Seksio Sesarea Bro
description
Transcript of Seksio Sesarea Bro
Sectio Sesarea
Seksio sesarea, ialah di mana janin, plasenta dan selaput ketuban dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding abdomen dan dinding rahim.1 Sejak 35 tahun yang lalu, kadar ibu
yang melahirkan dengan tindakan seksio sesarea semakin meningkat dari 5% menjadi 25%.
Dengan terjadinya peningkatan ini menyebabkan:-2
1. Penurunan jumlah persalinan spontan/ pervaginam.
2. Penurunan persalinan pervaginam setelah pasien pernah melakukan tindakan seksio
sesarea kelahiran anak sebelumnya atau pada parut uterus (VBAC).
3. Penurunan persalinan pervaginam untuk anak letak songsang.
Indikasi
Tindakan seksio sesarea ulang.
Tindakan insisi rahim sebelumnya atas indikasi miomektomi atau tindakan persalinan
secara seksio sesarea dapat menyebabkan melemahnya dinding uterus atau predisposisi
terjadi ruptura uteri jika persalinan pervaginam dilakukan. Walaubagaimanapun, pada tahun
2000, nasional mempunyai target untuk menurunkan jumlah tindakan seksio sesarea menjadi
3%, manakala meningkatkan VBAC menjadi 35%.2
Secara umumnya, pasien yang tidak dianjurkan untuk mencoba dengan persalinan
pervaginam ialah pasien dengan seksio sesarea klasik dengan insisi vertikal pada korpus uteri
atau miomektomi sebelumnya. Pasien yang sesuai untuk dilakukan persalinan pervaginam
pada parut uterus atau bekas seksio sesarea ialah:2
1. Pernah dilakukan seksio sesarea dengan insisi uterus transversal pada segmen bawah
rahim.
2. Pasien dengan tanda-tanda mulai persalinan.
3. Pasien tanpa kondisi berulang seperti kehamilan songsang, gawat janin atau plasenta
previa.
4. Pasien yang pernah bersalin secara spontan sebelumnya.
Jika persalinan pervaginam akan dilakukan, pasien perlulah dimonitor dengan ketat
denyut jantung janin dan aktivitas kontraksi uterusnya, dan dokter kebidanan dan
anestesiologi haruslah sentiasa bersiap sedia jika terjadinya ruptura uteri. Penelitian
menunjukkan jumlah kematian ibu ialah 1% jika terjadi kasus ruptura uteri, manakala jumlah
kematian janin mendekati 50%.2
Distosia/ Cephalopelvic Disproportion (CPD)
Keadaan di mana kepala janin terlalu besar untuk melewati rongga panggul ibu dan
diindikasikan untuk dilakukan seksio sesarea. Jika kepala janin belum masuk ke panggul ibu
sampai bidang Hodge 3 atau bidang O, pasien belum mancapai syarat untuk dilakukan
persalinan pervaginam. Hal ini perlu diwaspada pada ibu hamil primigravida dengan kepala
janin gagal untuk masuk ke rongga panggul. Dispropotion pada rongga panggul tengah ibu
perlu diwaspada jika conjugata vera sempit, spina ischiadica menonjol dan kepala janin
besar.2
Malposisi dan Malpresentasi
Letak lintang dan letak songsang adalah indikasi yang sering untuk dilakukan
tindakan seksio sesarea. Terdapat penelitian telah dilakukan untuk membandingkan kondisi
janin dengan letak songsang pada persalinan pervaginam dan persalinan dengan tindakan
seksio sesarea. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi janin lebih baik pada persalinan
dengan tindakan seksio sesarea.2
Gawat Janin
Memonitor kondisi janin seperti denyut jantung janin sebelum dan saat persalinan
dapat mengurangkan risiko terjadinya gawat janin dan jika terjadi dapat dilakukan
penanganan secepat mungkin. Penanganan yang terbaik untuk gawat janin ialah dengan
dilakukan persalinan secara seksio sesarea. Penelitian menunjukkan bahwa 10% tindakan
seksio sesarea yang dilakukan pada ibu hamil adalah disebabkan oleh gawat janin.2
Indikasi lain
Kondisi lain yang menjadi indikasi untuk dilakukan persalinan secara seksio sesarea
ialah plasenta previa, preeklampsia-eklampsia dengan bayi masih prematur, kehamilan ganda,
kelainan janin seperti hidrosefalus dan kanker serviks. Selain itu, sebab lain dilakukan seksio
sesarea ialah disebabkan atas permintaan pasien sendiri.2
Persiapan sebelum tindakan seksio sesarea
Pertama perlu mendapatkan informed consent dari pasien terlebih dahulu dengan
memberikan segala informasi berkaitan dengan tindakan seksio sesarea yang akan
dilakukan.Informasikan kepada pasien tentang indikasi harus dilakukan seksio sesarea,
pilihan tindakan lain serta risiko dan komplikasi yang dapat terjadi dari tindakan tersebut.
Kemudian, pasien dipasangkan dengan infus IV sebelum tindakan operasi. Pasien juga
diberikan antacid untuk mengurangkan terjadinya aspirasi saat anestesi. Kateter foley juga
dipasang untuk mengosongkan kandung kemih sebelum, saat dan selepas operasi.2
Lapisan-lapisan abdomen
Sectio cesarea dimana janin, plasenta dan selaput ketuban dilahirkan melalui insisi
pada dinding perut dan dinding rahim, berikut lapisan-lapisan dari dinding perut sampai
dinding uterus:
Lapisan Kulit
Lapisan Subkutis
Lapisan Fascia
Lapisan Otot
Lapisan Peritoneum
Uterus
Teknik operasi
1. Seksio Sesarea Klasik
Seksio sesarea klasik (corporal), yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri, Teknik ini juga memiliki beberapa kerugian yaitu, kesembuhan luka insisi relatif sulit, kemungkinan terjadinya ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dan kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar
Indikasi untuk dilakukan operasi dengan teknik seksio sesarea klasik ialah:-
Plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen bawah rahim.1,2
Kelahiran prematur dengan segment bawah yang masih belum terbentuk dengan
sempurna.2
Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing untuk mencapai segmen
bawah rahim, misalnya karena adanya perlekatan-perlekatan akibat pembedahan
seksio sesarea yang lalu, atau adanya tumor-tumor di daerah segmen bawah rahim.1
Janin besar dalam letak lintang.1
Prosedur
1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit
dengan kain suci hama.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana atau vertikal dari atas simfisis sepanjang
±12cm sampai di bawah umbilicus lapis demi lapis sehingga kavum peritoneal
terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.
4. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim (SAR), kemudian
diperlebar sacara sagital dengan gunting.
5. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan dengan
meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat
dijepit dan dipotong di antara kedua penjepit.
6. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikan 10 U oksitosin ke dalam rahim secara
intramural.
7. Luka insisi SAR dijahit kembali.
Lapisan I : endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur dengan benang
catgut khromik.
Lapisan II : hanya miometrium saja dijahit secara simpul (berhubung otot SAR sangat
tebal) dengan catgut khromik.
Lapisan III: perimetrium saja, dijahit sacara simpul dengan benang catgut biasa.
8. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
9. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit.
2. Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda
Seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan suatu pembedahan dengan
melakukan insisi pada segmen bawah uterus. memiliki beberapa keunggulan seperti
kesembuhan lebih baik, dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. Adapun kerugiannya
adalah terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga memungkinkan terjadinya
perluasan luka insisi dan dapat menimbulkan perdarahan.
Prosedur.
1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit
dengan kain suci hama.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai di bawah
umbiikus lapis demi lapis sehingga kavum peritonei terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.
4. Dibuat bladder-flap, yaitu dengan menggunting peritoneum kandung kencing ( plika
vesikouterina) di depan segmen bawah rahim (SBR) secara melintang. Plika
vesikouterina ini disisihkan secara tumpul kea rah samping dan bawah, dan kandung
kencing yang telah disisihkan ke arah bawah dan samping dilindungi dengan spekulum
kandung kencing.
5. Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm di bawah irisan plika vesikouterina tadi
secara tajam dengan pisau bedah ±2cm, kemudian diperlebar melintang sacara tumpul
dengan kedua jari telunjuk operator. Arah insisi pada segmen bawah rahim adalah
dengam melintang (transversal).
6. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan dengan
meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat
dijepit dan dipotong, plasenta dilahirkan secara manual. Ke dalam otot rahim intra mural
disuntikan 10 U oksitosin.
Luka dinding rahim dijahit.
Lapisan I : dijahit jelujur, pada endometrium dan miometrium.
Lapisan II : dijahit jelujur hanya pada miomtrium saja.
Lapisan III : dijahit jelujur pada plika vesikouterina.
7. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
8. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit
3. Seksio- Histerektomi
Pengangkatan uterus setelah seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi
dengan tindakan lain, pada uterus miomatousus yang besar dan atau banyak, atau pada ruptur
uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan
Prosedur
1. Setelah janin dan plasenta dilahirkan dari rongga rahim, dilakukan hemostasis pada insisi
dinding rahim, cukup dengan jahitan jelujur atau simpul.
2. Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh dikeluarkan dari rongga pelvis.
3. Mula-mula ligamentum rotundum dijepit dengan cunam Kocher dan cunam Oschner
kemudian dipotong sedekat mungkin dengan rahim, dan jaringan yang sudah dipotong
diligasi dengan benang catgut khromik no.0. Bladder-flap yang telah dibuat pada waktu
seksio sesarea transperitoneal profunda dibebaskan lebih jauh ke bawah dan lateral. Pada
ligamentum latum belakang dibuat lubang dengan jari telunjuk tangan kiri di bawah
adneksa dari arah belakang. Dengan cara ini ureter akan terhindar dari kemungkinan
terpotong.
4. Melalui lubang pada ligamentum latum ini, tuba fallopii, ligamentum uteroovarika, dan
pembuluh darah dalam jaringan tersebut dijepit dengan 2 cunam Oschner lengkung dan
di sisi rahim dengan cunam Kocher. Jaringan di antaranya kemudian digunting dengan
gunting Mayo. Jaringan yang terpotong diikat dengan jahitan transfiks untuk hemostasis
dengan catgut no.0.
5. Jaringan ligamentum latum yang sebagian besar adalah avaskular dipotong secara tajam
kea rah serviks. Setelah pemotongan ligamentum latum sampai di daerah serviks,
kandung kencing disisihkan jauh ke bawah dan samping.
6. Pada ligamentum kardinale dan jaringan paraservikal dilakukan penjepitan dengan
cunam Oschner lengkung secara ganda, dan pada tempat yang sama di sisi rahim dijepit
dengan cunam Kocher lurus. Kemudian jaringan di antaranya digunting dengan gunting
Mayo. Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap sehingga ligamentum kardinale
terpotong seluruhnya. Puntung ligamentum kardinale dijahit transfiks secara ganda
dengan benang catgut khromik no.0.
7. Demikian juga ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan dipotong dengan cara yang
sama. Dan diligasi secara transfiks dengan benang catgut khromik no.0.
8. Setelah mencapai di atas dinding vagina-serviks, pada sisi depan serviks dibuat irisan
sagital dengan pisau, kemudian melalui insisi tersebut dinding vagina dijepit dengan
cunam Oschner melingkari serviks dan dinding vagina dipotong tahap demi tahap.
Pemotongan dinding vagina dapat dilakukan dengan gunting atau pisau. Rahim akhirnya
dapat diangkat.
9. Puntung vagina dijepit dengan beberapa cunam Kocher untuk hemostasis. Mula-mula
puntung kedua ligamentum kardinale dijahitkan pada ujung kiri dan kanan puntung
vagina, sehingga terjadi hemostasis pada kedua ujung puntung vagina. Puntung vagina
dijahit secara jelujur untuk hemostasis dengan catgut khromik. Puntung adneksa yang
telah dipotong dapat dijahitkan digantungkan pada puntung vagina, asalkan tidak terlalu
kencang. Akhirnya puntung vagina ditutup dengan retro-peritonealisai dengan
menutupkan bladder flap pada sisi belakang puntung vagina.
10. Setelah rongga perut dibersihkan dari sisa darah, luka perut ditutup kembali lapis demi
lapis.
4. Seksio Sesarea Ekstraperitoneal
Seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum
dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis
tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah
Komplikasi
Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi, baik bagi ibu maupun janinnya.
Morbiditas pada seksio sesarea lebih besar jika dibandingakan dengan persalinan
pervaginam. Ancaman utama bagi wanita yang menjalani seksio sesarea berasal dari tindakan
anastesi, keadaan sepsis yang berat, serangan tromboemboli dan perlukaan pada traktus
urinarius, infeksi pada luka.
Demam puerperalis didefinisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,50C. Demam
pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala bukan sebuah diagnosis yang menandakan
adanya suatu komplikasi serius . Morbiditas febris merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi pasca pembedahan seksio seksarea.
Perdarahan masa nifas post seksio sesarea didefenisikan sebagai kehilangan darah
lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan mencapai homeostatis
di tempat insisi uterus maupun pada placental bed akibat atoni uteri. Komplikasi pada bayi
dapat menyebabkan hipoksia, depresi pernapasan, sindrom gawat pernapasan dan trauma
persalinan.
Komplikasi yang tersering terjadi pada tindaka seksio sesarea ialah perdarahan pasca
persalinan, endometritis dan infeksi pada luka. Pemberian antibiotik profilaksis dapat
mengurangkan komplikasi dari terjadinya infeksi pada luka. Faktor terbesar yang member
efek pada penyembuhan luka pada insisi uterus ialah hemostasis, kesempurnaan jahitan dan
pencegahan infeksi dari terjadi. Secara umum dinyatakan bahwa semakin lama operasi
berjalan, semakin tinggi kemungkinan untuk pasien mengalami komplikasi pasca operasi.2
Perawatan Pasca Sectio caesarea
Perawatan luka insisi
o Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan betadin dan sebagainya,
lalu ditutup dengan kain penutup luka. Secara periodik pembalut luka diganti
dan luka dibersihkan.
Tempat perawatan pasca bedah
o Setelah tindakan di kamar operasi selesai, pasien dipindahkan ke dalam kamar
rawat khusus yang dilengkapi dengan alat pendingin kamar udara selama
beberapa hari. Bila pasca bedah kondisi gawat segera pindahkan ke ICU untuk
perawatan bersama-sama dengan unit anastesi, karena di sini peralatan untuk
menyelamatkan pasien lebih lengkap. Setelah pulih barulah di pindahkan ke
tempat pasien semula dirawat.
Pemberian cairan
o Karena selama 24 jam pertama pasien puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perinfus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang
diperlukan, agar tidak terjadi dehidrasi.
Nyeri
o Nyeri pasca operasi merupakan efek samping yang harus diderita oleh mereka
yang pernah menjalani operasi, termasuk bedah Caesar. Nyeri tersebut dapat
disebabkan oleh perlekatan-perlekatan antar jaringan akibat operasi. Nyeri
tersebut hampir tidak mungkin di hilangkan 100%, ibu akan mengalami nyeri
atau gangguan terutama bila aktivitas berlebih atau melakukan gerakan-
gerakan kasar yang tiba-tiba.Sejak pasien sadar dalam 24 jam pertama rasa
nyeri masih dirasakan didaerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut
dapat diberikan obat-obat anti nyeri dan penenang seperti suntikan
intramuskuler pethidin dengan dosis 100-150 mg atau morfin sebanyak 10-15
mg atau secara perinfus.
Mobilisasi
o Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalanya
penyembuhan pasien. Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya
thrombosis dan emboli. Miring ke kanan dan kiri sudah dapat dimulai sejak 6-
10 jam setelah pasien sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan pasien sambil
tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. Pada hari kedua pasies dapat
didukukan selama 5 menit dan dan diminta untuk bernafas dalam-dalam lalu
menghembuskanya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk
melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri
pasien bahwa ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang dirubah
menjadi setengah duduk (semi fowler).selanjutnya secara berturut-turut, hari
demi hari pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dan
berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5 pasca bedah
Kehamilan Dan Persalinan Dengan Parut Uterus Atau Bekas
Seksio Sesarea
Epidemiologi
Di tahun 70-an dan awal 80-an seksio sesarea meningkat cepat. Di tahun 90-an
dilaporkan di dunia ini wanita melahirkan dengan seksio sesaea meningkat 4 kali dibanding
30 tahun sebelumnya. Sebabnya multifaktorial, termasuk di antaranya meningkatnya indikasi
seksio sesarea ulang pada kehamilan dengan parut uterus. Sampai saat ini belum ada hasil
penelitian berdasarkan Randomized Controlled trials (RCT) untuk menilai keuntungan atau
kerugian antara persalinan pervaginam dan seksio sesarea ulang pada kasus kehamilan
dengan parut uterus.
Terdapat indikasi utama untuk melakukan seksio sesarea yaitu:-3
1. Distosia.
2. Gawat janin.
3. Kelainan letak.
4. Parut uterus/ bekas seksio sesarea.
Di tahun 80-an seksio sesarea atas indikasi parut uterus berkisar 25-30% dari angka
kenaikan seksio sesarea di Amerika Serikat. Dilihat dari angka kejadian seksio sesarea
dilaporkan di Amerika Serikat indikasi parut uterus 35%, Australia 35%, Skotlandia 43%,
dan Perancis 28%.3
Di tahun 90-an angka seksio sesarea atas indikasi parut uterus menurun dengan
dikembangkan persalinan pervaginam pada parut uterus, Vaginal Birth After Cesarean
(VBAC). Di Amerika Serikat pada tahun 2000-an, dari 10 wanita yang melahirkan terdapat 1
wanita dengan parut uterus. Di bandung, seksio sesarea dengan parut uterus adalah 10%,
tetapi indikasi awal tidak selalu karena parut uterus. Angka kejadian seksio sesarea primer
dan VBAC di Amerika Serikat 1989-1998 dilaporkan sebagai berikut: seksio sesarea 20,7 –
22,8% dari seluruh persalinan hidup, seksio sesarea primer 14,6 – 16,1% pada wanita yang
belum pernah mendapat seksio sesarea dan 18,9 – 28,3% wanita melahirka pervaginam
dengan parut uterus (VBAC).3
Kehamilan dengan Parut Uterus
Konseling wanita hamil dengan parut uterus umumnya adalah sama seperti kehamilan
normal, hanya yang harus diperhatikan bahwa konseling ditekankan pada:3
1. Persalinan harus dilakukan di rumah sakit dengan peralatan yang memadai untuk
kasus persalinan dengan parut uterus.
2. Konseling mengenai rencana keluarga berencana untuk memilih keluarga kecil
dengan cara kontrasepsi mantap alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) segera setelah
plasenta lahir, terutama untuk persalinan pada luka parut uterus ketiga kalinya.
Persalinan dengan Parut Uterus
Diktum dari Craign (1916) bahwa ‘ sekali dilakukan seksio sesarea selanjutnya
persalinan harus dilakukan seksio sesarea ulang’. Diktum ini sekarang sudah tidak dipakai
lagi. Dahulu seksio sesarea dilakukan dengan sayatan vertikal pada korpus uteri (secara
klasik), sekarang umumnya memakai teknik sayatan melintang pada segmen bawah rahim.
Kejadian dehisens parut uterus dan uterus ruptur meningkat dengan bertambahnya jumlash
seksio sesarea pada kehamilan berikutnya.4
Seksio sesarea elektif dilakukan pada wanita hamil dengan parut uterus yang akan
melakukan sterilisasi tubektomi. Konseling mengenai keluarga berencana perlu ditekankan,
karena morbiditas dan mortalitas meningkat pada wanita dengan parut uterus. Makin sering
bersalin dengan seksio sesarea makin besar bahaya terjadinya rupture uteri. Seksio sesarea
elektif dilakukan pada kehamilan dengan cukup bulan dengan paru-paru janin yang matur dan
dianjurkan pula dilakukan tubektomi parsialis.3
Di beberapa rumah sakit dapat dilakukan induksi/ akselerasi persalinan dengan parut
uterus dengan oksitosin. Induksi atau akselerasi persalinan pada parut uterus dengan
menggunakan oksitosin atau derivat prostalglandin sangat berbahaya. Tidak dianjurkan untuk
melakukan induksi atau akselerasi pada kasus persalinan dengan parut uterus.3
Hal yang perlu dperhatikan untuk menentukan prognosis persalinan pervaginam
dengan parut uterus adalah sebagai berikut:-3
Jenis sayatan uterus yang telah dilakukan pada operasi terdahulu.
Indikasi operasi seksio sesarea terdahulu.
Apakah jenis operasi terdahulu adalah seksio sesarea elektif atau emergensi.
Apa komplikasi operasi terdahulu.
Dilaporkan angka kejadian ruptura uteri pada parut uterus cukup tinggi, terutama di
negara sedang berkembang. Angka kejadian di negara maju hanya 0-2%, sedangkan di negara
sedang berkembang dilaporkan sampai 4-7 %. Masalahnya berkait dengan kurangnya akses
wanita untuk melahirkan di rumah sakit.3
Hal yang perlu diperhatikan dalam antisipasi terjadinya komplikasi kehamilan maupun
persalinan ini adalah sebagai berikut:
Selama kehamilan perlu konseling mengenai bahaya persalinan pada kasus parut
uterus.
Tidak diperkenankan ibu bersalin di rumah atau Puskesmas pada kasus parut uterus.
Perlu konseling bahwa risiko persalinan untuk terjadinya dehisens dan ruptura uteri
adalah tinggi, sehingga perlu dilakukan rujukan segera.
Di rumah sakit, perlu fasilitas memadai untuk menangani kasus seksio sesarea
emergensi dan dilakukan seleksi ketat untuk melakukan persalinan pervaginam
dengan parut uterus.
Persalinan pervaginam pada parut uterus ( Vaginal Birth After Cesarean / VBAC atau Trial of
Labor After Cesarean /TOLAC)
Dengan berkembangnya teknik pertolongan persalinan, tindakan persalinan pervaginam pada
parut uterus meningkat. Dahulu ditakutkan terjadinya ruptura uteri. Di Amerika Serikat angka
kejadian VBAC meningkat dari 18,9% menjadi 28,3% dalam kurun waktu tahun 90-an.
Gambaran ini memperlihatkan bahwa penanganan persalinan pervaginam lebih diutamkan
pada akhir-akhir ini.3
Prosedur persalinan pervaginam dengan parut uterus (Menurut ALARM International)
Hal dasar yang perlu diperhatikan ialah:
Identifikasi pasien apakah memenuhi syarat untuk dilakukan pertolongan persalinan
pervaginam.
Jelaskan dengan cermat mengenai rencana pertolongan persalinan dengan diakhiri
penandatanganan persetujuan pasien/keluarga (informed consent).
Persiapkan pemantauan ibu dan janin dalam persalinan secara terus-menerus termasuk
pencatatan denyut jantung tiap 30 menit.
Persiapkan sarana operasi segera untuk menghadapi kegagalan VBAC/TOLAC.
Pemilihan pasien:
Kenali jenis operasi terdahulu.
Bila mungkin mengenal kondisi operasi terdahulu dari laporan operasinya (adakah
kesulitan atau komplikasinya).
Dianjurkan VBAC dilakukan hanya pada uterus dengan luka parut sayatan transversal
segmen bawah rahim (SBR).
Kontraindikasi VBAC:
Luka parut uterus jenis klasik.
Jenis luka T terbalik atau jenis parut yang tidak diketahui.
Luka parut pada otot rahim di luar SBR.
Bekas ruptura uterus.
Kontraindikasi relative, misalnya panggul sempit relative.
Dua atau lebih luka parut transversal di SBR.
Kehamilan ganda.
Pertolongan persalinan dilakukan sesuai dengan Standar Prosedur Tetap yang dibuat sesuai
dengan kondisi sarana pelayanan persalinan setempat. Perlu mendapat perhatian.
Observasi proses persalinan dengan baik termasuk kondisi ibu dan kesejahteraan
janin.
Bila perlu berikan analgesia.
Ingat kemungkinan terjadi ruptura uteri.
Daftar Pustaka
1. Sarwono Prawirohardjo, Hanifa Wiknjosastro. Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam:
Ilmu bedah kebidanan. Edisi kedelapan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2010.ms.133-40.
2. Steven W. Ainbinder, Mohammed W. Akhter, D. Ellene Andrew, Dennis R. Anti, Carol L.
Archie, Christina Arnett et al. Operative delivery. In Alan H. DeCherney, editor. Current
diagnosis and treatments in obstetrics and gynaecology. 10 th edition. United States:
McGraw-Hill Companies;2007.
3. Sarwono Prawirohardjo, Hanifa Wiknjosastro. Kehamilan dan persalinan dengan parut
uterus. Dalam: Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010.ms.614-8.
4. Schorge, Schaffer, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, Cunningham. Prior caesarean
delivery. In John O. Schorge, editor. Williams gynaecology. China: McGraw-Hill’s; 2008.