Semnagat Is

23
A. Pengertian Hukum Islam (syari’ah) Makna syari’ah adalah jalan ke sumber (mata) air, dahulu (di arab) orang mempergunakan kata syari;ah untuk sebutan jalan setapak menuju ke sumber (mata) air yang diperlukan manusia untuk minum dan membersihkan diri.[1] Kata syari’ah ini juga berarti jalan yang lurus, jalan yang lempang tidak berkelok-kelok,juga berarti jalan raya. Kemudian penggunaan kata syari’ah ini bermakna peraturan, adapt kebiasaan, undang-undang dan hukum. Syariah islam berarti segala peraturan agama yang di tetapkan Allah untuk ummat islam, baik dari Al-Qur’an maupun dari sunnah Rasulullah saw. yang berupa perkataan,perbuatan ataupun takrir (penetapan atau pengakuan). Pengertian tersebut meliputi ushuluddin (pokok-pokok agama), yang menerangkan tentang keyakinan kepada allah berserta sifat-sifatnya, hari akhirat dan sebagainya, yang semuanya dalam pembahasan ilmu tauhid atau ilmu kalam. Ia juga mencakup kegiatan-kegiatan manusia yang mengarah kepada pendidikan jiwa dan keluarga serta masyarakat. Demikian pula tentang jalan yang akan membawanya kepada kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Ini semuanya termasuk dalam pembahasan ilmu akhlak. Menurut pengertian-pengertian tersebut, syariah itu meliputi hokum- hukum Allah bagi seluruh perbuatan manusia, tentang halal,haram makruh,sunnah dan mubah pengertian inilah yang kita kenal ilmu fiqih, yang sinonim dengan istilah “undang-undang”. Para pakar hukum islam selalu berusaha memberikan batasan pengertian “Syariah” yang lebih tegas, untuk memudahkan kita mebedakan dengan fiqih,yang dia antaranya sebagai berikut: 1. Imam Abu Ishak As-syatibi dalam bukunya Al-Muwafaqat ushulil ahkam mengatakan : Artinya “ bahwasannya arti syariat itu sesungguhnya menetapkan batas tegas bagi orang-orang mukallaf dalam segala perbuatan,perkataan dan akidah mereka. 2. Syikh Muhammad Ali ath-thawi dalam bukunya kassyful istilahil funun mengatakan : Artinya “Syariah yang telah diisyaratkan Allah untuk para hambanya, dari hokum-hukum yang telah dibawa oleh seseorang nabi dan para nabi Allah as. Baik yang berkaitan dengan cara pelaksanaanya, dan disebut

description

adas

Transcript of Semnagat Is

Page 1: Semnagat Is

A. Pengertian Hukum Islam (syari’ah)

Makna syari’ah adalah jalan ke sumber (mata) air, dahulu (di arab) orang mempergunakan kata syari;ah untuk sebutan jalan setapak menuju ke sumber (mata) air yang diperlukan manusia untuk minum dan membersihkan diri.[1]

Kata syari’ah ini juga berarti jalan yang lurus, jalan yang lempang tidak berkelok-kelok,juga berarti jalan raya. Kemudian penggunaan kata syari’ah ini bermakna peraturan, adapt kebiasaan, undang-undang dan hukum.

Syariah islam berarti segala peraturan agama yang di tetapkan Allah untuk ummat islam, baik dari Al-Qur’an maupun dari sunnah Rasulullah saw. yang berupa perkataan,perbuatan ataupun takrir (penetapan atau pengakuan).

Pengertian tersebut meliputi ushuluddin (pokok-pokok agama), yang menerangkan tentang keyakinan kepada allah berserta sifat-sifatnya, hari akhirat dan sebagainya, yang semuanya dalam pembahasan ilmu tauhid atau ilmu kalam. Ia juga mencakup kegiatan-kegiatan manusia yang mengarah kepada pendidikan jiwa dan keluarga serta masyarakat. Demikian pula tentang jalan yang akan membawanya kepada kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Ini semuanya termasuk dalam pembahasan ilmu akhlak.

Menurut pengertian-pengertian tersebut, syariah itu meliputi hokum-hukum Allah bagi seluruh perbuatan manusia, tentang halal,haram makruh,sunnah dan mubah pengertian inilah yang kita kenal ilmu fiqih, yang sinonim dengan istilah “undang-undang”.

Para pakar hukum islam selalu berusaha memberikan batasan pengertian “Syariah” yang lebih tegas, untuk memudahkan kita mebedakan dengan fiqih,yang dia antaranya sebagai berikut:

1. Imam Abu Ishak As-syatibi dalam bukunya Al-Muwafaqat ushulil ahkam mengatakan :

Artinya “ bahwasannya arti syariat itu sesungguhnya menetapkan batas tegas bagi orang-orang mukallaf dalam segala perbuatan,perkataan dan akidah mereka.

2. Syikh Muhammad Ali ath-thawi dalam bukunya kassyful istilahil funun mengatakan :

Artinya “Syariah yang telah diisyaratkan Allah untuk para hambanya, dari hokum-hukum yang telah dibawa oleh seseorang nabi dan para nabi Allah as. Baik yang berkaitan dengan cara pelaksanaanya, dan disebut dengan far’iyah amaliyah, lalu dihimpun oleh ilmu kalam dan syari’ah ini dapat disebut juga pokok akidah dan dapat disebut juga dengan diin(agama) dan millah.

Definisi tersebut menegaskan bahwa syariah itu muradif(sinonim) dengan diin dan milah(agama). Berbeda dengan ilmu fiqih, karena ia hanya membahas tentang amaliyah hukum(ibadah), sedangkan bidang akidah dan hal-hal yang berhubungan dengan alam ghaib dibahas oleh ilmu kalam atau ilmu tauhid.

3. Prof.DR. Mahmud Salthut mengatakan bahwa :

“sayariah ialah segala peraturan yang telah diisyaratkan allah,atau ia telah mensyariatkan dasar-dasarnya, agar manusia melaksanakannya, untuk dirinya sendiri dalam berkomunikasi dengan tuhannya dengan sesama muslim dengan sesama manusia denga alam semesta dan berkomunikasi dengan kehidupan.”

[1] Ali, Mohammad Daud: hukum islam. Jakarta: rajawali press, 1998.,hal 235.

Page 2: Semnagat Is

2.1 Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam

Sebelum membahas lebih jauh tentang al-qur’an sebagai sumber hukum islam, mari kita kaji terlebih dahulu pengertian dari al-Qur’an itu sendiri. Al-Qur’an adalah firman Allah s.w.t. yang di turunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. secara berangsur-angsur melalui malaikat Jibril, sebagai mukjizat dan pedoman hidup bagi umatnya dan membacanya adalah ibadah. Al-Qur’an ini turun pada sekitar tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahiran nabi Muhammad s.a.w.

Telah kita ketahui bahwa Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam dan merupakan pedoman hidup yang abadi. Dikatakan abadi karena kemurniannya sejak diturunkan sampai di akhir zaman senantiasa terpelihara. Allah s.w.t. menjamin pasti kemurnian al-Qur’an, seperti dalam firmannya yang berarti “Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya kami benar-benar menjaganya”(QS. Al-Hijr, 15:9).

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup yang pertama dan utama bagi umat islam. Pada masa rasulullah s.a.w. setiap persoalan solusinya selalu di kembalikan kepada al-Qur’an. Rasulullah sendiri dalam perilakunya sehari-hari selalu mengacu pada al-Qur’an. Oleh karena itu kita sebagai seorang muslim kita harus menggunakan al-Qur’an sebagai pedoman hidup.

Sepeti dalam firman-Nya yang berarti “Hai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah s.w.t. dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya).” (QS. Al-Anfal,8:20). Ayat tersebut mengandung dua perintah yang pertama adalah perintah untuk taat kepada allah, taat berarti kita harus menjalankan smua perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangannya. Dan perintah-perintah Allah itu ada dalam al-Qur’an, jadi kalau kita taat kepada Allah kita harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang ada dalam al-Qur’an. Perintah yang kedua adalah taat kepada Rasulullah, artinya kita harus taat kepada sunnah dan hadits-haditsnya. Baik perintah maupun larangannya.

Fungsi dari al-Qur’an itu sendiri ada 4 yaitu petunjuk, penjelas, pembeda dan obat. Petunjuk artinya al-Qur’an merupakan suatu aturan yang harus diikuti, layaknya sebuah papan jalan yang di temple pada jalan-jalan. Seseorang yang tidak mengetahui jalan, jika ia mengabaikan petujuk jalan itu dan dan berjalan tidak sesuai dengan petunjuknya sudah pastilah orang tersebut akan tersesat. Sama seperti orang hidup di dunia ini, jika ia mengabaikan petunjuk dari Allah maka pastilah jalannya akan tersesat.

Fungsi yang kedua adalah penjelas artinya di dalam al-Qur’an sudah dijelaskan tentang segala sesuatu yang ditanyakan oleh manusia. Dalam fungsinya al-Qur’an harus dijadikan rujukan dari semua peraturan yang dibuat oleh manusia, jadi manusia tidak boleh membuat aturan sendiri tanpa ada dasar-dasarnya dari al-Qur’an.

Al-Qur’an sebagai pembededa, maksudnya sebagai pembeda antara yang benar dan salah. Kita bisa mengetahui suatu hal apakah itu benar atau salah dari al-Qur’an. Selain itu juga pembeda antar muslim dan luar muslim, antar nilai yang diyakini benar oleh orang mukmin dan nilai yang dipegang oleh orang-orang kufur.

Selanjutnya fungsi al-Qur’an sebagai obat. Ibarat resep dari seorang dokter, pasien sering sulit untuk membacanya bahkan memahaminya. Tetapi seorang pasien percaya bahwa resep tersebut tidak mungkin salah karena dokter diyakini tidak mungkin berbohong. Sama seperti halnya dengan al-qur’an, al-qur’an adalah resep yang diberikan oleh Allah dan sudah pasti resep tersebut tidak mungkin salah karena Allah maha besar. Dengan demikian tidak menjadi masalah apabila ada beberapa ayat dalam al-Qur’an yang belum kita mengerti maksud dan tujuannya, maka jalankan

Page 3: Semnagat Is

sajalah. Sebab kalau harus menunggu kita memahami semua maksudnya bisa-bisa waktu kita di dunia ini habis terlebih dahulu sebelum kita menjalankan semua perintah-perintah-Nya.

Selain itu, obat yang diberikan oleh dokter tidak semuanya manis kadang ada yang pahit dan manis. Tetapi dokter berpesan agar meminum obat tersebut dengan teratur dan sampai habis, sebab kalau ridak teratur dan habis penyakitnya tidak sembuh. Begitupula dengan al-Qur’an adalah obat, tidak semua perintah dalam al-Qur’an sesuai dengan keinginan dan kemauan manusia, tetapi Allah menghendaki kita untuk mengamalkan semua firmannya tanpa terkecuali. Tidak ada pemilihan dan pemilahan ayat-ayat tertentu untuk diamalkan sedangkan yang lain dibirkan.

2.2 Al-sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam

Dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti segala perkataan, perbuatan dan keizinan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi para ulama Ushul Fiqh, membatasi pengertian hadits hanya pada ”ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum”, sedangkan bila mencakup, pula perbuatan dan taqrir yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai dengan ”Sunnah”. Tidak semua perbuatan Nabi Muhammad merupakan sumber hukum yang harus diikuti oleh umatnya, seperti perbuatan dan perkataannya pada masa sebelum kerasulannya.

Seperti yang kita ketahui, bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum primer/utama dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali Al-Qur’an membicarakanya, Al-Qur’an membicarakan secara global saja, atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai tabyin atau penjelas dari Al-Qur’an atau bahkan menjadi sumber hukum sekunder/kedua_setelah Al-Qur’an.

2.2.1 Dasar Alasan Sunnah Sebagai Sumber Hukum

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Di dalam Al-Quran dijelaskan antara lain sebagai berikut:

1. Setiap Mu’min harus taat kepada Allah dan kepada Rasulullah. (Al-Anfal: 20, Muhammad: 33, an-Nisa: 59, Ali ‘Imran: 32, al- Mujadalah: 13, an-Nur: 54, al-Maidah: 92).

2. Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapatkan siksa. (Al-Anfal: 13, Al-Mujadilah: 5, An-Nisa: 115).

3. Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang yang beriman. (An-Nisa: 65).

Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadits karena selain memang di perintahkan oleh Al-Qur’an, juga untuk memudahkan dalam menentukan (menghukumi) suatu perkara yang tidak dibicarakan secara rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al Qur’an sebagai sumber hukum utama.

2.2.2 Hubungan Al-hadits/As-sunnah Dengan Al-Qur’an

Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka As-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi As-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :

1. Bayan Tafsir: yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku

Page 4: Semnagat Is

shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush-shalah” (Kerjakan shalat).

2. Bayan Taudhih: yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah: 34, yang artinya sebagai berikut : “Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”.

2.2.3 Dapatkah As-sunnah Berdiri Sendiri Dalam Menentukan Hukum

Dalam pembicaraan hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur’an telah disinggung tentang bayan tasyri’, yaitu hadits adakalanya menentukan suatu peraturan/hukum atas suatu persoalan yang tidak disinggung sama sekali oleh Al-Qur’an. Walaupun demikian para Ulama telah berselisih paham terhadap hal ini. Kelompok yang menyetujui mendasarkan pendapatnya pada ‘ishmah (keterpeliharaan Nabi dari dosa dan kesalahan, khususnya dalam bidang syariat) apalagi sekian banyak ayat yang menunjukkan adanya wewenang kemandirian Nabi saw. untuk ditaati. Kelompok yang menolaknya berpendapat bahwa sumber hukum hanya Allah, Inn al-hukm illa lillah, sehingga Rasul pun harus merujuk kepada Allah SWT (dalam hal ini Al-Quran), ketika hendak menetapkan hukum.

Kalau persoalannya hanya terbatas seperti apa yang dikemukakan di atas, maka jalan keluarnya mungkin tidak terlalu sulit, apabila fungsi Al-Sunnah terhadap Al-Quran didefinisikan sebagai bayan murad Allah (penjelasan tentang maksud Allah) sehingga apakah ia merupakan penjelasan penguat, atau rinci, pembatas dan bahkan maupun tambahan, kesemuanya bersumber dari Allah SWT.

Sebenarnya dengan kedudukan Nabi sebagai Rasul pun sudah cukup menjadi jaminan (sesuai dengan fungsinya sebagai tasyri’) adalah harus menjadi pedoman bagi umatnya, dan seterusnya. Tetapi mereka yang keberatan, beralasan antara lain: Bahwa fungsi Sunnah itu tidak lepas dari tabyin atas apa yang dinyatakan Al-Qur’an sebagaimana penegasan Allah:

“keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka” (An-Nahl: 44)

Maka apa saja yang diungkap Sunnah sudah ada penjelasannya dalam Al-Qur’an meski secara umum sekalipun. Sebab Al-Qur’an sendiri menegaskan “Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab ini” (Al-An’am : 38). Sebenarnya kedua pendapat itu tidak mempunyai perbedaan yang pokok. Walaupun titik tolak berpikirnya berbeda, tetapi kesimpulannya adalah sama. Yang diperdebatkan keduanya adalah soal adanya hadits yang berdiri sendiri. Apakah betul-betul ada atau hanya karena menganggap Al-Qur’an tidak membahasnya, padahal sebenarnya membahas.

Seperti dalam soal haramnya kawin karena sesusuan, menurut pihak pertama adalah karena ditetapkan oleh Sunnah yang berdiri sendiri, tetapi ketetapan itu adalah sebagai tabyin/tafsir daripada ayat Al-Qur’an yang membahasnya secara umum dan tidak jelas. Mereka sama-sama mengakui tentang adanya sesuatu tersebut tetapi mereka berbeda pendapat tentang apakah Al-Qur’an pernah menyinggungnya atau tidak (hanya ditetapkan oleh Sunnah saja)

Dalam kasus-kasus persoalan lain sebenarnya masih banyak hal-hal yang ditetapkan oleh Sunnah saja, yang barangkali sangat sulit untuk kita cari ayat Al-Qur’an yang membahasnya, walaupun secara umum dan global. Oleh karena itulah kita cenderung untuk berpendapat sama dengan pihak yang pertama

Page 5: Semnagat Is

2.2.4 Perbuatan Nabi Muhammad SAW Berfungsi Sebagai Sumber Hukum

Pada dasarnya seorang Nabi punya peran sebagai panutan bagi umatnya. Sehingga umatnya wajib menjadikan diri seorang Nabi sebagai suri tauladan dalam hidupnya. Namun perlu juga diketahui bahwa tidak semua perbuatan Nabi menjadi ajaran yang wajib untuk diikuti. Memang betul bahwa para prinsipnya perbuatan Nabi itu harus dijadikan tuntunan dan panutan dalam kehidupan. Akan tetapi kalau kita sudah sampai detail masalah, ternyata tetap ada yang menjadi wilayah khushushiyah beliau. Ada beberapa amal yang boleh dikerjakan oleh Nabi tetapi haram bagi umatnya. Di sisi lain ada amal yang wajib bagi Nabi tapi bagi umatnya hanya menjadi Sunnah. Lalu ada juga yang haram dikerjakan oleh Nabi tetapi justru boleh bagi umatnya. Hal ini bisa kita telaah lebih lanjut dalam beberapa uraian berikut ini:

1. Boleh bagi Nabi, haram bagi umatnya. Ada beberapa perbuatan hanya boleh dikerjakan oleh Rasulullah SAW, sebagai sebuah pengecualian. Namun bagi kita sebagai umatnya justru haram hukumnya bila dikerjakan. Contohnya antara lain:

a. Puasa wishal adalah puasa yang tidak berbuka saat Maghrib, hingga puasa itu bersambung terus sampai esok harinya. Nabi Muhammad SAW berpuasa wishal dan hukumnya boleh bagi beliau, sementara umatnya justru haram bila melakukannya.

b. Boleh beristri lebih dari empat wanita. Contoh lainnya adalah masalah kebolehan poligami lebih dari 4 isteri dalam waktu yang bersamaan. Kebolehan ini hanya berlaku bagi Rasulullah SAW seorang, sedangkan umatnya justru diharamkan bila melakukannya.

2. Yang wajib bagi Nabi, Sunnah bagi ummatnya. Sedangkan dari sisi kewajiban, ada beberapa amal yang hukumnya wajib dikerjakan oleh Rasulullah SAW, namun hukumnya hanya Sunnah bagi umatnya.

a. Shalat Dhuha’: Shalat dhuha’ yang hukumnya Sunnah bagi kita, namun bagi Nabi hukumnya wajib.

b. Qiyamullail: Demikian juga dengan shalat malam (qiyamullaih) dan dua rakaat fajar. Hukumnya Sunnah bagi kita tapi wajib bagi Rasulullah SAW

c. Bersiwak: Selain itu juga ada kewajiban bagi beliau untuk bersiwak, padahal bagi umatnya hukumnya hanya Sunnah saja.

d. Bermusyawarah: Hukumnya wajib bagi Nabi SAW namun Sunnah bagi umatnya

e. Menyembelih kurban (udhhiyah): Hukumnya wajib bagi Nabi SAW namun Sunnah bagi umatnya.

3. Yang haram bagi Nabi tapi boleh bagi ummatnya

a. Menerima harta zakat, Semiskin apapun seorang Nabi, namun beliau diharamkan menerima harta zakat. Demikian juga hal yang sama berlaku bagi keluarga beliau (ahlul bait).

b. Makan makanan yang berbau: Segala jenis makanan yang berbau kurang sedang hukumnya haram bagi beliau, seperti bawang dan sejenisnya. Hal itu karena menyebabkan tidak mau datangnya malakat kepadanya untuk membawa wahyu. Sedangkan bagi umatnya, hukumnya halal, setidaknya hukumnya makruh. Maka jengkol, petai dan makanan sejenisnya, masih halal dan tidak berdosa bila dimakan oleh umat Muhammad SAW.

Page 6: Semnagat Is

c. Haram menikahi wanita ahlulkitab: Karena isteri Nabi berarti umahat muslim, ibunda orang-orang muslim. Kalau isteri Nabi beragam nasrani atau yahudi, maka bagaimana mungkin bisa terjadi. Sedangkan bagi umatnya dihalalkan menikahi wanita ahli kitab, sebagaimana telah dihalalkan oleh Allah SWT di dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 3.

Selain hal-hal yang diuraikan di atas, perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad sebelum kerasulan bukan merupakan sumber hukum dan tidak wajib diikuti. Walaupun oleh sejarah dicatat bahwa perbuatan dan perkataan Nabi selalu terpuji dan benar, sehingga beliau mendapatkan gelar Al-Amin. Akan tetapi kehiupannya waktu itu bisa dijadikan sebagai suatu contoh yang sangat baik bagi kehidupan setiap setiap muslim. Sebagaimana bolehnya kita mengambil contoh atas perbuatan-perbuatan yang baik walaupun dari orang luar Islam sekalipun.

Semua contoh di atas merupakan hasil istimbath hukum para ulama dengan cara memeriksa semua dalil baik yang ada di dalam Al-Quran maupun yang ada di dalam Sunnah Nabi SAW. Tidak semua perbuatan Nabi Muhammad merupakan sumber hukum yang harus diikuti oleh umatnya, seperti perbuatan dan perkataannya pada masa sebelum kerasulannya

2.3 Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Islam

Menurut istilah, ijtihad berarti penggunaan rasion atau akal semaksimal mungkin guna menemukan sesuatu ketetapan hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara tegas dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.

2.3.1 Kedudukan Ijtihad :

Ijtihad menduduki posisi yang ketiga dalam hukum Islam setelah al-Qur’an dan al-Sunnah. Dalam ijtihad ini timbullah sumber hukum lainnya yaitu ijma’(consensus ulama), qiyas(analogi berdasarkan sebab atau illat masalah), urf(adat kebiasaan setempat), maslahah mursalah(kepentingan umum), dan istihsan.Ijtihad dilakukan oleh para imam, para kepala pemerintahan, para hakim, dan oleh para panglima perang untuk menemukan solusi dari permasalahan yang berkembang di kalangan mereka berdasarkan bidang mereka masing-masing.

2.3.2 Lapangan Ijtihad :

Sesuai dengan namanya, ijtihad berarti mencari sesuatu yang tidak secara eksplisit didapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, berarti mengartikan, menafsirkan, dan mengambil kesimpulan dari kedua sumber tersebut, maka ijtihad terikat oleh ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

• Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Karena urusan ibadah mahdhah telah diatur oleh al-Qur’an dan al-Hadist secara jelas dan terperinci.

• Hasil ketetapan ijtihad sifatnya kondisional dan situasional, mungkin berlaku bagi seseorang tetapi tidak berlaku bagi oranng lain. Juga berlakunya kadangkala hanya untuk satu masa atau tempat tertentu saja.

• Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.

• Ketetapan ijtihad tidak melahirkan keputusan yang absolute, tetapi sifatnya relative.

• Dalam proses berijtihad harus mempertimbangkan berbagai aspek, diantaranya aspek lingkungan, aspek manfaat dan madharat atau akibat, aspek motivasi dan nilai-nilai yang menjadi ciri khas ajaran Islam.

Page 7: Semnagat Is

• Ijtihad mencakup bidang mu’amalah (ihwal ekonomi), jinayat (kriminalitas), siasat (politik), ahwal syakhshiyyah (ihwal kekeluargaan), dan da’wah (misson), kedokteran, sains dan teknologi dan sebagainya.

2.3.3 Syarat-syarat ijtihad :

Seseorang yang ingin mendudukkan dirinya sebagai mujtahid harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya :

• Memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan masalah hokum, dengan pengertian ia mampu membahas ayat-ayatuntuk menggali hukum.

• Memiliki pengetahuan yang luas tentang hadist-hadist yang berhubungan dengan masalah hukum.

• Menguasai seluruh masalah yang hukumnya telah ditunjukkan oleh ijma’ agar ia berijtihad tidak bertentangan dengan ijma’.

• Mengetahui secara mendalam tentang masalah qiyas dan dapat mempergunakannya untuk menggali hukum.

• Menguasai bahasa arab secara mendalam. Sebab al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber asasi hukum Islam tersusun dalam bahasa arab yang sangat tinggi gaya bahasanya.

• Mengetahui secara mendalam tentang nasikh-mansukh.

• Mengetahui tentang latar belakang turunnya ayat-ayat al-Qur’an dan hadist.

2.3.4 Peranan Ijtihad dalam Perkembangan Masyarakat Islam :

Ijtihad memiliki peranan penting dalam pembinaan hukum Islam; diantaranya :

1. Agar hukum Islam dapat ditetapkan secara fleksibel sehingga tidak kaku.

2. Agar dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman

3. Dapat memudahkan penerapan ajaran Islam menurut situasi dan kondisi yang ada

4. Dapat mengembangkan intelektualitas umat Islam sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

5. Dapat meningkatkan dinamika masyarakat Islam yang heterogen, namun senantiasa hidup toleran dengan ukhuwah Islamiyah.

2.4 Qiyas Sebagai Sumber Hukum Islam

Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al Qur’an dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Ada juga membuat definisi lain, qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum. Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula. Umpamanya hukum meminum khamar , nash hukumnya telah dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah Swt: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Qs.5:90) Haramnya meminum

Page 8: Semnagat Is

khamr yang berdasar illat hukumnya adalah memabukkan. Maka setiap minuman yang memabukkan sama saja dengan khamar dalam hukumnya, maka minuman tersebut adalah haram hukumnya untuk dikonsumsi.

Berhubung qiyas merupakan aktivitas akal, maka beberapa ulama berselisih faham dengan ulama jumhur. Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok:

1. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal yang tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an, hadits, pendapat sahabat maupun ijma ulama.

2. Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan qiyas. Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat nash dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nash termasuk menyingkap alasan- alasannya guna menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan illat . Sebaliknya, mereka menetapkan hukum hanya dari teks nash semata.

3. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal karena persamaan illat . Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al Qur’an dan hadits.

Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’i. Diantara ayat Al Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah: “Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, bahwa benteng- benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang- orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.” (Qs.59:2)

Dari ayat di atas bahwasanya Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk ‘mengambil pelajaran’ . Kata I’tibar di sini berarti melewati, melampaui, memindahkan sesuatu kepada yang lainnya. Demikian pula arti qiyas yaitu melampaui suatu hukum dari pokok kepada cabang maka menjadi (hukum) yang diperintahkan.

Hal yang diperintahkan ini mesti diamalkan. Karena dua kata tadi ‘i’tibar dan qiyas’ memiliki pengertian melewati dan melampaui. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs.4:59) Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan ‘kembali kepada Allah dan Rasul’ (dalam masalah khilafiyah), tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda- tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.

Hal ini dapat diperoleh dengan mencari illat hukum, yang dinamakan qiyas. Sementara diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasarkan pada hadits Muadz ibn Jabal, yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw, diantaranya ijtihad yang mencakup di dalamnya qiyas, karena qiyas merupakan salah satu macam ijtihad. Sedangkan dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya para shahabat Nabi Saw sering kali mengungkapkan kata

Page 9: Semnagat Is

‘qiyas’. Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di samping itu, perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah dan wajib diamalkan. Umpamanya, bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang ‘kalâlah’ kemudian ia berkata: “Saya katakan (pengertian) ‘kalâlah’ dengan pendapat saya, jika (pendapat saya) benar maka dari Allah, jika salah maka dari syetan. Yang dimaksud dengan ‘kalâlah’ adalah tidak memiliki seorang bapak maupun anak”. Pendapat ini disebut dengan qiyas. Karena arti kalâlah sebenarnya pinggiran di jalan, kemudian (dianalogikan) tidak memiliki bapak dan anak.

Dalil yang keempat adalah dalil rasional. Pertama , bahwasanya Allah Swt mensyariatkan hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan yang dimaksud dalam menciptakan hukum. Kedua, bahwa nash baik Al Qur’an maupun hadits jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia lainnya tidak terbatas dan tidak pernah selesai. Mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum agama. Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara’ yang tetap berjalan dengan munculnya permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas menyingkap hukum syara’ dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai dengan syariat dan maslahah .

Qiyas memiliki empat rukun, yaitu:

1. Asal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya. Disebut dengan al-maqis alaihi.

2. Fara’ (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya, disebut pula al-maqîs .

3. Hukmu al-asal , yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam nash dalam hukum asalnya. Yang kemudian menjadi ketetapan hukum untuk fara’ .

4. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas yang dibangun atasnya.

2.5 Ijma’ Sebagai Sumber Hukum Islam

2.5.1 Definisi Ijma’

Secara Etimologi (Bahasa) Ijma’ berasal dari kata “ajma’a”,“yujmi’u”,“ijma'an” dengan isim maf’ul mujma yang memiliki dua makna :

1. Ijma' secara etimologi bisa bermakna tekad yang kuat

�م� �اء�ك ك ر� �م� و�ش� ك م�ر�� ج�م�ع�وا أ

� ف�أ

“…Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinsakanku)…” (QS. Yunus : 71)

2. Ijma’ secara etimologi juga memiliki makna sepakat

�م�ا �وا ف�ل �ه� ذ�ه�ب �ج�م�ع�وا ب �ن� و�أ �وه� أ �ج�ع�ل �ة� ف�ي ي �اب �ج�ب% غ�ي ال

“Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur” (QS. Yusuf : 15)

Adapun definisi secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan makna Ijma’ menurut arti istilah. Ini dikarenakan perbedaan mereka dalam meletakkan kaidah dan syarat Ijma’. Namun definisi Ijma’ yang paling mendekati kebenaran adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad

Page 10: Semnagat Is

(mujtahid) dari kalangan umat Muhammad setelah wafatnya beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam pada masa tertentu akan suatu perkara agama.

2.5.2 Hakikat Ijma’

Seperti yang ditegaskan oleh Syakhul-Islam Ibnu Tamiyah, Ijma’ ialah kesepakatan para ulama kaum muslimin atas hukum tertentu. Bila Ijma’ telah diputuskan secara permanen atas suatu hukum, maka tidak boleh bagi siapapun keluar dari keputusan Ijma’ tersebut, karena mustahil umat islam sepakat dalam kesesatan. Tetapi boleh jadi, banyak masalah yang diklaim berdasarkan Ijma’ ternyata tidak demikian, bahkan pendapat lain lebih kuat dari Al-Qur’an dan As-sunnah. [Majmu’ Fatâwâ, Ibnu Taimiyyah]

Ijma’ merupakan dasar agama yang sah dan menjadi sumber hukum ketiga agama Islam setelah Al-Qur’an dan Sunnah. Tidak terdapat ketetapan Ijma’ yang menentang kebenaran, kecuali tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Maka suatu keutamaan bagi para ulama ahli ijtihad untuk berijma’ berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.

Ibnu Hazm rahimahumullah berkata, “Tidak ada ijma’ kecuali berdasarkan nash agama, baik berasal dari ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maupun dari perbuatan atau perilaku beliau.” [Al-Ihkam fî Ushulil-Ahkam, Ibnu Hazm]

2.5.3 Peran Ijma’ dalam Penetapan Hukum

Sebagian besar ulama berpandangan, ijma’ memiliki bobot yang sangat kuat dalam menetapkan hukum-hukum yang bersifat ijtihadiyah setelah Al-Qur’an dan Sunnah, karena ijma’ berdasarkan dalil syar’i baik secara eksplisit maupun secara implisit. Bahkan sebagian besar ulama berpandangan, ijma’ wajib diaplikasikan.

Tidak sedikit pula yang menolak ijma’ seperti kalangan Syi’ah dan Khawarij. Namun, itu tidak usah dihiraukan, karena para ulama Islam telah sepakat menjadikan Ijma’ sebagai salah satu pegangan selain Al-Qur’an dan Sunnah. Hal itu didasarkan pada :

1) Ijma’ menurut Al-Qur’an

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai…” [QS. Ali Imran : 103]

“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [QS. An-Nisa: 115]

2) Ijma’ menurut As-Sunnah

Dari 'Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tetaplah bersama jamaah dan waspadalah terhadap perpecahan. Sesungguhnya setan bersama satu orang, namun dengan dua orang lebih jauh. Dan barang siapa yang menginginkan surga paling tengah maka hendaklah bersama jamaah.” [Shahih, HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya]

Page 11: Semnagat Is

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: "Jika jamaah mereka berpencar di setiap negara dan tidak ada yang mampu menyatukan badan mereka, mereka tetap bisa membuahkan Ijma'. Namun sebaliknya, walaupun badan mereka berkumpul dalam satu tempat, akan tetapi bercampur dengan berbagai kalangan, baik dari kaum muslimin, kaum kuffar, orang-orang yang bertakwa maupun para penjahat, maka tidak mempunyai arti apa-apa dan tidak mungkin membuahkan Ijma'. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan mengikuti jamaah mereka dalam menetapkan perkara halal dan haram serta ketaatan. Barang siapa yang berpendapat sama dengan pendapat jamaah kaum muslimin maka ia telah berada di atas jamaah mereka. Dan barang siapa yang menyelisihi pendapat jamaah mereka maka ia telah menyelisihi jamaah kaum muslimin". [Ar-Risalah, Imam Asy-Syafi’i]

Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa Ijma’ bisa dikatakan sebagai salah satu landsan hukum islam selain Al-Qur’an dan Sunnah. Namun isi dari Ijma’ itu tersendiri harus didasari pada dalil-dalil syar’i, karena hakekatnya sebaik-baiknya pedoman kita di akhir zaman seperti ini adalah Al-Qur’an dan Sunnah.

3.2 DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Zakky.2007.”Menjadi Cendikiawan Muslim”. Jakarta: PT Magenta Bhakti Guna

http://almanhaj.or.id/content/2944/slash/0

www.media.isnet.org

Page 12: Semnagat Is

Prinsip hukum islam

1.Menyedikitkan Beban

Nabi melarang para sahabat memperbanyak pertanyaan tentang hukum yang belum ada yang nanti nya akan memberatkan merika sendiri , Nabi SAW. Justru menganjurkan agar merika memetik dari kaidah-kaidah umum. Kita ingat bahwa ayat-ayat al-Qur’an tentang hukum yang sedikit . Yang sedikit tersebut justru memberikan lapangan yang luas bagi manusia untuk berijtihad , Dengan demikian hukum Islam tidak lah kaku,keras,dan berat bagi ummat manusia.

Dugaan-dugaan atau sangka-sangkaan tidak boleh dijadikan dasar penetapan hukum

Allah berfirman:

(ه�ا ي� *أ �ذين� ي /لوا ال ءام�نوا ال �سـ �شياء� ع�ن ت �ن أ �بد� إ �م ت �ك �م ل ؤك �س� �ن ت /لوا و�إ �سـ ل� حين� ع�نها ت �ز� �ن �بد� الق�رءان� ي �م ت �ك ل

�ه� ع�ف�ا �ه� ع�نها الل ١٠١﴿ ح�ليم= غ�فور= و�الل ﴾

Hay orang-orang beriman yang beriman :janganlah kamu bertanya-tanyatentang suatu yang di terangkan kepadamu akan menyusahkanmu .tetapi kalau kamu tanyakan (tentang ayat-ayat itu)pada waktu turun nya ,akan di terangkan kepadamu ; Allah memanfaatkan kamu dan Allah Maha pengampun lagi penyabar’’.(Lihat surah 5:101).

Allah SWT.berfirman:

�ريد� �ه� ي �م� الل �ك �سر� ب �ريد� و�ال الي �م� ي �ك الع�سر� ب

Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.(Qs.2:185)

�ريد� �ه� ي �ن الل �خ�ف%ف� أ �م ي �نس*ن� و�خ�ل�ق� ع�نك ٢٨﴿ ض�عيفGا اإل ﴾

Allah hendak meringankan (kebertan)dari kamu,kerena manusiadi ciptakan lemah.(Lihat surah 4:28).

2. Diciptakan Secara Bertahap ( تدريجيا )

Tiap-tiap masyarakat tentu mempunyai adat kebiasaan atau tradisi tersebut merupakan tradisi yang baik maupun tradisi yang membahayakan merika sendiri. Bangsa arab,ketika Islam datang ,mempunyai tradisi dan kesenangan sukar di hilangkan dalam sekejasaja. Apabila di hilangkan sekaligus ,akan menyebabkan timbul nya konplik ,kesulitan dan ketegangan batin.

Dalam sosiologi ibnu Khaldun di nyatakan bahwa” suatu masyakat (Tradisonal atau tingkat inteliktualnya masih rendah) akan menetapkan apabila ada sesuatu yang baru atau sesuatu yang datang kemudian dalam kehidupannya , lebih baik apabila sesuatu yang baru tersebut bertentangan

Page 13: Semnagat Is

dengan tradisi yang ada “. Masyarakat akan senantiasa memberikan respon apabila timbul sesuatu di tengah-tengah mereka.

Hukum islam mengharamkan minuman keras dengan berangsur-angsur (berivulusi).Mula-mula diturunkan firman Allah yang berbunyi:

�ك� /لون �سـ ر� الخ�مر� ع�ن� ي �ثم= فيه�ما ق�ل و�الم�يس� �بير= إ *ف�ع� ك Qاس� و�م�ن �لن �ثم�ه�ما ل �ر� و�إ كب� �فع�ه�ما م�ن أ �ك� ن /لون �سـ ماذا و�ي

�نف�قون� �ذ*ل�ك� الع�فو� ق�ل� ي %ن� ك �ي �ب �ه� ي �م� الل �ك *ت� ل �م الءاي �ك �ع�ل �رون� ل �ف�ك �ت ٢١٩﴿ ت ﴾

Merika bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.katakanlah:”Pada keduanya terdapat dosa yang besardan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.(Liat:Qs.al-Baqarah/2:219).

3.Memperhatikan kemaslahatan Manusia

Hubungan sesama manusia merupakan manifestasi dari hubungan dan pencipta.Jika baik hubungan dengan manusia lain,maka baik pula hubungan dengan penciptanya.Karena itu hukum islam sangat menekankan kemanusiaan.

Ayat-ayat yang berhubungan dengan penetapan hukum tidak pernah meningalkan masyakat sebagai bahan pertimbangan.

Dalam penetapan hukum senantiasa didasarkan pada tiga sendi pokok,yaitu:

1) . Hukum-hukum di tetapkan sesudah masyarakat membutuhkan hukum-hukum itu.

2). Hukum-hukum di tetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak untuk menetapkan hukum dan menundukan masyarakat ke bawah ketetapannya.

3). Hukum-hukum di tetapkan menurut kadar kebutuhan masyarakat.

Dalam Kaidah Ushul Fiqh dinyatakan :

وجوداوعدما علته مع يدور الحكم

Ada dan tidaknya hokum itu bergantung kepada sebab(illatnya).

األزمان بتغير تغيراالحكم الينكر

Tidak di ingkari adanya perubahan hukum di sebabkan oleh berubahnya masa.

Namun,disamping itu,terbentuknya hukum islam disamping di durung oleh kebutuhan-kebutuhan praktis,iya juga dicari dari kata hati untuk mengetahui yang dibulihkan dan yang di larang. Tujuan Syara’dalam menetapkan hukum di antaranya:

a). Memelihara kemaslahatan agama

b). Memelihara jiwa

Page 14: Semnagat Is

c). Memelihara akal

d). Memelihara keturunan

e). Memelihara benda dan kehurmatan

4. Mewujudkan Keadilan yang Merika

Menurut syari’at islam ,semua .Tidak ada kelebihan seorang manusia dari yang lain di hadapan hukum. Penguasa tidak terlindung oleh kekuasaannya ketika iya nerbuat kezaliman . Orang kaya dan orang berpangkat tidak terlindung oleh harta dan pangkat ketika yang bersangkutan dengan pengadilan . Dalam khutbah haji Wada’yang pengikutnyahampir seluruhnya orang berkebangsaan Arab Rasul bersabda : Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan orang ‘ajam “.Firman Allah menyatakam :

�م و�ال �ك �جر�م�ن Zان� ي �ـ ن ] ش� �الQ ع�لى* ق�وم �وا أ �عد�ل ب� ه�و� اعد�لوا ت �قر� �قوى* أ �لت ل

Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum ,mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah,kerna berlaku adil itu lebih dekat kepada taqwa.(Qs.al-Maidah/5:8)

Hukum Islam bertitik tolak dari prinsip akidah islamiyah yaitu tauhid yang melandasi semua kehidupan dalam Islam termasuk aspek hukumnya. Prinsip hukum Islam selain hal tersebut adalah:

5. Prinsip Hubungan dengan Allah swt

Hukum Islam mengacu pada hukuman yang seluas-luasnya tidak hanya hubungan antar manusia (hamba) dengan Tuhan, tetapi hubungan antara manusia dengan manusia.

6. Prinsip Khitbah kepada Allah swt

Dari prinsip ini, para ahli fikih senantiasa mendasarkan pada pikirannya atas kebenaran wahyu, kemudian mereka menetapkan bahwa pembuat hukum itu adalah Allah.

7. Prinsip Hubungan Akidah dengan Akhlak Karimah.

Prinsip ini berkaitan erat dengan kehormatan manusia, manusia mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam kehormatan itu, manusia paling mulia adalah yang paling bertakwa seperti dalam :

(ه�ا ي� *أ Qاس� ي Qا الن �ن �م إ *ك �قن ل �ر] م�ن خ� �نثى* ذ�ك �م و�أ *ك Gا و�ج�ع�لن عوب �ل� ش� فوا و�ق�بائ �عار� �ت �ن� ل �م إ م�ك �كر� �ه� ع�ند� أ �م الل *ك �تقى �ن� أ إ

�ه� ١٣﴿ خ�بير= ع�ليم= الل ﴾

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. QS. Al-Hujarat: 13

8. Prinsip Kebaikan dan Kesucian Jiwa

Prinsip ini merupakan nilai akhlak yang merupakan dasar lain dalam hubungan antara manusia (perseorangan atau golongan) prinsip inipun ditetapkan terhadap seluruh mahkluk Allah dimuka bumi yang tercermin dalam kasih sayang.

9. Prinsip Keselarasan

Page 15: Semnagat Is

Ini menunjukkan bahwa seluruh hukum Islam yang terinci dalam berbagai bidang hukum bertujuan meraih maslahat dan menolak keburukan. Kemaslahatan dan keburukan dunia dapat diketahui dengan jelas.

10. Prinsip Persamaan

Manusia adalah umat yang satu yang termaktub dalam beberapa ayat al-Quran seperti Qs. al-baqarah: 213, Qs. an-Nisa:1, Qs. al-A’raf:189, dan perbedaan itu sebenarnya merupakan sunatullah dalam kejadian manusia Qs. ar-Rum: 22.

11. Prinsip Penyerahan

Prinsip ini menunjukkan keadilan yang tertinggi, keadilan adalah hak semua manusia baik kawan maupun lawan. Orang baik atau jahat mendapat perlakuan yang adil dari hakim. Islam menganggap keadilan terhadap musuh lebih dekat kepada taqwa (Qs. an-Nahl:102, Qs. An-Nisa:135) semua rasul membawa tugas agar kehidupan manusia berjalan dengan adil (Qs. al-Hadiid: 25). Islam tidak membenarkan perlakuan sewenang-wenang terhadap si lemah.

12. Prinsip Toleransi

Toleransi atu tasamuh merupakan dasar pembinaan masyarakat dalam hukum Islam , tasamuh dalam Islam adalah toleransi yang bertitik tolak dari agamanya bukan tasamuh karena kebutuhan temporal.

13. Prinsip Kemerdekaan dan Kebebasan

Kemerdekaan dan kebebasan yang sesungguhnya dimulai dari pembebasan diri dari pengaruh hawa nafsu dan syahwat serta mengendalikannya di bawah bimbingan akal dan iman. Banyak hadits yang menyerukan pengendalian nafsu oleh akal sehat dan iman. Dengan demikian kebebasan bukanlah kebebasan mutlak melainkan kebebasan yang bertanggung jawab terhadap Allah dan terhadap kehidupan yang melihat dimuka bumi. Seperti alam Qs. al-Baqarah: 256, Qs. Yunus: 99, Qs. an-Naml: 60-64.18

14. Prinsip Ta’awun

Berdasarkan prinsip ta ’awun insani (kerjasama kemanusiaan) Allah memerintahkan kita membantu dan menolong di dalam kebijakan dan ketaqwaan serta melarangnya di dalam kejelekan (dosa) dan permusuhan (Qs. al-Rahman: 2).

Tujuan dan fungsi hukum islam

Tujuan hukum Islam, baik secara global maupun secara detail, mencegah kerusakan pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka: mengarahkan mereka kepada kebenaran, dan kebajikan, serta menerangkan jalan yang harus dilalui oleh manusia.

Oleh karena tujuan hukum adalah pencegahan, maka besarnya hukuman harus sedemikian rupa yang cukup mewujudkan tujuannya, dan dengan demikian maka terdapat prinsip keadilan dalam menjatuhkan hukuman. Dengan demikian, maka hukuman dapat berbeda-beda terutama hukuman ta’zir.

Page 16: Semnagat Is

Menurut definisi mutakalimin, agama ditujukan untuk kemaslahatan hamba di dunia dan di akhirat. Islam sebagai agama memiliki hukum yang fungsi utamanya terhadap kemaslahatan umat. Adapun fungsi adanya hukum Islam adalah sebagai berikut:

Fungsi Ibadah

Hukum Islam adalah aturan Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia dan kepatuhan merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.

Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena ia adalah bagian dari kalam Allah yang qadim. Namun dalam prakteknya hukum Islam tetap bersentuhan dengan masyarakat. Penetapan hukum tidak pernah mengubah atau memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Contoh: Riba dan khamr tidak diharamkan secara sekaligus tetapi secara bertahap oleh karena itu kita memahami fungsi kontrol sosial yang dilakukan lewat tahapan riba dan khamr.

Fungsi Zawajir

Fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan.

Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah

Fungsi tersebut adalah sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujudnya masyarakat harmonis, aman dan sejahtera.

Kontribusi Umat Islam

Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum di Indonesia nampak jelas setelah Indonesia merdeka. Sebagai hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, hukum Islamtelah menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum pada akhir-akhir ini semakin nampak jelas dengan diundangnya beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan denga hukum Islam, seperti misalnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan; Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan tanah Milik; Undang-undang Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama; Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam; dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.

Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia

Hukum Islam mulai nampak jelas setelah Indonesia merdeka. Maraknya kehidupan beragama Islam di Indonesia setelah tahun 1966 terutama dan perkembangan global kebangkitan umat Islam seluruh dunia. Selain dari itu perkembangan hukum Islam di Indonesia ditunjang pula oleh sikap pemerintah terhadap hukum agama (hukum Islam) yang dipergunakan sebagai sarana atau alat untuk memperlancar pelaksanaan kebijakan pemerintah, misalnya dalam program Keluarga berencana dan program-program lainnya.

Page 17: Semnagat Is

Sumber : http://garuda-bangsa.blogspot.com/2012/10/hukum-islam-di-indonesia-dan-kontribusi.html

http://www.referensimakalah.com/2013/04/tujuan-dan-fungsi-hukum-islam.html

http://wardahcheche.blogspot.com/2014/04/prinsip-prinsip-hukum-islam.html