S1-2014-299954-INTRODUCTION.pdf

4
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelatin merupakan polimer alam, campuran heterogen dari protein- protein yang larut dalam air dan mempunyai berat molekul lebih besar dari 30 kDa. Biopolimer ini diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen yang merupakan protein struktural pada jaringan ikat hewan, kulit dan tulang (Boran et al., 2010). Tipe kolagen yang biasanya digunakan untuk produksi gelatin adalah kolagen tipe I. Kolagen tipe I mengandung 1014 asam amino yang terhubung membentuk suatu rantai dengan berat molekul mendekati 100.000 g/mol. Rantai ini disebut rantai alfa yang terdiri dari 344 unit berulang dengan urutan glisin-X-Y (Schrieber and Gareis, 2007). Distribusi berat molekul, struktur dan komposisi gelatin bergantung pada pengkondisian dan bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang biasa digunakan dalam produksi gelatin adalah kulit babi, kulit dan tulang sapi, serta kulit dan tulang ikan (Bowes et al., 1955; Leuenberger, 1991; Sobral and Habitante, 2001). Secara umum, ada 2 pengkondisian dalam ekstraksi gelatin yaitu pengkondisian asam dan basa. Perbedaan proses ini adalah pada perendaman bahan baku. Pada proses asam, bahan baku direndam dengan larutan asam seperti asam klorida, asam sulfat, asam fosfat, dan asam sulfit. Di sisi lain, pada proses basa, bahan baku direndam dengan larutan basa/alkali seperti air kapur (Gudmundsson and Haffsteinsson, 1997; Dewi, 1992; Yudiono, 2003; a Muyonga, 2004; Zhou and Regenstein, 2005). Metode pengkondisian yang saat ini banyak dikembangkan adalah metode gabungan asam dengan basa. Kombinasi metode asam dan basa ini memberikan hasil yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik daripada metode asam/basa (Jamilah and Harvinder, 2002; Yang et al.,2007; Sukkwai et al.,2011; Nagarajan et al., 2012; Ahmad and Benjakul, 2011). Setelah pengkondisian awal, bahan baku dipanaskan dalam air pada temperatur tertentu untuk proses pelarutan

Transcript of S1-2014-299954-INTRODUCTION.pdf

Page 1: S1-2014-299954-INTRODUCTION.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gelatin merupakan polimer alam, campuran heterogen dari protein-

protein yang larut dalam air dan mempunyai berat molekul lebih besar dari 30

kDa. Biopolimer ini diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen yang merupakan

protein struktural pada jaringan ikat hewan, kulit dan tulang (Boran et al., 2010).

Tipe kolagen yang biasanya digunakan untuk produksi gelatin adalah kolagen tipe

I. Kolagen tipe I mengandung 1014 asam amino yang terhubung membentuk

suatu rantai dengan berat molekul mendekati 100.000 g/mol. Rantai ini disebut

rantai alfa yang terdiri dari 344 unit berulang dengan urutan glisin-X-Y

(Schrieber and Gareis, 2007).

Distribusi berat molekul, struktur dan komposisi gelatin bergantung pada

pengkondisian dan bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang biasa

digunakan dalam produksi gelatin adalah kulit babi, kulit dan tulang sapi, serta

kulit dan tulang ikan (Bowes et al., 1955; Leuenberger, 1991; Sobral and

Habitante, 2001). Secara umum, ada 2 pengkondisian dalam ekstraksi gelatin

yaitu pengkondisian asam dan basa. Perbedaan proses ini adalah pada perendaman

bahan baku. Pada proses asam, bahan baku direndam dengan larutan asam seperti

asam klorida, asam sulfat, asam fosfat, dan asam sulfit. Di sisi lain, pada proses

basa, bahan baku direndam dengan larutan basa/alkali seperti air kapur

(Gudmundsson and Haffsteinsson, 1997; Dewi, 1992; Yudiono, 2003; aMuyonga,

2004; Zhou and Regenstein, 2005).

Metode pengkondisian yang saat ini banyak dikembangkan adalah metode

gabungan asam dengan basa. Kombinasi metode asam dan basa ini memberikan

hasil yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik daripada metode asam/basa

(Jamilah and Harvinder, 2002; Yang et al.,2007; Sukkwai et al.,2011; Nagarajan

et al., 2012; Ahmad and Benjakul, 2011). Setelah pengkondisian awal, bahan

baku dipanaskan dalam air pada temperatur tertentu untuk proses pelarutan

Page 2: S1-2014-299954-INTRODUCTION.pdf

2

gelatin. Gelatin terlarut tidak memberikan warna pada air (pelarut). Hal ini

membuat pengamatan untuk mengetahui apakah gelatin telah terekstraksi

seluruhnya menjadi cukup sulit dilakukan sehingga penentuan waktu ekstraksi

dengan rendemen gelatin maksimal perlu dilakukan baik untuk keperluan riset

maupun industri. Parameter lain yang mempengaruhi rendemen gelatin adalah

temperatur hidrolisis. Temperatur hidrolisis berpengaruh langsung terhadap

rendemen gelatin yang dihasilkan. Oleh karena itu, dua parameter tersebut penting

untuk dikaji dalam penelitian mengenai ekstraksi gelatin.

Tulang mengandung 70-90% mineral dan 10-30% protein. Kandungan

mineral yang paling banyak yaitu kalsium fosfat 58,3%, kalsium karbonat 1%,

magnesium fosfat 2,1%, dan kalsium florida 1,9%, sisanya sekitar 30,6%

merupakan protein. Jumlah protein kolagen dan non-kolagen berbeda-beda untuk

setiap jaringan pada bagian tubuh hewan. Kandungan protein kolagen pada tulang

sapi mencapai 30-40% dari berat tulang kering yang telah mengalami

penghilangan lemak (Rogers et al., 1952; Dewi, 1999). Menurut hasil survey

Badan Pusat Statistik (2013), jumlah sapi yang dipotong untuk keperluan

konsumsi masyarakat Indonesia mencapai lebih dari satu juta ekor setiap

tahunnya. Berat sapi tersebut sekitar 500-700 kg/ekor, sedangkan berat tulangnya

sekitar 150 kg/ekor. Dengan demikian, berat tulang sapi yang dihasilkan dalam

satu tahun mencapai kurang lebih 150.000 ton. Jumlah ini cukup signifikan untuk

digunakan sebagai sumber kolagen dalam ekstraksi gelatin.

Gelatin digunakan secara luas untuk aplikasi di bidang pangan, farmasi,

kosmetik dan fotografi sebagai agen penstabil, penebal (thickening) dan pembuat

gel (gelling). Pemanfaatan lain dari gelatin adalah untuk cetakan silika mesopori.

Cetakan/template yang digunakan dalam sintesis menentukan ukuran pori,

ketebalan dinding dan simetri silika mesopori yang dihasilkan. Surfaktan kationik

dan nonionik merupakan cetakan yang paling sering digunakan dalam sintesis

material mesopori (Che et al., 2003). Cetakan yang umum digunakan pada sintesis

silika mesopori adalah amonium kuartener (Kresge et al., 1992; Ryong et al.,

1996). Akan tetapi, jenis surfaktan ini sulit terdegradasi di alam dan dapat

menyebabkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, para peneliti mulai

Page 3: S1-2014-299954-INTRODUCTION.pdf

3

mengembangkan surfaktan netral seperti amina primer C8-C18, polietilen oksida,

polimer polietilen oksida dan blok kopolimer polialkilena oksida sebagai cetakan.

Surfaktan non-ionik dinilai lebih mudah terdegradasi di alam sehingga lebih

ramah lingkungan (Tanev and Pinnavaia, 1995; Bagshaw et al., 1995; Zhao et

al., 1998).

Penelitian lain menunjukkan bahwa gelatin memiliki potensi sebagai

cetakan silika mesopori. Faktor utama pemilihan gelatin yaitu karena gelatin

mengandung banyak gugus N-H yang dapat berinteraksi kuat dengan gugus

silanol (Si-OH) yang dimiliki spesies silikat melalui ikatan hidrogen (Iller, 1979).

Perubahan pH dapat mempengaruhi konsentrasi ion amonium dalam molekul

gelatin, perubahan intensitas ikatan hidrogen antar molekul gelatin, dan

pengaturan kondisi penggumpalan gelatin. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk

mengatur ukuran pori silika mesopori yang dihasilkan. Gelatin juga menunjukkan

aktivitas yang mirip dengan surfaktan, tersedia dalam jumlah melimpah, tidak

beracun dan mudah terdegradasi di alam (Hsu, et al., 2007; Wang et al., 2011;

Setyawan and Balgis, 2012; Yang et al., 2011).

Metode yang digunakan dalam sintesis silika mesopori dengan cetakan

gelatin adalah metode hidrotermal. Metode ini merupakan salah satu metode yang

paling efisien untuk meningkatkan keteraturan ukuran meso suatu material.

Material berstruktur meso akan mengalami penataan ulang, pertumbuhan dan

kristalisasi selama perlakuan hidrotermal. Temperatur yang digunakan dalam

proses hidrotermal material mesopori lebih rendah daripada material mikropori,

yaitu antara 95-100 ˚C. Hal tersebut disebabkan oleh pembentukan struktur meso

telah terjadi sebelum proses hidrotermal dilakukan. Penggunaan metode

hidrotermal pada sintesis silika mesopori memiliki tingkat keberhasilan lebih

tinggi dan hasil yang relatif lebih baik, bila dibandingkan dengan metode non-

hidrotermal atau pada temperatur kamar (Wan and Zhao, 2007),

Berdasarkan paparan-paparan tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan

ekstraksi gelatin dari tulang sapi dengan menggabungkan metode asam dan basa.

Sampai saat ini, belum banyak penelitian mengenai penggunaan metode gabungan

asam dan basa untuk ekstraksi gelatin, khususnya dengan bahan baku tulang sapi.

Page 4: S1-2014-299954-INTRODUCTION.pdf

4

Penggunaan metode ini diharapkan dapat meningkatkan rendemen gelatin yang

dihasilkan sekaligus memanfaatkan limbah tulang sapi menjadi produk yang lebih

bermanfaat. Penentuan waktu optimum ekstraksi gelatin dari tulang sapi juga

belum banyak dilakukan, oleh karena itu, pada penelitian ini akan ditentukan

waktu optimum untuk memperoleh gelatin tulang sapi dengan rendemen

maksimal. Faktor penting lain yang akan dikaji adalah pengaruh temperatur

hidrolisis terhadap rendemen gelatin tulang sapi yang dihasilkan. Selanjutnya,

gelatin yang mempunyai distribusi molekul dengan paling baik akan digunakan

sebagai cetakan dalam sintesis silika mesopori dengan metode hidrotermal.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah

1. Mempelajari pengaruh temperatur dalam ekstraksi gelatin dari tulang

sapi dengan perlakuan awal asam-basa

2. Menentukan waktu optimum untuk ekstraksi gelatin dari tulang sapi

3. Mensintesis dan mengkarakterisasi silika mesopori dengan

menggunakan gelatin tulang sapi sebagai cetakan

I.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

pemanfaatan limbah tulang sapi sebagai bahan baku pembuatan gelatin dengan

metode gabungan asam dan basa. Selain itu, penelitian juga diharapkan dapat

bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta referensi mengenai penggunaan

gelatin dari tulang sapi sebagai cetakan silika mesopori.