TEKNIK SESAREA

16
BAB I. LATAR BELAKANG I.1 Pendahuluan Berbagai masalah dalam ilmu kebidanan modern telah sama kontroversialnya dengan penatalaksanaan wanita yang pernah memiliki riwayat persalinan caesar. Selama banyak dekade, uterus dengan parut diyakini sebagian besar ahli dikontraindikasikan untuk melahirkan secara normal karena akan menyebabkan ruptur uteri. Pada tahun 1916, Cragin membuat pernyataan yang sering disebut dan terkenal dan tampak berlebihan yaitu “sekali caesar, selalu caesar” . Mengingat hal tersebut, hampir membuat semua menggunakan insisi uterus vertikal klasik. Bahkan beberapa rekan pada masa itu tidak sepenuhnya setuju dengan pernyataan beliau. Sebagai contoh J. Whitridge Williams (1917) menyebut pernyataan tersebut sebagai “sebuah pernyataan yang dilebih-lebihkan”. 1 Di tahun 70-an dan awal 80-an seksio sesarea meningkat secara cepat. Bahkan ditahun 90-an di laporkan di dunia ini wanita melahirkan dengan seksio sesarea meningkat empat kali lipat dibandingkan 30 tahun sebelumnya. 2 Sebab multifaktorial, termasuk diantaranya meningkatnya indikasi seksio sesarea ulang pada kehamilan dengan parut uterus. Sampai saat ini belum ada hasil penelitian berdasarkan Randomised Controllde Trials (RCT) untuk menilai keuntungan atau kerugian persalian pervaginam dan seksio sesarea ulang pada kasus kehamilan dengan parut uterus. 3 Pelahiran caesar didefinisikan sebagai kelahiran janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparotomi) dan dinding

description

Tambahan bacaan riwayat sesarea. koas . panitera umum

Transcript of TEKNIK SESAREA

Page 1: TEKNIK SESAREA

BAB I. LATAR BELAKANG

I.1 Pendahuluan

Berbagai masalah dalam ilmu kebidanan modern telah sama kontroversialnya dengan

penatalaksanaan wanita yang pernah memiliki riwayat persalinan caesar. Selama banyak

dekade, uterus dengan parut diyakini sebagian besar ahli dikontraindikasikan untuk

melahirkan secara normal karena akan menyebabkan ruptur uteri. Pada tahun 1916, Cragin

membuat pernyataan yang sering disebut dan terkenal dan tampak berlebihan yaitu “sekali

caesar, selalu caesar”. Mengingat hal tersebut, hampir membuat semua menggunakan insisi

uterus vertikal klasik. Bahkan beberapa rekan pada masa itu tidak sepenuhnya setuju dengan

pernyataan beliau. Sebagai contoh J. Whitridge Williams (1917) menyebut pernyataan

tersebut sebagai “sebuah pernyataan yang dilebih-lebihkan”.1

Di tahun 70-an dan awal 80-an seksio sesarea meningkat secara cepat. Bahkan

ditahun 90-an di laporkan di dunia ini wanita melahirkan dengan seksio sesarea meningkat

empat kali lipat dibandingkan 30 tahun sebelumnya.2 Sebab multifaktorial, termasuk

diantaranya meningkatnya indikasi seksio sesarea ulang pada kehamilan dengan parut uterus.

Sampai saat ini belum ada hasil penelitian berdasarkan Randomised Controllde Trials (RCT)

untuk menilai keuntungan atau kerugian persalian pervaginam dan seksio sesarea ulang pada

kasus kehamilan dengan parut uterus.3

Pelahiran caesar didefinisikan sebagai kelahiran janin melalui insisi pada dinding

abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak mencakup

pengangkatan janin dari rongga abdomen pada kasus ruptur uterus atau pada kasus kehamilan

abdominal. Pada beberapa kasus dan paling sering karena komplikasi darurat seperti

perdarahan yang tidak terkendali merupakan indikasi histerektomi perabdominal setelah

pelahiran.4

I.2. Tujuan Umum :

Memahami kehamilan dengan persalinan dengan riwayat seksio sesarea sehingga

dapat mengenal kasus-kasus kehamilan dan persalinan dengan riwayat seksio sesarea dan

dapat mengelola sampai merujuk tepat waktu ke pusat pelayanan kesehatan yang memadai.

I.3. Tujuan Khusus :

1. Mengenali pelahiran seksio sesarea dan indikasi terkait dilakukanya seksio sesarea

Page 2: TEKNIK SESAREA

2. Mendefinisikan kehamilan dan persalinan dengan riwayat seksio sesarea

3. Mengidentifikasikan riwayat dan pemeriksaan pada ibu hamil dengan riwayat seksio

sesarea.

4. Menjelaskan perbedaan antara uterus normal dan uterus dengan bekas seksio sesarea pada

kehamilan dan persalinan.

5. Mengenali mekanisme terjadinya komplikasi dan risiko yang mungkin timbul selama

kehamilan dan persalinan dengan riwayat seksio sesarea.

6. Melakukan konseling cara memilih rencana keluarga berencana

Page 3: TEKNIK SESAREA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Seksio Sesaria

II.1.1. Latar Belakang Sejarah

Asal istilah caesar tidak jelas dan tiga penjelasan prinsip telah dikemukakan.

Pertama, menurut legenda, Julius Caesar dilahirkan dengan cara ini, sehingga prosedur

tersebut dikenal sebagai bedah Caesar. Beberapa keadaan melemahkan penjelasan ini karena

Ibu Julius Caesar hidup selama bertahun-tahun setelah kelahiran Julius Caesar tahun 100 SM,

dan hingga akhir abad ke-17, operasi itu hampir selalu berakibat fatal pada dulunya. Selain

itu, operasi yang dilakukan pada orang hidup atau mati ini tidak disebut oleh penulis medis

sebelum abad pertengahan. Perincian bersejarah mengenai asal nama keluarga Caesar

ditemukan dalam monograd yang ditulis oleh Pickrell (1935).

Penjelasan kedua adalah bahwa nama operasi ini berasal dari hukum Romawi, yang

kemungkinan dibuat pada abad 8 SM oleh Numa Pompilius, memerintahkan untuk

melakukan prosedur ini pada wanita yang sekarat dan beberapa minggu terakhir kehamilan

dengan harapan dapat menyelamatkan anak. Lex regia adalah hukum atau peraturan raja ini

selanjutnya menjadi Lex Caesar dibawah pemerintahan raja dan operasi tersebut dikenal

sebagai operasi Caesar atau dalam istilah Jeman Kaiserschnitt.

Penjelasan ketiga adalah bahwa kata caesar berasal dari bahasa Latin caedere pada

abad pertengahan , yang artinya memotong. Penjelasan ini yang tampak paling masuk akal

tetapi keabsahannya belum pasti. Karena seksio berasa dari bahasa Latin seco, yang juga

berarti memotong, istilah seksio caesar tampat tautologi sehingga digunakan istilah pelahiran

seksio caesar.5

II.1.2. FrekuensiSaat ini, seksio sesarea memegang peran utama dalam menurunkan morbiditas dan

mortalitas maternal maupun perinatal (Scott, 2008). Berdasarkan analisis data rutin

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tahun 2010, seksio sesarea dinilai memberikan peran

bermakna, yaitu menurunkan 25% Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Namun, dalam

beberapa tahun terakhir, seksio sesarea dilakukan dengan berbagai indikasi, termasuk

beberapa persalinan dengan risiko yang tidak begitu nyata bagi ibu dan janin (Scott, 2008).

Dari tahun 1970 sampai dengan tahun 2007, frekuensi sekio sesarea di Amerika

Serikat meningkat dari 4,5% per kelahiran total menjadi 31,8% per kelahiran total (Hamilton,

et al, 2009; MacDorman, 2008). Peningkatan ini berlangsung terus menerus, kecuali dari

Page 4: TEKNIK SESAREA

tahun 1989 sampai dengan tahun 1996, frekuensi seksio sesarea di Amerika Serikat

mengalami penurunan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya angka

persalinan pervaginam setelah seksio sesarea sebelumnya dan sebagian kecil oleh

berkurangnya angka kejadian seksio sesarea primer. Namun, sejak tahun 1996 prevalensi

seksio sesarea kembali meningkat. Pada tahun 2007 didapati sebanyak 30% wanita yang

melahirkan di Amerika Serikat menjalani seksio sesarea. Sebaliknya, frekuensi seksio sesarea

dengan indikasi seksio sesarea sebelumnya mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan

adanya peningkatan signifikan kejadian seksio sesarea primer (Hamilton, et al, 2009).

1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 20060

5

10

15

20

25

30

35

Gambar 1 : Angka pelahiran caesar total : Amerika Serikat, 1970 - 2006 (dikutip dari clinics in Perinatology vol 35, No.2 MF MacDorman, F. Manecker, E. Decleron, Caesarn birth in the United States: Epidemiology, trends,

and outcome, hlm. 283-307, hak cip

Sepanjang tahun 2005 dilakukan suatu penelitian untuk melihat prevalensi seksio

sesarea beserta indikasinya di sembilan rumah sakit pada empat negara Asia Tenggara. Dua

rumah sakit di Yogyakarta ikut berpartsipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian

memperlihatkan dari 2.086 persalinan yang dilakukan di dua rumah sakit di Yogyakarta,

sebanyak 29,6%, yaitu 617 persalinan dilakukan secara seksio sesarea.

II.1.3. Indikasi

Dalam proses persalinan terdapat tiga faktor penentu yaitu power (tenaga mengejan

dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim), passage (keadaan jalan lahir), passanger

(janin yang dilahirkan) dan psikis ibu.

Mula-mula indikasi seksio sesarea hanya karena ada kelainan passage, misalnya

sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya trauma persalinan pada jalan lahir atau pada anak,

sehingga kelahirannya tidak bisa melalui jalan vagina. Namun, akhirnya merambat ke faktor

Page 5: TEKNIK SESAREA

power dan pasanger. Kelainan power yang memungkinkan dilakukannya seksio sesarea,

misalnya mengejan lemah, ibu sakit jantung atau penyakit menahun lainnya mempengaruhi

tenaga. Sedangkan kelainan passenger diantaranya makrosemia, anak kelainan letak jantung,

primigravida >35 tahun dengan janin letak sungsang, persalina tak maju, dan anak menderita

fetal distress syndrome.

Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang harus menjalani seksio

sesarea yaitu:

1. Jika panggul sempit, sehingga besar anak tidak proporsional dengan indikasi

panggul ibu (disporsi). Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengukuran

panggul pada waktu pemeriksaan kehamilan awal. Dengan tujuan memperkirakan

apakah panggul ibu masih dalam batas normal.

2. Pada kasus gawat janin akibat terinfeksi misalnya, kasus ketuban pecah dini (KPD)

sehingga bayi terendam cairan ketuban yang busuk atau bayi ikut memikul demam

tinggi. Pada kasus ibu mengalami preeklamsia/eklamsia, sehingga janin

terpengaruh akibat komplikasi ibu.

3. Pada kasus plasenta previa atau plasenta terletak dibawah yang menutupi ostium

uteri internum, biasanya plasenta melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada

kasus plasenta previa menutupi ostium uteri internum.

4. Pada kasus kelainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan letaknya melintang

dan terlambat diperiksa selama proses kehamilan.

5. Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkordinasi, hal ini menyebabkan tidak

ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. (incordinate uterine-

action).

6. Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala darah

tinggi, ada protein dalam urim, penglihatan kabur dan juga melihat bayangan

ganda. Pada eklamsia ada gejala kejang-kejang hingga koma.

7. Jika ibu mempunyai riwayat persalinan sebelumnya adalah seksio sesar maka

persalinan berikutnya umumnya dipertimbangkan untuk di lakukan seksio sesar

karena kemungkinan terjadi risiko perdarahan hingga ruptur uteri. Namun

sekarang, teknik seksio sesarea dilakukan dengan sayatan dibagian bawah rahim

sehingga potongan pada otot rahim tidak membujur lagi atau potongan klasik.

Dengan demikian bahaya rahim robek akan lebih kecil dibandingkan dengan teknik

seksio sesarea dulu yang sayatan dibagian tengah rahim dengan potongan yang

bukan melintang.

Page 6: TEKNIK SESAREA

II.1.4. Teknik Pelahiran Caesar

II.1.4.1. Insisi Abdomen

Biasanya digunakan insisi vertikal medianan atau transversal suprapubik. Insisi

paramedian atau midtransversal digunakan hanya pada keadaan khusus.

Insisi vertikal linea mediana infraumbilikal adalah insisi yang paling cepat dilakukan.

Insisi harus cukup panjang supaya kepala bayi dapat dilahirkan dengan mudah. Karena itu,

panjang insisi harus sesuai dengan perkiraan berat janin. Diseksi tajam dilakukan setinggi

selubung rektus anterior, yang dibebaskan dari lemak subkutan untk memperlihatkan fascia

selebar 2 cm di linea mediana. Beberapa dokter ahli lebih memilih insisi pada selubung

rektus dengan skalpel di sepanjang insisi fascia. Dokter lain memilih untuk membuat luka

kecil kemudian menginsisi lapisan fascia dengan gunting. M. Rectus pyramidalis dipisahkan

digaris tengah dengan diseksi tajam dan tumpul untuk memperlihatkan fascia transversalis

dan peritoneum.

Fascia transversalis dan lemak praperitoneal didiseksi dengan hati-hati untuk

mencapai peritoneum dibawahnya. Peritoneum dekat dengan bagian ujung atas insisi dibuka

dengan hati-hati, baik secara tumpul atau mengelevasinya dengan dua hemostat yang berjarak

sekitar 2 cm. Lapisan peritoneum yang teregang diantara klem kemudian diperiksa dan

dipalpasi untuk memastikan omentum, usus, dan kandung kemih terletak tidak melekat. Pada

wanita yang memiliki riwayat intra-abdomen termasuk pelahiran caesar, omentum dan usus

mungkin melekat pada permukaan bawah peritoneum. Pada wanita dengan persalinan

terhambat kandung kemih daapt terdorong ke atas hingga setinggi umbilikuts. Peritoneum

diinsisi pada bagian superior dari ujung atas insisi dan turun hingga tepat diatas bayangan

peritoneum yang menutupi kandung kemih.

Dengan insisi Pfannenstiel yang dimodifikasi, kulit dan jaringan subkutan insisi

menggunakan insisis kurvalinear transversal rendah. Insisi dilakukan setinggi garis rambut

pubis dan diperluas melewati batas lateral M. Rectus. Diseksi tajam dianjurkan melalui

laporsan subkutan hingga fascia. Pembuluh darah epigastrika superfisial biasanya dapat

ditemukan dibagian antara kulit dan fascia, beberapa sentimeter dari linear mediana. Bila

terpotong, pembuluh darah dapat diligasi dengan jahitan atau di koagulasikan dengan pisau

elektrobedah. Setelah jaringan subkutan dipisahkan dari fascia dibawahnya sepanjang 1 cm

atau lebih pada setiap sisi, maka fascia di insisi. Pada tahap ini, fascia abdomen anterior

tersusun dari dua lapisan yang terlihat, aponeurosis dari M. Obliquus externus dan penyatuan

lapisan aponeurosis dari M. Transversus obliquus dengan M. Transversus abdominis.

Idealnya, dia lapiran ini di insisi tersendiri selama perluasan kelateral selama insisi fascia.

Page 7: TEKNIK SESAREA

Pembuluh darah epigastrika inferior terletak diluar tepi lateral dari M.rectus abdominis dan

dibawah penyatuan aponeurosis M. Obliquus internus dengan M.transversus abdominis.

Maka perluasan insisi fascia yang jauh ke lateral dapat memotong pembuluh darah ini.

Karena itu perluasan ke lateral diperlukan, pembuluh darah ini harus dicari dan dikauter atau

diligasi untuk mencegah perdarahan dan retraksi pembuluh darah yang terpotong.

Secara berurutan, pertama tepi superior fascia lalu tepi inferior dipegang dengan klem

dan dielevasi oleh asisten sedangkan operator memisahkan selubung fascia dari M. Rectus

dibawahnya secara tumpul atau tajam. Pembuluh darah yang berjalan diantara otot dan fascia

diklem, dipotong atau diligasi, atau di kauterisasi dengan elektrokauter. Hemostasis yang

teliti sangat penting untuk menurunkan angka kejadian infeksi dan perdarahan. Pemisahan

fascia ditarik cukup dekat ke umbilikus untuk melakukan insisi longitudinal linea mediana

yang adekuat pada peritoneum. Kemudian M. Rectus dipisahkan di linea mediana untuk

peritoneum dibawahnya. Peritoneum dibuka seperti yang telah dibahas sebelumnya.

Insisi Pfannenstiel mengikuti garis Langer dari tegangan kulit, supaya didapatkan

hasil kosmetik yang memuaskan. Insisi tersebut menurunkan angka nyeri pasca operasi,

dehisensi luka fascia, dan hernia insisional. Bila insisi transversal diinginkan dan diperlukan

rongga yang lebih luas, insisi Maylard memberi pilihan lebih aman terutama pada wanita

dengan jaringan parut akibat insisi transversal sebelumnya.

II.1.4.2. Insisi uterus

Insisi uterus dilakukan pada segmen bawah rahim secara transversal seperti yang dijelaskan

oleh Kerr pada tahun1921. Kadang kadang digunkan insisi vertikal segmen bawah seperti

yang dijelaskan oleh Kronig tahun 1912. Insisi itu disebut insisi klasik yaitu insisi vertikal ke

dalam korpus uteri diatas segmen bawah uterus menuju fundus uteri. Insisi ini sekarang

jarang. Untuk sebagian besar pelahiran caesar, insisi transversal lebih disukai. Dibandingkan

dengan insisi klasik, insisi transversal lebih mudah di jahit, terletak pada lokasi yang tidak

mudah ruptur selama kehamilan berikutnya, dan tidak menyebabkan perlekatan usus atau

omentum pada garis insisional.

Teknik insisi sesarea transversal

Uterus biasanya berada pada posisi dektrorotasi sehingga ligamentum teres uteri terletak

hingga anterior dan lebih dekat ke linea mediana dibandingkan yang kanan. Pada keadaan

mekonium tebal atau cairan amnion terinfeksi, beberapa dokter ahli sering meletakan kasa

Page 8: TEKNIK SESAREA

laparotomi yang lembab dalam setiap lekukan peritoneum bagian lateral untuk menyerap

cairan dan darah yang keluar dari uterus yang terbuka. Lipatan peritoneum diatas tepi atas

kandung kemih yang menutupi segmen bawah uterus bagian anterior dipegang dengan

forceps dilinea mediana dan insisi secara transversal dengan gunting. Gunting dimasukan di

antara serosa vesikouteri dan miometrium segmen bawah uterus. Gunting didorong ke arah

lateral dari linea mediana, kemudian ditarik sambil membuka gunting secara intermiten.

Tindakan ini memisahkan serosa selebar 2 cm, yang kemudian di insisi. Setelah tepi lateral

pada setiap sisi terinsisi ditelusuri, gunting di arahkan lebih ke atas. Flap peritoneum bagian

bawah di elevasi, dan kandung kemih dipisahkan secara perlahan dengan diseksi tajam atau

tumpul dari miometrium dibawahnya. Pemisahan kandung kemih biasanya tidak boleh

melebihi kedalaman 5 cm dan harus kurang dari 5 cm. Hal ini mungkin dilakukan terutama

pada serviks yang mendatar dan berdilatasi dengan diseksi langsung kebawah sedalam

mungkin untuk memperlihatkan kemudian memasuki vagina dibawahnya dan bukan dari

segmen bawah uterus.

Page 9: TEKNIK SESAREA

Uterus dimasuki melalui segmen bawah uterus kira-kira 1 cm dibawah tepi lipatan

peritoneum. Insisi uterus harus dibuat relatif lebih tinggi pada wanita dengan dilatasi serviks

lengkap lalu lanjut untuk mengurangi perluasan insisi ke arah lateral mengenai arteria uterina

dan masuk secara tidak sengaja ke dalam vagina. Tindakan dilakukan dengan panduan lipatan

serosa vesikouteri.

Uterus dapat diinsisi dengan berbagai teknik. Setiap teknik diawali dengan skalpel menginsisi

transversal segmen bawah uterus yang terlihat sepanjang 1 hingga 2 cm pada linea mediana.

Tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak mencederai janin. Laserasi kulit

adalah cedera paling sering terjadi pada janin yang ditemukan dalam 37.110 pelahiran sesarea

dari penelitian Maternal Fetal Medicine Units Network yang dilaporkan oleh Alexander dkk.,

(2006). Pembukaan hati-hart secara tumpul dengan termostat atau ujung jari untuk

memisahkan otot dapat sangat membantu. Setelah uterus dibuka, insisi dapat diperluas

dengan memotong ke arah lateral kemudian sedikit ke atas dengan gunting kasa. Ketika

segmen bawah uterus menipis, insisi juga dapat mudah diperluas dengan melebarkan insisi

menggunakan tekanan ke lateral dan ke atas yang diberikan oleh tiap jari telunjuk. Meskipun

Rodriguez dkk., (1994) melaporkan bahwa perluasan tumpul dan tajam pada insisi uterus

yang pertama sebanding antara keamanan dan komplikasi pasca operasi, Magann dkk,.

(2002) melaporkan bahwa perluasan tajam meningkatkan kehilangan darah dan

meningkatkan kebutuhan transfusi. Insisi uterus harus dibuat cukup lebar untuk

memungkinkan pelahiran kepala dan badan janin tanpa merobek sepanjang tepi lateral uterus.

Page 10: TEKNIK SESAREA

Apabila plasenta ditemukan pada jalur insisi, plasenta harus dilepaskan atau diinsisi. Jika

plasenta di insisi dapat terjadi perdarahan janin yang parah. Karena itu, pelahiran pada klem

tali pusat harus dilakukan sesegera mungkin pada kasus seperti ini.

Meskipun teknik Pfannenstiel-Kerr untuk membuka abdomen dan uterus sudah digunakan

selama beberapa dekade, metode yang baru telah dikenalkan. Metode Joel-Cohen dan

Misgav-Ladach menggunakan insisi abdomen yang terletak lebih tinggi daripada Pfannenstiel

dan diseksi tumpul pada semua lapisan setelah insisi tajam pada kulit. Tindakan ini

Page 11: TEKNIK SESAREA

mengakibatkan rendahnya angka kehilangan darah pasca operasi, demam nifas, nyeri pasca

operasi, dan waktu operasi lebih singkat. Prognosis jangka panjang dengan teknik ini seperti

ruptur uterus masih belum diketahui