Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

34
PENDAHULUAN Angka seksio sesarea yang mendekati 25%, telah stabil dan mulai menunjukkkan penurunan. Target nasional Amerika Serikat pada tahun 2000, angka ini menjadi 15%, dengan angka yang dianjurkan 12% untuk seksio primer dan 3% untuk seksio ulangan. 1,2 Indikasi-indikasi utama seksio sesarea meliputi : bekas seksio sesarea (8%), dystocia (7%), letak sungsang (4%), fetal distress (2%-3%) dan lain-lain. Area-area utama penurunan harus terjadi pada katagori bekas seksio sesarea dan dystocia. 1,2 Kontributor terbesar pada tingginya angka seksio sesarea terletak pada kategori seksio ulangan. Lebih sepertiga dari semua persalinan dengan seksio sesarea terjadi dari hasil persalinan seksio sebelumnya. Wanita-wanita ini sering ditatalaksana sesuai diktum “once a cesarean, always a cesarean”. 1,2 Topik-topik bekas seksio sesarea, trial of labor dan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea telah menjadi fokus pembahasan para praktisi, dalam usaha untuk mencoba menurunkan angka seksio sesarea. 1,2 Penggunaan yang luas trial of labor dan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea akan menghasilkan penurunan angka ini lebih jauh. Negara-negara di Eropa mencapai >50% persalinan pervaginam pada bekas seksio

description

Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang pada kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus. Apabila pada ruptura uteri, peritoneum pada permukaan uterus ikut robek, hal itu dinamakan ruptura uteri kompleta ; jika tidak ruptura uteri inkompleta.

Transcript of Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Page 1: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

PENDAHULUAN

Angka seksio sesarea yang mendekati 25%, telah stabil dan mulai

menunjukkkan penurunan. Target nasional Amerika Serikat pada tahun 2000,

angka ini menjadi 15%, dengan angka yang dianjurkan 12% untuk seksio primer

dan 3% untuk seksio ulangan.1,2

Indikasi-indikasi utama seksio sesarea meliputi : bekas seksio sesarea

(8%), dystocia (7%), letak sungsang (4%), fetal distress (2%-3%) dan lain-lain.

Area-area utama penurunan harus terjadi pada katagori bekas seksio sesarea dan

dystocia.1,2

Kontributor terbesar pada tingginya angka seksio sesarea terletak pada

kategori seksio ulangan. Lebih sepertiga dari semua persalinan dengan seksio

sesarea terjadi dari hasil persalinan seksio sebelumnya. Wanita-wanita ini sering

ditatalaksana sesuai diktum “once a cesarean, always a cesarean”. 1,2

Topik-topik bekas seksio sesarea, trial of labor dan persalinan pervaginam

pada bekas seksio sesarea telah menjadi fokus pembahasan para praktisi, dalam

usaha untuk mencoba menurunkan angka seksio sesarea. 1,2

Penggunaan yang luas trial of labor dan persalinan pervaginam pada bekas

seksio sesarea akan menghasilkan penurunan angka ini lebih jauh. Negara-negara

di Eropa mencapai >50% persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea,

dibandingkan di Amerika Serikat yang hanya 25%. 1,

Tingkat kepedulian yang tinggi haruslah dimiliki para praktisi dalam

memutuskan untuk melakukan seksio sesarea pertama kali. Pengaruh sisa, berupa

parut uterus, berpengaruh pada 12%-14% wanita yang terlihat selama persalinan.

Para praktisi harus secara sadar mempertimbangkan pengaruh dari “sekali seksio

sesarea, selalu ada parut.” 1

Tahun 1978 merupakan tahun yang sangat berarti dalam sejarah persalinan

pervaginam pada bekas seksio sesarea. Merril dan Gibbs melaporkan dari

Universitas Texas di San Antonio persalinan pervaginam pada bekas seksio

sesarea terbukti aman pada 83% bekas seksio sesarea. Laporan ini mewujudkan

ketertarikan pada persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea, pada waktu

Page 2: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

dimana hanya 2% wanita Amerika yang ingin melahirkan pervaginam setelah

sebelumnya seksio sesarea. 2

United States Public Health Service, melalui Consensus Development

Conference on Cesarea Child Birth, pada tahun 1980 merekomendasikan

persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea dengan insisi uterus transversal

pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam

rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea.2

Berdasarkan data dari rangkaian kasus yang memperlihatkan keamanan

suatu partus percobaan setelah seksio sesarea, American College of Obstetricians

and Gynecologist (ACOG) pada tahun 1988 mengeluarkan suatu committee

opinion yang menyatakan bahwa bagi wanita bekas seksio sesarea yang tidak

mempunyai kontra indikasi seperti insisi klasik, maka wanita tersebut harus diberi

konseling dan dimotivasi untuk melahirkan pervaginam. 2

Meskipun diketahui persalinan pervaginam pada bekas seksio telah

menunjukkan penurunan angka seksio sesarea, namun angka kesakitan yang

dihubungkan dengan kegagalan partus percobaan, yang meliputi resiko ruptura

uterus dan kemungkinan luaran neonatal dan maternal yang merugikan, menjadi

perhatian yang utama bagi banyak praktisi. Ruptura uteri merupakan resiko yang

sangat berbahaya, meskipun jarang terjadi, tetapi mengakibatkan komplikasi

obstetrik yang serius. 3

Banyak faktor yang dihubungkan dengan peningkatan angka kegagalan

partus percobaan, meliputi induksi persalinan, penggunaan prostaglandin, tipe

jahitan dengan lapisan tunggal atau dobel, berat anak yang lebih dari 4000 gram,

jarak antar persalinan yang pendek, indikasi seksio sebelumnya, usia ibu dan

riwayat persalinan pervaginam sebelumnya. 3,15

Menurut Loveno 1999, pada awal tahun 1989, ada beberapa laporan yang

dipublikasikan dari Amerika Serikat dan Canada yang mengatakan bahwa

persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea adalah lebih beresiko daripada

yang diperkirakan. Contohnya Scott 1991 melaporkan dari Utah didapatkan 12

wanita bekas seksio sesarea mengalami ruptura uteri pada waktu partus percobaan

(trial of labor), 2 wanita memerlukan histerektomi, ada 3 kematian perinatal dan 2

bayi mengalami kelainan neurologik jangka panjang yang signifikan. 2

1

Page 3: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Selanjutnya Porter dan kawan-kawan 1998 melaporkan bahwa ada 26

kejadian ruptura uteri di Salt lake City antara tahun 1990–1996 dan 23% bayi

meninggal atau menderita kelainan akibat asfiksia intra partum. 2

Menurut Flamm 1997, laporan-laporan diatas telah menimbulkan keraguan

tentang keamanan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea sehingga

menimbulkan kontroversi. Dengan demikian ACOG pada tahun 1998 dan 1999

mengeluarkan suatu bulletin praktek yang menyarankan pendekatan yang hati-hati

terhadap partus percobaan, di dalam bulletin tertulis “oleh karena ruptura uteri

sangat berbahaya, persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea harus

dilakukan di institusi yang lengkap peralatannya untuk mengatasi keadaaan

emergensi dan dengan adanya dokter ahli yang dapat segera datang untuk

memberikan pertolongan emergensi”.2

Berdasarkan pengamatan ACOG 1999 terbukti bahwa persalinan

pervaginam pada bekas seksio sesarea menimbulkan resiko yang kecil, tetapi

signifikan untuk terjadinya ruptura uteri sehingga mengakibatkan keadaan yang

jelek bagi ibu dan janin. Perkembangan ini telah merubah pendapat dari

pendukung persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea sehingga mereka

perlu untuk mereevaluasi rekomendasi terhadap persalinan pervaginam pada

bekas seksio sesarea. 2

Sebuah studi retrospective yang dilakukan oleh Lydon-Rochelle dan

kawan-kawan pada tahun 2001 dengan jumlah populasi yang besar, melibatkan

20.095 wanita bekas seksio sesaria, menyimpulkan angka kejadian ruptura uteri

pada persalinan pervagianam spontan pada bekas seksio sesarea 5,2/1000,

sedangkan yang diinduksi tanpa prostaglandin sebesar 7,7/1000, dan yang

diinduksi dengan prostaglandin 24.5 / 1000. 3

Resiko ruptura uteri pada persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea

adalah nyata dan bahwa resiko ini secara dramatis meningkat bila persalinan

diinduksi, khususnya bila prostaglandin digunakan untuk induksi. Data-data ini

sebaiknya dipertimbangkan pada wanita-wanita yang akan menjalani persalinan

pervaginam pada bekas seksio sesarea dengan menggunakan inform consent untuk

partus percobaan. 3

2

Page 4: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Pemahaman yang baik tentang resiko ruptura uteri pada persalinan

pervaginam pada bekas seksio sesarea sebaiknya menjadi perhatian yang serius

bagi para praktisi agar dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap

wanita dengan bekas seksio sesarea yang akan menjalani persalinan pervaginam

sesuai dengan syarat, kriteria dan indikasi yang tepat.

3

Page 5: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

TINJAUAN PUSTAKA

RUPTURA UTERI

Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat

berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang pada

kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada

bagian bawah uterus. Apabila pada ruptura uteri, peritoneum pada permukaan

uterus ikut robek, hal itu dinamakan ruptura uteri kompleta ; jika tidak ruptura

uteri inkompleta. 4,6

Pinggir ruptura biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang, atau

membujur, atau miring dan bias agak ke kiri atau ke kanan. 4,6

Menurut cara terjadinya ruptura uteri dibedakan menjadi :

1. Ruptura uteri spontan, yaitu ruptura uteri yang terjadi secara spontan

tanpa intervensi pada uterus yang utuh. Terjadi terutama pada wanita

dengan paritas yang tinggi.

2. Ruptura uteri traumatik, yaitu disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena

jatuh, kecelakaan seperti tabrakan dan sebagainya.

3. Ruptura uteri pada parut uterus adalah jenis yang sering ditemukan pada

bekas seksio sesarea, terutama jenis klasik. Penting untuk membedakan

antara ruptura pada parut seksio sesarea dan terbukanya (dehisensi) parut

bekas seksio sesarea. 5

Ruptura uteri pada jaringan parut pada bekas seksio sesarea adalah

terpisahnya jaringan parut pada bekas insisi, ruptura selaput ketuban, sehingga

terdapat hubungan antara kavum uteri dan kavum abdomen dan sebagian atau

seluruh janin telah berada di dalam kavum abdomen yang ditandai dengan gejala

perdarahan yang hebat dan dapat mengakibatkan mortalitas terhadap janin

maupun terhadap ibu. Perdarahan biasanya berasal dari pinggir robekan jaringan

parut atau dari perluasan luka pada jaringan uterus yang sehat. 4

Sebaliknya pada dehisensi parut seksio sesarea, selaput janin tidak pecah

dan oleh karena itu, janin tidak keluar ke dalam kavum peritoneum, luka yang

terbuka tidak meliputi seluruh jaringan parut, dan perdarahan hanya sedikit atau

4

Page 6: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

tidak ada, terjadi perlahan-lahan, sedangkan ruptura uteri sangat simptomatik dan

kadang-kadang fatal. Dengan timbulnya persalinan atau manipulasi intra uterine,

suatu dehisensi dapat menjadi ruptura.4

Etiologi

Ruptura uteri timbul sebagai akibat adanya perlukaan atau anomali. Ini

mungkin dihubungkan dengan trauma atau komplikasi persalinan pada uterus

yang tidak terdapat parut.4,6

Penyebab terbanyak dari ruptura uteri adalah terpisahnya parut bekas

seksio sesarea. Farmer dan kawan-kawan (1991) melaporkan bahwa 2/3 dari lebih

11.000 wanita bekas seksio sesarea yang menjalani trial of labor, didapatkan

insiden ruptura uteri sekitar 0,8%.4

Klasifikasi Penyebab Ruptura uteri :4

1. Perlukaan uterus sebelum kehamilan ini

Pembedahan yang mengenai endometrium :

Seksio sesarea atau histerotomi.

Penjahitan kembali bekas ruptura uteri.

Insisi miomektomi yang dekat dengan endometrium atau

menembus endometrium.

Reseksi kornu yang dalam untuk mengambil pars interstitialis.

Eksisi septum uterus (metroplasti)

Trauma uterus yang terjadi secara kebetulan :

Abortus menggunakan alat ( sonde, kuret, atau alat lain)

Trauma tajam atau tumpul ( kecelakaan, pisau, peluru)

Ruptura uteri yang tidak memberi tanda (silent rupture) pada

kehamilan sebelumnya.

2. Perlukaan uterus pada kehamilan

Sebelum kelahiran :

Kontraksi spontan yang terus menerus dan kuat.

Pemberian oksitosin dan prostaglandin.

Larutan hipertonik yang disuntikkan intra amniotik

5

Page 7: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Perforasi oleh kateter pemantauan.

Trauma eksternal, tajam maupun tumpul.

Distensi uterus yang berlebihan ( janin multiple, hidramnion)

Pada waktu kelahiran :

Versi dalam.

Kelahiran forsep yang sukar.

Ekstraksi sungsang.

Anomali janin yang meregangkan segmen bawah rahim

Dorongan pada fundus yang kuat untuk melahirkan bayi.

Pengeluaran plasenta yang sulit.

3. Cacat uterus yang ada hubungannya dengan trauma.

Kongenital ;

Kehamilan pada uterus yang tumbuh tak sempurna atau pada kornu

uterus.

Didapat :

Plasenta inkreta atau perkreta.

Mola atau choriokarsinoma invasif.

Adenomiosis.

PENYEMBUHAN PARUT SEKSIO SESAREA

Williams 1921 (dikutip dari Cunningham 2001) menyatakan bahwa

penyembuhan pada luka seksio sesarea adalah suatu regenerasi dari fibromuskuler

dan bukan pembentukan jaringan sikatrik.

Dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari

jaringan di daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang

pada prinsipnya :

Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan

sikatrik pada uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan.

Pada uterus yang sudah diangkat, sering tidak kelihatan garis

sikatrik atau hanya ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan

dalam uterus, tanpa ditemukannya sikatrik diantarnya.2

6

Page 8: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Schwarzz dan kawan-kawan (1938) menyatakan proses penyembuhan luka

operasi pada bekas seksio sesarea adalah melalui proliferasi dari fibroblast

sepanjang garis sayatan, memasuki ruangan antara kedua sisi luka.2

Jaringan sikatrik yang terbentuk akan mengerut dan menarik kedua sisi

serabut miometrium sehingga hampir tidak tampak lagi jaringan parutnya, dan

serabut miometrium akan mengadakan aposisi pada penjahitan luka yang baik,

pada keadaan ini hubungan serabut otot polos dan jaringan penghubungnya adalah

mirip dengan uterus yang intak.2

Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan

sehingga menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut adalah :2

Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan

luka.

Kesalahan tehnik operasi, seperti tidak tepatnya pertemuan kedua

sisi luka, jahitan luka yang terlalu kencang, spasing jahitan yang tidak

beraturan, penyimpulan yang tidak tepat dan lain-lain.

Perbandingan Antara Parut Seksio Sesarea Klasik dan Segmen Bawah

Sifat suatu jaringan parut klasik pada korpus uteri hamil, berbeda dengan

jaringan parut yang terbatas pada segmen bawah uterus.

Pertama, kemungkinan ruptura suatu jaringan parut klasik beberapa kali lebih

besar dibandingkan dengan parut pada segmen bawah uterus.

Kedua, bila parut klasik mengalami ruptura, pada sepertiga kasus, terjadi sebelum

persalinan dimulai. Ruptura seringkali terjadi beberapa minggu sebelum aterm.

Parut segmen bawah uterus terbatas pada bagian uterus yang tidak kontraktil,

jarang mengalami ruptura sebelum persalinan, dan hanya sedikit sekali yang

ruptura pada waktu persalinan.6

Dehisensi parut seksio sesarea segmen bawah uterus jauh lebih sering

terjadi dibandingkan dengan ruptura parut yang sebenarnya, terutama bila bekas

insisi uterus melintang. Dehisensi (parut terbuka) yang hanya tertutup oleh

7

Page 9: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

peritoneum tersebut, dalam beberapa hal tampaknya tidak menimbulkan kesulitan

pada persalinan maupun sesudahnya.6

Mekanisme Terjadinya Ruptura

Mekanisme dilatasi (pembukaan) serviks pada persalinan pertama kali

digambarkan oleh Bandl. Selama proses persalinan, uterus terbagi dua bagian

yaitu : segmen atas rahim yang berkontraksi dan retraksi dan segmen bwah rahim

yang berdilatasi.6

Pada setiap kontraksi uterus, maka segmen bawah rahim akan terangkat

sedikit dan hal ini akan berlangsung terus selama uterus berkontraksi, sedangkan

serviks dipertahankan dengan kuat pada tempatnya oleh ligamentum-ligamentum

seperti ligamentum sakrouterina dan ligamentum kardinale.6

Setelah pembukaan lengkap, bila isi uterus tidak dapat bergerak maju ke

dalam jalan lahir, maka SBR akan sangat menipis, regangan yang kuat terjadi

pada jaringan otot yang terletak di bawah serosa, dan bila SBR ini tidak sanggup

menahan regangan, maka terjadilah ruptura uteri.6

Gambaran Klinik

Sebelum menegakkan diagnosa ruptura uteri, penting mengetahui ada

tidaknya keadaan berikut :4,5,6

Adanya parut bekas seksio sesarea.

Sungguhpun dikatakan kemungkinan robekan kecil pada parut SCTPP,

namun tetap dipikirkan kemungkinan terjadinya ruptura uteri, apalagi bila

parut tersebut merupakan parut bekas SC Klasik.

Persalinan yang macet.

Bahaya terjadinya ruptura uteri meningkat apabila terjadi kemacetan

persalinan.

Kekuatan kontraksi uterus.

8

Page 10: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Kemungkinan untuk terjadinya ruptura uteri harus dicurigai pada keadaan

dimana kontraksi uterus makin kuat dan progresif, sedangkan bagian

terendah dari janin tetap belum masuk pintu atas panggul.

Lingkaran Bandl.

Pada keadaan normal, lingkaran retraksi letaknya sedikit di atas simfisis

dan ini dapat diraba pada persalinan normal. Lingkaran ini naik perlahan-

lahan dari atas simfisis kea rah pusat, mendekati atau lebih tinggi dari

pusat sehingga SBR menjadi sangat tipis sekali.

Hematuria.

Hematuria merupakan tanda yang berharga, tetapi tidak ditemukan darah

dalam urine belum tentu dapat menyingkirkan adanya ruptura uteri.

Adanya darah disebabkan oleh karena regangan yang berlebihan dan

adanya luka memar pada dinding kandung kencing akibat adanya

peregangan segmen bawah uterus yang menempel pada kandung kencing.

Hematuria tidak selalu ditemukan pada ruptura uteri parut seksio sesarea.

Nyeri bagian bawah perut.

Adanya keluhan nyeri yang terus menerus pada bagian bawah perut

disertai dengan terabanya ligamentum rotundum yang sangat tegang perlu

diwaspadai kemungkinan akan terjadinya ruptura.

Riwayat persalinan pervaginam yang sulit.

Riwayat persalinan pervaginam yang sulit perlu dicurigai kemungkinan

adanya hambatan pada jalan lahir.

Multiparitas

Diperlukan penilaian yang seksama akan bahaya terjadinya ruptura uteri

dengan meningkatnya paritas. Walaupun ukuran panggul wanita tidak

berubah tetapi ukuran janin seringkali bervariasi dan bertambah besar

dengan meningkatnya paritas, sehingga multiparitas tidak menjamin

persalinan menjadi lancar.

9

Page 11: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Sebelum terjadinya ruptura uteri umumnya penderita menunjukkan gejala

ruptura uteri membakat : gelisah, pernapasan dan nadi menjadi cepat serta

diraskan nyeri yang terus menerus pada perut bagian bawah/ segmen bawah rahim

dan ligamentum rotundum tegang dan nyeri pada perabaan, tampak lingkaran

Bandl yang tinggi sampai mendekati pusat.4,5,6

Pada saat terjadinya ruptura uteri terdapat gejala klinis yang klasik

meliputi yaitu perasaan nyeri dan nyeri tekanan di daerah perut, kontraksi uterus

berhenti, syok, perdarahan pervaginam dan nadi menjadi cepat 4,5,6

Nyeri perut

Adanya rasa sakit yang hebat dan tiba-tiba seperti merasa ada robekan

dalam perutnya, merupakan tanda yang khas sesaat akan terjadi ruptura

uteri. Biasanya nyeri ini disertai dengan keluhan rasa cemas, gelisah,

lemah, pusing, nyeri suprapubik, sesak napas.

Adanya syok dengan nadi yang cepat secara tiba-tiba merupakan

tanda yang sangat klasik pada ruptura uteri, tetapi bukan merupakan

kriteria untuk menegakkan diagnosa.

Perdarahan pervaginam merupakan gejala yang penting, namun

tidak adanya perdarahan belum dapat menyingkirkan tidak adanya ruptura

uteri.

Ada tidaknya perdarahan pervaginam sangat tergantung dari luasnya luka,

posisi janin, lokasi dan jenis ruptura. Bila janin berada di luar rongga

uterus, maka uterus biasanya berkontraksi dan perdarahan yang timbul

biasanya sedikit, akan tetapi bila janin masih berada dalam rongga uterus

dan sebagian janin berada di luar rongga uterus maka kemungkinan

perdarahan pervaginam banyak.

Bagian anak mudah diraba, hilangnya gerakan janin, jika janin

sebagian atau seluruhnya sudah berada di luar uterus. Pada palpasi didapat

bagian terendah janin sudah keluar dari PAP dan mudah digerakkan,

kontur uterus sebagai massa yang bulat sebesar kehamilan 16 minggu.

10

Page 12: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Adanya tanda-tanda perdarahan tertutup (perdarahan dalam) atau adanya

tanda cairan bebas dalam rongga perut merupakan gejala yang penting pada

ruptura uteri, terutama bila meraba massa yang nyeri pada perut.4,6,7

Pada pemeriksaan dalam kadang-kadang ditemui diskontinuitas jaringan

sehingga jari-jari pemeriksa dapat meraba organ rongga perut atau tampak usus

keluar melalui vagina, selanjutnya bila masih teraba bagian bawah anak, bagian

ini mudah didorong ke atas dan tampak darah mengalir dari vagina.4,6,7

Gejala ruptura uteri parut bekas seksio sesarea pada umumnya sama

dengan gejala ruptura lainnya, akan tetapi harus diingat kemungkinan ruptura

parut seksio sesaria tanpa gejala.

Bila perdarahan pervaginam pada permulaan persalinan parut bekas seksio

sesarea dengan anak yang hidup, kemungkinan adanya ruptura uteri yang tidak

mempunyai gejala (silent rupture). Demikian juga perdarahan hebat setelah

persalinan pervaginam dari penderita dengan parut bekas seksio sesarea dengan

bayi hidup ini menunjukkan ruptura parut.

PERSALINAN PERVAGINAM PADA BEKAS SEKSIO SESAREA

Bertahun-tahun lamanya diktum yang diperkenalkan oleh Cragin pada

tahun 1916 yaitu “sekali sesar, selalu sesar” tetap dianut oleh obstetrisian karena

dipercayai bekas jaringan parut uterus dipercaya sebagai kontraindikasi persalinan

pervaginam akibat ketakutan terhadap terjadinya ruptura uteri. Hal tersebut cukup

beralasan, karena saat Cragin membuat pernyataan tersebut, obstetrisian secara

rutin melakukan inisisi klasik pada saat bedah sesar.2,17

Di Amerika Serikat, angka bedah sesar secara keseluruhan meningkat

setiap tahunnya, mulai tahun 1965 s/d 1998 yaitu dari 4,5% menjadi 25% dari

seluruh persalinan. Untuk itu dicanangkan penurunan angka bedah sesar sampai

dengan 15%, dan persalinan pervaginam setelah seksio sesarea sebelumnya telah

diterima sebagai suatu cara untuk menurunkan angka persalinan dengan seksio

sesarea.2,17

Laporan-laporan penelitian menunjukkan angka keberhasilan yang cukup

tinggi pada persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea berkisar 60-80%. Di

Indonesia, dari penelitian di rumah sakit pendidikan menunjukkan angka yang

11

Page 13: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

kurang lebih sama, di RS. Dr. Kariadi Semarang 60%, di RS. Dr. Hasan Sadikin

Bandung 48,6%. 17

Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa resiko persalinan pervaginam

pada bekas seksio sesarea lebih rendah dibandingkan dengan dilakukan seksio

sesarea kembali. Pada kenyataannya berbagai penelitian memperlihatkan bahwa

tidak terdapat peningkatan angka kesakitan atau kematian ibu dan bayi dengan

melakukan persalinan pervaginam pada pasien bekas seksio sesarea.8,11,12

Tetapi beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa komplikasi yang

cukup berat pada ibu dan bayi yang dikaitkan dengan gagalnya partus percobaan

pada persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea, yaitu ruptura uteri telah

menjadi perhatian serius bagi para praktisi. Untuk itu persalinan pervaginam pada

pasien bekas seksio sesarea harus dilakukan dengan pertimbangan yang cermat

dan teliti.8,11,12

Prasyarat yang harus dipenuhi

Panduan dari American College of Obstetrician and Gynecologists pada

tahun 1999 tentang persalinan pervaginam pada pasien bekas seksio sesarea atau

yang dikenal dengan trial of labor memerlukan kehadiran seorang dokter ahli

kebidanan, seorang ahli anestesi dan staf yang mempunyai keahlian dalam hal

persalinan dengan seksio sesarea emergensi. 2

Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang telah

di crossmatch disiapkan dan alat monitor jantung janin manual ataupun elektronik

harus tersedia.2

Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit persalinan

yang melakukan persalinan pada bekas seksio sesarea harus tersedia tim yang siap

untuk melakukan seksio sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit

untuk antisipasi apabila terjadi fetal distress atau ruptura uteri.2

Faktor yang berpengaruh

12

Page 14: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan persalinan pada bekas

seksio sesarea telah diteliti selama bertahun-tahun. Ada banyak factor yang

dihubungkan dengan tingkat keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas

seksio sesarea .2,10,11,13,15,16,18,19

Teknik operasi sebelumnya :

Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal

merupakan salah satu syarat dalam melakukan persalinan pervaginam, dimana

pasien dengan tipe insisi ini mempunayi resiko ruptura yang lebih rendah dari

pada tipe insisi lainnya.

Bekas seksio sesarea klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang terjadi

pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas merupakan

kontra indikasi melakukan persalinan pervaginam.

Perkiraan resiko ruptura uteri berdasarkan tipe insisi :

Klasik 4 – 9 %

Insisi T 4 – 9 %

Vertikal pada SBR 1 – 7 %

Transversal pada SBR 0,2 – 1,5 %

Jumlah seksio sesaria sebelumnya

Resiko ruptura uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea

sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai

resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptura uteri.

Ruptura uteri pada bekas seksio sesarea 3 kali adalah sebesar 1,8 – 3,7%.

Caughey dan kawan-kawan mendapatkan bahwa pasien dengan bekas seksio

sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptura uteri lima kali lebih besar dari bekas

seksio sesarea satu kali.

Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya

Insisi uterus pada segmen bawah rahim yang disebut “Low Transverse

Cesarean Section”. Insisi ini dijahit yang akan sembuh dalam 2-6 hari. Insisi

uterus juga dapat dibuat dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio

sesarea klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan

13

Page 15: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi

sepanjang kehamilan atau persalinan berikutnya.

Rosenberg (1996) menjelaskan bahwa dengan pemeriksaan Ultrasonografi

(USG) trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat diketahui ketebalan

segmen bawah rahim. Ketebalan SBR > 4,5 mm pada usia kehamilan 37

minggu adalah pertanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak

sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR 3,5 mm. Oleh sebab itu

pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining

dalam memilih cara persalinan bekas seksio sesarea.

Indikasi operasi pada seksio sesarea yang lalu.

Weinstein, D et al pada penelitiannya mendapatkan keberhasilan persalinan

pervaginam bias dihubungkan dengan indikasi seksio sesarea yang lalu,

tertinggi 89,7% prematuritas dan 88,6% malpresentasi

Riwayat persalinan pervaginam

Riwayat persalinan pervaginam baik sebelum ataupun sesudah seksio sesarea

mempengaruhi prognosis keberhasilan persalinan pada bekas seksio sesarea.

Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah mengalami persalinan

pervaginam, memiliki angka keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan pasien tanpa persalinan pervaginam.

Keadaan serviks pada saat inpartu

Gulleria dan Dhall 1997 menyatkan bahwa laju dilatasi serviks mempengaruhi

keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea. Dari 100

pasien bekas seksio sesarea segmen bawah rahium didapat 84% berhasil

persalinan pervaginam.

14

Page 16: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Penanganan Umum

Usahakan mencari penyebab terjadinya parut uterus, mungkin karena

seksio sesarea, ruptura uteri, miomektomi atau reseksi kornu anterior. Parut uterus

karena bekas seksio sesarea korporal, dua kali seksio sesaria segmen bawah rahim

atau ruptura uteri, dilakukan seksio sesarea ulangan. Jika tidak ada kontra

indikasi, lakukan persalinan pervaginam dan monitor kemajuan persalinan dengan

partograf. 9,11

Kehamilan dengan riwayat seksio sesarea korporal atau vertikal dapat

terjadi ruptura seebelum persalinan atau pada fase laten. Pada parut uterus

transversal, ruptura terjadi pada fase aktif atau pada fase ekspulsi. Kelahiran

pervaginam setelah seksio sesarea sering terbukti aman, tetapi hanya

dipertimbangkan pada bekas seksio sesarea transversal profunda dengan indikasi

yang tidak menetap. Pasien harus diberi informasi risiko ruptura uteri yang relatif

rendah 0,5 – 1 %.9,11

Penilaian Klinik 9,11

Pada kehamilan :

Pemeriksaan antenatal harus lebih sering.

Indikasi seksio sesarea yang lalu harus diketahui dengan pasti untuk

menentukan apakah ada indikasi yang tetap atau tidak untuk dapat

mempertimbangkan kemungkinan bias lahir pervaginam.

Selama kehamilan harus benar-benar dicegah terjadinya komplikasi

kehamilan terutama anemia.

Untuk menentukan sikap apakah akan dilakukan seksio sesare ulangan perlu

dipertimbangkan hal-hal berikut : apa indikasi seksio sesarea terdahulu,

apakah telah pernah mengalami persalinan pervaginam sebelum dan sesudah

seksio sesarea, taksiran berat badan janin sekarang, bagaimana kondisi

serviks (pendataran, kaku dan lain-lain), apakah fasilitas rumah sakit cukup

baik, bagaimana tipe seksio sesarea sebelumnya, apakah terjadi komplikasi

sesudah seksio sesarea sebelumnya dan bagaimana presentasi dan posisi

janin sekarang.

Pada persalinan :

15

Page 17: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Pastikan apakah pasien sudah in partu atau belum. Persalinan hanya boleh

dilakukan di rumah sakit yang lengkap kamar operasinya.

Jika pasien dalam fase persalinan harus diawasi ketat : tanda vital, rasa sakit

dan tanda-tanda perdarahan / ruptura uteri spontan.

Tentukan letak/ presentasi janin dan turunnya. Jika janin presentasi kepala

dapat dilakukan partus percobaan.

Pastikan indikasi seksio sesarea yang lalu bukan indikasi tetap.

Kriteria untuk partus pervaginam adalah :9,11

Seksio sesarea baru sekali.

Insisi seksio sesarea yang lalu adalah segmen bawah rahim.

Indikasi seksio sesarea yang lalu bukan indikasi tetap.

Post operatif seksio sesarea yang lalu tidak ada komplikasi.

Tidak ada komplikasi pada kehamilan sekarang.

Kehamilan sekarang adalah kehamilan tunggal.

Anak tidak besar ( < 4000 gram )

Kontra indikasi persalinan pervaginam :9,11

Insisi korporal pada seksio sesarea yang lalu.

Sudah 2 kali seksio sesarea.

Makrosomia / disproporsi sefalopelvik.

Penatalaksanaan

Pada kehamilan

Pemeriksaan antenatal harus lebih sering untuk mencegah terjadinya

komplikasi pada kehamilan. Jika terjadi anemia harus segera diatasi. Pasien harus

dirujuk segera mungkin/ trimester ketiga ke rumah sakit. Awasi kemungkinan

terjadinya ruptura uteri spontan sebelum ibu in partu.9,11

Pada pasien dengan riwayat operasi segmen bawah rahim seharusnya

dirawat pada usia kehamilan 38 minggu untuk mengevaluasi kasus dan rencana

penatalaksanaan berikutnya, serta mencegah kegelisahan pasien terutama jika

nyeri persalinan muncul lebih awal dari yang diperkirakan.7,9,11

16

Page 18: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Pada pasien dengan insisi klasik atau histerotomi, seharusnya dirawat pada

usia kehamilan 36 minggu. Kemungkinan untuk terjadi ruptura uteri pada tipe ini

lebih sering terjadi pada minggu-minggu terakhir kehamilan.7,

Semua kasus dengan parut yang lemah pada segmen bawah rahim juga

harus dirawat pada usia kehamilan 36 minggu. Contohnya plasenta previa dapat

menyebabkan kelemahan pada parut bekas seksio sesarea karena :7

1. Imperfect apposition karena operasi yang cepat.

2. Trombosis dari sinus plasenta yang menyebabkan sepsis karena letaknya

yang dekat dengan vagina.

Pada persalinan

Jika pasien dalam fase persalinan, pasien harus diawasi ketat : tanda-tanda

vital, rasa sakit pada perut / uterus bagian bawah, perdarahan dan tanda-tanda

ruptura uteri spontan.9

Tentukan letak/presentasi janin dan turunnya presentasi. Jika janin

presentasi kepala, lakukan partus percobaan, jika criteria untuk persalinan

pervaginam dipenuhi dan tidak ada kontra indikasi. Lakukan penilaian partus

percobaan setiap 2 jam, kalau tidak ada kemajuan lakukan seksio ulangan.9

Kala II harus dipersingkat, pasien dibolehkan mengejan 15 menit, jika

bagian terendah anak turun dengan pesat, maka diperbolehkan mengejan 15 menit

lagi. Bila setelah 15 menit kepala tidak turun dengan cepat dapat dilakukan

ekstraksi vakum atau ekstraksi forsep (cunam).9

Pengawasan partus percobaan

Penggunaan oksitosin atau prostaglandin pada induksi partus atau

augmentasi partus tidak meningkatkan bahaya pada bekas seksio sesarea.

Penggunaan anastesi regional pada bekas seksio sesarea masih diperdebatkan

karena ditakutkan menutupi gejala-gejala ruptura uteri, ternyat tidak

meningkatkan bahaya. Eksplorasi uterus setelah persalinan pervaginam pada

bekas seksio sesarea tidak perlu dilakukan, kecuali ada perdarahan atau tanda-

tanda ruptura uteri yang lain. 8,9,14,15

BAGAN PENATALAKSANAAN PERSALINAN

BEKAS SEKSIO SESAREA

17

Page 19: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

Sumber : Saifuddin AB. Kehamilan dan Persalinan dengan Parut Uterus. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : 2001 ; 322.

18

PERSALINAN BEKAS SEKSIO SESAREA

Segmen Bawah rahim

Korporal

Letak dan Presentasi

Tipe Seksio Sesarea

Verteks Non Verteks

Kriteria (+) Kontra indikasi (+)

Maju Gagal

Partus Percobaan

Ekstraksi Vakum/ Ekstraksi Forceps

PARTUS PERVAGINAM

SEKSIO SESAREA

Page 20: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

KESIMPULAN

Berbagai penelitian menunjukkan angka keberhasilan persalinan

pervaginam pada bekas seksio sesarea yang cukup tinggi (+ 60 – 80 %), karena itu

dipertimbangkan sebagai cara untuk menurunkan angka seksio sesarea.

Namun demikian perlu dicermati akan resiko yang mungkin terjadi berupa

ruptura uteri yang sangat berbahaya, walaupun jarang terjadi tapi mengakibatkan

komplikasi obstetrik yang cukup serius, yang berakibat pada ibu dan janin.

Untuk itu pemahaman tentang masalah ini perlu menjadi perhatian yang

mendalam bagi para praktisi untuk mengambil keputusan dalam

mempertimbangkan persalinan pervaginam pada wanita-wanita yang pernah

menjalani seksio sesarea sebelumnya, dengan memperhatikan syarat-syarat,

kriteria dan indikasi yang tepat guna menghindari sekecil mungkin kegagalan dan

komplikasi yang akan terjadi.

19

Page 21: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

DAFTAR PUSTAKA

1. Paul RH, Miller DA : Cesarean Birth : How To Reduce The Rate. In

American Journal of Obstetrics and Gynecology, June 1995, Volume 172,

Number 6 : 1-14

2. Cunningham FG, Gant NF, Loveno KJ : Cesarean Section and Postpartum

Hysterectomy. In Williams Obstetrics, 21 st Ed. The Mc Graw-Hill

Companies, New York 2001 : 537-563.

3. Lydon–Rochelle M, Holt VL, Easterling TR, et al : Risk of Uterine Rupture

during Labor among Women with a Prior Cesarean Delivery. In The New

England Journal of Medicine, July 2001, Volume 345, Number 1 : 1-9

4. Cunningham FG, Gant NF, Loveno KJ : Rupture of The Uterus. In

Obstetrical Hemorrhage. In Williams Obstetrica, 21 st Ed. The Mc Graw- Hill

Companies, New York 2001 : 646 – 649.

5. Marsianto, Martohoesodo S : Ruptura Uteri pada Parut Uterus. Dalam

Perlukaan dan Peristiwa Lain dalam Persalinan. Dalam Ilmu Kebidanan.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1991 : 670-672.

6. Cunningham FG : Injuries to Birth Canal . In Williams Obstetrics, 19 th Ed,

Precentice – Hall International Inc, 1993 : 543-553.

7. Dutta DC : Pregnancy with History of Previous Caesarean Section. In

Textbook of Obstetrics, 4 th Ed. New Central Book Agency (P) Ltd, Calcutta

1998 : 348-352.

8. Lin C, Raynor BD : Risk of Uterine Rupture in Labor Induction of Patients

with Prior Cesarean Section : An Inner City Hospital Experience. In American

Journal of Obstetrics and Gynecology, Volume 190, May 2004, Volume 190,

Number 5 : 1-4.

9. Saifuddin AB : Kehamilan dan Persalinan dengan Parut Uterus. Dalam Buku

Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo dan JNPKKR–POGI, Jakarta 2001 : 317-322.

10. Bujold E, Hammoud AO, Hendler I, et al : Trial of labor in Patients with a

Previous Cesarean Section : Does Maternal Age Influence the Outcome ?. In

American Journal of Obstetrics and Gynecology, April 2004 , Volume 190,

Number 4 : 1-8.

20

Page 22: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

11. Scott JR : Avoiding Labor Problems During Vaginal Birth After Cesarean

Delivery. In Clinical Obstetrics and Gynecology. Lippincot–Raven Publisher,

Philadelphia 1997, Volume 4 , Number 3 : 532-541.

12. Miller AWF, Hanretty KP : Labor in Women Previously Delivered by

Caesarean Section. In Abnormal Labor. In Obstetric Illustrated. 5 th Ed.

Churchill Livingstone, 1997 : 280.

13. Shimonovitz S, Botosneano A, Hochner-Celnikier D : Successful First

Vaginal Birth After Cesarean Cection : A Predictor of Reduced Risk for

Uterine Rupture in Subsequent Deliveries. In Isr Med Assoc J, 2000, Jul (7) :

526-528.

14. Zellop CM, Shipp TD, Repke JT, et al : Uterine Rupture During Induced or

Augmented Labor in Gravid Women with One Prior Cesarean Delivery. In

Am J Obstet Gynecol, Oct 1999 ; 181(4) : 882-886.

15. Hashima JN, Eden KB, Osterweil P, et al : Predicting Vaginal Birth After

Cesarean Delivery : A Review Of Prognostic Factors and Screening Tools.

American Journal of Obstetrics and Gynecology, February 2004, Vol 190,

Number 2 : 1-14.

16. Weinstein D, Benshushan A, Tanos V, et al : Predictive Score for Vaginal

Birth After Cesarean Section. In American Journal of Obstetrics and Gyne-

Cology, 1996 : 174 : 192-198.

17. Edy F, Hatta AR, Dino R : Perslainan Bekas Seksio Sesar di Rumah Sakit

Otorita batam Riau Periode 1 Januari 1997–30 Juni 2000. Dalam Kumpulan

Makalah Ilmiah KOGI XII Yogyakarta, 2003 : 65-70

18. Rozenberg P, Goffinet F, Phillipe H, et al : Which Women Who Have Had A

Previous Cesarean Section ? In Paper Ultrasonographic Measurement of

Uterine Segmen to Asses of Defects of Scared Uterus. In Lancet, 1996 ; 347 :

281-284.

19. Guleria K, Dhall K : Pattern of Cervical Dilatation in Previous Segment

Cesarean Section Patients. IN Indian Journal Medicine Assosiation, 1197 ;

95 : 131-134

21

Page 23: Seksio Sesarea pada Ruptur Uteri

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN .................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

RUPTURA UTERI .................................................................................... 5

PENYEMBUHAN PARUT SEKSIO SESAREA .................................... 7

PERSALINAN PERVAGINAM PADA BEKAS SEKSIO SESAREA . 12

KESIMPULAN .......................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 21

22