A Pend is It Is

download A Pend is It Is

of 31

Transcript of A Pend is It Is

APENDISITISZukmianty Suaib, Vincentius Daniel, Ibrahim Labeda

A. PENDAHULUAN Apendisitis merupakan peradangan pada Appendix vermiformis sebagai penyebab abdomen akut yang paling sering dimana memerlukan tindakan bedah mayor segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, akan tetapi sebagian besar kasus ditemukan pada usia antara 20 sampai dengan 30 tahun dimana lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan.1.2 Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri.1 Sebagai faktor pencetus berupa penyumbatan pada lumen appendiks, berupa hiperplasia folikel limfoid, fekalith, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.3 Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus dan periumbilikus dimana nyeri tersebut akan beralih ke kuadran kanan bawah yang selanjutnya menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan berupa anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.3 Sekali diagnosis apendisitis dibuat, penderita disiapkan untuk menjalani pembedahan, dan apendiks dengan segera dibuang setiap saat, siang atau malam. Bila pembedahan dilakukan sebelum ruptur dan tanda-tanda peritonitis terjadi, perjalanan pasca bedah umumnya tanpa komplikasi, dan penderita dikeluarkan dari rumah sakit dalam beberapa hari.11 B. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada negara berkembang.1 Di Amerika Serikat apendisitis berlangsung pada 7% populasi, yaitu sekitar 1,1 kasus per 1000 penduduk dalam setahunnya. Secara internasional insiden apendisitis jarang ditemukan pada mereka yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi serat.4

1

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur baik laki-laki maupun perempuan, dimana lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan, yaitu sebesar 57% kasus ditemukan pada laki-laki dan 43% kasus menyerang perempuan.2.5 Insiden tertinggi ditemukan pada kelompok umur antara 20 sampai dengan 30 tahun, dimana puncaknya terdapat pada usia kurang dari 20 tahun, 80% pada mereka dengan usia kurang dari 50 tahun, setelah itu menurun.5.7 Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus apendisitis neonatal dan prenatal.1 Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat apendisitis.7 Penelitian menunjukkan bahwa apendisitis supurative akut sebenarnya berbeda dengan apendisitis akut, dimana insiden apendisitis supuratif akut dapat mengenai semua umur, sedangkan pada apendisitis akut sebagian besar mengenai usia puberitas.14 C. ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI 1. Anatomi Apendiks atau Appendix vermiformis (dari bahasa latin worm = cacing) merupakan organ berbentuk tabung, penjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) yang panjangnya melekat pada sekum kurang lebih 2-3 cm di bawah ileocecal junction di bawah valvula ileocecal, dan berpangkal di sekum (menonjol dari dinding posterolateral sekum), yaitu pada pertemuan ketiga taenia coli: 1) Taenia libera, 2) Taenia Colica, 3) Taenia omentum.1.5.8.9 Sekum merupakan bagian pertama usus besar. Proksimal dimana apendiks melekat pada terminal ileum pada usus halus berhubungan dengan sekum. Pada hubungan ini valvula ileocecal mengatur masuknya chyme ke dalam kolon. Apendiks mempunyai mesenterium sendiri yang disebut sebagai meso-apendiks, yang gambarannya dapat membantu membedakannya dengan sekum yang tidak mempunyai mesenterium.5 Apendiks lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, 2

lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.1 Posisi apendiks terhadap sekum bervariasi, yaitu terdiri atas posisi retrosekal (65%), antesekal, pelvinal, medial, preileal, postileal, dan lainlain.1 Pada posisinya yang normal, Appendix vermiformis terletak pada dinding abdomen di bawah titik Mc Burney. Titik Mc Burney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan pangkal apendiks.Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.1 Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1

Gambar 1. Lokasi Appendiks vermiformis pada system digestiveDikutip dari kepustakaan 12

Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan cabang dari a.ileokolika. Arteri apendikuler ini berfungsi untuk menyalurkan darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi ke apendiks. Arteri ini melewati meso-apendiks dan sampai pada bagian apendiks (terbentang 3

dari mesenterium = meso-apendiks dan berhubungan dengan apendiks terhadap ileum terminal.5.8 Arteri assesorius dapat dipercabangkan dari a.ileokolika atau arteri sekum posterior yang mensuplai sebagian terhadap apendiks.8 Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami ganggren.1

Gambar 2. Anatomi Appendiks vermiformisDikutip dari kepustakaan 10

Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persyarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.1 2. Histologi Banyak ahli anatomis yang berkeyakinan bahwa apendiks merupakan struktur rudimenter (belum sempurna) pada usus besar dan tidak mempunyai fungsi pada manusia. Ahli anatomi lainnya cenderung tidak setuju sebab Appendix vermiformis pada bayi dan anak-anak terbentuk baik dan mempunyai gambaran histologikal yang dibangun dengan baik sebagai organ lymphoid. Hal ini diyakini bahwa Appendix vermiformis mempunyai peranan penting dalam fungsi immune

4

yang sampai sekarang belum ditemukan. Yang jelas bahwa Appendix vermiformis tidak memperlihatkan fungsi digestive pada manusia.5

Gambar 3. Histologi Appendiks vermiformisDikutip dari kepustakaan 5

Secara histologi, lapisan dari Appendix vermiformis sesuai dengan lapisan yang pada usus besar dimana terdiri atas tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa, dan tunika muskularis.5.9 Sama seperti mukosa pada usus besar (sekum/ kolon). Pada lamina propria terlihat penuh diisi oleh jaringan limfatis yang terdiri atas aggregasi limfosit, scattered limfosit (limfosit yang tersebar-sebar) dan folikel limfoid sehingga terlihat seolah-olah mengelilingi mukosa secara utuh, pada beberapa tempat terlihat jaringan limfatis ini menembus muskularis mukosa dan masuk ke dalam submukosa.5.9 Pada tunika submukosa terdiri atas anyaman penyambung padat dengan sedikit jaringan limfatis, tunika muskularis terdiri dari lapisan dalam yang serat ototnya berjalan sirkuler dan bagian luar berjalan longitudinal, pada apendiks tidak dijumpai tenia koli.9 Lumen di luar tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa, tunika muskularis, dan tunika adventisia, tidak ditemukan adanya glandula digestive atau duktus sekretorius untuk produksi dari enzim pencernaan dan fungsi pencernaan.5

5

Bagaimanapun, semua setuju bahwa pemotongan Appendix vermiformis tidak memperlihatkan adanya kehilangan fungsi dari sistem digestive maupun sistem imun seseorang.5 3. Fisiologi Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.1 D. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Penyebab apendisitis berhubungan dengan blokade (sumbatan/ obstruksi) pada lumen apendiks. Secara umum penyebab obstruksi pada lumen apendiks adalah pengentalan mucus, feses (fekalith), calculus, tumor, atau worm ball (Exyuriasis vermicularis) yang selanjutnya mengeras dan dapat dilihat sebagai struktur yang disebut sebagai appendicolith.5

Gambar 4. Perubahan Siklus yang Menyebabkan ApendisitisDikutip dari kepustakaan 5

Biasanya, infeksi bakteri dan virus pada traktus digestive berperan terhadap pembengkakan nodus limfoid, dimana akan menekan apendiks dan menyebabkan obstruksi. Pembengkakan tersebut dikenal sebagai hiperplasia 6

limfoid. Luka traumatik pada abdomen mungkin berperan terhadap terjadinya apendisitis pada sebagian kecil orang. Genetik mungkin sebagai faktor lainnya, dimana sebagai contohnya apendisitis dapat ditemukan pada keluarga dengan varian genetik dimana seseorang cenderung untuk mengalami obstruksi pada lumen apendiks.2 Obstruksi ini berakibat buruk pada apendiks karena fisiologi normal sekresi musinous oleh mukosa ke dalam lumen dapat menyebabkan edema.5Gambar 5. Menunjukkan perubahan pada Appendix vermiformis yang menyebabkan akut apendisitis. Gambar kiri menunjukkan pembengkakan apendiks yang menempel pada sekum. Gambar kanan menunjukkan appendicolith yang menyumbat lumen apendiks.Dikutip dari kepustakaan 5

Obstruksi lumen apendiks tersebut oleh apendikolith menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal.3 Peningkatan tekanan intraluminal selanjutnya akan menyebabkan penekanan pada pengaliran vena apendiks. Dimana vena apendiks menjadi kolaps sehingga tekanannya menjadi berkurang untuk pengaliran vena, di samping itu juga menyebabkan tidak efektifnya pengaliran limfatik. Perubahan siklus dinamik ini menyebabkan iskemia pada apendiks. Beberapa kondisi tersebut mempermudah invasi bakteri (diapedesis bakteri) pada dinding lumen yang selanjutnya berkembang proses inflamasi. Inflamasi ini merupakan promotor terhadap terjadinya edema dan eksudasi yang menyebabkan pembengkakan hebat dan ulserasi mukosa.3.5 Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.3 Yang selanjutnya seperti lingkaran setan, dimana apabila tidak diobati maka sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan invasi bakteri yang lebih hebat dan menembus dinding, 7

iskemia dan inflamasi hebat, serta pembengkakan yang lebih hebat.3.5 Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai apendisitis supuratif akut.3 Apendisitis supuratif akut sebagian besar berhubungan dengan obstruksi lumen apendiks oleh fekalith atau hiperplasia.14 Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan terbentuknya gangren.3.5 Stadium ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh tersebut pecah, akan terjadi apendisitis perforasi, pengeluaran pusnya ke dalam rongga peritoneum yang mengakibatkan peritonitis dan dapat berkembang menjadi septisemia dan menyebabkan kematian.2.3.5 Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding abdomen dalam waktu 24-48 jam pertama.1 Bila semua proses tersebut berjalan lambat maka usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1.3 Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.3 Penelitian apidemiologik menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan higiene seseorang mempengaruhi terjadinya apendisitis. Berdasarkan Medical Journal of Australia, Teori Diet, khususnya konsumsi serat yang tidak cukup, telah meningkatkan pelaporan geografi penyakit tersebut, tetapi tidak secara penuh menjelaskan epidemiologinya.12 Insiden apendisitis sedikit pada mereka yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat. Diet tinggi 8

serat akan menurunkan viskositas dari feses, menurunkan bowel transit time, dan mengecilkan formasi fekalith yang membuat individu cenderung mengalami obstruksi pada lumen apendiksnya.4 E. GAMBARAN KLINIS Gejala apendisitis akut dapat dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu gejala tipikal dan gejala atipikal (Hobler, K. 1998).Gejala tipikal meliputi nyeri samarsamar dan tumpul yang bermula pada umbilikus atau periumbilikus sebelum terlokalisir pada fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah abdomen). Nyeri biasanya berhubungan dengan penurunan nafsu makan (74-78% kasus), demam, mual (61-92% kasus), dan muntah (50% kasus) yang dapat berlangsung atau tidak. Ketika muntah berlangsung, beberapa saat kemudian selalu diikuti oleh sakit perut yang hebat. Pada saat muntah mendahului terjadinya nyeri ini menunjukkan bahwa terjadi obstruksi pada usus.2.4 Gejala atipikal muncul dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut kanan bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.1.12 Tidak semua orang yang menderita apendisitis mengalami semua gejala tersebut.2 Variasi letak Appendix vermiformis, umur pasien, serta beratnya inflamasi membuat gejala dari apendisitis tidak konsisten.4 Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.1 Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.1.4 Disamping itu peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria maupun ureter dapat menyebabkan gejala iritasi, hematuri atau pyuria. Cystitis pada pasien laki-laki 9

jarang hadir. Cystitis pada pasien laki-laki dipertimbangkan jika terjadi inflamasi apendiks dekat dengan pelvis.4 1. Tanda Awal :

Nyeri dimulai di epigastrium atau di region umbilicalis disertai mual dan anoreksia

2. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc.Burney :

Nyeri tekan Nyeri lepas Defans muskuler Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing) Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti nafas dalam, berjalan, batuk, atau mengedan.Tabel 1. Gambaran Klinis Apendisitis AkutDikutip dari kepustakaan 2

3. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung :

Pada pengamatan jasmani: untuk apendisitis akut tampak penderita yang kesakitan, jalannya agak membungkuk ke depan. Tampak perut agak tegang. Nyeri tekan di perut atas tetapi lebih jelas nyeri tekan dan nyeri lepas di perut kanan bawah. Sedangkan untuk apendisitis kronik tidak nampak penderita yang kesakitan. Tetapi pada perabaan perut teraba nyeri tekan di perut atas, dan lebih jelas nyeri tekan dan nyeri lepas di perut kanan bawah.15 Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.1

10

F. DIAGNOSIS Diagnosis apendisitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya. 1. Anamnesis Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit. Hampir 80% diagnosis penyakit dapat ditegakkan melalui anamnesis. Dalam kasus apendisitis, seorang dokter akan mengajukan banyak pertanyaan antara lain: Keluhan utama ? Dialami sejak kapan ? Lokasinya ? Pola nyeri ? Berat ringannya gejala ? Kondisi medik lainnya ? Riwayat penyakit dalam keluarga ? Riwayat pengobatan ? Riwayat penyakit sebelumnya ? Riwayat penggunaan alkohol, merokok ? 2 Pada umumnya pada kasus apendisitis, pasien datang dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah dengan sifat nyeri samar-samar dan tumpul yang bermula pada umbilikus atau periumbilikus sebelum terlokalisir pada fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah abdomen) yang diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah.2.4 Pada kasus apendisitis akut yang klasik gejala-gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1-2 hari, yang dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut kanan bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.1.11.12 Sementara pada kasus apendisitis kronis terdapat riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu.1 Sangat penting untuk menanyakan riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat pengobatan maupun riwayat penggunaan alkohol maupun merokok, disebabkan banyak gangguan lain yang juga memberikan gambaran klinis akut abdomen yang harus dibedakan dengan apendisitis akut.2.11 2. Pemeriksaan Fisis Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, seorang dokter maupun seorang perawat sebelumnya melakukan pemeriksaan terhadap status vitalis pasien meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan. Ditemukan bahwa 11

pasien tampak kesakitan, membungkuk, dan memegang perut kanan bawah. Demam biasanya ringan, dengan suhu 37.5 38.5oC. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksiler dan suhu rektal sampai 1oC.1 Pemeriksaan fisis dilakukan dari kepala hingga kaki (Head to Toe) meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.2 a. Inspeksi Pemeriksaan pada perut sangat membantu untuk mempersempit diagnosis. Lokasi nyeri sangat penting.2 Pada inspeksi perut tidak ditemukan adanya gambaran yang spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.1 b. Palpasi Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan bisa disertai nyeri lepas (ditemukan pada 96% pasien), tapi ini tidak spesifik.1.4 Nyeri tekan perut kiri bawah ditemukan hanya pada pasien dengan situs inversus atau anatomi apendiks yang panjang sampai pada kuadran perut kiri bawah, hal ini jarang.4 Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.2.4.12 Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya nyeri.1 Dapat pula ditemukan nyeri perut kanan bawah apabila c. Perkusi Didapatkan nyeri ketok pada perut kanan bawah, ini menandakan terjadi proses inflamasi pada apendiks.2 d. Auskultasi Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik dapat hilang pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.1 12 tekanan di perut kiri bawah dilepaskan yang disebut sebagai tanda Blumberg.1

Pemeriksaan fisis lainnya yang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis antara lain melalui pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan uji psoas, maupun pemeriksaan uji obturator.1.2..4.12 a. Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila di daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur.1 b. Pemeriksaan uji psoas Uji psoas merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.1.2.4 Uji psoas ini ditemukan pada sebagian kecil pasien dengan apendisitis akut.4 Uji psoas dilakukan pada apendiks yang letaknya retrosekal.12 c. Pemeriksaan uji obturator Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.2 Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendiks pelvis.1.4 3. Pemeriksaan Penunjang Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah sekitar 15-20% kasus. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.1 Kesulitan untuk mendiagnosis apendistis akut ini dapat pula dipermudah dengan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain terdiri atas pemeriksaan labolatorium (pemeriksaan darah rutin, 13

kimia darah, urinalisis, C-Reactive Protein), pemeriksaan radiologi, dan tes lainnya (Clinical Score).4 a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah Rutin Pemeriksaan darah rutin biasanya digunakan untuk melihat ada tidaknya infeksi, seperti peningkatan jumlah leukosit.1 Akan terjadi leukositosis ringan (10.000-20.000/ml) pada 80-85% pada pasien dewasa, yang disertai dengan peningkatan jumlah netrofil lebih dari 75% berlangsung pada 78% pasien, terlebih pada kasus dengan komplikasi.1.3.4 Demam ditemukan pada 4% pasien dengan apendisitis akut dimana jumlah sel darah putihnya kurang dari 10.000/ml dan netrofil kurang dari 75%.4

Pemeriksaan Kimia Darah Pemeriksaan kimia darah mahal, dan penemuannya tidak spesifik. Pemeriksaan kimia darah ini biasanya memperlihatkan adanya dehidrasi, atau kelainan elektrolit maupun cairan.2

Pemeriksaan Urinalisis Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih, misalnya infeksi traktus urinarius.2.3 Satu studi pada 500 pasien dengan apendisitis akut menampakkan adanya gejala traktus urinarius seperti disuria dan nyeri panggul kanan. Satu dari tujuh pasien mengalami puyria dengan 10 Leukosit/LPB, dan satu dari enam pasien ditemukan lebih dari 3 eritrosit/LPB. Seorang dokter mungkin melakukan pemeriksaan urinalisis untuk melihat kehamilan pada seorang wanita dalam usia subur (mereka yang mempunyai periode menstruasi yang teratur).2

Pemeriksaan C-Reactive Protein C-Reactive Protein (CRP) merupakan reaktan yang dihasilkan oleh hati yang merespon terhadap infeksi bakteri. Level serum meningkat setelah 6-12 jam pada inflamasi akut jaringan. Spesifitas 50-87%. Tiga studi pada orang dewasa dengan kombinasi leukosit