biodiesel mikroalga Coelastrella sp. .............................................. 51

Gambar 25. Kromatogram biodiesel mikroalga Coelastrella sp. ........................ 52

Page 15: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil minyak dari tanaman darat dan mikroalga .......................................5

Tabel 2. Syarat mutu biodiesel ..............................................................................21

Tabel 3. Hasil ekstraksi lipid mikroalga ................................................................35

Tabel 4. Komposisi asam lemak mikroalga Coelastrella sp. .................................37

Tabel 5. Konversi produk metil ester ....................................................................42

Tabel 6. Kandungan senyawa asam oleat komersial .............................................45

Tabel 7. Hasil esterifikasi asam oleat komersial ...................................................46

Tabel 8. Kandungan senyawa hasil esterifikasi mikroalga ...................................49

Tabel 9. Kandungan senyawa produk biodiesel mikroalga ...................................53

Page 16: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan kadar air mikroalga . ................................................... 62

Lampiran 2. Perhitungan ekstraksi lipid mikroalga Coelastrella sp. .................. 62

Lampiran 3. Perhitungan kadar FFA mikroalga . ................................................ 63

Lampiran 4. Perhitungan kadar FFA asam oleat mikroalga ................................ 64

Lampiran 5. Perhitungan perbandingan lipid dengan metanol pada model

senyawa asam oleat. ......................................................................... 64

Lampiran 6. Konversi biodiesel model senyawa asam lemak............................. 64

Lampiran 7. Perhitungan transesterifikasi biodiesel. .......................................... 67

Lampiran 8. Perhitungan karakterisasi biodiesel mikroalga. .............................. 67

Lampiran 9. Hasil GC-MS lipid mikroalga Coelastrella sp. ............................. 68

Lampiran 10. Hasil GC-MS asam oleat komersial sebelum esterifikasi ............ 70

Lampiran 11. Hasil GC-MS asam oleat komersial setelah esterifikasi .............. 71

Lampiran 12. Hasil GC-MS esterifikasi mikroalga Coelastrella sp. .................. 72

Lampiran 13. Hasil GC-MS biodiesel mikroalga Coelastrella sp. ..................... 78

Lampiran 14. Foto dokumentasi penelitian biodiesel mikroalga

Coelastrella sp. . ............................................................................ 82

Page 17: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan kebutuhan manusia tidak berbanding lurus dengan ketersediaan

sarana pemenuh kebutuhan khususnya di bidang energi. Pengembangan bioenergi

seperti biodiesel merupakan salah satu langkah untuk mengurangi ketergantungan

masyarakat terhadap sumber energi yang tidak terbarukan. Biodiesel merupakan

salah satu sumber energi alternatif pengganti bahan bakar mesin diesel yang bersifat

biodegradable serta mempunyai beberapa keunggulan dari segi lingkungan

dibandingkan dengan petroleum diesel (Nilawati, 2012). Siklus hidup gas rumah

kaca biodiesel 55% lebih rendah dibandingkan gas yang dihasilkan dari

pembakaran bahan bakar minyak bumi (Clarke, 2005). Alasan tersebut yang

menjadikan maraknya pemanfaatan Sumber Daya Alam khususnya tanaman hijau

sebagai bahan baku biodiesel. Hal ini juga terdapat dalam Al-Qur’an Surat Yassin

ayat 80:

Artinya: “Yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka

seketika itu kamu nyalakan api dari kayu itu” (Q.S Yassin: 80).

Berdasarkan firman Allah SWT di atas, sumber energi alternatif dapat

diperoleh dari pemanfaatan tumbuhan karena tumbuhan memiliki klorofil (zat hijau

daun) sehingga dapat mengalami fotosintesis. Selama pertumbuhannya, tumbuhan

tidak hanya menghasilkan karbohidrat namun juga menghasilkan lipid. Dimana

Page 18: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

2

lipid tersebut juga bermanfaat sebagai sumber energi alternatif. Kandungan lipid

mikroalga yang cukup tinggi berkisar 1-70 % dari berat kering merupakan alasan

untuk pembuatan biodiesel (Borowitzka, 1988).

Keanekaragaman mikroalga sangat tinggi, diperkirakan ada sekitar 200.000

- 800.000 spesies mikroalga di bumi dan baru sekitar 35.000 spesies yang

teridentifikasi (Luthfi et al., 2010). Upaya untuk meningkatkan kandungan lipid

dalam mikroalga, dapat dilakukan dengan cara mengkondisikan mikroalga dalam

keadaan stress (tekanan) tertentu (Rao, 2006).

Lipid dalam mikroalga terdiri dari lipid netral (trigliserida, wax ester, asam

lemak bebas, dan sterol) serta lipid polar (fosfolipid dan glikolipid) (Wiyarno,

2009). Sebagian besar lipid yang dihasilkan oleh mikroalga yaitu dalam bentuk

trigliserida yang merupakan jenis lipid yang tepat untuk memproduksi biodiesel.

Mikroalga memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya,

diantaranya produktivitas tinggi karena laju pertumbuhan cepat dan tidak

memerlukan lahan subur sehingga tidak berkompetisi dengan tanaman pangan.

Ekstraksi lipid merupakan salah satu tahap paling penting dan paling banyak

dibahas dalam produksi biodiesel. Penelitian sebelumnya mengenai ekstraksi lipid

mikroalga Chlorella sp. dalam kondisi kering memiliki kadar lipid yang lebih tinggi

daripada kondisi basah, yaitu 17,18% (Orchidea et al., 2010). Sedangkan mikroalga

Coelastrella sp. memiliki kandungan lemak total hasil ekstraksi yang cukup tinggi

sebesar 30,74% per berat kering mikroalga sehingga berpotensial untuk pembuatan

biodiesel (Susilaningsih et al., 2014). Mansur et al. (2017) melakukan ekstraksi

lipid mikroalga Coelastrella sp. dengan metode pemecahan mekanik-ekstraksi

dengan pelarut aseton.

Page 19: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

3

Pada produksi biodiesel, proses esterifikasi maupun transesterifikasi

memiliki peranan penting sehingga perlu dicari kondisi optimum agar tercapai

konversi yang diinginkan. Rhofita (2015) melakukan reaksi esterifikasi minyak

goreng bekas pada suhu 60 °C selama 2 jam dengan katalis H2SO4 mampu

menurunkan kadar FFA hingga <1%. Widyastuti dan Dewi (2014) melakukan

proses transesterifikasi lipid mikroalga Chlorella sp. dengan KOH mampu

menghasilkan yield biodiesel sebesar 59,85%. Penelitian lain oleh Dyah (2011)

penggunaan mikroalga Chlorella sp. pada proses esterifikasi dengan perbandingan

mol reaktan 1:4 (minyak:metanol) menghasilkan biodiesel sebesar 36,34%.

Menurut Mansur et al. (2017) menggunakan mikroalga Coelastrella sp. basah

dengan katalis montmorillonite K-10 5% pada suhu 60 ºC menghasilkan yield

biodiesel sebesar 1,9%.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan

optimasi proses menggunakan mikroalga Coelastrella sp. kering diharapkan

mendapat lipid yang lebih banyak daripada kondisi mikroalga basah. Optimasi

ekstraksi lipid dilakukan untuk mencari perbandingan optimum antara biomassa

dengan pelarut aseton. Selain itu, dilakukan optimasi proses esterifikasi melibatkan

model senyawa asam lemak melalui beberapa variasi seperti perbandingan mol

lipid mikroalga dengan metanol (1:4, 1:6, 1:8), suhu (60, 70, 80, dan 85 ºC), waktu

(1, 2, 3, dan 4 jam) serta konsentrasi katalis montmorillonite K-10 (1, 3, dan 5%).

Selanjutnya dilakukan transesterifikasi dengan KOH dan biodiesel yang dihasilkan

diuji kualitasnya meliputi kadar air, bilangan asam, dan bilangan penyabunan serta

dibandingkan dengan standar mutu SNI 7182:2015.

Page 20: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

4

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh rasio pelarut dengan biomassa terhadap kadar lipid

dengan metode pemecahan mekanik-ekstraksi aseton?

2. Bagaimana pengaruh variasi rasio metanol, suhu, konsentrasi katalis, dan waktu

reaksi terhadap penurunan kadar FFA?

3. Apakah mutu biodiesel yang dihasilkan sesuai dengan SNI 7182:2015

khususnya kadar air, bilangan asam, dan bilangan penyabunan?

1.3 Hipotesis

1. Peningkatan volume pelarut yang digunakan pada metode pemecahan mekanik-

ekstraksi aseton akan meningkatkan kadar lipid.

2. Peningkatan volume metanol, suhu, konsentrasi katalis, dan lamanya reaksi

akan menurunkan kadar FFA dengan maksimum.

3. Biodiesel yang dihasilkan memenuhi standar mutu SNI 7182:2015.

1.4 Tujuan

1. Menentukan rasio optimum pelarut dengan biomassa pada metode pemecahan

mekanik-ekstraksi pelarut sehingga menghasilkan lipid maksimum.

2. Menentukan rasio metanol, suhu, konsentrasi katalis, dan waktu reaksi optimum

untuk menurunkan kadar FFA dengan maksimum.

3. Menentukan mutu biodiesel yang dihasilkan meliputi kadar air, bilangan asam,

dan bilangan penyabunan.

1.5 Manfaaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa mikroalga

Coelastrella sp. dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel dan mutu

biodiesel sesuai dengan SNI 7182:2015.

Page 21: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroalga

Mikroalga merupakan tumbuhan yang paling efisien dalam memanfaatkan

energi matahari dan CO2 untuk keperluan fotosintesis. Mikroalga mampu untuk

melakukan fotosintes, menghasilkan oksigen, dan mengambil karbondioksida di

lingkungannya sehingga mengurangi efek rumah kaca dan meminimalisasi

terjadinya global warming, sesuai dengan reaksi berikut:

6 CO2 + 6 H2O + cahaya matahari C6H12O6 (glukosa) + 6 O2

Mikroalga sebagai mikroorganisme fotosintesis telah diteliti menjadi

alternatif sebagai pengganti komoditas tanaman darat sebagai sumber penghasil

minyak (Chisti, 2007). Jika dibandingkan dengan tanaman darat penghasil minyak,

mikroalga memiliki produktivitas minyak yang lebih tinggi per satuan luas lahan

(Tabel 1).

Tabel 1. Hasil minyak dari tanaman darat dan mikroalga

Jenis Tanaman Hasil Minyak (kL/ha)

Jagung 172

Kedelai 446

Minyak Jarak 1892

Kelapa 2689

Minyak Sawit 5950

Mikroalga 30% oil (by wt) in biomass 58700

Mikroalga 70% oil (by wt) in biomass 136900 Sumber: Chisti (2007)

Mikroalga mengandung tiga komponen utama yaitu karbohidrat, protein

dan lipid. Lipid dalam mikroalga terdiri dari lipid netral (trigliserida, digliserida,

Page 22: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

6

monogliserida, FFA (asam lemak bebas), waxes) dan lipid polar (fosfolipid serta

glikolipid) (Wiyarno, 2009). Sebagian besar lipid yang dihasilkan oleh mikroalga

yaitu dalam bentuk trigliserida dimana susunan molekulnya berupa tiga asam lemak

rantai panjang yang terikat pada satu gliserol, merupakan sumber bahan baku yang

tepat untuk memproduksi biodiesel. Kandungan lipid yang terdapat pada mikroalga

bervariasi tergantung pada tempat tumbuhnya dan jenis mikroalga.

Asam lemak mikroalga biasanya memiliki panjang rantai C14 sampai C22.

Komposisi asam lemak pada mikroalga yaitu berupa monounsaturated fatty acids

(MUFAs) dan polyunsaturated fatty acids (PUFAs), antara lain asam palmitat

(C16:0), asam palmitoleat (C16:1), asam stearat (C18:0), asam oleat (C18:1), asam

linoleat (C18:2), serta beberapa jenis asam yang lain. Asam lemak yang bervariasi

pada mikroalga merupakan bahan yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan

biodiesel.

Selain itu, biomassa mikroalga adalah sumber yang kaya akan beberapa

nutrien, seperti asam lemak ω3 dan ω6, asam amino esensial (leusin, isoleusin,

valin, dan lain-lain) serta karoten (Wiyarno, 2009). Maka dilihat dari kecepatan

tumbuh, kualitas, serta mudah ditemukannya mikroalga menunjukkan potensi yang

sangat besar untuk menghasilkan biodiesel ke depannya.

Menurut Kawaroe et al. (2010) secara umum mikroalga dapat dibagi ke

dalam empat kelompok utama:

a. Chlorophyceae (alga hijau)

Chlorophyceae adalah alga hijau yang berasal dari filum Chlorophyta dan

selnya mengandung klorofil A dan B. Produk yang dihasilkan dari alga ini berupa

kanji (amilosa dan amilopektin), beberapa dapat menghasilkan produk berupa

Page 23: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

7

minyak. Beberapa mikroalga yang merupakan kelas Chlorophycea adalah Tetraselmis

chuii, Nannochloropsis oculata, Spyrogyra sp., Scenedesmus sp. dan Chlorella sp.

b. Bacillariophyceae (diatom)

Bacillariophyceae atau yang dikenal dengan nama diatom adalah alga yang

berasal dari filum Chysophyta. Kelas ini mendominasi jumlah fitoplankton di laut

dan sering ditemukan dalam perairan tawar dan payau, hidupnya ada uniseluler dan

koloni. Mikroalga ini mudah dikenali karena selnya dilindungi kapsul seperti gelas

dan pergerakannya tidak jelas. Bacillariophyceae memiliki berbagai pigmen

klorofil termasuk karotenoida serta pigmen khusus yang disebut diatomin.

Beberapa mikroalga yang merupakan kelas Bacillariophyceae

adalahPhaeodactylum tricornutum, Cyclotella sp., Navicula sp., dan Chaetoceros

gracilis.

c. Cyanophyceae (alga biru hijau)

Cyanophyceae atau alga biru hijau termasuk dalam filum Cyanophyta yang

memiliki kombinasi klorofil berwarna hijau dan fikosianin berwarna biru. Adanya

kombinasi dari pigmen klorofil, karotenoida, fikosianin, dan fikoerithin dalam

jumlah yang berbeda-beda di dalam tubuh mikroalga ini, akan memunculkan aneka

warna seperti merah, hijau terang, coklat, ungu bahkan hitam. Cyanobacteria

adalah organisme prokariotik yang tidak memiliki nukleus dan organel (kloroplas,

mitokondria). Beberapa mikroalga yang merupakan kelas Cyanophyceae adalah

Spirulina sp., Nostoc comune, Chrococcus sp.

d. Chrysophyceae (alga perang)

Alga ini merupakan kombinasi antara dua pigmen, yaitu keemasan (pigmen

karoten) dan klorofil (pigmen hijau). Chrysophyceae adalah nama latin dari alga

Page 24: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

8

coklat keemasan atau kadang dikenal sebagai alga kuning keemasan, terdiri dari

sekitar 200 genus dan 1.000 spesies. Alga ini memiliki pigmen korofil keemasan

(karotenoid disebut fukosantin) yang memberi warna kuning keemasan pada alga.

Mikroalga yang merupakan kelas Chrysophyceae adalah: Ochromonas sp..

2.2 Coelastrella sp.

Coelastrella sp. termasuk alga hijau (Gambar 1). Coelastrella sp. adalah

mikroorganisme atau jasad renik dengan tingkat organisasi sel termasuk ke dalam

tumbuhan tingkat rendah (Kabinawa, 2011). Coelastrella sp. tidak memiliki akar,

batang, dan daun sejati, namun memiliki zat pigmen klorofil yang mampu

melakukan fotosintesis. Pigmen dominan yang dimiliki Coelastrella sp. adalah

klorofil. Klasifikasi mikroalga Coelastrella sp. (NCBI, 2007) sebagai berikut:

Dunia : Viridiplantae

Filum : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Sphaeropleales

Famili : Scenedesmaceae

Genus : Coelastrella

Gambar 1. Bentuk mikroalga Coelastrella sp.

(Susilaningsih et al., 2014)

Coelastrella sp.memiliki kandungan lipid total yang cukup tinggi yaitu

30,74% per berat kering mikroalga (Susilaningsih et al., 2014). Kandungan lipid

Page 25: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

9

mikroalga tergantung dari jenis mikroalga, rata-rata pertumbuhan, dan kondisi

kultur mikroalga (Chisti, 2007).

2.3 Lipid Mikroalga

Lipid mengacu pada golongan senyawa hidrokarbon alifatik nonpolar dan

hidrofobik. Karena nonpolar, lipid tidak larut dalam pelarut polar seperti air, tetapi

larut dalam pelarut organik seperti aseton, eter, benzena, dan kloroform. Meskipun

istilah lipid terkadang digunakan sebagai sinonim dari lemak, lipid juga meliputi

molekul-molekul seperti asam lemak dan turunan-turunannya (termasuk tri-, di-)

serta monogliserida dan fosfolipid, juga metabolit yang mengandung sterol, seperti

kolesterol.

Lipid dalam mikroalga terdiri dari lipid netral (trigliserida, digliserida,

monogliserida, FFA (asam lemak bebas), waxes) dan lipid polar (fosfolipid serta

glikolipid) (Wiyarno, 2009). Trigliserida atau triasilgliserol adalah sebuah gliserida

yaitu ester dari gliserol dan tiga asam lemak dengan rantai alkil yang panjang

(Herperian et al., 2014). Berikut merupakan struktur trigliserida yang ditunjukkan

pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur molekul trigliserida

Asam lemak bebas (FFA) adalah asam lemak yang terpisahkan dari

trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan

oleh pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga

Page 26: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

10

dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati (Handayani,

2010). Kandungan lipid dapat meningkat akibat keadaan lingkungan yang kurang

baik (stress). Hal ini terjadi apabila kekurangan nitrogen pada medium sehingga

akan meningkatkan akumulasi lipid.

Umumnya komposisi asam lemak dari mikroalga merupakan campuran dari

asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids) seperti asam palmitoleat (C16:1),

asam oleat (C18:1), asam linoleat (C18:2), and asam linolenat (C18:3). Asam-asam

lemak jenuh seperti asam palmitat (C16:0) dan asam stearat (C18:0) juga ditemukan

dalam jumlah kecil.

2.4 Ekstraksi Lipid Mikroalga

Ekstraksi lipid merupakan salah satu tahap paling penting dan paling banyak

dibahas dalam produksi biodiesel. Pengambilan lipid dari mikroalga merupakan

langkah yang menentukan dalam upaya peningkatan hasil minyak nabati yang dapat

diperoleh dari mikroalga, sehingga perlu suatu upaya untuk memaksimalkan lipid

yang dapat terambil dalam suatu proses ekstraksi (Purwanti, 2015).

Menurut McMichens (2009) terdapat beberapa metode ekstraksi yang dapat

digunakan dalam ekstraksi lipid dari mikroalga antara lain:

1. Metode mekanik

Metode mekanik terdiri dari metode pengepresan dan ultrasonic-assisted

extraction. Pada metode pengepresan alga yang sudah siap panen dikeringkan

terlebih dahulu untuk mengurangi kadar air yang masih ada pada biomassa.

Selanjutnya dilakukan pengepresan biomassa untuk mengekstraksi minyak yang

terkandung dalam alga. Dengan menggunakan alat pengepres ini, dapat diekstraksi

sekitar 70-75% minyak yang terkandung dalam alga.

Page 27: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

11

2. Metode pelarut kimia

Minyak dari alga dapat diambil dengan menggunakan pelarut kimia,

misalnya dengan menggunakan benzena, eter, dan heksana. Penggunaan pelarut

heksana lebih banyak digunakan karena harganya tidak terlalu mahal. Menurut

Chaiklahana et al. (2008) proses ekstraksi minyak tergantung pada kepolaran

pelarut, ukuran partikel, rasio pelarut dan partikel, temperatur, dan waktu ekstraksi.

3. Supercritical fluid extraction

Pada metode ini, CO2 dicairkan di bawah tekanan normal kemudian

dipanaskan sampai mencapai titik kesetimbangan antara fase cair dan gas.

Pencairan fluida inilah yang bertindak sebagai larutan yang akan mengekstraksi

minyak dari alga. Metode ini dapat mengekstraksi hampir 100% minyak yang

terkandung dalam biomassa. Namun begitu, metode ini memerlukan peralatan

khusus untuk penahanan tekanan.

4. Osmotic shock

Dengan menggunakan osmotic shock maka tekanan osmotik dalam sel akan

berkurang sehingga akan membuat sel pecah dan komponen di dalam sel akan

keluar. Metode osmotic shock memang banyak digunakan untuk mengeluarkan

komponen-komponen dalam sel, seperti minyak alga ini.

2.5 Katalis Montmorillonite K-10

Katalis merupakan zat yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi dalam

suatu kesetimbangan tanpa adanya zat yang dikonsumsi, setelah proses selesai

katalis dapat dihasilkan kembali. Katalis asam umumnya digunakan dalam proses

pre-treatment (esterifikasi) terhadap bahan baku minyak yang memiliki kandungan

Page 28: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

12

asam lemak bebas yang tinggi namun sangat jarang digunakan dalam proses utama

pembuatan biodiesel.

Katalis asam homogen seperti asam sulfat, bersifat sangat korosif, sulit

dipisahkan dari produk dan dapat ikut terbuang dalam pencucian sehingga tidak

dapat digunakan kembali sekaligus dapat menyebabkan terjadinya pencemaran

lingkungan (Santoso et al., 2013). Penggunaan katalis asam cair pada produksi

biodiesel seperti asam sulfat memerlukan temperatur tinggi dan waktu yang lama.

Sedangkan untuk katalis asam heterogen seperti nafion, meskipun tidak sekorosif

katalis asam homogen dan dapat dipisahkan untuk digunakan kembali, cenderung

sangat mahal, dan memiliki kemampuan katalisasi yang jauh lebih rendah

dibandingkan dengan katalis basa (Santoso et al., 2013). Penggunaan katalis

heterogen lebih potensial karena keaktifannya yang tinggi dan bisa dipakai berulang

kali sehingga biaya produksi lebih murah.

Montmorillonite merupakan anggota kelompok mineral lempung (clay).

Montmorillonite disebut juga mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan

kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit satu

lempeng alumina oktahedral di tengahnya. Struktur kisinya tersusun atas satu

lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2 (Younssi et al., 2012). Pada umumnya,

montmorillonite membentuk kristal mikroskopik atau setidaknya kristal micaceous

berlapis sangat kecil. Kandungan air dalam montmorillonite sangat bervariasi dan

ketika mengadsorpsi air, montmorillonite cenderung mengembang sampai beberapa

kali volume awal. Karena struktur inilah montmorillonite dapat mengembang dan

mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi.

Struktur montmorillonite ditunjukkan pada Gambar 3.

Page 29: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

13

Gambar 3. Struktur dari montmorillonite (Das, 1988)

Katalis montmorillonite K-10 merupakan salah satu contoh katalis asam

heterogen. Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2(OH)6 diantara dua

lempeng [SiO4] - (Norhayati et al., 2016). Adapun struktur katalis montmorillonite

K-10 ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur katalis montmorillonite K-10

(Norhayati et al., 2016)

Adapun dengan katalis heterogen padat dari reagen A menjadi produk B

berlangsung sesuai langkah-langkah berikut (Gambar 5).

(1) Transpor reaktan A dari cairan bulk ke mulut pori permukaan luar pelet katalis.

(2) Difusi reaktan A dari mulut pori melalui pori katalis untuk mengisi permukaan

dalamnya.

Page 30: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

14

(3) Adsorpsi reaktan A pada permukaan katalis.

(4) Reaksi A pada permukaan katalis menghasilkan produk B.

(5) Desorpsi produk B dari permukaan katalis.

(6) Difusi produk B dari bagian depan pori ke mulut pori permukaan luar katalis.

(7) Transfer produk B dari mulut pori pada permukaan luar katalis ke cairan bulk.

Selanjutnya untuk karakterisasi kristanilitas katalis dapat dilakukan dengan

instrumen X-Ray Diffraction.

Gambar 5. Mekanisme reaksi katalitik pada materi padat (Busca, 2014)

2.6 X-Ray Diffraction (XRD)

XRD merupakan instrumen yang digunakan untuk mengkarakterisasi

struktur kristal, ukuran kristal dari suatu bahan padat. Semua bahan yang

mengandung kristal tertentu ketika di analisis menggunakan XRD akan

memunculkan puncak-puncak yang spesifik. Prinsip dasar XRD adalah mendifraksi

cahaya yang melalui celah kristal. Difraksi cahaya oleh kisi-kisi atau kristal ini

dapat terjadi apabila difraksi tersebut berasal dari radius yang memiliki panjang

gelombang yang setara dengan jarak antar atom, yaitu sekitar 1 Angstrom. Radiasi

yang digunakan berupa radiasi sinar-X, elektron, dan neutron. (Ramdhani, 2017).

Difraksi sinar-X digunakan untuk memperoleh informasi tentang komposisi

dan tingkat kristalinitas suatu material. Beberapa aplikasinya adalah

mengidentifikasi sampel berdasarkan puncak kristalinitas dan pengukuran kisi

Page 31: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

15

kristal. Sampel dapat berupa serbuk, padatan, film atau pita. Difraksi sinar-X

merupakan bentuk metode yang menggunakan radiasi elektromagnetik dengan

panjang gelombang pendek yang sesuai dengan jarak antar atom atau bidang kristal.

Sinar-X dihasilkan dari tabung sinar-X yang terjadi akibat adanya tumbukan

elektron-elektron yang bergerak sangat cepat dan mengenai logam sasaran, elektron

ini membawa energi foton yang cukup untuk mengionisasikan sebagian elektron di

kulit K (1s), sehingga elektron yang berbeda pada orbital kulit luar akan berpindah

dan mengisi orbital 1s dengan memancarkan sejumlah energi berupa sinar-X

(Yulianti, 2011).

2.7 Biodiesel

2.7.1 Pengertian Biodiesel

Biodiesel merupakan campuran dari alkali ether dan asam lemak yang

diperoleh dari proses transesterifikasi minyak nabati atau minyak hewani (Shahzad

et al., 2010). Karena bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak

hewan, biodiesel digolongkan sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui (Knothe

et al., 2012). Pada dasarnya semua minyak nabati atau lemak hewan dapat

digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Bahan mentah untuk

pembuatan biodiesel adalah trigliserida dan asam lemak.

Contoh lain sebagai pembuatan biodiesel yang sedang marak dikembangkan

yaitu mikroalga. Mikroalga dapat dijadikan sebagai biodiesel karena memiliki

kandungan lipid yang cukup tinggi khususnya trigliserida. Setiap mikroalga

memiliki komposisi asam lemak yang berbeda sehingga dihasilkan biodiesel

dengan karakteristik yang beragam (Gouveia dan Oliveira, 2009).

Page 32: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

16

2.7.2 Sintesis Biodiesel

Pembuatan biodiesel dapat dilakukan melalui dua jalur reaksi, yaitu

esterifikasi dan transesterifikasi yang ditunjukkan oleh persamaan reaksi berikut:

Reaksi esterifikasi:

Reaksi transesterifikasi:

Gambar 6. Reaksi esterifikasi dan transesterifikasi

Esterifikasi adalah tahap konversi asam lemak bebas dikonversi menjadi

metil ester. Reaksi esterifikasi dapat langsung dilakukan dengan bantuan katalis

asam. Cara ini efektif untuk bahan baku yang memiliki kandungan asam lemak

bebas yang tinggi. Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari

minyak berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada

tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap

esterifikasi biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk

esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan katalis asam yang

dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain:

a. Waktu Reaksi

Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin

Page 33: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

17

besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi

sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan

karena tidak memperbesar hasil reaksi.

b. Pengadukan

Homogenesasi campuran dalam reaksi merupakan parameter penting yang

mempengaruhi efektifitas reaksi karena dari kondisi ini reaksi tumbukan akan

terjadi. Melalui proses pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara

molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan

reaksi terjadi sempurna. Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga

konstanta kecepatan reaksi (k), sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting

mengingat larutan minyak, katalis, dam metanol merupakan larutan yang

immiscible.

c. Katalisator

Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi.

Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga

pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar.

d. Suhu Reaksi

Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh suhu reaksi. Semakin tinggi suhu yang

digunakan maka semakin banyak metil ester yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan

persamaan Arrhenius. Bila suhu naik maka harga konstanta kecepatan reaksi makin

besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin bertambah. Secara

umum kenaikan suhu akan menyebabkan gerakan molekul semakin cepat

(tumbukan antara molekul reaktan meningkat) atau energi kinetik yang dimiliki

molekul reaktan semakin besar sehingga lebih banyak molekul yang dapat

Page 34: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

18

mengatasi energi aktivasi atau dengan kata lain peningkatan suhu akan

meningkatkan probabilitas molekul dengan energi yang sama atau lebih tinggi dari

energi aktivasi.

e. Pengaruh jenis alkohol

Alkohol yang paling sering digunakan dalam reaksi esterifikasi dan

transesterifikasi yaitu metanol. Proses metanolisis dapat dilakukan pada suhu

ruangan yang menghasilkan ester lebih dari 80%, metanol tersedia dalam bentuk

absolut yang mudah diperoleh sehingga hidrolisa dan pembentukan sabun akibat

air yang terdapat dalam alkohol dapat diminimalkan. Metanol memiliki atom

karbon sedikit yang mempunyai kereaktifan lebih besar daripada alkohol dengan

atom karbon lebih banyak.

Reaksi esterifikasi biasanya diikuti dengan reaksi transesterifikasi,

transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi alkil ester, melalui

reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Pada

dasarnya reaksi transesterifikasi merupakan proses pergantian gugus alkoksi dari

suatu ester oleh alkohol lain. Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam

reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi

berjalan dengan lambat (Mittlebatch et al., 2014). Reaksi ini dikatalisis oleh suatu

asam atau basa. Asam dapat mengkatalisis reaksi ini dengan cara mendonorkan

proton kepada gugus karbonil, sehingga membuatnya lebih reaktif, sementara basa

dapat mengkatalisis reaksi dengan cara menghilangkan proton dari alkohol

sehingga membuatnya lebih reaktif (Jordan dan Gutsche, 2011).

Umumnya, katalis homogen basa seperti NaOH, KOH, NaOCH3, dan

NaOCH2CH3 digunakan dalam reaksi transesterifikasi karena konversinya yang

Page 35: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

19

tinggi dengan waktu reaksi yang pendek pada kondisi reaksi yang mudah (tidak

memerlukan suhu dan tekanan yang tinggi) (Bacovsky et al., 2017). Sedangkan

reaksi transesterifikasi dengan katalis asam, laju reaksinya lebih lambat

dibandingkan dengan katalis basa.

Beberapa variabel yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel

melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh air dan asam lemak bebas

Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam

yang lebih kecil dari 1. Umumnya banyak penelitian menyarankan agar kandungan

asam lemak bebas lebih kecil dari 5% (< 5%). Selain itu, semua bahan yang akan

digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga

jumlah katalis menjadi berkurang.

2. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah

Penambahan rasio metanol terhadap minyak yang tergantung dari jenis

katalis yang digunakan, untuk menjamin reaksi transesterifikasi berlangsung kearah

kanan maka perbandingan rasio molar metanol dengan minyak yang digunakan

sebesar 6:1 untuk mendapat rendemen ester yang maksimum (Prihanto dan Irawan,

2017).

3. Pengaruh katalis

Katalis berfungsi untuk mengurangi energi aktivasi pada suatu reaksi.

Katalis basa akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan

katalis asam. Katalis basa yang paling banyak digunakan untuk reaksi

transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH) (Fukuda et al., 2011).

Page 36: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

20

4. Pengaruh temperatur

Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur titik didih metanol

sekitar 65°C. Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin

tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Menurut Syah (2012) suhu optimal yang

dapat menghasilkan yield biodiesel sebesar 70,5% yaitu pada suhu 60 °C,

sedangkan pada suhu di atas 60 °C akan menghasilkan yield biodiesel yang

cenderung lebih rendah karena pada pemanasan dengan suhu melebihi titik didih

metanol (65 °C) akan menyebabkan trigliserida tidak dapat terkonversi menjadi

biodiesel karena banyak metanol yang menguap.

5. Pengaruh waktu reaksi

Semakin lama waktu reaksi maka akan semakin banyak produk yang

dihasilkan. Hal ini disebabkan adanya kesempatan reaktan untuk kontak antar zat

(bertumbukan satu sama lain). Namun jika kesetimbangan telah tercapai, tambahan

waktu reaksi dapat mengurangi efektifitas transesterifikasi karena dapat

mengakibatkan terjadinya reaksi bolak-balik. Konversi biodiesel optimum pada

proses transesterifikasi dapat dilakukan selama 2 jam sehingga diperoleh biodiesel

sebesar 81,98%. (Putri dan Supriyo, 2019).

2.7.3 Standar Mutu Biodiesel

Standar mutu biodiesel ditentukan untuk menjamin bahwa biodiesel yang

diproduksi aman dan layak untuk dijadikan bahan bakar. Berdasarkan Badan

Standarisasi Nasional (BSN) melalui Standar Nasional Indonesia (SNI), syarat

mutu biodiesel di Indonesia yaitu SNI 7182-2015 ditampilkan dalam Tabel 2.

Page 37: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

21

Tabel 2. Syarat mutu biodiesel

No Parameter Uji Satuan, Min/Maks Persyaratan

1 Massa jenis pada 40 ºC kg/m3 850-890

2 Viskositas kinematik pada

40 ºC

mm2/s (cSt) 2,3 – 6,0

3 Angka setana min 51

4 Titik nyala (mangkok

tertutup)

ºC, min 100

5 Titik kabut ºC, maks 18

6 Korosi lempeng tembaga (3

jam pada 50 ºC)

Nomor 1

7 Residu karbon

-dalam percontoh asli; atau

-dalam 10% ampas distilasi

%-massa, maks

0,05

0,3

8 Air dan sedimen %-volume, maks 0,05

9 Temperatur distilasi 90% ºC, maks 360

10 Abu tersulfatkan %-massa, maks 0,02

11 Belerang mg/kg, maks 50

12 Fosfor mg/kg, maks 4

13 Angka asam mg-KOH/g, maks 0,8

14 Gliserol bebas %-massa, maks 0,02

15 Gliserol total %-massa, maks 0,24

16 Kadar ester metil %-massa, min 96,5

17 Angka iodium %-massa

(g-I2/100 g), maks

115

18 Kestabilan oksidasi

Periode induksi metode

rancimat atau

Periode induksi metode

petro oksi

menit

480

36

19 Monogliserida %-massa, maks 0,8

Sumber : SNI 7182 (2015)

2.7.4 Karakterisasi Biodiesel

Karakterisasi biodiesel meliputi analisis FAME (fatty acid methyl ester)

dengan GC-MS, kadar air, bilangan asam, dan bilangan penyabunan.

2.7.4.1 Analisis FAME dengan Gas Chromatography Mass Spectrometry

(GC-MS)

FAME atau metil ester yang diperoleh dianalisis menggunakan GC-MS.

Page 38: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

22

GC-MS merupakan gabungan dari dua instrumen dengan dua fungsi yang berbeda,

yaitu gas chromatography dan mass spectrometry. Gas chromatography berfungsi

untuk memisahkan komponen-komponen senyawa dalam sampel berdasarkan titik

didih dan interaksi yang terjadi antara senyawa dengan fase diam (Rohman dan

Gandjar, 2007). Sedangkan mass spectrometry berfungsi sebagai detektor untuk

menganalisis komponen-komponen yang berhasil dipisahkan pada kromatografi

gas. Kromatogram GC menunjukkan beberapa puncak hasil pemisahan yang

disertai dengan besarnya kelimpahan dari senyawa (% area).

GC-MS biasanya digunakan untuk analisis kualitatif senyawa organik yang

pada umumnya bersifat dapat diuapkan. Transesterifikasi minyak nabati akan

mengubah asam-asam lemak pada minyak menjadi metil esternya. Setiap metil

ester dari asam lemak bersesuaian akan memiliki karakter yang khas dan dapat

diidentifikasi.

2.7.4.2 Kadar Air

Kadar air yang terkandung dalam metil ester merupakan salah satu tolak

ukur mutu biodiesel. Metil ester yang berpotensi sebagai biodiesel diperbolehkan

mengandung air maksimal 0,05%. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan reaksi

hidrolisis metil ester (saponifikasi) dan juga akan meningkatkan asam lemak bebas

sehingga metil ester bersifat korosif (Prihandana et al., 2007).

2.7.4.3 Bilangan Asam

Bilangan asam adalah jumlah mg KOH yang diperlukan untuk menetralkan

asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Metil ester

yang berpotensi sebagai biodiesel diperbolehkan mengandung angka asam

maksimal 0,8 mg KOH/g. Jika metil ester memiliki angka asam diatas 0,8 mg

Page 39: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

23

KOH/g maka metil ester bersifat korosif dan dapat menimbulkan jelaga atau kerak

di injektor mesin diesel (Setiawati dan Edwar, 2012).

2.7.4.4 Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan adalah banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk

menyabunkan satu gram sampel biodiesel. Bilangan penyabunan mengindikasikan

nilai kandungan senyawa intermediet (mono dan digliserida) dan senyawa

trigliserida yang tidak bereaksi. Keberadaan senyawa tersebut dapat menyebabkan

penyumbatan pada alat injeksi mesin (Prihandana et al., 2007).

Page 40: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

24

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga November 2018 di

Laboratorium Termokimia, Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI), Puspiptek Serpong-Tangerang Selatan, Banten.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan meliputi XRD (Rigaku), GCMS (Agilent

Technology 5977A MSD), oven, cawan petri, reaktor kaca kecil, tabung

sentrifugasi, sentrifuge, mikropipet, waterbath, hot plate, statif, beaker glass, tip

mikropipet, autoclave, timbangan analitik, homogenizer, corong pisah, labu leher

tiga, termometer, statif, klem, kondensor, impinger tube, hotplate, buret, labu

erlenmeyer, botol vial, dan peralatan gelas lainnya.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan meliputi mikroalga Coelastrella sp. basah berasal dari

Pusat Penelitian Bioteknologi - Cibinong, montmorillonite K-10 (Sigma Aldrich),

KOH, asam oleat komersial, BSTFA (Bis-Trimethyl Silyl Trifluoroacetamide),

aseton p.a, n-heksana p.a, aquadest, metanol p.a, KOH 0,1 N, DCM

(Diklorometana), NaOH, KOH-etanol 0,5 N, etanol 96%, indikator PP

(Phenolphthalein), aquadest, dan HCl 0,5 N.

Page 41: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

25

3.3 Diagram Alir

Katalis

Karakterisasi

(XRD)

Gambar 7. Diagram alir penelitian

Preparasi sampel

mikroalga Coelastrella sp.

Lipid optimum

Model senyawa asam lemak

Kondisi

optimum

Biodiesel

Ekstraksi lipid dengan perbandingan

biomassa:aseton 1:3, 1:4, 1:5, dan 1:6

(b/v)

Komposisi asam

lemak (GC-MS)

Kadar FFA >5%

(Titrimetri)

Esterifikasi dengan perbandingan mol

lipid dengan metanol 1:4, 1:6, dan 1:8,

suhu 60, 70, 80, dan 85 ºC, waktu

selama 1, 2, 3, dan 4 jam, serta dengan

katalis montmorillonite K-10 sejumlah

1, 3, dan 5% (b/b).

Esterifikasi

Kadar FFA (Titrimetri)

Transesterifikasi dengan melibatkan rasio mol hasil esterifikasi:metanol

1:7, katalis KOH 1%, T= 60 ºC, dan t= 2 jam.

Karakterisasi biodiesel: analisis kandungan FAME dengan GC-MS,

kadar air, bilangan asam, dan bilangan penyabunan.

Page 42: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

26

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Preparasi Sampel Mikroalga Coelastrella sp.

Mikroalga Coelastrella sp. basah diletakkan di cawan petri kemudian

dioven pada suhu 105 ºC selama 2 jam. Hasil mikroalga yang telah kering di-

blender dan disaring untuk mendapatkan tekstur yang halus serta ukuran yang

seragam. Selanjutnya mikroalga ditentukan kadar airnya dengan perhitungan

berikut:

Kadar Air (%) = A-B

C x 100% ........................................... (1)

Keterangan : A = bobot wadah + mikroalga sebelum dikeringkan

B = bobot wadah + mikroalga setelah dikeringkan

C = bobot mikroalga

3.4.2 Ekstraksi Lipid Mikroalga dengan Aseton (Mansur et al., 2017)

Proses ekstraksi lipid dari mikroalga menggunakan metode pemecahan

mekanik-ekstraksi dengan pelarut aseton. Dilakukan variasi perbandingan antara

biomassa mikroalga kering:pelarut aseton p.a antara lain 1:3, 1:4, 1:5, dan 1:6 (b/v).

Volume aseton yang akan diambil sebelumnya dihitung dengan perhitungan

berikut:

Volume Aseton (mL) = perbandingan aseton x bobot biomassa kering

massa jenis aseton p.a ................... (2)

Sebanyak 1 gram Coelastrella sp. kering dicampurkan dengan pelarut

aseton p.a kemudian dihomogenkan selama 10 menit. Lalu campuran tersebut

disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Beaker glass kosong

ditimbang (a) untuk wadah ekstrak aseton hasil sentrifugasi. Ekstrak aseton

dipisahkan dari endapan biomassanya dan diuapkan dalam waterbath (suhu

80 ºC). Selanjutnya penentuan kadar lipid total, lipid netral, dan lipid polarnya

Page 43: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

27

ditentukan dari bobot beaker glass hasil penguapan (b). Lipid netral yang diperoleh

dalam beaker glass dilarutkan dengan n-heksana p.a kemudian dipipet ke dalam

botol vial dan ditimbang bobot beaker glass (c). Sedangkan lipid polar dilarutkan

dengan aquadest dan dipipet ke dalam botol vial.

Kadar Lipid Total (%)=b-a

feed (biomassa kering)x100 %........................ (3)

Kadar Lipid Netral (%)=b-c

feed (biomassa kering)x100 %........................(4)

Kadar Lipid Polar (%) =c-a

feed (biomassa kering)x100 %.......................(5)

Setelah mendapatkan kadar lipid total yang maksimum pada perbandingan tertentu

selanjutnya dilakukan analisis kandungan asam lemak dengan GC-MS untuk

mengetahui kandungan asam lemak mikroalga.

3.4.2.1 Analisis Kandungan Asam Lemak Mikroalga dengan GC-MS

Hasil ekstraksi lipid sebanyak 50 µL diderivatisasi terlebih dahulu

menggunakan 50 µL BSTFA dan 200 µL DCM kemudian dipanaskan pada suhu

70 ºC selama 30 menit lalu didinginkan serta ditambahkan 200 µL DCM.

Selanjutnya sampel diinjeksikan untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa yang

terdapat di dalam produk menggunakan GC-MS.

3.4.2.2 Analisis Kadar FFA (Free Fatty Acid) (AOAC, 1995)

Hasil ekstraksi (lipid dalam heksana) sebanyak 10 gram diuapkan

selanjutnya ditambahkan 25 mL etanol 96% dan dipanaskan sampai mendidih.

Kemudian Erlenmeyer dilepaskan dari kondensor lalu larutan di dalam Erlenmeyer

ditambahkan 2 tetes indikator PP serta dititrasi dengan larutan KOH 0.1 N hingga

berwarna merah muda (konstan selama 15 detik).

Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)(%) =V x N x M

1000 x m x 100% ................................(6)

Page 44: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

28

Keterangan:

V = Volume KOH untuk titrasi sampel (mL)

N = Normalitas larutan KOH

M = Bobot molekul asam dominan (g/mol)

M = Bobot contoh (g)

56,1 = Bobot molekul KOH

3.4.3 Karakterisasi Kristalinitas Katalis Montmorillonite K-10 dengan XRD

(ASTM D4824-03)

Katalis montmorillonite K-10 dipanaskan dalam oven selama 1 jam dengan

suhu 105 ºC untuk menghilangkan kandungan air yang masih ada. Katalis

montmorillonite K-10 dikarakterisasi sifat kristal (kristalinitas) sebelum proses

esterifikasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD).

Sampel katalis dimasukkan ke dalam plat sampel hingga permukaan plat

dengan sampel sama rata dan datar. Setelah itu alat XRD dinyalakan. Dalam

pengujian ini menggunakan tegangan listrik dan kuat arus listrik sebesar 40 mV dan

25 mA. Sudut yang digunakan yaitu 5-90 ºC.

3.4.4 Esterifikasi Model Senyawa Asam Lemak

Asam lemak dominan dalam mikroalga digunakan sebagai model senyawa

asam lemak untuk proses esterifikasi. Dengan menggunakan asam lemak komersial

sebagai pengganti asam lemak dominan dalam mikroalga tersebut. Hal ini

dilakukan untuk mendapatkan variasi kondisi yang tepat untuk menghasilkan

esterifikasi yang optimum. Variasi kondisi yang terlibat antara lain dengan

perbandingan metanol dengan lipid 1:4, 1:6, dan 1:8 (b/v), suhu 60, 70, 80, dan 85

ºC, waktu selama 1, 2, 3, dan 4 jam, serta katalis montmorillonite K-10 sejumlah 1,

3, dan 5% (b/b). Setelah didapatkan kondisi yang optimum selanjutnya

Page 45: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

29

diaplikasikan untuk proses esterifikasi dengan biomassa mikroalga.

3.4.5 Sintesis Biodiesel

Sintesis biodiesel melalui dua tahapan antara lain esterifikasi dan

transesterifikasi.

3.4.5.1 Esterifikasi (Mansur et al., 2017)

Mengacu pada sub bab 3.4.4, dari berbagai variasi kondisi yang terlibat pada

model senyawa asam lemak maka didapatkan kondisi optimum untuk setiap

variabel yang terlibat. Kondisi optimum (suhu, waktu, perbandingan metanol

dengan lipid, dan konsentrasi katalis) yang digunakan untuk proses esterifikasi lipid

mikroalga Coelastrella sp.

Esterifikasi dilakukan dengan memanaskan 30 gram hasil ekstraksi (lipid

dalam heksana) dan katalis montmorillonite K-10 5% (b/b) dalam labu leher tiga

yang dilengkapi termostat dengan pengadukan konstan menggunakan magnetic

stirrer hingga mencapai suhu optimum 68 ºC kemudian ditambahkan metanol

dengan perbandingan mol lipid:metanol 1:8 selanjutnya direaksikan selama 4 jam.

Adapun rangkaian alat proses sintesis biodiesel ditunjukkan pada Gambar 8.

Setelah proses esterifikasi selanjutnya dilakukan analisis kadar FFA (mengacu pada

sub bab 3.4.2.2).

Gambar 8. Rangkaian alat proses sintesis biodiesel

Page 46: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

30

3.4.5.2 Transesterifikasi (Habibi et al., 2010)

Proses transesterifikasi dilakukan dengan memanaskan hasil esterifikasi

dalam labu leher tiga yang dilengkapi termostat dengan pengadukan konstan

menggunakan magnetic stirrer hingga mencapai suhu 60 ºC kemudian ditambahkan

metanol dengan perbandingan mol hasil esterifikasi:metanol 1:7 serta katalis KOH

1% (b/b) selanjutnya direaksikan selama 2 jam. Hasil produk kemudian dipisahkan

antara gliserol dan metil esternya menggunakan corong pisah selama 24 jam. Maka

akan terbentuk 2 lapisan yaitu atas (metil ester) dan bawah (gliserol). Setelah

memisahkan gliserol, lapisan atas yang merupakan biodiesel dicuci dengan air

hangat. Kemudian fasa organik (bagian bawah) yang terdiri dari FAME

dikumpulkan dan pelarut dievaporasi dengan rotary evaporator. Selanjutnya

dilakukan analisis komposisi kimia biodiesel dengan GC-MS, pengujian bilangan

asam, bilangan penyabunan, dan kadar air.

3.4.6 Karakterisasi Biodiesel

3.4.6.1 Analisis Komposisi Kimia Biodiesel dengan GC-MS

FAME (fatty acid methyl ester) yang dihasilkan diuji komposisi kimianya

dengan GC-MS sesuai dengan prosedur yang mengacu pada sub bab 3.4.2.1

3.4.6.2 Kadar Air (SNI 01-2901-2006)

Hasil produk biodiesel sebanyak 0,1 gram ditimbang dan dimasukkan dalam

cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan

cawan dikeringkan ke dalam oven bersuhu 105 ºC selama 30 menit. Kemudian

cawan didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar air

sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar air = a - (b - c)

a x 100%................................................(9)

Page 47: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

31

Keterangan :

a = bobot sampel awal

c = bobot cawan

b = bobot sampel akhir + cawan

3.4.6.3 Bilangan Asam (AOAC, 1995)

Hasil produk biodiesel sebanyak 0,1 gram dimasukkan dalam Erlenmeyer lalu

ditambahkan 25 mL etanol 96% dan dipanaskan sampai mendidih. Kemudian

Kemudian Erlenmeyer dilepaskan dari kondensor lalu larutan di dalam Erlenmeyer

ditambahkan 2 tetes indikator PP dan dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N hingga

berwarna merah muda (konstan selama 15 detik).

Bilangan asam (mg KOH/gram sampel) =V x N x 56.1

m............................(7)

Keterangan :

V = Volume KOH untuk titrasi sampel (mL)

N = Normalitas larutan KOH

m = Bobot contoh (g)

56,1 = Bobot molekul KOH

3.4.6.4 Bilangan Penyabunan (FBI-A03-03)

Hasil produk biodiesel sebanyak 0,1 gram dimasukkan dalam Erlenmeyer

kemudian ditambahkan 10 mL larutan KOH-Etanol (KOH alkoholik) 0,5 N serta

batu didih. Campuran tersebut dididihkan dengan menggunakan refluks yang

dihubungkan pada kondensor dengan selama 1 jam. Kemudian Erlenmeyer

dilepaskan dari kondensor lalu larutan di dalam Erlenmeyer ditambahkan 2 tetes

indikator PP dan titrasi dengan HCl sampai warna merah jambu menjadi sirna

(jernih). Bilangan penyabunan dihitung dengan menggunakan persamaan:

Page 48: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

32

Bilangan Penyabunan =56,1 (B-C) N

m mg KOH/gram biodiesel...................(8)

Keterangan :

B = volume HCl 0,5 N pada titrasi blanko, mL

C = volume HCl 0,5 N pada titrasi sampel, mL

N = normalitas larutan HCl 0,5 N

m = massa sampel biodiesel ester alkil (g)

Page 49: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengeringan Mikroalga Coelastrella sp.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mikroalga Coelastrella

sp. yang berasal dari Puslit Bioteknologi - LIPI Cibinong. Sebelum dilakukan

ekstraksi lipid, mikroalga dikeringkan terlebih dahulu dengan oven pada suhu 105

ºC selama 2 jam. Menurut Liddell et al. (2011) untuk mengoptimasi ekstraksi lipid

mikroorganisme dengan pelarut dapat dilakukan dengan meminimalkan kandungan

air dalam mikroorganisme tersebut. Selain itu menurut Orchidea et al. (2011),

mikroalga dalam kondisi kering memiliki kadar lemak yang lebih tinggi

dibandingkan dengan mikroalga basah. Maka dari itu, mikroalga dalam keadaan

kering (Gambar 9) dipilih sebagai bahan dalam penelitian ini.

Gambar 9. Mikroalga Coelastrella sp. kering

Setelah proses pengeringan, didapatkan kadar air mikroalga Coelastrella sp.

sebesar 3,97%. Kemudian mikroalga yang sudah kering di-blender dan disaring

untuk mendapatkan tekstur yang halus serta ukuran yang seragam. Penghalusan

sampel dilakukan untuk mendapatkan mikroalga dalam bentuk serbuk sehingga

Page 50: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

34

akan memperluas permukaan dan kontak antar pelarut dengan mikroalga menjadi

lebih efektif pada saat ekstraksi.

4.2 Ekstraksi Lipid Mikroalga

Metode ekstraksi lipid yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

pemecahan mekanik-ekstraksi dengan pelarut aseton. Metode ini dilakukan dengan

mencampurkan Coelastrella sp. kering dengan pelarut aseton p.a kemudian

dilakukan pemecahan mekanik menggunakan alat homogenizer sehingga diperoleh

ekstrak lipid yang terlarut dalam aseton yang selanjutnya ditentukan kadar lipid

total, lipid netral, dan lipid polar dalam mikroalga Coelastrella sp. (Gambar 10).

Penggunaan metode pemecahan mekanik-ekstraksi dengan pelarut aseton bertujuan

untuk merusak dinding sel mikroalga sehingga menyediakan akses keluar bagi

cairan intraseluler (Agarwal, 2007) dan untuk memisahkan lipid dari campurannya.

Gambar 10. Ekstraksi lipid Coelastrella sp.

Pada dasarnya suatu senyawa akan mudah larut dalam pelarut yang sama

polaritasnya. Karena polaritas lipid berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut

umum untuk semua jenis lipid. Lipid merupakan senyawa organik yang tidak larut

Page 51: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

35

dalam air, namun larut pada pelarut organik seperti aseton, eter, benzena, dan

kloroform. Menurut Mansur et al. (2017) aseton p.a digunakan sebagai pelarut yang

paling optimal untuk mengekstraksi lipid dari mikroalga Coelastrella sp.

Penggunaan aseton untuk ekstraksi lipid mikroalga memiliki keuntungan yaitu

tidak azeotrop dan mudah menguap setelah proses ekstraksi. Pada penelitian ini

dilakukan berbagai variasi rasio biomassa mikroalga dengan aseton

(massa/volume) agar mendapatkan lipid optimal dari ekstraksi mikroalga

Coelastrella sp.

4.2.1 Hasil Ekstraksi Lipid Mikroalga

Lipid hasil ekstraksi mikroalga biasanya mengandung lipid netral dan polar.

Trigliserida adalah lipid netral yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku

biodiesel, dimana susunan molekulnya berupa tiga asam lemak rantai panjang yang

terikat pada satu gliserol. Ekstraksi lipid Coelastrella sp. ini dilakukan dengan

menambahkan aseton berbagai rasio untuk menentukan lipid total kemudian

penentuan lipid netral dapat dilakukan dengan melarutkannya dalam n-heksana

sedangkan lipid polar dapat ditentukan dengan melarutkannya dalam aquadest.

Adapun hasil estraksi lipid ditunjukkan pada Tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3. Hasil ekstraksi lipid mikroalga

Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstraksi lipid pada rasio mikroalga: aseton

1:5 mampu mengekstraksi lipid mikroalga Coelastrella sp. secara optimum yaitu

Mikroalga:Aseton

(b/v)

Lipid Total

(%)

Lipid Netral

(%)

Lipid Polar

(%)

1:3 4,9 3,58 1,32

1:4 5,09 4,24 0,85

1:5 5,13 4,36 0,77

1:6 5,12 4,36 0,76

Page 52: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

36

dengan lipid total, lipid netral, dan lipid polar sebesar 5,13 %, 4,36 %, dan 0,77%.

Secara keseluruhan terdapat kenaikan persentase lipid total dan lipid netral seiring

dengan bertambah banyaknya aseton yang digunakan. Semakin banyak pelarut

yang ditambahkan maka luas permukaan kontak antara molekul-molekul zat

terlarut dan pelarut makin besar pula sehingga molekul-molekul zat terlarut lebih

mudah larut dalam pelarut (Wijanarko et al., 2012). Namun pada rasio 1:6 terjadi

penurunan hasil ekstraksi lipid total sedangkan persentase lipid netral cenderung

stabil pada rasio 1:5. Maka dapat dikatakan bahwa kemampuan pelarut untuk

melarutkan zat terlarut sudah berkurang sehingga penambahan lebih banyak pelarut

menjadi tidak efektif.

Dalam ekstraksi ini, lipid yang akan digunakan untuk proses sintesis

biodiesel yaitu lipid dalam n-heksana (Gambar 11) karena lipid tersebut

mengandung trigliserida, asam lemak, hidrokarbon, wax ester, dan sterol.

Gambar 11. Lipid netral Coelastrella sp. dalam n-heksana

Berdasarkan efisiensi penggunaan pelarut, maka untuk ekstraksi lipid yang

optimum dilakukan pada rasio mikroalga:aseton 1:5 dengan hasil sebesar 4,36%.

Selanjutnya, kuantitas ekstraksi lipid netral dalam n-heksana diperbanyak untuk

proses analisis GC-MS dan proses esterifikasi.

Page 53: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

37

4.2.2 Analisis Asam Lemak Mikroalga dengan GC-MS

Hasil ekstraksi lipid dalam n-heksana dianalisa kandungan asam lemaknya

dengan GC-MS yang dapat dilihat pada Gambar 12 dan Tabel 4 berikut.

Gambar 12. Kromatogram asam lemak mikroalga Coelastrella sp.

Tabel 4. Komposisi asam lemak mikroalga Coelastrella sp.

Puncak Waktu

Retensi (tR)

Luas

Puncak

(%)

Nama Senyawa Rumus

Molekul

6 8,078 0,36 Asam Heksanoat C6H12O2

7 8,3431 2,6311 Asam Laktat C3H6O3

13 19,6229 0,3985

Asam Pentadekanoat

(C15:0) C15H30O2

14 20,3412 9,4938

Asam Palmitoleat

(C16:1) C16H30O2

15 20,5933 14,1671

Asam Palmitat

(C16:0) C16H32O2

18 22,1813 32,7195

Asam Oleat

(C18:1) C18H34O2

19 22,3955 3,6535

Asam Stearat

(C18:0) C18H36O2

20 22,559 0,96 Asam Linoleat (C18:3) C18H32O2

Analisa kromatogram yang diperoleh pada Gambar 12 menunjukkan adanya

8 puncak senyawa asam lemak yang terkandung dalam mikroalga Coelastrella sp.

seperti yang telah tersaji dalam Tabel 4. Jenis asam lemak yang terindentifikasi

pada mikroalga Coelastrella sp. adalah asam heksanoat, asam laktat, asam

Page 54: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

38

pentadekanoat, asam palmitoleat, asam palmitat, asam oleat, asam stearat, dan asam

linoleat. Pada puncak dengan waktu retensi 22,1813 menit diidentifikasi sebagai

asam lemak dominan dengan luas puncak sebesar 32,7195% yaitu asam oleat.

Selanjutnya dipilih asam oleat komersial yang akan digunakan untuk model

senyawa dalam proses esterifikasi.

4.2.3 Analisis Kadar FFA (Free Fatty Acid) Hasil Ekstraksi Optimum

Asam lemak bebas (FFA) adalah asam lemak yang terpisahkan dari

trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Lipid netral mikroalga

Coelastrella sp. yang terlarut dalam n-heksana dianalisis untuk mengetahui kadar

asam lemak bebas yang terkandung di dalamnya. Analisis tersebut dilakukan

dengan metode titrimetri dimana lipid yang terlarut dalam n-heksana diuapkan

terlebih dahulu kemudian ditambahkan etanol 96% dan dipanaskan sampai

mendidih serta ditambahkan 2 tetes PP dan terakhir dititrasi dengan KOH 0,1 N.

Penggunaan indikator PP sangat tepat karena memiliki rentang pH sekitar pH titik

ekuivalen titrasi. Pada saat titik ekuivalen dinyatakan bahwa jumlah asam lemak

bebas setara dengan jumlah KOH, sehingga penentuan asam lemak bebas dapat

ditentukan dengan melihat jumlah KOH yang dibutuhkan ketika titrasi. Hasil kadar

FFA mikroalga Coelastrella sp. diperoleh sebesar 25,43%. Angka ini tergolong

tinggi karena kadar FFA maksimal yaitu sebesar 5% (Setiawati dan Edwar, 2012).

Adapun penyebab tingginya FFA mikroalga Coelastrella sp. dapat

disebabkan oleh faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap laju pertumbuhan

mikroalga di kultur terbuka antara lain cahaya, suhu, pH, salinitas, unsur hara, dan

aerasi. Karena kadar FFA mikroalga >5% maka perlu dilakukan pre-treatment

dengan cara esterifikasi kandungan asam lemak bebas. Kandungan FFA harus lebih

Page 55: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

39

rendah untuk membatasi reaksi penyabunan yang mempersulit proses pemisahan

produk serta menurunkan hasil yield biodiesel (Kusumaningtyas et al., 2014).

4.3 Hasil Analisa XRD Katalis Montmorillonite K-10 Sebelum Esterifikasi

Kristanilitas katalis montmorillonite K-10 sebelum esterifikasi

dikarakterisasi dengan XRD (X-Ray Diffraction). Hasil difraktogram XRD

ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Hasil difraktogram XRD montmorillonite K-10 sebelum

esterifikasi

Identifikasi fase pola difraksi ini dilakukan dengan cara membandingkan

data hasil pengukuran dengan data yang ada pada ICDD (International Centre for

Diffraction Data). Dari Gambar 13, didapatkan peak senyawa SiO2 pada 2 =

26,70°, 50,24°, dan 60,13°. Puncak-puncak yang didapatkan sama dengan data yang

ada pada ICDD No. 96-101-1177 untuk senyawa SiO2. Selain itu, didapatkan juga

peak senyawa Al2O3 pada 2 = 19,42° dan 45,84°. Puncak-puncak yang didapatkan

sama dengan data yang ada pada ICDD No. 96-110-1169 untuk senyawa Al2O3.

Hal ini sesuai dengan (Younssi et al., 2012) dimana struktur kisinya

montmorillonite tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2.

Page 56: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

40

4.4 Esterifikasi Asam Oleat Menggunakan Katalis Montmorillonite K-10

Asam oleat komersial sebagai model komponen pengganti asam lemak

dominan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan variasi kondisi yang tepat untuk

menghasilkan esterifikasi optimum.

4.4.1 Variasi Kondisi Proses Esterifikasi

Variabel kontrol yang digunakan dalam proses esterifikasi asam oleat

komersial ini yaitu perbandingan mol asam oleat dengan metanol 1:8 (Kusmiyati

dan Sugiharto, 2010).

4.4.1.1 Variasi Suhu

Reaksi dilakukan pada rasio mol asam oleat:metanol 1:8, katalis 5% (b/b),

waktu 4 jam, dan suhu 60, 70, 80, 85 ºC. Kecepatan pengadukan 250 rpm dilakukan

secara konstan. Pengaruh suhu reaksi terhadap kadar FFA ditunjukkan pada

Gambar 14.

Gambar 14. Grafik pengaruh suhu dan waktu reaksi terhadap kadar FFA (%)

Kadar FFA awal asam oleat komersial sebesar 93,54%. Semakin tinggi suhu

reaksi yang digunakan maka semakin banyak penurunan kadar FFA asam oleat.

Penurunan kadar FFA terbanyak didapatkan pada suhu 85 ºC dengan kadar FFA

59,67%. Maka dapat disimpulkan terjadi penurunan FFA sebesar 33,87%. Suhu

Page 57: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

41

reaksi optimum dicapai pada suhu 85 ºC. Suhu yang tinggi menyebabkan gerakan

molekul semakin cepat atau energi kinetik yang dimiliki molekul-molekul pereaksi

semakin besar sehingga tumbukan antara molekul pereaksi juga meningkat. Sesuai

dengan hukum Arrhenius dimana laju reaksi sebanding dengan suhu reaksi, jika

suhu reaksi semakin tinggi, konstanta laju (k) semakin besar, sehingga laju reaksi

juga akan semakin besar.

4.4.1.2 Variasi Waktu

Waktu optimum reaksi adalah waktu reaksi yang memberikan hasil konversi

produk paling optimal. Reaksi dilakukan pada rasio mol asam oleat:metanol 1:8,

suhu 85 ºC, katalis 5% (b/b), dan waktu 1, 2, 3, 4 jam. Pengadukan dengan

kecepatan tetap dilakukan pada berbagai waktu reaksi agar menghasilkan kontak

antara minyak dan metanol yang homogen.

Gambar 14 memperlihatkan bahwa kadar FFA mengalami penurunan

seiring dengan bertambahnya waktu. Lamanya waktu reaksi memberikan

kesempatan kepada molekul-molekul senyawa untuk bereaksi semakin besar,

sehingga FFA yang tersisa semakin berkurang (Aziz, 2007).

Penurunan kadar FFA terbanyak terdapat pada durasi 4 jam baik di berbagai

variasi suhu (60, 70, 80, 85 ºC). Dengan kadar FFA awal asam oleat komersial

sebesar 93,54% maka hasil optimum terdapat pada durasi 4 jam untuk suhu 85 ºC

dengan penurunan FFA sebesar 33,87%. Meskipun kadar FFA ekstraksi lipid

mikroalga hanya 25,43%, namun tetap kondisi optimum 4 jam reaksi yang diambil,

dengan harapan untuk pengoptimalan penurunan kadar FFA. Adu (2018)

mendapatkan hasil yang sama untuk suhu optimum reaksi esterifikasi pada durasi

4 jam.

Page 58: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

42

Penurunan kadar FFA berkaitan erat dengan konversi produk metil ester

yang terbentuk. Konversi produk metil ester untuk variasi suhu dan waktu pada

proses esterifikasi ditampilkan pada Tabel 5. Berdasarkan data pada tabel, besarnya

konversi dibutuhkan untuk mendukung tujuan dari proses esterifikasi. Konversi

metil ester yang optimum sebanyak 36,21% dapat dicapai pada kondisi suhu 85 ºC

selama 4 jam. Seiring dengan meningkatnya suhu dan lamanya waktu, maka proses

esterifikasi asam oleat akan berlangsung secara optimal.

Tabel 5. Konversi produk metil ester

4.4.1.3 Variasi Jumlah Katalis

Katalis yang digunakan dalam esterifikasi adalah katalis asam heterogen

montmorillonite K-10. Penggunaan katalis heterogen lebih potensial karena mudah

dipisahkan dari produk dan bisa dipakai berulang kali sehingga ramah lingkungan.

Reaksi dilakukan pada rasio mol asam oleat:metanol 1:8, suhu 85 ºC, waktu 4 jam,

dan katalis montmorillonite K-10 1, 3, 5% (b/b). Pengaruh konsentrasi katalis

Kadar FFA

Oleat (%)

Kadar FFA

(%)

Suhu

(⁰C)

Waktu

(Jam)

Konversi

Produk Metil

Ester (%)

93,54

88,40

60

1 5,49

82,06 2 12,27

75,84 3 18,92

64,96 4 30,55

72,39

70

1 22,61

67,73 2 27,59

64,78 3 30,75

62,90 4 32,76

72,32

80

1 22,69

67,07 2 28,3

64,46 3 31,09

62,35 4 31,19

64,28

85

1 31,28

61,92 2 33,8

60,32 3 35,51

59,67 4 36,21

Page 59: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

43

terhadap kadar FFA ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Grafik pengaruh konsentrasi katalis terhadap kadar FFA (%)

Penggunaan katalis montmorillonite K-10 5% dalam esterifikasi mampu

menurunkan kadar FFA sebanyak 33,87% (dari 93,54% menjadi 59,67%). Artinya

penambahan konsentrasi katalis dapat menurunkan kadar FFA atau dengan kata lain

dapat meningkatkan konversi metil ester produk. Peningkatan konversi ini karena

dengan adanya katalis akan menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi

berlangsung lebih cepat.

Menurut Wei et al. (2009), yield biodiesel meningkat ketika katalis

ditambah hingga 5% (b/b) sedangkan ketika katalis digunakan dalam jumlah yang

sedikit (< 1% (b/b)) maka yield yang dihasilkan juga tidak besar. Namun, ketika

konsentrasi katalis telah mencapai optimumnya, maka metil ester yang dihasilkan

akan konstan atau cenderung turun (Darsono dan Oktari, 2013). Saat dilakukan

esterifikasi yang melibatkan konsentrasi montmorillonite K-10 7%, tekanan di

dalam labu erlenmeyer semakin meningkat dan menyebabkan pecahnya

termometer di dalamnya. Maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi

montmorillonite K-10 5% merupakan kondisi optimum katalis untuk tahap

esterifikasi.

Page 60: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

44

4.4.1.4 Variasi Perbandingan Mol Asam Oleat:Metanol

Rasio molar asam oleat komersial dengan metanol juga merupakan faktor

yang mempengaruhi besarnya konversi asam lemak bebas. Alkohol yang paling

sering digunakan dalam reaksi esterifikasi dan transesterifikasi yaitu metanol.

Reaksi dilakukan pada suhu 85 ºC, waktu 4 jam, katalis montmorillonite K-10 5%

(b/b), dan rasio mol 1:4, 1:6, dan 1:8. Pengaruh perbandingan mol asam

oleat:metanol terhadap kadar FFA ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16. Grafik pengaruh perbandingan mol asam oleat:metanol

terhadap kadar FFA

Penurunan kadar FFA optimal sebanyak 33,87% (dari 93,54% menjadi

59,67%) diperoleh dari penggunaan perbandingan mol asam oleat dengan metanol

1:8. Semakin banyak metanol yang digunakan maka semakin banyak penurunan

kadar FFA-nya juga. Penggunaan rasio mol asam oleat komersial: metanol dalam

jumlah yang berlebihan akan menyebabkan reaksi kesetimbangan berjalan ke arah

kanan (produk) sehingga dapat meningkatkan yield biodiesel. Karena reaksi

esterifikasi merupakan reaksi reversible (bolak-balik) maka saat kesetimbangan

tercapai penambahan metanol tidak akan meningkatkan yield biodiesel. Saat

dilakukan percobaan untuk rasio mol 1:10, tekanan di dalam labu erlenmeyer

semakin meningkat dan menyebabkan pecahnya termometer didalamnya. Maka

dapat disimpulkan bahwa rasio mol asam oleat dengan metanol 1:8 merupakan

Page 61: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

45

kondisi kesetimbangan tercapai dan kondisi optimum rasio mol untuk tahap

esterifikasi.

4.4.2 Hasil Analisa GC-MS Asam Oleat Sebelum dan Sesudah Esterifikasi

Metil ester yang diperoleh dari hasil esterifikasi asam oleat kondisi optimum

(kondisi suhu 85 ºC selama 4 jam dengan rasio mol asam oleat:metanol 1:8, dan

konsentrasi katalis 5%) selanjutnya dianalisis komposisi senyawa penyusunnya

dengan GC-MS. Hasil GC-MS asam oleat sebelum dan sesudah reaksi esterifikasi

dibandingkan untuk mengetahui keberhasilan terbentuknya produk metil ester.

Gambar 17. Kromatogram asam oleat komersial

Tabel 6. Kandungan senyawa asam oleat komersial

Puncak Waktu

Retensi (tR)

Luas

Puncak (%) Nama Senyawa

Rumus

Molekul

1 20,0009 1,3312 Asam Palmitat C16H32O2

2 21,6771 94,653 Asam Oleat C18H34O2

3 21,8788 3,5036 Asam Stearat C18H36O2

Page 62: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

46

Gambar 18. Kromatogram hasil esterifikasi asam oleat komersial

Tabel 7. Hasil esterifikasi asam oleat komersial

Puncak Waktu

Retensi (tR)

Luas

Puncak (%) Nama Senyawa

Rumus

Molekul

1 18,8667 0,5221 Metil Palmitat C17H34O2

3 20,6185 55,9055 Metil Oleat C19H36O2

8 22,5216 0,7127 Metil Arakidat C21H42O2

Berdasarkan Gambar 17 dan Tabel 6, komponen yang terdapat di dalam

asam oleat komersial adalah asam oleat (94,653%), asam stearat (3,5036%), dan

asam palmitat (1,3312%). Asam oleat komersial yang digunakan ternyata

mengandung campuran asam lainnya, tidak hanya asam oleat tunggal saja.

Kemudian dibandingkan dengan hasil analisa GC-MS hasil esterifikasi asam oleat.

Kromatogram pada Gambar 18 dan Tabel 7 menunjukkan kandungan

senyawa hasil esterifikasi asam oleat adalah metil oleat (55,9055%), metil arakidat

(0,7127), dan metil palmitat (0,5221%). Keberhasilan proses esterifikasi ditandai

dengan terbentuknya metil ester sebagai produk dari reaksi asam lemak bebas

dengan alkohol. Esterifikasi asam oleat berhasil ditandai dengan terbentuknya metil

oleat dominan sebesar 55,9055%. Mengacu pada hasil esterifikasi asam oleat di

atas, maka kondisi optimum model senyawa bisa diaplikasikan ke mikroalga

Page 63: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

47

langsung untuk menghasilkan metil ester.

4.5 Sintesis Biodiesel dari Mikroalga Coelastrella sp.

Setelah mendapatkan kondisi optimum pada model senyawa asam lemak,

selanjutnya kondisi tersebut diaplikasikan untuk proses sintesis biodiesel melalui 2

tahapan yaitu esterifikasi dan transesterifikasi.

4.5.1 Reaksi Esterifikasi

Kadar FFA yang tinggi dapat menghambat reaksi pembentukan biodiesel.

Oleh karena itu, perlu dilakukan pre-treatment untuk menurunkan kadar FFA dalam

lipid mikroalga. Reaksi esterifikasi berkatalis asam berjalan lebih lambat, namun

metode ini lebih sesuai untuk minyak atau lemak yang memiliki kandungan asam

lemak bebas relatif tinggi (Fukuda et al., 2011). Tahap esterifikasi mikroalga dimulai

dengan mereaksikan lipid dalam n-heksana dengan metanol (perbandingan mol 1:8)

dan katalis 5% montmorillonite K-10 (b/b) pada suhu 68 ºC selama 4 jam serta

pengadukan secara terus menerus untuk mempercepat reaksi agar seluruh katalis dapat

bereaksi dengan reaktan (Gambar 19). Mengacu pada model senyawa asam lemak,

seharusnya suhu yang digunakan 85 ºC namun karena adanya keterlibatan n-

heksana dalam esterifikasi lipid mikroalga sehingga suhu hanya bisa bertahan di 68

ºC.

Gambar 19. Esterifikasi mikroalga Coelastrella sp.

Page 64: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

48

Penggunaan katalis asam dalam esterifikasi lebih baik daripada basa karena

tidak menghasilkan sabun dan dapat meningkatkan produksi biodiesel, hal tersebut

dikarenakan reaksi esterifikasi merupakan reaksi pembentukan suatu ester

(Marchetti, 2008). Metanol lebih sering digunakan dibandingkan dengan etanol

dikarenakan metanol memiliki harga yang lebih murah dan lebih reaktif

dibandingkan dengan alkohol berantai panjang. Adapun mekanisme reaksi

esterifikasi dengan katalis asam dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam (Muin, 2013)

Selesai proses esterifikasi kemudian dilakukan pemisahan dengan alat

sentrifugasi untuk memisahkan lapisan atas dan bawah berdasarkan berat jenisnya.

Diperoleh 3 fasa hasil esterifikasi yakni berupa trigliserida, gliserol, dan air. Lapisan

trigliserida dianalisis kandungan FFA-nya dengan titrasi menggunakan KOH dan

indikator PP serta dianalisis kandungan senyawa hasil esterifikasi mikroalga. Bilangan

asam juga dapat diketahui dengan tercapainya titik ekuivalen titrasi.

Kadar FFA hasil esterifikasi mikroalga Coelastrella sp. diperoleh sebesar

4,04%. Ditinjau dari permodelan senyawa asam oleat harusnya dengan kondisi

optimum tersebut bisa menurunkan sampai 33,87% namun nyatanya hanya turun

21,39%. Hal ini bisa disebabkan karena reaktan yang terlibat dalam reaksi cukup

Page 65: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

49

minimum sehingga perlu bantuan n-heksana sebagai co-solvent agar dapat

meningkatkan kelarutan lipid mikroalga dengan metanol.

Berikut merupakan kromatogram dan tabel hasil esterifikasi mikroalga

dengan kondisi optimum pada Gambar 21 dan Tabel 8.

Gambar 21. Kromatogram hasil esterifikasi mikroalga

Tabel 8. Kandungan senyawa hasil esterifikasi mikroalga

Puncak Waktu Retensi

(tR)

Luas Puncak

(%) Nama Senyawa

Rumus

Molekul

44 18,795 7,7916 Metil Palmitat C17H34O2

48 20,4838 12,1913 Metil Oleat C19H36O2

49 20,7107 1,0097 Metil Stearat C19H38O2

64 25,5754 0,2181 Metil Lignoserat C25H50O2

Hasil analisis GC-MS pada Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat 4 senyawa

dominan yang merupakan senyawa metil ester yakni metil oleat (12,1913%), metil

palmitat (7,7916%), metil stearat (1,0097%), dan metil lignoserat (0,2181%).

Proses esterifikasi mikroalga berhasil ditandai dengan ditemukannya luas puncak

metil oleat yang paling tinggi.

Page 66: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

50

4.5.2 Reaksi Transesterifikasi

Tahapan kedua sintesis biodiesel dilakukan melalui reaksi transesterifikasi.

Reaksi transesterifikasi memerlukan katalis basa kuat seperti natrium hidroksida

atau kalium hidroksida sehingga menghasilkan senyawa kimia baru yang disebut

dengan metil ester (Gerpen, 2005). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi

transesterifikasi adalah katalis basa homogen seperti NaOH atau KOH (Darnoko

dan Cheryan, 2000; Meher et al., 2006). Tahap transesterifikasi (Habibi et al., 2010)

mikroalga dimulai dengan mereaksikan hasil esterifikasi dengan metanol

(perbandingan mol 1:7) dan katalis KOH 1% (b/b) pada suhu 60 ºC selama 2 jam

(Gambar 22).

Gambar 22.Transesterifikasi mikroalga Coelastrella sp.

Laju reaksi transesterifikasi dengan katalis basa lebih cepat jika

dibandingkan dengan katalis asam. Karena dalam larutan basa, suatu karbonil dapat

diserang langsung oleh nukleofilik tanpa protonasi sebelumnya. Adapun

mekanisme reaksi transesterifikasi metanol dengan katalis basa dapat dilihat pada

Gambar 23.

Page 67: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

51

Gambar 23. Mekanisme reaksi transesterifikasi metanol dengan katalis basa

(Schuchardt et al., 1998)

Hasil produk transesterifikasi perlu dipisahkan dengan menggunakan

corong pisah selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan yaitu atas (metil ester) dan

bawah (gliserol). Setelah gliserol dipisahkan, lapisan FAME dicuci dengan air

hangat untuk menghilangkan pengotornya. FAME dievaporasi dengan rotary

evaporator untuk menguapkan sisa pelarut yang ada (Gambar 24).

Gambar 24. Biodiesel mikroalga Coelastrella sp.

Page 68: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

52

Dihasilkan yield biodiesel mikroalga Coelastrella sp. sebesar 49,33%.

Jumlah ini mengalami peningkatan sebanyak 47,43% dibandingkan dengan

penelitian Mansur et al. (2017). Kemudian biodiesel mikroalga diuji kadar FFAnya

dan ditemukan hasil transesterifikasi berubah menjadi 3,9%. Terjadi penurunan

kadar FFA tidak begitu signifikan sekitar 0,14%. Kemudian dilakukan karakterisasi

biodiesel selanjutnya. Keberadaan FFA yang tinggi dalam reaksi transesterifikasi

dengan katalis basa menyebabkan terjadinya reaksi samping berupa reaksi

penyabunan yang mengkonsumsi katalis (Atadashi et al., 2011).

4.6 Karakterisasi Biodiesel

Karakterisasi biodiesel meliputi analisa kandungan senyawa biodiesel

dengan GC-MS, analisa kadar air, bilangan asam, dan bilangan penyabunan.

4.6.1 Hasil Analisa GC-MS Biodiesel

Berikut merupakan kromatogram & tabel produk biodiesel mikroalga pada

Gambar 25 dan Tabel 9.

Gambar 25. Kromatogram produk biodiesel mikroalga

Page 69: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

53

Tabel 9. Kandungan senyawa produk biodiesel mikroalga

Puncak Waktu

Retensi (tR)

Luas

Puncak (%) Nama Senyawa

Rumus

Molekul

21 18,8202 8,8254 Metil Palmitat C17H34O2

26 20,446 2,1594 Metil Linoleat C19H34O2

27 20,5216 16,1496 Metil Oleat C19H36O2

28 20,7358 1,3586 Metil Stearat C19H38O2

37 22,4625 0,3995 Metil Arakidat C21H42O2

44 25,5754 0,4244 Metil Lignoserat C25H50O2

46 26,9744 0,3832 Metil Serotat C27H54O2

Analisis GC-MS menghasilkan puncak kromatogram yang masing-masing

menunjukkan jenis metil ester yang spesifik. Berdasarkan kromatogram Gambar 25

dan Tabel 9, komponen utama yang terdapat di dalam biodiesel adalah metil oleat

(16,1496%), metil palmitat (8,8254%), dan metil linolenat (2,1594%). Hasil

konversi FAME tahap transesterifikasi lebih banyak dibandingkan dengan

esterifikasi. Metil oleat, metil palmitat, metil stearat, dan metil lignoserat

mengalami kenaikan sebesar 3,96%, 1,03%, 0,35%, dan 0,21% . Jika hasil GC-MS

transesterifikasi (Tabel 9) dibandingkan dengan hasil GC-MS ekstraksi mikroalga

(Tabel 4) dan hasil GC-MS tahap esterifikasi (Tabel 8), ditemukan keberadaan

metil ester baru pada produk transesterifikasi mikroalga seperti metil arakidat dan

metil serotat disebabkan karena adanya kemungkinan bahwa keberadaan asam

arakidat dan asam serotat ini minim jumlahnya dalam bentuk asam lemak bebas

atau lebih banyak dalam bentuk trigliserida.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan jika proses transesterifikasi

mampu menambah kuantitas FAME dari proses esterifikasi sebelumnya. Selain

menambah kuantitas FAME senyawa yang dominan, pada tahap transesterifikasi

Page 70: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

54

juga ditemukan keberadaan metil ester baru dengan kuantitas yang variatif rata-rata

< 0,5%.

4.6.2 Hasil Analisa Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu tolak ukur mutu biodiesel. Berdasarkan

Standar Nasional Indonesia, kadar air yang terkandung dalam biodiesel maksimum

sebesar 0,05%. Kadar air hasil penelitian biodiesel mikroalga Coelastrella sp. yaitu

0,05% (Lampiran 8) . Jumlah ini hampir sama dengan ambang limit maksimum dari

SNI biodiesel. Kandungan air yang tinggi dalam biodiesel harus dihindari karena

dapat menyebabkan turunnya panas pembakaran, berbusa, dan memberi ruang

mikroba untuk tumbuh sehingga menjadi pengotor biodiesel.

4.6.3 Hasil Analisa Bilangan Asam

Bilangan asam merupakan jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk

menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak. Nilai

bilangan asam yang kecil mengindikasikan bahwa asam lemak bebas sudah dapat

dihilangkan melalui esterifikasi. Standar SNI biodiesel untuk bilangan asam yaitu

0,8 mg KOH/g. Jika dibandingkan dengan bilangan asam hasil penelitian biodiesel

mikroalga Coelastrella sp. sebesar 7,76 mg KOH/g (Lampiran 8), maka bilangan

asam biodiesel belum memenuhi syarat SNI. Jumlah yang didapatkan masih sangat

tinggi, artinya masih ada FFA mikroalga yang tidak terkonversi secara optimum.

4.6.4 Hasil Analisa Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan merupakan jumlah milligram KOH yang diperlukan

untuk menyabunkan satu gram sampel biodiesel. Bilangan penyabunan yang

diperoleh dari penelitian ini yaitu 398,05 (Lampiran 8). Sedangkan syarat mutu

Page 71: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

55

biodiesel untuk bilangan penyabunan menurut SNI-04-7182-2006 sebesar <500.

Maka, produk biodiesel mikroalga Coelastrella sp. masih memenuhi syarat mutu

biodiesel dari aspek bilangan penyabunan.

Page 72: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

56

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Ekstraksi lipid pada rasio mikroalga:aseton 1:5 mampu mengekstraksi lipid

mikroalga Coelastrella sp. secara optimum yaitu dengan lipid total, lipid

netral, dan lipid polar sebesar 5,13 %, 4,36 %, dan 0,77%.

2. Kondisi optimum esterifikasi asam oleat dengan perbandingan mol

lipid:metanol 1:8, katalis montmorillonite K-10 5% (b/b) pada suhu 85 ºC

selama 4 jam mampu menurunkan kadar FFA sebanyak 33,87%.

3. Kondisi optimum esterifikasi mikroalga Coelastrella sp. dengan

perbandingan mol lipid:metanol 1:8, katalis montmorillonite K-10 5% (b/b)

pada suhu 68 ºC selama 4 jam mampu menurunkan kadar FFA sebanyak

21,39%.

4. Biodiesel mikroalga Coelastrella sp. memenuhi syarat mutu SNI dari

parameter kadar air & bilangan penyabunan.

5.2 Saran

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan, dapat disarankan bahwa:

1. Mikroalga perlu dioptimasi sehingga memiliki kandungan lipid yang lebih

baik untuk pembuatan biodiesel.

2. Perlu dilakukan optimasi kembali tahap esterifikasi dan transesterifikasi

mikroalga sehingga memungkinkan terjadi penurunan FFA kembali.

Page 73: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

57

DAFTAR PUSTAKA

Adu R.E.Y. 2018. Esterifikasi Minyak Jelantah Sebelum Pembuatan Biodiesel

Dengan Katalis Abu Tongkol Jagung. Journal of Chemistry 14 (2).

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. AOAC, Washington DC.

Aziz I. 2007. Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas, Valensi,

Vol. 1, 1, hal 19-23.

Busca G. 2014. Heterogeneous Catalytic Materials: Solid State Chemistry, Surface

Chemistry and Catalytic Behaviour. Newnes.

Luthfi A. 2010. Pemanfaatan Mikroalga Sebagai Bahan Baku Bioethanol Volume

5, No.2. 27 januari 2015.

Bacovsky D, Korbitz W, Mittelbach M, Worgetter M. 2017. Biodiesel Production:

Technologies and European Providers. Report of IEA Bioenergy T39-B6.

Badan Standarisasi Nasional. 2006. Metode Analisis Standar untuk Kadar Air.

Jakarta: Departemen Perindustrian.

Badan Standarisasi Nasional. 2015. SNI 7182:2015 “Biodiesel”. Badan Standar

Nasional.

Becker EW. 1994. Microalgae Biotechnology and Microbiology. Cambridge:

Cambridge University Press.

Borowitzka MA. 1988. Micro-Algal Biotechnology.Cambridge University Press.

New York.

Bradshaw G, MeulyWC. 1944. Preparation of Detergent. US Patent Office

2,360,844.

Chaiklahana R, Chirasuwana N, Loha V, Bunnag B. 2008. Lipid and Fatty Acids

Extraction from ThecyanobacteriumSpirulina.Science Asia.34: 299 – 305.

Chisti J. 2007. Biodiesel from Microalgae. Biotechnology Advances (25) 294-306.

Chrismada T, P. Lily, M. Yayah. 2006. Pengaruh Konsentrasi Nitrogen dan

Fosfor terhadap Pertumbuhan, Kandungan Protein, Karbohidrat dan

Fikosianin pada Kultur Spirulina fusiformis. Berita Biologi, 8 (3).

Darsono, W dan Oktari, Y. S. 2013. Proses Pembuatan Biodiesel dari Dedak dan

Metanol dengan Esterifikasi In Situ. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2(2):

33-39.

Das, Braja M. 1988. Mekanika Tanah Geoteknis Jilid 1. Erlangga: Jakarta.

Page 74: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

58

Dewick, Paul M. 2009. Medicinal Natural Products: A Biosynthetic Approach, 3rd

Edition. Wiltshire: John Wiley & Sons Ltd.

Dyah P S. 2011. Pembuatan Biodiesel Dari Mikroalga Chlorella sp. Melalui Dua

Tahap Rekasi In-Situ. Teknik Kimia, 5(2), 211–220.

Faisal A, Usman T, & Alimuddin A H. 2015. Transesterifikasi Langsung Mikroalga

(Chlorella sp.) Dengan Radiasi Gelombang Mikro, 4(2).

FBI. 2006. FBI-A03-03 tentang Metode Analisis Standar untuk Angka Penyabunan

dan Kadar Ester Biodiesel Ester Alkil. Forum Biodiesel Indonesia

Forum Biodiesel Indonesia. 2006. Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI-04-

7128-2006. Tim Penebar Swadaya:Jakarta.

Fukuda H, A. Kondo, H. Noda. 2011. Biodiesel fuel production by

transesterification of oils, J. Biosci. Bioeng. 92 405–416.

Gouveia L dan Oliveira A C. 2009. Microalgae As A Raw Material for Biofuels

Production. Journal of Industrial Microbiology and Biotechnology, 36(2),

269–274. https://doi.org/10.1007/s10295-008-0495-6

Habibi R, Fachriyah E, Kusrini D. 2010. Sintesis Biodiesel Dari Minyak Mikroalga

Nannochloropsis sp. Melalui Transesterifikasi Menggunakan Katalis Basa.

Jurnal Kimia Sains & Aplikasi ISSN: 1410-8917.

Handayani, S. P. 2010. Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Ikan Dengan Radiasi

Gelombang Mikro. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Herperian, Kurniawaty E, Susantiningsih T, 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak

Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) Terhadap Kadar

Trigliserida Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

yang Diinduksi Aloksan. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung,

Lampung.

Husin H, Has F, & Rinaldi W. 2015. Minyak Nyamplung Menjadi Biodiesel.

Preparasi Katalis Abu Kulit Kerang Untuk Transesterifikasi Minyak

Nyamplung Menjadi Biodiesel, 35(1), 69–77.

Jordan V, Gutsche B. 2011. Development of An Environmentally Benign Process

For The Production of Fatty Acid Methyl Esters. Journal of Europe PMC,

43(1), 99-105.

Kabinawa. 2011. Mikroalga Sebagai Sumber Daya Hayati Perairan dalam

Perspektif Bioteknologi. Bogor: Puslitbang Bioteknologi Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia.

Page 75: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

59

Kawaroe M, Prartono T, Sunuddin A, Sari SW, Augustine D. 2010. Mikroalga:

Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar. PT. Penerbit

IPB Press : Bogor.

Knothe G, JV Gerpen, J. Krahl. 2012. The Biodiesel Handbook. United States of

America: AOCS Press.

Kusumaningtyas Y S, Pradana N. A., Lestari. 2014. Biodiesel Bahan Baku, Proses

dan Teknologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Laila L dan Oktavia L. 2017. Kaji Eksperimen Angka Asam dan Viskositas

Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit dari, 2(1), 3–6.

Lindell, Michael, Brandt, Christina. 2011. Climate Quality and Climate Consensus

as Mediator of the Relationship Between Organizational Antecedent and

Outcome, Journal of Applied Psycology vol. 85, no.3.

NCBI. http://www.ncbi.nlm.nih.gov.

Norhayati M N, Tuan Noor Maznee T I, Yeong S K dan Hazimah A H. 2013.

Synthesis of palm-based polyols: effect of K10 montmorillonite catalyst. J. Oil

Palm Res. Vol. 25(1): 92-99. J.

Mansur D, Fitriady M A, Susilaningsih D, Simanungkalit S P. 2017. Production of

Biodiesel from Coelastrella sp. microalgae. AIP Conference Proceedings,

1904. https://doi.org/10.1063/1.5011925.

Marchetti J M, V U Miguel, dan A.F. Errazu. 2007. Possible Methods for Biodiesel

Production, Renewable, and Sustainable Energy Review. 11: 1300 – 1311.

Mc Michens R B. 2009. Algae as a Source for Biodiesel Paper of University of

Maryland, College Park Library. 40 pp.

Muin A. 2013. Pemanfaatan Tawas dan Abu Serabut Kelapa Sebagai Katalis dalam

Pembuatan Biodiesel dengan Metode Esterifikasi dan Transesterifikasi.

Universitas Negeri Papua : Manokwari.

Nilawati, Destya. 2012. Studi Awal Sintesis Biodiesel Dari Lipid Mikroalga

Chlorella vulgaris Berbasis Medium Walne Melalui Reaksi Esterifikasi dan

Transterifikasi. Depok. Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Mittlebach M, Remschmidt, Claudia. 2014. Biodiesel The Comprehensive

Handbook. Vienna:Boersedruck Ges.m.bH.

Orchidea, Lailatul M, Rachmaniah, Reni D S. 2011. Pemilihan Metode Ekstraksi

Minyak Alga dari Chlorella sp.dan Prediksinya sebagai Biodiesel. Seminar

Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo.

Prihandana, Rama, Roy Hendroko, Makmuri Nuramin. 2007. Menghasilkan

Biodiesel Murah Mengatasi Polusi & Kelangkaan BBM. Jakarta:

Page 76: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

60

Agromedia22.

Prihanto A, Irawan T A B. 2017. Konsentrasi Katalis Dan Rasio Molar Metanol

Minyak Terhadap Yield Biodisel Dari Minyak Goreng Bekas Melalui Proses

Netralisasi-Transesterifikasi. METANA Juni 2017 Vol. 13(1):30-36.

Purwanti A. 2015. Pengaruh Proses Ekstraksi Bertekanan Dalam Pengambilan

Lipid Dari Mikroalga JenisNannochloropsis sp. Dengan Pelarut Vol . 7 No . 2

Februari 2015 ISSN : 1979-8415 Vol . 7 No. 2 Februari 2015, 7(2), 112–117.

Putri P C E, Supriyo E. 2019. Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit menggunakan

Katalis Kalsium Oksida (CaO) menjadi Biodiesel. Metana: Media Komunikasi

Rekayasa Proses dan Teknologi Tepat Guna ISSN: 1858-2907 Desember 2020

Vol. 16(2):75-80.

Rachmaniah O, Setyarini R D, Maulida L. 2010. Pemilihan Metode Ekstraksi

Minyak Alga dari Chlorella sp. dan Prediksinya sebagai Biodiesel. Teknik

Kimia: ITS Surabaya.

Rahkadima Y, Abdi P. 2016. Produksi Biodiesel dari Minyak Jelantah

Menggunakan Katalis Kalsium Oksida. Teknik Kimia: NU Sidoarjo.

Ramdhani T I. 2017. Sintesis dan Karakterisasi Katalis CaO/Zeolit Nano Partikel

Untuk Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit. Kimia: UNS.

RaoR A. 2006. Effect of Salinity on Growth of Green Microalgae Botryococcus

braunii and its Constituents.Central Food Technological Research Institute,

India.

Rohman A dan Gandjar I G. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka

Belajar.

Santoso H, I Kristianto, dan A Setyadi. 2013. Pembuatan Biodiesel Menggunakan

Katalis Basa Heterogen Berbahan Dasar Kulit Telur. Lembaga Penelitian dan

Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Katolik Prahayangan.

Sastrohamidjojo H. 1991. Kromatografi Edisi II hal 26-36. Liberty:Yogyakarta.

Satterfield C.N. 1991. Heterogeneous Catalysis in Practice. Mc Graw Hill Book

Company: New York.

Shahzad I, Hussain K, Nawaz K, Nisar M F. 2010. Review algae as an alternative

and renewable resource for biodiesel production. The Biol. (E-Journal of Life

Sciences) 1 (1): 16–23. http:// www.thebiol.com/Paper-3.pdf.

Setiawati E dan Edwar F. 2012. Teknologi Pengolahan Biodiesel dari Minyak

Goreng Bekas dengan Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi sebagai

Alternatif Bahan Bakar Mesin Diesel. Jurnal Riset Industri, 6(2): 117-127.

Smallman R E dan Bishop R. J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa

Page 77: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

61

Material. Edisi keenam. Terjemahan Sriati Djaprie. Erlangga:Jakarta.

Soerawidjaja dan Tatang H. 2006. Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari

Teknologi Pembuatan Biodiesel, Handout Seminar Nasional; Biodiesel

Sebagai Energi Alternatif Masa Depan, UGM Yogyakarta.

Susilaningsih D, Khuzaemah, Rahman D Y, Sekiguchi H. 2014. Screening for lipid

depositor of Indonesian microalgae isolated from seashore and peat-land.

International Journal of Hydrogen Energy, 39(33), 19394–19399.

https://doi.org/10.1016/j.ijhydene.2014.08.003.

Syah, A. 2012. Biodiesel Jarak Pagar: Bahan Bakar Alternatif yang Ramah

Lingkungan. Agromedia Pustaka: Jakarta

Wei Z, Wei L, Huaye, Z., Xiaoling, Y. 2009. Preparation, Characterization, and

Activity Evaluation of p–n Junction Photocatalyst p-CaFe2O4/n-ZnO.

Chemical Engineering Journal 155:466–473.

Wiyarno B. 2009. Biodiesel Microalgae. Islamic International University Malaysia

Pahang.

Younssi IvE, Rhadfi T, Atlamsani A, Quisefit J P, Herbst F, Draoui K. K-10

montmorillonite: An efficient and reusable catalyst for the aerobic CC bond

cleavage of α-substituted ketones. J. Mol. Catal. A, 363–364 (2012), pp. 437-

445

Yulianti H C. 2011. Sintesis Katalis Nanopartikel CaO.ZnO dan Aktivitasnya pada

Transesterifikasi Refined Palm Oil untuk Produksi Biodisel. Tesis. Surabaya:

Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November.

Page 78: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

62

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Perhitungan kadar air mikroalga

Kadar Air (%) = X-Y / Z . 100% (AOAC, 1995)

Keterangan : X = bobot wadah + MA sebelum dikeringkan

Y = bobot wadah + MA setelah dikeringkan

Z = bobot MA

Kadar air mikroalga suhu 105 °C = (3,9477 gram – 3,9079 gram) / 1,0013

gram x 100% = 3,97%

Lampiran 2.

Perhitungan ekstraksi lipid mikroalga Coelastrella sp.

Volume aseton (𝑚𝐿) =𝑝𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

massa jenis aseton p.a

Kadar Lipid Total (%) =b−a

feed (biomassa kering)× 100 %

Kadar Lipid Netral (%) =b−c

feed (biomassa kering)× 100 %

Kadar Lipid Polar (%) =c−a

feed (biomassa kering)× 100 %

1) Rasio 1:3 (massa mikroalga = 1,0019 gram)

• Volume aseton = (3 x 1,0019 gram) / 0,79 g/mL = 3,8 mL

• Kadar lipid total = (60,7721 gram – 60,7230 gram) / 1,0019

gram x 100% = 4,9 %

• Kadar lipid netral = (60,7721 gram – 60,7362 gram) / 1,0019

gram x 100% = 3,58 %

• Kadar lipid polar = (60,7362 gram – 60,7230 gram) / 1,0019

gram x 100% = 1,32 %

Page 79: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

63

2) Rasio 1:4 (massa mikroalga = 1,0012 gram)

• Volume aseton = (4 x 1,0012 gram) / 0,79 g/mL = 5,07 mL

• Kadar lipid total = (60,7743 gram – 60,7233 gram) / 1,0012

gram x 100% = 5,09 %

• Kadar lipid netral = (60,7743 gram – 60,7318 gram) / 1,0012

gram x 100% = 4,24 %

• Kadar lipid polar = (60,7318 gram – 60,7233 gram) / 1,0012

gram x 100% = 0,85 %

3) Rasio 1:5 (massa mikroalga = 1,0017 gram)

• Volume aseton = (5 x 1,0017 gram) / 0,79 g/mL = 6,33 mL

• Kadar lipid total = (60,7735 gram – 60,7221 gram) / 1,0017

gram x 100% = 5,13 %

• Kadar lipid netral = (60,7735 gram – 60,7298 gram) / 1,0017

gram x 100% = 4,36 %

• Kadar lipid polar = (60,7298 gram – 60,7221 gram) / 1,0017

gram x 100% = 0,77 %

4) Rasio 1:6 (massa mikroalga = 1,0015 gram)

• Volume aseton = (6 x 1,0015 gram) / 0,79 g/mL = 7,6 mL

• Kadar lipid total = (60,7755 gram – 60,7242 gram) / 1,0015

gram x 100% = 5,12 %

• Kadar lipid netral = (60,7755 gram – 60,7318 gram) / 1,0015

gram x 100% = 4,36 %

• Kadar lipid polar = (60,7318 gram – 60,7242 gram) / 1,0015

gram x 100% = 0,76 %

Lampiran 3.

Perhitungan kadar FFA (Free Fatty Acid) mikroalga

% FFA = 1 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1009 𝑔 x 100% = 25,43%

Page 80: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

64

Lampiran 4.

Perhitungan kadar FFA (Free Fatty Acid) asam oleat komersial

% FFA = 3,9 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1015 𝑔 x 100% = 93,54%

Lampiran 5.

Perhitungan perbandingan lipid dengan metanol pada model senyawa asam oleat

Perbandingan 1 : 4

Mol oleat = 10 g / 282 g/mol = 0,03546 mol

Mol metanol = 0,03546 mol x 4 = 0,14184 mol

Massa metanol = 0,14184 mol x 32 (Mr) = 4,53888 g

Volume metanol = 4,53888 g / 0,792 g/mL (rho) = 5,73091 mL = 5,73 mL

Perbandingan 1 : 6

Mol oleat = 10 g / 282 g/mol = 0,03546 mol

Mol metanol = 0,03546 mol x 6 = 0,21276 mol

Massa metanol = 0,21276 mol x 32 (Mr) = 6,80832 g

Volume metanol = 6,80832 g / 0,792 g/mL (rho) = 8,59636 mL = 8,6 mL

Perbandingan 1 : 8

Mol oleat = 10 g / 282 g/mol = 0,03546 mol

Mol metanol = 0,03546 mol x 8 = 0,28369 mol

Massa metanol = 0,28369 mol x 32 (Mr) = 9,07801 g

Volume metanol = 9,07801 g / 0,792 g/mL (rho) = 11,46214 mL = 11,46 mL

Lampiran 6.

Konversi biodiesel model senyawa asam lemak

Konversi Biodiesel (%) = kadar FFA awal-kadar FFA akhir

kadar FFA awal x 100%

1. FFA Suhu 60 °C 1 jam

% FFA = 3,5 mL x 0,091 N x 282 g/mo𝑙

1000 x 0,1016 g x 100% = 88,4%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%-88,4%

93,54% x 100% = 5,49%

2. FFA Suhu 60 °C 2 jam

% FFA = 3,3 mL x 0,091 N x 282 g/mol

1000 x 0,1032 g x 100% = 82,06%

Page 81: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

65

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−82,06%

93,54% x 100% = 12,27%

3. FFA Suhu 60 °C 3 jam

% FFA = 3 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1015 𝑔 x 100% = 75,84%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−75,84%

93,54% x 100% = 18,92%

4. FFA Suhu 60 °C 4 jam

% FFA = 2,6 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1027 𝑔 x 100% = 64,96%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−64,96%

93,54% x 100% = 30,55%

5. FFA Suhu 70 °C 1 jam

% FFA = 2,9 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1028 𝑔 x 100% = 72,39%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−72,39%

93,54% x 100% = 22,61%

6. FFA Suhu 70 °C 2 jam

% FFA = 2,7 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1023 𝑔 x 100% = 67,73%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−67,73%

93,54% x 100% = 27,59%

7. FFA Suhu 70 °C 3 jam

% FFA = 2,6 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1030 𝑔 x 100% = 64,78%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−64,78%

93,54% x 100% = 30,75%

8. FFA Suhu 70 °C 4 jam

% FFA = 2,5 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1029 𝑔 x 100% = 62,9%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−62,9%

93,54% x 100% = 32,76%

9. FFA Suhu 80 °C 1 jam

% FFA = 2,9 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1029 𝑔 x 100% = 72,32%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−72,32%

93,54% x 100% = 22,69%

Page 82: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

66

10. FFA Suhu 80 °C 2 jam

% FFA = 2,7 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1033 𝑔 x 100% = 67,07%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−67,07%

93,54% x 100% = 28,3%

11. FFA Suhu 80 °C 3 jam

% FFA = 2,6 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1025 𝑔 x 100% = 64,46%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−64,46%

93,54% x 100% = 31,09%

12. FFA Suhu 80 °C 4 jam

% FFA = 2,5 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1029 𝑔 x 100% = 62,35%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−62,35%

93,54% x 100% = 33,34%

13. FFA Suhu 85 °C 1 jam

% FFA = 2,6 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1038 𝑔 x 100% = 64,28%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−64,28%

93,54% x 100% = 31,28%

14. FFA Suhu 85 °C 2 jam

% FFA = 2,5 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1036 𝑔 x 100% = 61,92%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−61,92%

93,54% x 100% = 33,80%

15. FFA Suhu 85 °C 3 jam

% FFA = 2,4 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1026 𝑔 x 100% = 60,32%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−60,32%

93,54% x 100% = 35,51%

16. FFA Suhu 85 °C 4 jam

% FFA = 2,4 𝑚𝐿 𝑥 0,091 𝑁 𝑥 282 𝑔/𝑚𝑜𝑙

1000 𝑥 0,1028 𝑔 x 100% = 59,67%

Konversi biodiesel (%) = 93,54%−59,67%

93,54% x 100% = 36,21%

Page 83: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

67

Lampiran 7.

Perhitungan transesterifikasi biodiesel

Massa minyak mikroalga = 0,3 gram

Massa hasil transesterifikasi = 0,1480 gram

Yield biodiesel = 0,1480

0,3 x100% = 49,33%

Lampiran 8.

Perhitungan karakterisasi biodiesel mikroalga

• Kadar air = 67,0009-67,0008

0,1480 x 100% = 0,05%

• Bilangan asam = %𝐹𝐹𝐴 x BM KOH

BM Asam Lemak:10 =

3,9 x 56,1

282∶10 = 7,76 mg KOH/g

• Bilangan penyabunan = 56,1 (B-C) N

m =

56,1 (5,5-4) 0,491

0,1038 = 398,05

Page 84: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

68

Lampiran 9.

Hasil GC-MS lipid mikroalga Coelastrella sp.

Page 85: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

69

Page 86: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

70

Lampiran 10.

Hasil GC-MS asam oleat komersial sebelum esterifikasi

Page 87: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

71

Lampiran 11.

Hasil GC-MS asam oleat komersial setelah esterifikasi

Page 88: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

72

Lampiran 12.

Hasil GC-MS esterifikasi mikroalga Coelastrella sp.

Page 89: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

73

Page 90: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

74

Page 91: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

75

Page 92: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

76

Page 93: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

77

Page 94: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

78

Lampiran 13.

Hasil GC-MS biodiesel mikroalga Coelastrella sp.

Page 95: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

79

Page 96: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

80

Page 97: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

81

Page 98: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

82

Lampiran 14.

Foto dokumentasi penelitian biodiesel mikroalga Coelastrella sp.

Page 99: PEMBUATAN BIODIESEL DARI MIKROALGA

BIODATA MAHASISWA

Nama : Nurul Qomariyah Eka

NIM : 11140960000067

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 07 Agustus 1996

Jenis Kelamin : Perempuan

Anak Ke- : 1 dari 2 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Karya Utama VII No. 18 RT 009 RW 003. Gandaria

Utara. Kebayoran Baru. Jakarta Selatan.

Nomor Telp./HP : 082125247102

Alamat email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

Tingkat

Pendidikan Nama Sekolah Alamat

Tahun

Lulus

SD SDI Nurul Hidayah Jl. Reni Jaya Tim. No.6A.

Jawa Barat. 2008

SMP SMPN 4 Kota

Tangerang Selatan

Jalan Pamulang Permai Barat

II Blok A7. Banten. 2011

SMA SMAN 1 Kota

Tangerang Selatan Jl. Pendidikan No.49. Banten. 2014

PENDIDIKAN NON FORMAL/PELATIHAN

No. Nama Pelatihan Tahun

1 Pelatihan keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium kimia 2014

2 Training and workshop of perfect weighing OHAUS AlfaScale

Indonesia 2015

3 Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Berkarya Tanpa Plagiarisme” 2017

PENGALAMAN ORGANISASI

No. Nama Organisasi Tahun Jabatan

1 Himpunan Mahasiswa Kimia 2015-2016 Staff Ahli

Departemen

2 Himpunan Mahasiswa Kimia 2016-2017 Kepala

Departemen

PENGALAMAN KERJA

No. Nama Organisasi Tahun Jabatan

1 PT. Pertamina (Persero) RU VI 2017 Mahasiswa PKL

2 Rumah Belajar Permata 2015-2019 Private Teacher

3 PT. Timedoor Indonesia present Coding Teacher