Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

31
ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL Terkait kasus sengketa kedaulatan pulau Batu Puteh, Middle Rocks dan South Ledge Malaysia vs Singapura (Diajukan Sebagai Pengganti Ujian Hukum Internasional Publik) OLEH : HAQRAH DEWI SAFYTRA B 10/307227/PHK/06462

Transcript of Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

Page 1: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL

Terkait kasus sengketa kedaulatan pulau Batu Puteh, Middle Rocks dan South Ledge Malaysia vs Singapura

(Diajukan Sebagai Pengganti Ujian Hukum Internasional Publik)

OLEH :HAQRAH DEWI SAFYTRA B

10/307227/PHK/06462

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GADJAH MADA

KONSENTRASI STUDI HUKUM INTERNASIONAL

PROGRAM PASCASARJANA

2011

Page 2: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

I. JUDUL :

Sovereignty over Pedra Branca/Pulau Batu Puteh, Middle Rocks and South Ledge(Kedaulatan Terhadap Pulau Batu Puteh, Middle Rocks Dan South Ledge)

II. BENTUK KEPUTUSAN

Contentious Case ( 23 MAY 2008)

III. PIHAK-PIHAK YANG BERSENGKETA

MALAYSIA vs SINGAPURA

IV. PERISTIWA HUKUM YANG DIMINTAKAN KEPUTUSAN

Kesultanan Johor didirikan setelah perebutan Malaka oleh Portugis pada tahun 1511. Pada

pertengahan tahun 1600-an Belanda merebut kontrol atas berbagai daerah di wilayah tersebut dari

kekuasaan Portugal. Tahun 1975, Inggris menetapkan peraturan atas beberapa milik Belanda di

kepulauan Melayu, tetapi pada tahun 1814 mengembalikan kepemilikan terdahulu Belanda (Dutch) di

kepulauan Melayu kepada Belanda (Nederlands).

Pada tahun 1819 sebuah “pabrik” Inggris (pusat perdagangan) didirikan di pulau Singapura

(yang pada saat itu masih merupakan milik Johor) oleh East India Company, yang bertindak sebagai

agent dari pemerintah inggris di beberapa wilayah kepemilikan Inggris. Hal ini memperburuk

ketegangan antara Inggris dan Belanda yang muncul terkait persaingan mereka terkait ambisi untuk

mengkolonisasi wilayah tersebut. Pada Maret tanggal 17 tahun 1824 sebuah perjanjian ditandatangani

antara dua kekuatan kolonial ini. Sebagai konsekuensi perjanjian tersebut, satu bagian dari kesultanan

Johor jatuh kedalam lingkup pengaruh Inggris sementara lainnya jatuh pada lingkup pengaruh

Belanda.

Pada 2 agustus 1824 sebuah perjanjian persahabatan dan aliansi (selanjutnya disebut

"Perjanjian Crawfurd") ditandatangani oleh East India Company dan Sultan Johor juga Temenggong

(petinggi Malaysia) dari Johor, mempersiapkan penyerahan (cessi) Singapura secara penuh kepada

East India Company, mencakup semua pulau dalam dalam rentang 10 mil dari geografis Singapura.

Sejak kematian sultan Mahmud III dari Johor pada tahun 1812, dua putranya telah mengklaim

suksesi dari kesultanan Johor. Inggris mengakui kepewarisan putra sulungnya yakni Hussein (yang

berbasis di Singapura), sebaliknya Belanda mengakui kepewarisan putra termuda yakni Abdul Rahman

(yang berbasis di Riau, sekarang dikenal sebagai Pulau Bintan di Indonesia). Tanggal 25 juni 1825

Page 3: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

Sultan Abdul Rahman mengirim surat kepada kakaknya dimana dia “mendonasikan” bagian dari pulau

yang ditugaskan kepada sultan Husein berdasarkan pada perjanjian Anglo-dutch tahun 1824.

Antara maret 1850 dan 1851, sebuah mercusuar dibangun di Pedra Branca/pulau Batu Puteh.

Pada tahun 1867 diadakan Straits Settlement, kelompok wilayah East India Company yang

ditetapkan tahun 1826 (terdiri dari, antara lain, Penang, Singapura dan Malaka), menjadi wilayah

kolonial Inggris. Tahun 1885 pemerintah Inggris dan “state of Johor” (negara bagian Johor)

menandatangani Perjanjian Johor, dengan memberikan kepada Inggris hak perdagangan melalui darat

dan hak transit melalui “state of Johor” dan pertanggungjawaban terhadap hubungan luar negeri, serta

memberikan perlindungan kepada Inggris atas integritas teritorinya sebaik mungkin.

Straits Settlement menjadi tak berlaku lagi pada tahun 1946 : tahun yang sama dimana uni

Malayan dibentuk, bagiannya berisi Straits Settlement terdahulu (tidak termasuk Singapura), Negara

Federasi Melayu dan lima negara Unfederasi Melayu (termasuk Johor). Tahun 1946 Singapura

diadministrasikan sebagai koloni Inggris dan menjadi hak milik Inggris. Tahun 1948 Uni Malayan

menjadi Federasi Malaya, pengelompokan dari koloni inggris dan “Malay States” berada di bawah

perlindungan kerajaan Inggris. Federasi Malay memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun

1957, dengan Johor sebagai negara konstituen dari federasi. Pada tahun 1958, Singapura menjadi

koloni dengan pemerintahan sendiri. Pada 1963 Federasi Malaysia ditetapkan, dibentuk dengan

menggabungkan Federasi Malaysia dengan koloni Inggris terdahulu yakni Singapura, Sabah dan

Sarawak. Pada tahun 1965 Singapura meniggalkan Federasi dan memperoleh kedaulatannya sebagai

negara independen.

V. PERMASALAHAN YANG DIMINTAKAN KEPUTUSAN

Pada 21 Desember 1979 Malaysia menerbitkan sebuah peta berjudul “Territorial Waters and

Continental Shelf Boundaries of Malaysia” (selanjutnya disebut “peta 1979”). Peta menggambarkan

pulau Pedra Branca/Batu Puteh berada di dalam wilayah perairan Malaysia. Dengan Catatan

diplomatik tertanggal 14 Februari 1980 Singapura menolak "klaim" Malaysia terhadap Pedra

Branca/Batu Puteh dan meminta peta 1979 diperbaiki. Hal ini menyebabkan pertukaran korespondensi

antara kedua negara dan kemudian diadakan serangkaian pembicaraan antar pemerintah pada 1993-

1994, yang tidak menghasilkan resolusi atau penyelesaian terhadap masalah tersebut. Selama putaran

pertama perundingan pada bulan Februari 1993 pertanyaan juga keraguan tentang status Middle Rocks

dan South Ledge ikut muncul. Mengingat kurangnya kemajuan dalam negosiasi bilateral, akhirnya

Para Pihak setuju untuk menyerahkan sengketa untuk diselesaikan oleh Mahkamah Internasional.

Page 4: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

Mahkamah Internasional diminta untuk menetukan apakah Pulau Batu Puteh atau yang oleh

Singapura disebut Pedra Branca juga Middle Rocks dan South Ledge berada di bawah kedaulatan

Malaysia ataukah Singapura?

VI. PENDEKATAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

a. Bahan Yang Dipertimbangan MI

OBJEK SENGKETA : PEDRA BRANCA/BATU PUTEH

1. Posisi Para Pihak

Malaysia menyatakan dalam pembelaan tertulis bahwa mereka memiliki hak

kepemilikan original dari Pulau Batu Puteh . Pulau Batu Puteh adalah, dan selalu, menjadi

bagian dari negara bagian Malaysia yakni Johor. Tak ada yang menyebabkan perpindahan

kedaulatan Malaysia atas Pulau Batu Puteh. Kehadiran Singapura di pulau tersebut dengan

tujuan untuk membangun dan memelihara sebuah mercusuar di sana (dengan izin dari

pemegang kedaulatan wilayah) dan Singapura tentu tak bisa mencaplok keadulatan atas

dasar tersebut. Lebih lanjut Malaysia mengatakan bahwa tak ada relevansi waktu pulau

Pedra Branca/Batu Puteh berstatus Terra Nullius dan karenanya tak rentan untuk akuisasi

melalui okupasi.

Singapura mengklaim bahwa pemilihan Pedra Branca/Batu Puteh sebagai tempat

pembangunan mercusuar adalah dengan wewenang/otorisasi dari kerajaan Inggris. Sebuah

proses yang dimulai tahun 1847 mencakup pengambilan alih hak milik secara klasik yang

disebut A Titre de souverain. Menurut Singapura, hak kepemilikan pulau diperoleh oleh

kerajaan Inggris sesuai dengan prinsip hukum dan berlanjut ke penerus sahnya yakni

republik Singapura. Di dalam Memorial dan Counter-Memorial Singapura, tak ada

referensi yang jelas menyebut status pulau batu puteh sebagai Terra Nullius. Namun

Mahkamah mengamati bahwa dalam balasan Singapura mengindikasikan bahwa dengan

jelas dan nyata status Pedra Branca pada tahun 1847 adalah Terra Nullius.

Berdasarkan hal tersebut, Mahkamah mencatat beberapa poin yang harus diberikan

kedua pihak yakni apakah Malaysia bisa membuktikan hak kepemilikan aslinya sebelum

Singapura melakukan aktivitas di pulau tersebut tahun 1847-1851, dan sebaliknya apakah

Singapura bisa membuktikan klaim yang mereka akui yakni “kepemilikan sah atas Pedra

Page 5: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

Branca/Batu Puteh” pada pertengahan abad 19 saat pembangunan mercusuar oleh

perwakilan kerajaan Inggris dimulai. Pembebanan pembuktian ini menegaskan bahwa hal

tersebut adalah prinsip umum hukum, ditetapkan oleh yurisprudensi, bahwa seseorang yang

mengajukan fakta untuk mendukung klaimnya harus membuktikan kebenaran fakta

tersebut.

2. Status Hukum Pedra Branca / Batu puteh Sebelum tahun 1840

A. Hak Milik Permulaan (original) dari Pedra Branca/Batu puteh

Mahkamah memulai dengan mengamati sejarah Pulau ini dan tidak dapat dibantah

bahwa kesultanan Johor, sejak berdirinya pada tahun 1512, menempatkan dirinya sebagai

negara berdaulat dengan domain wilayah pasti di bawah kedaulatannya dan menjadi bagian

dari Asia Tenggara. Setelah menguji argument para pihak, Mahkamah mencatat bahwa,

setidaknya sejak abad ke tujuh belas sampai awal abad ke Sembilan belas, diakui bahwa

domain teritori dan maritim dari kerajaan Johor terdiri atas bagian yang meliputi

Semenanjung Malaya, selat Singapura termasuk pulau Singapura dan pulau-pulau kecil di

wilayah selat (dimana Pedra Branca/Batu Puteh terletak).

Mahkamah kemudian berpindah ke pertanyaan untuk menegaskan apakah hak

kepemilikan asli dari Pedra Branca/Batu Puteh oleh Malaysia bisa dibuktikan secara

hukum. Poin signifikannya adalah bahwa sebuah fakta Pedra Branca/Batu Puteh dikenal

sebagai titik navigasi di selat Singapura. Karena itu pulau tersebut sudah jelas bukan Terra

Incognita. Faktanya bahwa tak ada bukti di semua jejak sejarah tentang kesultanan Johor

yang menyebutkan bahwa ada persaingan untuk mengklaim pulau di sekitar selat Singapura

adalah signifikasi lainny.

Mahkamah mengingatkan kembali pernyataan yang dibuat oleh PCIJ dalam kasus Legal

Status of Eastern Greenland, pada poin tidak adanya klaim saingan. PCIJ kemudian

mencatat bahwa, “dalam sebagian besar kasus terkait klaim terhadap wilayah

kedaulatan…..ada dua klaim kompetisi terhadap kedaulatan.” Pada kasus sebelum ini,

“sampai dengan 1931 tak ada klaim oleh kekuatan lainnya selain Denmark atas kedaulatan

Greenland”. Karena itu PCIJ menyimpulkan bahwa dengan mempertimbangkan karakter

yang tak dapat ditembus atas bagian yang tidak dikolonisasi oleh negara, raja Denmark dan

norwegia menunjukkan….pada 1721 sampai 1814 wewenangnya yang cukup untuk

Page 6: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

memberi negaranya klaim sah atas kedaulatan, dan bahwa haknya atas Greenland tidak

dibatasi hanya pada area koloni.

Mahkamah mengamati bahwa kesimpulan ini juga digunakan terhadap kasus dewasa ini

terkait pulau kecil yang tak berpenghuni dan tak bisa dihuni, dimana tak ada klaim

kedaulatan oleh kekuasaan dalam kurun waktu awal abad tujuh belasa sampai pertengahan

abad Sembilan belas. Dalam konteks ini Mahkamah juga mencatat bahwa wewenang

negara seharusnya tak terlalu penting ditunjukkan “pada faktanya tiap waktu tiap poin dari

wilayah”, sebagaimana ditunjukkan dalam kasus Island of palmas case (Netherlands/United

States Of America).

Meneliti ikatan loyalitas yang ada antara Kesultanan Johor dan Orang Laut , yang

terlibat dalam penangkapan ikan dan kegiatan pembajakan di Selat Singapura, Mahkamah

menemukan deskripsi, dalam laporan resmi kontemporer oleh pejabat Inggris, sifat dan

tingkat hubungan antara Sultan Johor dan Orang Laut mengkonfirmasi hak kepemilikan asli

dari Kesultanan Johor, termasuk Pedra Branca/Batu Puteh. Mahkamah kemudian beralih ke

pertanyaan apakah hak ini berubah dipengaruhi oleh perkembangan dalam periode 1824

sampai 1840.

B. Perjanjian Anglo-Dutch tahun 1824

Pertama Mahkamah mencatat bahwa bukti dokumentasi secara konklusif menunjukkan

bahwa kesultanan Johor melanjutkan keberadaannya dengan entitas kedaulatan yang sama

antara peiode 1512 sampai 1824, meskipun seiring berjalannya waktu terdapat perubahan

dalam lingkup geografis atas domain wilayah serta perubahan nasib atas kesultanan Johor,

tetapi pergeseran dan perubahan ini tidak berpengaruh terhadap situasi hukum dalam hal

hubungan dengan selat Singapura, yang selalu berada di domain wilayah kesultanan Johor.

Kedua, Mahkamah mengamati bahwa hal ini adalah pijakan bersama antara para pihak

bahwa perjanjian Anglo-Dutch 1824 membagi wilayah kedalam dua bagian—satu berada di

bawah lingkup pengaruh Belanda (kesultanan Riau-Lingga dibawah pimpinan Kesultanan

Abdul Rahman) dan bagian lainnya menjadi lingkup pengaruh Inggris (kesultanan Johor di

bawah kepemimpinan Husein). Namun tampaknya Singapura mengklaim bahwa perjanjian

menjadikan selat dikesampingkan, dan perjanjian menjadikan Pedra Branca/Batu Puteh

berstatus Terra nullius sebagai akibat dari pembagian dari kesultanan Johor lama, Hal ini

Page 7: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

meninggalkan sebuah ruang untuk “kepemilikan sah” dari Pedra Branca/Pulau Batu Puteh

oleh Inggris selama periode 1847 sampai 1851.

Setelah analisa mendalam dari teks perjanjian Anglo-Dutch 1824, Mahkamah

menyimpulkan bahwa perjanjian tersebut merupakan refleksi hukum dari penyelesaian

secara politik yang ditempuh antara dua kekuatan kolonial untuk membagi domain wilayah

atas kesultanan Johor lama menjadi dua kesultanan yang ditempatkan di bawah lingkup

pengaruh mereka masing-masing. Hal ini dalam skema yang sama menunjukkan tak ada

kemungkinan kekosongan hukum manapun yang memberikan kebebasan bertindak dengan

tujuan mengambil alih kepemilikan secara sah dari sebuah pulau dalam dua lingkup

pengaruh ini.

Referensi umum dalam pasal 12 dari perjanjian Anglo-dutch berbunyi “the other

islands south of the straights of Singapore” menunjukkan bahwa semua pulau termasuk

pulau kecil di dalam cakupan wilayah selat Singapura jatuh ke dalam lingkup pengaruh

Inggris. Hal ini secara alamiah mencakup pulau Pedra Branca/Batu Puteh, yang tetap

menjadi bagian kedaulatan dari apa yang selanjutnya tetap disebut “Kesultanan Johor”

setelah pembagian kesultanan Johor yang lama.

C. Perjanjian “Crawfrud” tahun 1824

Mahkamah mempertimbangkan relevansi sengketa atas “perjanjian Crawfurd” di mana

Sultan dan Temenggong Johor menyerahkan pulau Singapura kepada East India Company.

Mahkamah menyatakan bahwa perjanjian tak bisa dijadikan dasar penetapan klaim Inggris

sebelumnya dan melanjutkan kedaulatan dari kesultanan Johor di semua pulau lain di dalam

dan di sekitar selat Singapura”, termasuk Pedra Branca/pulau Batu Puteh, sebagaimana

Malaysia klaim. Mahkamah bagaimanapun mencatat bahwa penemuan ini tidak A contrario

secara signifikan bahwa pulau-pulau di selat Singapura jatuh di luar lingkup pasal II dari

perjanjian ini adalah merupakan Terra Nullius dan tak bisa menjadi subjek perampasan

melalui “okupasi sah”. Poin terakhir hanya bisa diputuskan dalam konteks apakah akibat

hukum dari pembagian atas kesultanan Johor lama atas pulau-pulau dalam wilayah selat

Singapura, secara khusus berdasarkan perjanjian anglo-dutch dan berdasrkan relevansi

hukum, Vel Non atas surat yang disebut “Donasi” pada tahun 1825 yang dikirim dari

sultan Abdul Rahman dari Riau-Lingga kepada saudaranya sultan Husein dari Johor.

Page 8: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

D. Surat “donasi” tahun 1925

Mahkamah menguji apakah surat “donasi” dari sultan Abdul Rahman kepada

saudaranya Husein memiliki akibat hukum dalam hal mentransver hak kepemilikan wilayah

yang termaktub dalam surat donasi tersebut. Mahkamah mencatat bahwa surat yang disebut

surat donasi dari sultan Abdul Rahman kepada saudaranya hanya mengkonfirmasi

persetujuan pembagian mereka pada perjanjian Anglo-Dutch tahun 1824 dan karenannya

tak memiliki akibat hukum.

3. Status Hukum Pedra Branca / Batu Puteh Setelah 1840

Mahkamah mencatat bahwa dalam rangka untuk menentukan apakah Malaysia telah

mempertahankan kedaulatan atas Pedra Branca/Batu Puteh setelah 1844 atau apakah

kedaulatan beralih pada Singapura, dibutuhkan fakta yang relevan—yang terdiri (sebagian

besar) atas tindakan para pihak selama periode tersebut—dengan mengacu pada prinsip dan

aturan hukum internasional.

A. Proses Seleksi Tempat Pembangunan Mercusuar Horsburgh

Pada tahun 1836 pedagang dan pelaut menyatakan keinginan untuk membangun satu

atau lebih mercusuar untuk mengenang James Horsburgh, seorang hidrografer untuk

Perusahaan Hindia Timur. Pada November 1836 Pedra Branca/Batu Puteh diidentifikasikan

sebagai lokasi yang sesuai. Dalam sebuah surat yang dikirim kepada pemerintah Singapura

tertanggal 1 maret 1842 Pedra Branca/Batu Puteh adalah satu-satunya lokasi yang

disebutkan secara spesifik. Mahkamah mencatat dalam komunikasi formal pertama, Privat

commercial tertarik dan mengatakan bahwa pemerintah Inggris akan menerima proposal

dan menyediakan dana lebih lanjut.

Dalam korespondesi selanjutnya antara pemohon dan pemerintah Inggris, beberapa

lokasi alternative mulai dipertimbangkan. Pada oktober 1844, pulau Peak rock

diidentifikasikan sebagai tempat yang paling dipertimbangkan. Pada akhir November

W.J.Butterworth, yang pernah menjadi pimpinan Strait Settlements tahun 1843, menerima

balasan surat yang yang ia tulis kepada Sultan dan temenggong dari Johor. Meskipun telah

berusaha dicari oleh Malaysia dan Singapura tetapi surat asli gubernur tersebut tak pernah

diketemukan. Namun para pihak telah memberi salinan surat balasan tersebut yang telah

Page 9: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

dialih bahasakan untuk Mahkamah. Surat tersebut tertanggal 25 november 1844, yang

berisi Sultan dan Temenggong menyetujui pembangunan mercusuar di selat Singapura,

tanpa menyebutkan lokasi jelasnya.

Mahkamah kemudian mengkaji persetujuan dari Sultan dan temenggong Johor. Apakah

persetujuan tersebut berarti kesultanan Johor telah member kedaulatan atas bagian tertentu

dari wilayah yang dipilih oleh Inggris untuk kepentingan pembangunan dan operasi

mercusuar untuk tujuan yang telah dinyatakan. Atau apakah pemberian ijin hanya untuk

pembangunan dan operasi mercusuar. Sayangnya Mahkamah kemudian menyatakan surat

tersebut tidak konkulsif, tak bisa ditarik kesimpulan.

Mengingat tidak adanya persetujuan tertulis yang berkaitan dengan modalitas dari

pemeliharaan mercusuar dan pulau di mana ia akan dibangun, Mahkamah menganggap

bahwa hal tersebut tidak dalam posisi untuk menyelesaikan masalah tentang isi perjanjian

yang mungkin dicapai pada November 1844.

B. Pembangunan dan Pengawasan mercusuar Horsburgh

Mahkamah mencatat bahwa rencana pembangunan dan realisasinya ada di tangan

surveyor pemerintah Singapura, John Thompson, yang ditetapkan sebagai arsitek dari

proyek oleh gubernur Butterworth. Pada desember 1849 surveyor pemerintah mulai

mengatur konstruksi. Pada 24 mei 1850 peletakan batu pertama telah dilakukan. Mahkamah

mencatat fakta bahwa tak ada wewenang Johor pada saat upacara. Bahkan Tak ada indikasi

bahwa mereka diundang oleh gubernur untuk hadir . Hal ini memberikan kesan bahwa

wewenang inggris dan Singapura tidak perlu mempertimbangakan pemberitahuan kepada

Johor atas aktivitas mereka di pedra branca atau batu puteh. Temenggong dari Johor

mengunjungi pembangunan hanya sekali, Sembilan hari selepas peletakan batu pertama,

disertai 30 pengikutnya.

Setelah menggambarkan mode;litas pembangunan dan pengawasan mercusuar,

Mahkamah mencatat bahwa tak dapat ditarik sebuah kesimpulan terkait kedaulatan.

Malahan hal ini dipandang sebagai kegiatan yang memperjelas masalah atas pandangan

yang berkembang terhadap wewenang di Johor dan di Singapura mengenai kedaulatan atas

Pedra Branca/Batu Puteh.

Page 10: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

C. Tindakan Para Pihak tahun 1852 sampai 1952

Mahkamah mempertimbangkan System Straight Light dan terkait legislasi Inggris dan

Singapura. Mahkamah mencatat bahwa sebagai masalah hukum, sebuah mercusuar bisa

dibangun di dalam wilayah sebuah negara dan dikelola oleh negara lain---dengan terikat

pada negara pertama. Sebuah elemen sentral dalam argument Malaysia adalah bahwa

karena mercusuar Horsburgh dibangun di atas sebuah pulau di mana Johor adalah pihak

yang berkuasa atas semua tindakan dari pemerintah inggris dan, berikut pula, pemerintah

Singapura, jadi hal tersebut hanyalah tindakan terkait serangkaian pengerjaan mercusuar.

Secara bertentangan Singapura mengatakan bahwa beberapa tindakan bukan hanya tindakan

dalam rangka operasi mercusuar tetapi dalam keseluruhan atau bagian tindakan adalah

merupakan tindakan a titre de souverain. Singapura mengacu pada undang-undang yang

berlaku dengan sendirinya dan merupakan cikal bakal kepemilikan, yang mengatur dana

pembiayaan dan operasi mercusuar, sepanjang pengawasan dibawah beberapa lembaga

pemerintahan, dan mengatur aktivitas orang-orang yang menetap, mengunjungi dan bekerja

di Pedra Branca/Batu Puteh. Dalam pandangan Mahkamah, bagaimanapun ketentuan yang

dilibatkan oleh Singapura tidak menunjukkan kedaulatan inggris atas wilayah yang mereka

gunakan, karena mereka menggunakan secara bersamaan terhadap mercusuar yang tak

dapat disangkal berada di wilayah Johor dan Pedra Branca/Batu Puteh tentunya dan

terlebih lagi tidak menunjukkan secara jelas tentang kedaulatan.

Beralih ke beberapa perkembangan konstitusional yang melibatkan Malaysia, termasuk

Straits settlemen tahun 1927 dan Johor Territrial waters Agreemnt, Mahkamah

mempertimbangkan bahwa mereka tidak membantu menyelesaikan masalah kedaulatan atas

pedra branca. Mahkamah mengamati bahwa tujuan dari persetujuan adalah untuk

“mengembalikan” kepada Johor daerah-daerah tertentu yang telah diserahkan oleh Johor

kepada East India Company tahun 1824 dan semuanya berada dalam jarak 10 mil dari

pulau utama Singapura. Mereka tak bisa memasukkan pedra branca, karena pulau tersebut

tidak ada dalam lingkup yang disebutkan dalam persetujuan.

Dengan memperhatikan pernyataan Malaysia bahwa Temenggong melanjutkan

pengawasan perikanan di wilayah sekitar Pedra Branca/Batu Puteh setelah pembangunan

mercusuar, sebagai mana setunjukkan dengan pertukaran korespondensi antara Johor dan

pemerintah Inggis di Singapura tahun 1861, Mahkamah mengamati bahwa surat mengacu

pada kegiatan yang terjadi dalam rentang 20 mil dari pulau Singapura. Karenanya tak bisa

Page 11: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

disimpulkan fakta bahwa pemerintah Singapura tidak dalam konteks yang menunjuk pada

yurisdiksi atas Pedra Branca/Batu Puteh.

D. Korespondensi tahun 1953

Mahkamah mencatat bahwa pada 12 juni 1953, sekretaris colonial Singapura menulis

surat kepada penasehat Inggris kepada sultan Johor, bahwa dia telah secara langsung

meminta informasi tentang batu kirakira 40 mil dari Singapura yang dikenal sebagai Pedra

Branca/Batu Puteh” dalam konteks “determinasi atas batas-batas perairan wilayah koloni”.

E. Tindakan Para Pihak setelah Tahun 1953

Kedua pihak berpendapat bahwa patroli angkatan laut dan latihan di sekitar Pedra

Branca/Batu Puteh sejak pembentukan angkatan laut masing-masing menunjukkan hak

kedaulatan mereka atas pulau Pedra Branca/Batu Puteh. Mahkamah tidak melihat aktivitas

dari kedua pihak ini ini sebagai sesuatu yang penting. Mahkamah melihat kapal angkatan

laut yang beroperasi di mercusuar Singapura sering melewati area dekat Pedra Branca/Batu

Puteh hanya karena kedekatan geografis.

Adapun klaim Singapura bahwa penegakan bendera Inggris dan Singapura di mercusuar

Horgsburgh dari sejak pengawasan mercusuar sampai saat ini adalah juga tidak

menunjukkan kedaulatan, Mahkamah menyatakan bahwa pengibaran bendera bukanlah cara

manifestasi kedaulatan yang dikenal.

Selanjutnya Mahkamah melihat pada instalasi statsiun Relay oleh angkatan laut

Singapura Mei 1977, untuk sebuah stasiun penyiaran militer di Pedra Branca/Batu Puteh.

Singapura berpendapat bahwa instalasi tersebut dilakukan secara terbuka. Malaysia

menegaskan bahwa instalasi tersebut dilakukan secara rahasia dan baru diketahui pihak

Malaysia melalui Memorial Singapura. Mahkamah tidak dapat menentukan sisi mana yang

benar apakah Malaysia mengetahu atau tidak tentang instalasi tersebut. Tetapi tindakan

tersebut menunjukkan sisi inkonsistensi Singapura dalam hal mengakui keterbatasan atas

kebebasannya bertindak.

Adapun rencana untuk mengklaim kembali wilayah sekitar Pedra Branca/Batu Puteh,

yang telah dipertimbangkan dalam berbagai kesempatan pada tahun 1970 dengan

wewenang pelabuhan Singapura, saat itu reklamasi belum diproses dengan dan beberapa

Page 12: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

dokumen tidak umum, iklan tender adalah sesuatu yang umum dan menarik perhatian.

Lebih lanjut tindakan pengusulan, seperti periklanan adalah manifestasi kedaulatan yang

nyata.

Pada tahun 1968 pemerintah Malaysia dan Continental oil company dari Malaysia

menandatangani sebuah persetujuan pemberian kuasa exsplorasi minyak tanah di seluruh

area selat continental lepas pantai timur Malaysia barat. Mengingat batasan territorial dan

kualifikasi dalam konsesi dan tidak ada kaitannya dengan Pedra Branca/Batu Puteh maka

Mahkamah tidak memperhitungkan konsesi ini.

Melalui perundang-undangan tahun 1969 Malaysia memperluas wilayah perairannya

dari 3 sampai 12 mil laut. Malaysia berpendapat bahwa undang-undang perluasan wilayah

perairan Malaysia tersebut mencakupkan pulau Pedra Branca/Batu Puteh. Mahkamah

mencatat bagaimanapun apa yang dimaksud perundang-undangan sebuah negara

identifikasi area penerapannya (dengan logika umum) hanya berlaku di “wilayah

Malaysia”.

Malaysia memunculkan beberapa persetujuan wilayah untuk mendukung klaimnya atas

kedaulatan Pedra Branca/Batu Puteh yakni : Continental Shelf Agreement antara Indonesia

Malaysia tahun 1969, The Territorial Sea Agreement tahun 1970 dan Territorial Sea

Agreement tahun 1973 antara Indonesia dan Singapura. Mahkamah tidak

mempertimbangkan persetujuan-persetujuan tersebut bisa mendukung posisi Malaysia

dalam hal klaim kedaulatan atas pedra branca/pulau batu puteh, karena persetujuan tersebut

tidak mencakup pedra branca/batu puteh. Mahkamah juga tidak melihat ada signifikansi

tujuan dari proses kooperasi di selat malaka dan Singapura yang diadopsi oleh Indonesia ,

Malaysia dan Singapura pada tahun 1971 yang diadakan oleh Singapura.

Akhirnya, Mahkamah beralih pada peta resmi yang berjumlah hampir seratus yang

diajukan oleh para pihak. Malaysia menekankan bahwa semua peta sebelum diadaknnya

peradilan hanya satu yang dipublikasikan pemerintah Singapura yang mencakupkan Pedra

Branca/Batu Puteh dalam wilayah mereka. Peta tersebut dipublikasikan sampai tahun 1995.

Mahkamah mengingatkan bahwa Singapura memang tidak, sampai tahun 1995,

mempublikasikan peta yang mencakup Pedra Branca/Batu Puteh dalam teritorinya.

Page 13: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

OBJEK SENGKETA : MIDDLE ROCK

Argument para pihak

Mahkamah mencatat argumen Singapura bahwa kedaulatan middle rock dan south

ledge mengikuti kedaulatan atas pedra branca/pulau batu puteh. Karenanya, menurut

Singapura, siapapun yang mendapatkan kedaulatan atas batu puteh akan juga mendapatkan

kedaulatan atas Middle Rocks dan South of Ledge, yang, diklaim adalah kesatuan dari

Pedra Branca./Batu puteh dan dibentuk dari kesatuan kelompok fitur maritim yang sama.

Malaysia di sisi lain berpendapat bahwa tiga fitur bukan merupakan satu kelompok yang

bisa diidentifikasikan secara historis atau geomorfologi,dan ditambahkan bahwa ketiga

pulau ini selalu dikenal sebagai fitur yang berada di dalam jurisdiksi Johor/Malaysia.

OBJEK SENGKETA : SOUTH LEDGE

Mahkamah mencatat bahwa rupanya south ledge jatuh dalam wilayah perairan yang

tumpang tindih oleh tanah daratan Malaysia. Oleh pedra branca/batu puteh dan middle

rocks. Mahkamah mengingatkan bahwa dalam persetujuan khusus dan di pengajuan

terakhir, telah secara spesifik diminta oleh para pihak untuk memutuskan kedaulatan

masing-masing fitur maritime ini secara terpisah. Pada saat yang sama Mahkamah mengkaji

bahwa tidak dimandatkan oleh para pihak untuk menarik batas atas delimitasi terkait

wilayah perairan Malaysia dan Singapura dalam masalah ini.

Dalam keadaan ini, Mahkamah menyimpulkan bahwa kedaulatan atas south ledge,

sebagai sebuah elevasi gelombang rendah, menjadi milik negara dengan wilayah

perairannya merupakan tempat dimana south ledge berada.

b. Permasalahan Yang Dipertimbangkan

Dari semua bahan yang diajukan oleh para pihak, ada beberapa yang mengandung

permasalahan signifikan terkait dengan sengketa kedaulatan atas Pedra Branca. Permasalahan ini

dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam mengambil keputusan. Brikut permasalahan tersebut :

A. Mahkamah menyimpulkan dari awal bahwa domain wilayah kesultanan Johor mencakup

pada prinsipnya semua pulau termasuk pulau-pulau kecil dalam selat Singapura, termasuk

Pedra Branca/Batu Puteh. Mahkamah menemukan bahwa kepemilikan pulau ini oleh

Page 14: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

kesultanan tak pernah diprotes oleh kekuasaan lain dalam wilayah dan dan semua keadaan

telah diamati semua pihak puas dengan kondisi dari “kedaulatan yang berlangsung secara

terus-menerus dan damai”. Mahkamah karenanya berpendapat bahwa kesultanan Johor

memiliki hak kepemilikan asli dari Pedra Branca/Batu Puteh.

B. Mahkamah menyimpulkan bahwa klaim Malaysia benar, pada saat Inggris memulai

persiapan pembangunan mercusuar di Pedra Branca/Batu Puteh tahun 1844, pulau ini ada di

bawah kedaulatan Sultan Johor.

C. Klaim Singapura bahwa penegakan bendera Inggris dan Singapura di mercusuar

Horgsburgh dari sejak pengawasan mercusuar sampai saat ini adalah juga jelas tidak

menunjukkan kedaulatan, Mahkamah menyatakan bahwa pengibaran bendera bukanlah cara

manifestasi kedaulatan yang dikenal. Tetapi Mahkaman memberi catatan kritis bahwa

meskipun pengibaran bendera tidak bukan cara yang dikenal dalam mpenguasaan efektif

namun pada faktanya Malaysia tidak protes atas pengibaran bendera tersebut di mercusuar

Horsburgh, dan tampaknya hal ini memberatkan posisi Malaysia. Tindakan diam ini

dianggap persetujuan.

D. Mahkamah mempertimbangkan pernyataan Singapura bahwa mereka dan pendahulunya

telah menerapkan wewenang kedaulatan atas Pedra Branca/Batu Puteh dengan menyelidiki

kecelakaan kapal di perairan wilayah pulau. Disimpulkan bahwa tindakan ini memberi

dukungan signifikan terhadap posisi Singapura, Mahkamah juga mengingatkan kembali

bahwa hal ini terjadi pada juni 2003, setelah persetetujuan Khusus menyerahkan sengketa

kepada Mahkamah telah resmi berlaku, bahwa Malaysia memprotes dan tidak menyetujui

kategori tindakan Singapura tersebut

E. Mahkamah mengamati bahwa, iklan tender adalah sesuatu yang penting dan menarik

perhatian. Karena ini adalah masalah publikasi di ruang umum. Lebih lanjut tindakan

pengusulan, seperti periklanan (yang seharusnya diprotes Malaysia tapi pada kenyataannya

tidak) merupakan manifestasi kedaulatan yang bahkan lebih dari pada tindakan

pemeliharaan dan operasi mercusuar. Hal ini tentunya mendukung posisi Singapura.

F. Setelah menguji argumen atas penggunaan Singapura terhadap pengawasan kunjungan

ekslusif ke Pedra Branca/Batu Puteh, termasuk Malayasia, pengadiloan menyatakan bahwa

banyak kunjungan dari orang-orang Singapura terkait pemeliharaan dan operasi mercusuar

dan bukan sesuatu yang penting dalam kasus ini. Bagaimanapun Mahkamah menemukan

bahwa tindakan Singapura dengan memperhatikan pemberian ijin atau tidak pada pejabat

Page 15: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

Malaysia dalam konteks mengamati perairan sekitaran pulau pada tahun 1978 harus

dipandang sebagai tindakan A Titre De Souverain dan memberi dukungan signifikan pada

klaim Singapura atas kedaulatan Pedra Branca/Batu Puteh.

G. Bahwa kekagalan bertindak/merespon dalam pandangan Mahkamah lebih memberatkan

posisi Malaysia ketimbang persetujuan Mahkamah terhadap peta yang diterbitkan Malaya

dan Malaysia. Mahkamah menyimpulkan bahwa peta tersebut cenderung untuk

mengkonfirmasi bahwa Malaysia menganggap Pedra Branca/Pulau Batu Puteh jatuh di

bawah kedaulatan Singapura.

H. Mahkamah pertama mengamati bahwa isu status hukum Middle Rocks harus dinilai dalam konteks

penalaran pada pokok dalam kasus tersebut. Mengingat bahwa Mahkamah telah mencapai

kesimpulan bahwa kedaulatan atas Pedra Branca / Pulau Batu Puteh jatuh pada Singapura dengan

perimbangan keadaan khusus yang meliputi kasus ini. Namun keadaan ini jelas tidak berlaku ke

fitur maritim lainnya di sekitar Pedra Branca Batu / Pulau Puteh, yaitu Middle Rocks dan Ledge

Selatan. Tak satu pun dari tindakan para Pihak disebutkan pada bagian sebelumnya dari dari

peradilan. Karena itu Mahkamah menemukan bahwa kepemilikan asli dari middle rocks seharusnya

tetap ada pada Malaysia sebagai pengganti sultan Johor.

I. Terkait south ledge, Mahkamah mencatat bahwa ada masalah khusus yang

dipertimbangkan, karena south Ledge menyajikan fitur geografis khusus yaitu elevasi

gelombang rendah. Mahkamah mengingatkan pasal 13 UNCLOS dan mempertimbangkan

yurisprudensi sebelumnya, argument para pihak, sebaik bukti yang ditampilkan sebelumnya

C. Dasar Hukum Pertimbangan

Mahkamah memutuskan bahwa kedaulatan atas Pulau Pedra Branca/Batu Puteh menjadi milik

Singapura meskipun Mahkamah mengakui bahwa kepemilikan asli pulau tersebut sesuai dengan fakta

historis merupakan milik Malaysia sebagai penerus kesultanan Johor. Pada intinya telah terjadi

perpindahan kedaulatan atas pulau Pedra Branca/Batu Puteh dikarenakan tindakan para pihak dan

pendahulunya. Dasar hukum yang dipakai oleh Mahkamah dalam memutuskan sengketa ini adalah

pendekatan prinsip-prinsip dalam hukum internasional tentang perolehan wilayah.

Mahkamah mencatat bahwa setiap pengambilan alih kedaulatan bisa melalui jalan persetujuan

antara dua negara yang bersangkutan. Seperti misalnya persetujuan dalam bentuk perjanjian atau

bahkan Persetujuan diam-diam dan tersirat dalam tindakan para pihak. Memang hukum internasional

tidak menentukan bentuk khusus tetapi lebih menekanan pada maksud/tujuan para pihak.

Page 16: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

Kedaulatan atas wilayah bisa beralih karena kegagalan sebuah negara (yang memiliki

kedaulatan atas wilayah) dalam merespon tindakan A Titre De Souverain negara lain. A Titre De

Souverain Singapura dan pendahulunya terhadap Pulau Pedra Branca/Batu Puteh berlangsung tanpa

protes dari Malaysia dan pendahulunya. Termasuk saat Singapura melakukan kegiatan publikasi

seperti periklanan, Malaysia tidak menunjukkan respon setuju ataupun menolak. Dalam hukum

internasional tindakan diam juga diartikan sebagai persetujuan (the silence is speak) dan bisa

memperkuat tindakan A Titre De Souverain. Ini adalah dasar hukum signifikan yang mendukung

keputusan Mahkamah.

Beralih pada Middle Rock. Dasar hukum yang digunakan Mahkamah dalam memutuskan status

Middle Rock masih dalam penalaran yang sama. Mahkamah menguji apakah ada tindakan A Titre De

Souverain Singapura di Middle Rock yang tidak diprotes Malaysia. Namun dari awal persidangan

Mahkamah mencermati tak ada satupun tindakan dari para pihak yang menunjukkan hal tersebut.

Bahkan malah tak membahas Middle Rock sama sekali melainkan hanya bertitik pusat pada satu objek

yakni Pedra Branca/Batu Puteh. Maka dengan ini Mahkamah menegaskan bahwa Middle Rock tidak

mengalami peralihan kedaulatan. Statusnya tetap sama seperti status kepemilikan aslinya.

Fitur maritime lainnya yang menjadi objek sengketa adalah South Ledge. Namun dalam

konteks South Ledge, Mahkamah memberlakukan catatan khusus. Mahkamah menyatakan, Singapura

dan Malaysia tidak memandatkan pengadilan PBB untuk menetapkan garis teritorial laut yang

memisahkan kedua negara, karena South Ledge hanya bisa dilihat ketika pasang rendah. Oleh sebab itu

Mahkamah hanya memutuskan bahwa status kepemilikan South Ledge ,sebagai sebuah elevasi

gelombang rendah, menjadi milik negara dengan wilayah perairannya merupakan tempat dimana South

Ledge berada.

VII. RINGKASAN ISI KEPUTUSAN

Mahkamah memutuskan sebagai berikut :

(1) Dengan 12 suara melawan 4 suara,

Memutuskan bahwa kedaulatan atas Pedra Branca / Pulau Batu Puteh milik Republik Singapura;

Yang Memihak: Wakil Presiden, Pejabat Presiden, Al-Khasawneh; Hakim Ranjeva, Shi, Koroma, Buergenthal, Owada, Tomka, Keith, Sepúlveda-Amor, Bennouna, Skotnikov; Hakim ad hoc Sreenivasa Rao;

Melawan: Hakim Parra-Aranguren, Simma, Abraham; Hakim ad hoc Dugard;

Page 17: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

(2) Dengan 15 suara melawan 1 suara,

Memutuskan bahwa kedaulatan atas Middle Rocks adalah milik Malaysia;

Yang Memihak: Wakil Presiden, Pejabat Presiden, Al-Khasawneh; Hakim Ranjeva, Shi, Koroma, Parra-Aranguren, Buergenthal, Owada, Simma, Tomka, Abraham, Keith, Sepúlveda-Amor, Bennouna, Skotnikov; Hakim ad hoc Dugard;

Melawan: Hakim ad hoc Sreenivasa Rao;

(3) Dengan l15 suara melawan 1 suara,

Memutuskan bahwa kedaulatan atas Ledge Selatan milik Negara di wilayah perairan yang bersangkutan.

Yang Memihak: Wakil Presiden, Pejabat Presiden, Al-Khasawneh; Hakim Ranjeva, Shi, Koroma, Buergenthal, Owada, Simma, Tomka, Abraham, Keith, Sepúlveda-Amor, Bennouna, Skotnikov; Hakim ad hoc Dugard, Sreenivasa Rao;Melawan: Hakim Parra-Aranguren.

VIII. LEGAL OPINION

a. Analisis Hubungan Peristiwa yang Diajukan dan Perumusan Masalah

Yang dimaksud dengan peristiwa hukum adalah serangkaian peristiwa yang terjadi dan memilki

akibat hukum. Serangkaian peristiwa yang diajukan para pihak kepada Mahkamah internasional terkait

sengketa Singapura dan Malaysia dalam hal kedaulatan atas Pedra Branca/Batu Puteh memiliki akibat

hukum. Persitiwa hukum ini nantinya oleh Mahkamah akan digunakan untuk merumuskan masalah

yang ada untuk kemudian menetapkan sebuah keputusan yang mengikat kedua belah pihak. Oleh sebab

itu, keterkaitan antara persitiwa hukum dengan analisis masalah mutlak adanya. Dalam kasus sengketa

ini, peristiwa hukumnya sudah jelas terkait dengan analisis masalah yang didentifikasi oleh

Mahkamah. Peristiwa hukum adalah tempat Mahkamah mencari rumusan masalah serta penyelesaian

dari sengketa.

Seperti diketahui bahwa para pihak yakni Singapura dan Malaysia mengajukan sengketa wilayah

kedaulatan. Spesifiknya meminta Mahkamah menetapkan kedaulatan atas 3 fitur maritime yakni Pulau

Pedra Branca/Batu Puteh, Middle Rock, dan South Ledge. Mahkamah kemudian mencermati peristiwa

hukum yang ada di dalam Memorial dan Counter Memorial para pihak. Peristiwa hukum yang cukup

signifikan dalam sengketa ini adalah pembangunan Mercusuar Horsburgh di pulau Pedra Branca/Batu

Puteh oleh pihak Singapura (dengan ijin kesultanan Johor pada saat itu). Menurut saya ini adalah titik

peristiwa yang menjadi cikal bakal tindakan A titre de souvrein dari Singapura terhadap kedaulatan

Page 18: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

atas Pedra Branca/Batu puteh. Setelah mercusuar Horsburgh rampung, Singapura masih melanjutkan

tindakan tindakan efektif di pulau tersebut tanpa mendapat protes dari Malaysia sebagai pemegang hak

kepemilikan asli.

Kemudian masalah pun mulai muncul saat Malaysia menerbitkan sebuah peta berjudul “Territorial

Waters and Continental Shelf Boundaries of Malaysia” (selanjutnya disebut “peta 1979”). Peta

menggambarkan pulau Pedra Branca/Batu Puteh berada di dalam wilayah perairan Malaysia..

Mengingat kurangnya kemajuan dalam negosiasi bilateral, akhirnya Para Pihak setuju untuk

menyerahkan sengketa untuk diselesaikan oleh Mahkamah Internasional. Mahkamah kemudian

mengidentifikasi konteks sengketa ini adalah wilayah kedaulatan dengan perumusan masalah : “Pada

kedaulatan negara manakah Pulau Pedra Branca/Batu Puteh, Middle Rock, dan South Ledge berada?

Perumusan masalah ini sangat terkait dengan peristiwa hukum yang telah dipaparkan sebelumnya.

Karena bila dicermati, peristiwa hukum mulai dari pendirian kesultanan Johor sampai pada penguasaan

efektif Singapura terhadap pulau Pedra Branca/Batu Puteh, telah menyiratkan peralihan kedaulatan

dengan cara yang dikenal dalam prinsip hukum internasional.

b. Pendekatan MI Dalam Mengkaji Masalah

Dalam kasus ini, Mahkamah Internasional memakai berbagai pendekatan dalam mengkaji masalah.

Pendekatan yang pertama adalah pendekatan historis. Mahkamah mencermati mulai dari sejarah

pendirian kesultanan Johor. Riwayat kepemilikan wilayah kesultanan Johor. Riwayat perijinan

pendirian mercusuar Horsburgh. Sampai kemudian tindakan para pihak terhadap Pedra Branca/Batu

Puteh. Pendekatan ini dipakai mahkamah untuk mengidentifikasi masalah yang muncul.

Dalam kasus ini, Mahkamah juga Rupanya memakai pendekatan yurisprudensi/preseden. Dimana

Mahkamah mempertimbangkan putusan pengadilan dalam kasus lainnya dalam tataran yang sama

yakni kasus sengketa kedaulatan wilayah. Kasus tersebut adalah Legal Status of Eastern Greenland.

Mahkamah mengadopsi sebagian catatan pengadilan dalam sengketa Legal Status of Eastern

Greenland. Mahkamah mengidentifikasikan persamaan dalam hal klaim saingan. Kepemilikan

kesultanan Johor atas Pedra Branca/Batu Puteh pada faktanya tidak mendapat protes dari pihak

manapun, oleh sebab kepemilikannya secara sah ada di kesultanan Johor.

Page 19: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

c. Keputusan Mi

Keputusan Mahkamah yang memberikan hak kedaulatan Pedra Branca/Batu Puteh kepada

Singapura adalah sebuah keputusan yang tepat berdasarkan prinsip hukum internasional. Tindakan

Singapura ini dikenal sebagai Preskripsi. Unsur penting dalam preskripsi adalah bahwa wilayah

tersebut bukan terra nullius. Pengadilan menemukan bahwa Pedra Branca/Batu Puteh bukanlah

wilayah terra nullius. Pulau ini kepemilikan awalnya ada di Malaysia. Namun dengan gagalnya

Malaysia dan pendahulunya merespon tindakan pencaplokan Singapura yang berlangsung secara

damai dan terus-menerus menyebabkan beralihnya kedaulatan dari Malaysia ke Singapura. Penulis kira

putusan dan dasar hukum yang digunakan oleh Mahkamah sudah tepat.

Sedangkan untuk objek sengketa lainnya seperti Middle Rock dan South Ledge, Mahkamah

memberikan catatan yang berbeda. Middle Rock diputuskan tetap berada di bawah kepemilikan

aslinya, yakni Malaysia. Karena setelah meneliti fakta yang ada, Mahkamah tak melihat adanya

unsure-unsur yang bisa amembuat kedaulatan atas Middle Rock beralih ke dalam kepemilikan

Singpaura. Singapura berargumen bahwa Middle Rock merupakan satu kesatuan dengan pulau Pedra

Branca/Batu Puteh, oleh sebab itu siapapun yang berhak atas Pedra Branca/Batu Puteh secara otomatis

juga memperoleh kepemilikan atas Middle Rock. Malaysia berpendapat sebaliknya, Middle Rock

bukanlah satu kesatuan dengan Pedra Branca/Batu Puteh. Mahkamah tampaknya lebih cenderung

mempertimbankan argument Malaysia dan memutuskan bahwa Middle Rock tetap di bawah

kedaulatan Malaysia. Pada titik ini ada yang beranggapan bahwa keputusan ini semacam win-win

solution, namun penulis melihat bahwa putusan ini telah sesuai dengan prinsip hukum internasional.

Untuk South Ledge, Mahkamah memutuskan bahwa bebatuan tersebut menjadi kepemilikan oleh

negara dimana wilayah perairannya mencakup letak South Ledge. Banyak yang menganggap

Mahkamah telah membuka alur sengketa baru. Namun menurut hemat Mahkamah, South ledge

memang tak bisa disamakan dengan dua fitur maritime lainnya. Bagaimanapun south Ledge berbeda.

South Ledge semacam karang fiktif. Wujudnya baru terlihat saat terjadi elevasi gelombang rendah.

IX. KESIMPULAN

Dalam hukum internasional dikenal beberapa cara dalam hal perolehan wilayah. Seperti

Okupasi (pendudukan), Aneksasi (penaklukan), Preskripsi atau perolehan dengan cara menduduki

sebuah wilayah dalam jangka waktu tertentu secara terus menerus dengan sepengetahuan dan tanpa

keberatan dari pemiliknya, Cessi atau penyerahan secara damai, dan Akresi yakni perolehan wilayah

Page 20: Sengeta Pedra Branca malaysia VS Singapura

karena faktor alam. Khusus dalam kasus ini bisa dilihat bahwa perolehan wilayah oleh Singapura

dengan cara Preskripsi.

Mahkamah memutuskan bahwa kedaulatan atas Pedra Branca/Batu Puteh telah beralih pada

Singapura sejak tahun 1980. Dasar pertimlah pertimbangan dari Mahkamah adalah pada faktanya,

Malaysia yang memiliki Hak kepemilikan awal pada Pulau tersebut tidak menunjukkan keberatannya

bahkan bersikap diam terhadap serangkaian tindakan Singapura di Pedra Branca/Batu Puteh dalam

kurung waktu yang cukup lama dan terus menerus bahkan sampai kasus ini diajukan Mahkamah

Internasional. Adapun Middle Rock tetap pada kepemilikan Malaysia karena tidak ditemukan adanya

celah fitur maritime tersebut untuk beralih kepemilikannya. Sedangkan South Ledge ditetapkan akan

menjadi milik negara yang wilayah perairannya mencakup letak South Ledge di dalamnya.

Catatan kritis dari sengketa ini adalah bahwa sebuah tindakan diam bukan berati tidak memiliki

implikasi apa-apa. Terkait dengan preskripsi, diam diartikan sebagai persetujuan. Mengenai keputusan

Mahkamah, penulis merasa bahwa keputusan yang diambil adalah memang murni sesuai dengan

pertimbangan dan dasar hukum internasional. Penulis tidak sependapat dengan selentingan yang

mengatakan bahwa putusan Pedra Branca/Batu Puteh adalah milik Singapura dan Middle Rock tetap

milik Malaysia, merupakan putusan yang ditempuh mahkamah sebagai jalan win-win solution. Putusan

Middle Rock tetap berada di bawah kedaulatan Malaysia bukanlah sekedar pengobat hati karena

Mahkamah memberikan kedaulatan atas Pedra Branca/Batu Puteh kepada Singapura. Penulis

mencermati bahwa memang pada faktanya tak ada tindakan preskripsi atas Middle Rock.