BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu menghiasimedia kita, baik media cetak maupun online.Berbagaipermasalahan silih berganti dan tak kunjung menemukan titikterang.Permasalahan yang menyangkut kesejahteraan, sistem kontrak dan outsourching, PHK, dan masih banyak masalah lain yang terkesan bahwa kaum buruh menjadi obyek termarjinalkan, walaupun mereka adalah penopang perekonomian negara.Kontribusi yang besar tidak mendapatkan apresiasi dari pemerintah.Setiap tahunnya selalu muncul permasalahan buruh terutama berkaitan dengan kesejahteraan.Kondisi ini diperparah dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah yang juga tidak memihak kaum buruh. Seperti pada kutipan artikel media online suaramerdeka.com 1 SEMARANG - Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan yang tak lama lagi disahkan DPR diprotes kalangan buruh. Pasalnya, dalam penyusunan rancangan peraturan yang merupakan pengganti PP No 8/1981 itu tidak melibatkan kalangan buruh. Wakil Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jateng Slamet Kaswanto mengatakan, penyusunan draft RPP Pengupahan yang tidak melibatkan unsur dari buruh atau pekerja seakan dipaksakan. Ia menilai, RPP itu sarat kepentingan pengusaha dan pemerintah yang ingin investor asing sehingga menjadikan buruh sebagai objek pencari keuntungan semata. 1 http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2014/06/18/264763/RPP-Pengupahan- Tak-Memihak-Buruh# diakses pada tanggal 17 Februari 2015 pukul 19:23.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemberitaanmengenai buruh selalu menghiasimedia kita, baik media cetak

maupun online.Berbagaipermasalahan silih berganti dan tak kunjung menemukan

titikterang.Permasalahan yang menyangkut kesejahteraan, sistem kontrak dan

outsourching, PHK, dan masih banyak masalah lain yang terkesan bahwa kaum

buruh menjadi obyek termarjinalkan, walaupun mereka adalah penopang

perekonomian negara.Kontribusi yang besar tidak mendapatkan apresiasi dari

pemerintah.Setiap tahunnya selalu muncul permasalahan buruh terutama berkaitan

dengan kesejahteraan.Kondisi ini diperparah dengan peraturan yang dikeluarkan

pemerintah yang juga tidak memihak kaum buruh. Seperti pada kutipan artikel

media online suaramerdeka.com1

“SEMARANG - Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan

yang tak lama lagi disahkan DPR diprotes kalangan buruh. Pasalnya,

dalam penyusunan rancangan peraturan yang merupakan pengganti PP No

8/1981 itu tidak melibatkan kalangan buruh.

Wakil Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jateng Slamet

Kaswanto mengatakan, penyusunan draft RPP Pengupahan yang tidak

melibatkan unsur dari buruh atau pekerja seakan dipaksakan. Ia menilai,

RPP itu sarat kepentingan pengusaha dan pemerintah yang ingin investor

asing sehingga menjadikan buruh sebagai objek pencari keuntungan

semata.

1http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2014/06/18/264763/RPP-Pengupahan-

Tak-Memihak-Buruh# diakses pada tanggal 17 Februari 2015 pukul 19:23.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

2

Kesejahteraan merupakan hal yang sensitif dan selalu dibicarakan karena

menyangkut kelangsungan hidup seseorang.Permasalahan klasik yang ada adalah

keinginan buruh untuk mendapatkan kenaikan upah. Mereka merasa bahwa upah

yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan

mereka harus memutar otak tatkala harga kebutuhan pokok naik, tetapi upah

mereka masih sama. Bentuk ketidakseimbangan itu yang memyebabkan mereka

selalu mengadakan protes kepada pemerintah.

Salah satu media online kompasiana.com2yang memberitakan bahwa pada

peringatan Hari Buruh 1 Mei 2014 lalu, buruh memberikan 10 tuntutan, yaitu

kenaikan upah minimal sebesar 30% pada tahun 2015, buruh menolak

penangguhan upah minimum, menjalankan jaminan pensiun bagi buruh di

perusahaan swasta, menjalankan jaminan kesehatan pada buruh, penghapusan

outsoucing BUMN, mengesahkan RUU Pekerja Rumah Tangga dan revisi

Undang- Undang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, mencabut Undang-

Undang Ormas dan ganti dengan RUU Perkumpulan, mengangkat pegawai dan

guru honorer menjadi pegawai negeri sipil serta memberikan subsidi Rp

1.000.000,00 per orang setiap bulan dari APBN untuk pegawai honorer,

menyediakan transportasi publik dan perumahan murah untuk buruh, dan

menjalankan wajib belajar 12 tahun dan menyediakan beasiswa untuk anak buruh

hingga perguruan tinggi.

2http://politik.kompasiana.com/2014/05/05/10-tuntutan-buruh-di-indonesia-653928.htmldiakses

pada tanggal 17 Februari 2015 pukul 20:18.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

3

Gambaran di atas berlaku untuk buruh yang bekerja di perusahaan dengan

perjanjian kontrak yang jelas atau sektor formal. Lain cerita denganburuh di

sektor informal yang mendapat upah harian atau mingguan, tanpa jaminan

kesehatan, dan mengandalkan kekuatan, seperti kuli panggul, atau buruh gendong.

Mengutip tulisan dari Saptari (1997:358) bahwa sektor informal adalah di mana

pekerjaan tidak didasarkan kontrak kerja yang jelas bahkan sering sipekerja

bekerja untuk dirinya sendiri, penghasilan sifatnya tidak tetap, dan tidak

permanen. Sektor informal mudah dimasuki oleh orang karena tidak

membutuhkan persyaratan ketat dan keterampilan.

Adapun yang menjadi topik dalam penulisan ini adalah buruh

gendong.Kita tidak perlu ke luar kota untuk menemukan buruh gendong. Coba

kita pergi ke pasar besar yang ada di Yogyakarta, seperti Pasar Gamping, Pasar

Kranggan, Pasar Beringharjo, dan Pasar Giwangan. Kita dapat menjumpai buruh

gendong yang sedang menggendong barang dengan ukuran yang besar dan berat

atau menawarkan jasa pada konsumen yang membawa banyak barang belanja.

Dikutip dari Yasanti (2003:76) penjual jasa angkat barang secara mikul

yang biasa dilakukan laki-laki disebut manol, endong-endong adalah sebutan bagi

kaum perempuan penjual jasa angkat barang secara menggendong di Pasar

Beringharjo Jogjakarta. Keduanya sama-sama penjual jasa mengangkat barang,

yang membedakan mereka kecuali jenis kelamin adalah penampilan, peralatan,

dan cara mengangkatnya.

Permasalahan mengenai marginalisasi buruh perempuan menjadi sorotan

dari berbagai kalangan di luar pemerintah.Hal ini dapat dilihat darikemunculan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

4

organisasi-organisasi masyarakat yang memperjuangkan hak buruh, terutama

buruh perempuan, baik ditingkat internasional, nasional maupun lokal.Di

Indonesia muncul gerakan-gerakan dan perkumpulan-perkumpulan perempuan

yang berjuang untuk menyadarkan kaum perempuan akan hak-hak mereka dan

membebaskannya dari belenggu kaum laki-laki (Angeningsih, 2005).

Sebagai reaksi dari kebangkitan kaum perempuan, muncul satu organisasi

bernama Yasanti di Jogjakarta. Usaha yang dilakukan Yasanti untuk membantu

perempuan kelas bawah keluar dari keterpurukan adalah melakukan kegiatan-

kegiatan di antaranya, melalui pendidikan, pelatihan serta segala upaya dalam arti

yang seluas-luasnya demi pengembangan swadaya dan swakarsa perempuan

terutama di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, kebudayaan, kesehatan,

lingkungan, dan lain sebagainya (Yasanti, 2011).

Kelompok perempuan yang mendapatkan perhatian Yasanti salah satunya

adalah buruh gendong. Sebagai cara untuk memperkuat kapasitas, baik individu

maupun kelompok, Yasanti melakukan kegiatan penyadaran melalui pendidikan

dan pelatihan. Pelatihan diisi dengan materi seperti gender, organisasi, HAM,

perburuhan, dan keshatan. Yasanti juga melakukan penguatan di bidang

keagamaan dengan diadakannya latihan baca Iqra‟ dan pengajian.

Agar materi yang diberikan kepada buruh gendong dapat diserap dan

diterapkan dalam kehidupannya, Yasanti bekerja sama dengan pihak yang

memiliki visi dan misi yang sama, seperti lembaga atau organisasi yang fokus di

bidang hukum, Yasanti menjalin kerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum,

untuk bidang perburuhan dan perempuan pekerja Yasanti bekerjasama dengan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

5

ILO (International Labour Organization) dan IWE (Institute for Women’s

Empowerment).

Tahun 2013 Yasanti bersama IWE merancang program penguatan

kapasitas buruh gendong dengan model sekolah. Seperti kutipan yang diambil dari

Modul “Sekolah Buruh Gendong Berkelanjutan” tujuan program tersebut adalah

memperkuat kapasitas pribadi buruh gendong sebagai representasi dirinya dalam

kehidupan buruh gendong, baik di dalam keluarganya, komunitas, maupun tempat

kerjanya. Diharapkan dalam proses jangka panjang terjadi peningkatan kapasitas

kepemimpinan buruh gendong sehingga mampu berkapasitas mengakses sumber-

sumber ekonomi melalui pekerjaan yang layak untuk memenuhi kehidupan lebih

baik dan bermartabat.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

6

B. Rumusan Masalah

Sekolah buruh gendong dirancang untukmemperkuat kapasitas buruh

gendong dalam kehidupan keluarga, komunitas maupun di tempat kerjanya.

Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai ialah terjadinya peningkatan kapasitas

kepemimpinan sehingga buruh gendong mampu mengakses sumber-sumber

ekonomi dan fasilitas publik serta mendapatkan perlindungan atas pekerjaan yang

layak dan hidup yang lebih baik. Maka diajukan pertanyaan besar sebagai berikut:

bagaimana sekolah buruh gendong memberi pengaruh pada kehidupan buruh.

Berdasarkan uraian di atas, untuk membatasi kajian, peneliti merumuskan ke

dalam tiga pertanyaan, yaitu

1. Bagaimana desain sekolah kepemimpinan buruh gendong?

2. Bagaimana penyelenggaraan sekolah kepemimpinan buruh gendong?

3. Bagaimana perubahan perilaku peserta sekolah pasca mengikuti

program sekolah kepemimpinan buruh gendong?

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

7

C. Tinjauan Pustaka

Sejauh ini sudah ada tulisan yang membahas mengenai buruh gendong

atau endong-endong,tetapi peneliti belum pernah menemukan tulisan yang

membahas mengenai dampak sekolah kepemimpinan buruh gendong yang

diselenggarakan oleh Yasanti.

Yuliawati (2006) dalam skripsinya mengenai upaya pemberdayaan

ekonomi melalui usaha kecil yang dilakukan oleh Yasanti untuk meningkatkan

pendapatan buruh gendong dengan memfasilitasi usaha tersebut

melaluicarapemberian bantuan modal usaha agar buruh gendong dapat terentas

dari kemiskinan. Menurut Yuliawati, hasil yang dicapai dalam pemberdayaan

ekonomi melalui usaha kecil dapat dilihat dari partisipasi dan kemandirian buruh

gendong dalam menjalankan usahanya. Bentuk partisipasidalam pemberdayaan

ekonomi buruh gendong yaitu dalam pengambilan keputusan selalu melibatkan

buruh gendong, seperti menentukan jenis usaha apa yang akan dijalankan sesuai

dengan kemampuan dan keahliannya, besarnya modal untuk menjalankan usaha

dan kebebasan dalam menjalankan usaha berikut pengelolaan dan pemasaran yang

dilakukan oleh masing-masing buruh gendong.

Yunita (2008) memfokuskan penelitiannya di bidang kesadaran gender

serta penguatan hak-hak politik perburuhan. Bentuk-bentuk program yang

dilakukan Yasanti bagi buruh gendong adalah pelatihan dan diskusi rutin dengan

beberapa tema antara lain: pemberdayaan dalam hal politik, pemberdayaan hak

dan kesetaraan gender, serta pemeriksaan dan konsultasi kesehatan. Pelatihan

pendidikan dan penyadaran tentang hak buruh ditujukan pada buruh gendong

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

8

yang mengikuti kegiatan paguyuban.Pelatihandilakukan melalui diskusi dan

pengarahanyang menyangkut masalah perburuhan.Materi dan metode pelatihan

yang diberikan sesuai dengan pola pikir dan kehidupan mereka, misalnya dalam

menjelaskan menggunakan Bahasa Jawa, dan kata yang sederhana, karena

sebagian besar dari mereka tidak mengerti Bahasa Indonesia.

Pratiwi (2008) mengangkat fenomena kehidupan buruh gendong muslimah

yang ada di Pasar Beringharjo yang merupakan kelompok dampingan

Yasanti.Penguatan gender diwujudkan melalui kegiatan pendampingan bersifat

sosial keagamaan. Kegiatan sosial dilakukan melalui pembentukan paguyuban

dengan tujuan mengembangkan kesadaran organisasi di kalangan buruh gendong

dan penyadaran kesehatan reproduksi yang dilaksanakan melalui pemeriksaan

kesehatan reproduksi (pap smear). Sementara dalam hal keagamaan diwujudkan

melalui pelaksanaan pengajian rutin minggu pon.

Fajaryatun (2008) menuliskan mengenai peran Yasanti dalam mengatasi

permasalahan buruh gendong dengan cara pemberian status berupa pembentukan

paguyuban buruh gendong “Sayuk Rukun”; pemberian perlindungan secara fisik

maupun psikologis berupa pelayanan kesehatan, penguatan kelompok dan

individu, penguatan jaringan; melakukan advokasi kepentingan buruh gendong

berdasarkan aspirasi yang berasaldari buruh gendong; menampung seluruh

kegiatan kelompok.

Tulisan yang dibuat oleh Yuliawati, Yunita, Pratiwi, dan Fajaryatun

membicarakan mengenai pemberdayan ekonomi melalui usaha kecil, kesadaran

gender dan penguatan hak-hak politik perburuhan, penguatan gender melalui

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

9

kegiatan yang sifatnya sosial keagamaan, dan peran yang dilakukan Yasanti dalam

mengatasi peramasalahan buruh gendong. Sementara permasalahan yang akan

diteliti pada tulisan ini mengenai penguatan kapasitas buruh gendong melalui

program sekolah kepemimpinan berkelanjutan yang dipersiapkan dan disusun

dengan matang oleh Yasanti dan IWE. Fokus penelitian ini dirasa penting pada

era sekarang ini untuk melihat kesejahteraan buruh informal, termasuk buruh

gendong.

Program sekolah kepemimpinan buruh gendong merupakan lanjutan dari

kegiata pendampingan yang dilakukan Yasanti melalui penguatan di berbagai

bidang seperti diskusi dan pelatihan. Seperti tulisan yang sudah dibuat oleh

Yuliawati, Yunita, Pratiwi, dan Fajaryatun. Perbedaanya adalah materi

sekolahdisusun berdasarkan kebutuhan buruh gendong untuk memperkuat

organisasi dan advokasi, peserta sekolah adalah buruh gendong yang sama untuk

setiap materi, waktu sekolah pun lebih teratur, dan pengisi materi baik narasumber

dan fasilitator dipersiapkan dengan baik dan merupakan orang-orang yang ahli di

bidangnya.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui desain sekolah kepemimpinan buruh gendong yang

dirancang oleh Yasanti dan IWE.

2. Mengetahui penyelenggaraan sekolah kepemimpinan buruh gendong.

3. Mengetahui perubahan perilaku dan dampak yang munculpasca

mengikuti sekolah kepemimpinan buruh gendong.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

10

E. Kerangka Teori

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menjadi salah satu bagian penting

dalam agenda pemberdayaan masyarakat karena ia menjadi gerakan yang dapat

memperkuat masyarakat sipil melalui program-program yang bertujuan untuk

menyeimbangkan posisi masyarakat di hadapan negara. Menurut Adisasono

dalam Anggara (2008) menjelaskan tiga peranan LSM, yaitu advokasi kebijakan

terhadap negara, mengupayakan agar sektor swasta mengembangkan kemitraan

sosial, dan mengembangkan kapasitas kelembagaan kelompok civil society dan

masyarakat pada umumnya, juga produktivitas dan kemandirian mereka.

Gerakan dan perkumpulan perempuan yang berjuang untuk menyadarkan

kaum perempuan akan hak-hak mereka dan membebaskannya dari belenggu laki-

laki juga muncul di Indonesia. Bukti kebangkitan gerakan perempuan ditandai

dengan lahirnya Yayasan Annisa Swasti (1982), Kalyanamitra (1985), Yayasan

Perempuan Mahardika (1986), dan Yayasan Solidaritas Perempuan (1990) yang

sekarang berganti menjadi Perserikatan Solidaritas Perempuan (Darwin, 2004).

Sebagai organisasi yang fokus terhadap pemberdayaan perempuan,

Yasanti melakukan kegiatan pendampingan, salah satunya padakelompok buruh

gendong. Yasanti melakukan pendampingan terhadap buruh gendong karena

mereka menanggung pekerjaan berat yang rawan mengganggu kesehatan. Upah

yang mereka terima tak jarang hanya cukup untuk makan dan ke toilet. Sementara

mereka harus membiayai keluarga di rumah. Selain itu, buruh gendong kurang

mendapatkan perhatian dari komunitas pasar sehingga membuat mereka kesulitan

untuk mengakses fasilitas publik.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

11

Sejak awal mendampingi buruh gendong, Yasanti menugaskan petugas

lapangan (PL) untuk melakukan fasilitasi. Mulai dari baca tulis, simpan pinjam,

hingga pelatihan. Petugas lapangan datang ke pasar untuk menyampaikan

informasi danmemfasilitasi kegiatan/pertemuan. Program yang ditujukan bagi

kelompok dampingan diharapkan dapat menyadarkan anggota kelompok agar

dapat memperjuangkan hak-haknya, sebagai perempuan dan pekerja.

Baehaqi (2008) menuliskan arti pendampingan menurut Mayeroff seperti

dikutip oleh Suyanto bahwa kata “pendampingan” dipakai untuk menerjemahkan

kata carring. Kata ini berasal dari kata to care, yang berarti merawat, mengasuh

atau memperdulikan. Namun sejak tahun 1983 kata carring diterjemahkan

menjadi kata “pendampingan”. Tujuan pendampingan adalah pemberdayaan atau

penguatan (empowerment) masyarakat (Aritonang, 2001), yang berarti

mengembangkan kekuatan, kemampuan (daya), dan potensi sumber daya

masyarakat agar mampu membela dirinya, sehingga pada gilirannya masyarakat

mampu memformulasikan secara mandiri kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan,

dan monitoring atas penyelenggaraan aktivitas kehidupan mereka (Chambers,

1987).

Suharto (2005:93-97) mendefinisikan pendampingan sebagai satu strategi

yang sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. Sesuai

dengan prinsip pekerjaan sosial, yakni “membantu orang agar membantu dirinya

sendiri”. Dalam konteks ini peranan pekerja sosial seringkali diwujudkan dalam

kapasitasnya sebagai pendamping, bukan sebagai penyembuh atau pemecah

masalah (problem solver) secara langsung. Lebih lengkapnya, ia menjelaskan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

12

bahwa kegiatan serta proses pendampingan berpusat pada empat bidang tugas atau

fungsi, yaitu pemungkinan/ fasilitasi (enabling) atau fasilitasi, penguatan

(empowering), perlindungan (protecting), dan pendukungan (supporting).

Fasilitasi(enabling)merupakan fungsi yang berkaitan dengan pemberian

motivasi dan kesempatan bagi masyarakat.Beberapa tugas pekerja sosial yang

berkaitan dengan fungsi ini antara lain menjadi model (contoh), melakukan

mediasi dan negosiasi, membangun konsensus bersama, serta melakukan

manajemen sumber.

Penguatan(empowering)berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna

memperkuat kapasitas masyarakat (capacity building).Pendamping berperan aktif

sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan

dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman

masyarakat yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat,

menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan

bagi masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan fungsi penguatan.

Perlindungan (protecting) berkaitan dengan interaksi antara pendamping

dengan lembaga-lembaga eksternal atas namadan demi kepentingan masyarakat

dampingannya.Pekerja sosial dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan

pembelaan, menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat dan

membangun jaringan kerja. Fungsi perlindungan juga menyangkut tugas pekerja

sosial sebagai konsultan, orang yang bisa diajak berkonsultasi dalam proses

pemecahan masalah.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

13

Pendukungan (supporting)mengacu pada aplikasi keterampilan yang

bersifat praktis yang dapat mendukung terjadinya perubahan positif pada

masyarakat. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi manajer perubahan

yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-

tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti melakukan

analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, berorganisasi,

berkomunikasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.

Menurut “Women Leading Change: Experiences Promoting Women’

Empowerment, Leadership and Gender Justice- Oxfam Novib dalam Aripurnami

(2013), berbicara tentang kepemimpinan (leadership), seringkali dikaitkan dengan

upaya penguatan (empowerment). Sementara penguatan kapasitas berkaitan

dengan upaya membangun kapasitas individu atau kelompok. Kepemimpinan

selalu berkaitan dengan mambangun kapasitas personal dan percaya diri serta

kapasitas memobilisasi pihak lain.

Hal ini sejalan dengan pendapat Saatchi dan Saatchi (1998) bahwa

pemberdayaan/ penguatan perempuan yang dimaksudkan adalah mengembangkan

inisiatif perempuan untuk dapat merubah struktur tradisional dan ideologi yang

menekan perempuan dan bagaimana merubah pandangan perempuan dari

kelompok marjinal ke kelompok mayoritas. Apa yang kita lakukan dalam hal ini

adalah melihat berbagai cara bagaimana menanamkan kesadaran, pengetahuan,

dan mendidik perempuan agar dapat memudahkan mereka untuk mencapai

tujuannya. Sebab dengan mendidik perempuan itu berarti kita medidik satu

generasi (Saatchi dan Saatchi, 1998). Dengan memberdayakan perempuan, kita

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

14

dapat merubah keluarga, masyarakat dan bahkan negara atau bangsa

(Angeningsih, 2005).

Program sekolah kepemimpinan buruh gendong dirancang dengan tujuan

memperkuat kapasitas buruh gendong agar mampu untuk memperjuangkan hak-

hak yang harusnya diperoleh sebagai perempuan dan pekerja. Tentunya harapan

Yasanti dan IWE sebagai penyelenggara sekolah, buruh gendong yang diberi

kesempatan untuk menjadi leader memperlihatkan perubahan sikap untuk

berjuang besama-sama dengan buruh gendong yang lain dengan materi yang

sudah diberikan, terutama menyangkut pengorganisasian dan advokasi yang akan

membuka akses terhadap sumber sekonomi dan pekerjaan yang layak.

Untuk mengukur keberhasilan program pemberdayaan perempuan,

Longwe (1991) menyusun level pemberdayaan perempuan yang harus

diperhatikan yakni kesejahteraan, akses, konsentasi/penyadaran, partisipasi dan

kontrol. Kelima level pemberdayaan perempuan tersebut tersusun secara hierarkis

dimana tingkatan yang tertinggi adalah kontrol. Semua level tersebut harus

dipenuhi dalam upaya pemberdayaan perempuan (Widianto, 2014:41). Dikutip

dari McChesney (2003:20) bahwa pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, budaya,

secara total hanya dapat dicapai secara bertahap. Dituntut juga tersedianya

berbagai sumber dan waktu. Semua hak asasi manusia saling berhubungan satu

sama lain dan merupakan faktor penting untuk mempertahankan martabat manusia

(McChesney,2003:22).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

15

Secara lebih rinci, Longwe meguraikan poin yang ditekankan dalam

mengukur keberhasilan pemberdayaan perempuan.

a. Kesejahteraan

Mengutip dari Prihatin (2009) aspek kesejahteraan dapat dikatakan

menjadi aspek penting dalam upaya pemberdayaan perempuan. Tidak dapat

dipungkiri bahwa dalam akses terdapat kesejahteraan, perempuan menempati

posisi yang tidak menguntungkan. Claros dan Zahidi dalam Prihatin (2009)

membagi tiga unsur utama kesejahteraan. Pertama, partisipasi ekonomi

perempuan merupakan hal yang penting tidak hanya mengurangi level kemiskinan

pada perempuan, melainkan pula sebagai langkah penting untuk meningkatkan

pendapatan rumah tangga dan mendorong pembangunan ekonomi negara secara

keseluruhan. Kedua, pencapaian pendidikan merupakan aspek paling fundamental

dalam kegiatan pemberdayaan perempuan, tanpa memperoleh pendidikan yang

memadai, perempuan tidak mampu mengakses pekerjaan sektor formal,

mendapatkan upah yang lebih baik, berpartisipasi dalam pemerintahan dan

mencapai pengaruh politik. Ketiga, kesehatan dan kesejahteraan merupakan

sebuah konsep yang terkait dengan perbedaan substansial antara perempuan dan

laki-laki dalam mengakses nutrisi yang cukup, kesehatan, fasilitas reproduksi, dan

untuk mengemukakan keselamatan fundamental dan integritas seseorang.

Amartya Sen (1999, dalam Prihatin 2009) menyatakan bahwa pendidikan,

pekerjaan, dan kepemilikan hak perempuan memberikan pengaruh yang kuat

untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk menguasai lingkungan mereka

dan memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi. Partisipasi ekonomi

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

16

tidak hanya berhenti pada meningkatnya jumlah perempuan bekerja, melainkan

pula kesetaraan dalam pemberian upah.

b. Akses

Akses menurut Longwe adalah kemampuan perempuan untuk memperoleh

peluang terhadap sumberdaya produktif seperti tanah, kredit, pelatihan, fasilitas

pemasaran, tenaga kerja dan semua pelayanan publik. Argumen utama level

pemberdayaan ini adalah adanya kesenjangan kesejahteraan antara perempuan dan

laki-laki disebabkan oleh ketidaksetaraan akses terhadap sumber daya.

Dengankata lain, rendahnya produktivitas perempuan disebabkan oleh minimnya

akses perempuan terhadap sumber daya produktif seperti peluang, permodalan,

informasi, pendidikan, pelatihan dll. Sumber daya menurut ICRW (2011:5) tidak

hanya terkait finansial melainkan mencakup human capital (pendidikan, skill, dan

pelatihan), financial capital (modal, tabungan), social capital (jaringan sosial,

mentor), physical capital (tanah, mesin).

Dengan memberikan akses terhadap permodalan dan pelatihan serta

keuangan mikro dapat membantu meningkatkan kapasitas perempuan (Maholtra,

2002). Begitu juga dengan akses yang besar terhadap informasi akan membantu

perempuan memperoleh akses pada kekuasaan (Narayan, 2002:18). Untuk

meningkatkan akses perlumelakukan penyadaran terhadap perempuan agar dapat

mencari akar penyebab kesenjangan akses yang mereka alami. Menurut Winati

(2002) akses dapat dilihat dari (1) sumberdaya yang diperoleh individu, (2)

kegiatan yang dikerjakan individu dalam usaha memperoleh beragam sumber

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

17

daya. Dalam hal ini metode alokasi waktu dapat dipakai untuk mengukur kegiatan

tersebut, (3) siapa yang menikmati hasil kegiatan.

c. Menumbuhkan Kesadaran Kritis Perempuan

Longwe mendefinisikan konsientasi sebagai kesadaran dalam memahami

perbedaan peran berdasarkan pembagian seks dan gender.Pada level ini,

pemberdayaan dituntut mampu menumbuhkan sikap kritis perempuan terhadap

berbagai akar permasalahan yang menimpanya seperti diskriminasi, subordinasi,

stereotipe sehingga menciptakan kesetaraan gender di segala aspek kehidupan.

Dengan kesadaran kritis individu mampu melihat ke dalam diri serta

menggunakan apa yang didengar, dilihat, dialami untuk memahami apa yang

terjadi dilingkungannya. Kesadaran hendaknya dimulai dari individu, kelompok

hingga komunitas (Freire, 2000).Kesadaran kritis dapat dicapai melalui proses

dialog untuk mendefinisikan dan memecahkan permasalahan bersama (Freire

2000:81).

d. Partisipasi

Partisipasi diartikan sebagai keterlibatan dan keikutsertaan aktif dalam

pengambilan keputusan. Dalam konteks pemberdayaan, perempuan harus terlibat

dalam penetapan kebutuhan, perumusan, implementasi, monitoring dan evaluasi.

Sejalan dengan pemikiran Longwe, menurut Craig dan Mayo, partisipasi pada

dasarnya merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan

proses pemberdayaan. Individu-individu harus terlibat dalam proses

pemberdayaan sehingga mereka dapat menumbuhkan rasa percaya diri, memiliki

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

18

harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru (Hikmat,

2001:3). McArdle (1989) bahkan menyatakan bahwa hal terpenting dalam

pemberdayaan adalah partisipasi aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan

(Hikmat, 2001:6). Partisipasi dapat dilihat dari peran serta perempuan dalam

pengambilan keputusan, baik di tingkat keluarga, komunitas, masyarakat, maupun

negara.

e. Kontrol

Pada level puncak pemberdayaan ini, perempuan harus memiliki

kontrolsetara dengan laki-laki dalam segala aspek kehidupan sehingga tidak ada

lagidominasi dan diskriminasi terhadap perempuan. Pentingnya kontrol sebagai

salah satuunsur analisis pemberdayaan perempuan adalah perempuan mempunyai

kekuasaan untuk mengubah kondisi dan posisi, masa depan diri dan

komunitasnya. Konsep kontrol berhubungan dengan aspek kekuasaan seseorang

untuk menentukan segalasesuatu yang menyangkut pelbagai kepentingan

termasuk memperoleh beragam sumber daya bagi dirinya (Winati, 2002). Konsep

kontrol menurut Winati dapatdianalisis melalui bagaimana pengambilan

keputusan yang dilakukan oleh individu untuk melakukan sesuatu baik dalam

rumah tangga maupun masyarakat luas.

Meskipun setiap level pemberdayaan tersusun secara hirarkis, namun

sebenarnya setiap intervensi pemberdayaan tidak harus dimulai dari level

kesejahteraan. Oleh karena itu, pemberdayaan bisa saja di mulai dari level akses,

konsientasi/ kesadaran kritis, partisipasi untuk mencapai level puncak yaitu

“kontrol” (Widianto, 2014:45).

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

19

F. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yasanti sebagai tempat utama penyelenggaraan

kegiatan sekolah kepemimpinan buruh gendong, terutama materi in class.Kantor

Yasanti beralamatkan di Jalan Puntodewo DK No.1, Jomegatan RT.11 RW.22,

Ngestiharjo,Kasihan, Bantul,Yogyakarta. Selain itu, penelitian dilakukan di Pasar

Beringharjo dan Pasar Giwangan di mana buruh gendong lebih mudah dijumpai

dibandingkan dengan dua pasar yang lain.

Peserta sekolah berasal dari daerah yang berbeda-beda. Peserta yang

berasal dari Kulon Progo berjumlah 12 orang, peserta yang berasal dari Bantul

berjumlah 4 orang, tiga orang berasal dari Sleman, dua orang berasal dari

Sukoharjo, dan empat peserta lainnya masing-masing berasal dari Boyolali,

Purworejo, Gunungkidul dan Klaten. Dari 25 orang peserta sekolah, tidak semua

bermalam di pasar. Mereka lebih memilih untuk pulang ke rumah. Pada saat

kegiatan kelas, peserta ada yang berangkat dari pasar atau dari rumah. Untuk pergi

ke sekolah, peserta membawa motor sendiri, diantar anggota keluarga, atau naik

bus.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data adalah

wawancara dan observasi. Wawancara mendalam digunakan untuk mendapatkan

data yang lebih mendalam dari informan. Untuk mendapatkan data yang bisa

dipertanggungjawabkan kebenarannya, wawancara tidak hanya dilakukan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

20

terhadap satu informan. Wawancara dilakukan dengan dua cara, yaitu wawancara

yang sengaja dipersiapkan terlebih dahulu pertanyaannya sebelum bertemu

dengan informan. Wawancara yang kedua adalah wawancara saat sedang

mengobrol dengan informan. Observasi dipakai untuk mengamati berlangsungnya

sekolah dan keseharian informan di pasar.

Selain itu, data didapat dari studi pustaka berupa buku, jurnal, atau sumber

informasi yang berasal dari internet. Tentunya yang berkaitan denganfokus yang

diteliti oleh penulis yaitu penguatan/ pemberdayaan kapasitas perempuan (dalam

hal ini buruh gendong) melalui program sekolah kepemimpinan.

3. Pemilihan Informan

Penulis menggali informasi dari staf Yasanti yang secara langsung terlibat

dalam kegiatan sekolah, Mbak Imma sebagai kepala sekolah dan staf pendidikan

dan kajian. Bu Mar dan Bu Asih yang bertugas sebagai wakil kepala sekolah dan

petugas lapangan. Informan yang berasal dari peserta berjumlah empat orang dari

25 peserta sekolah yang dipilih berdasarkan umur termuda dan tertua. Keempat

peserta sekolah yaitu Bu Sumari (39 tahun), Bu Yatni (39 tahun), Bu Bandiyah

(54 tahun), dan Mbah Giyaah (72 tahun). Sementara informan yang memberikan

informasi mengenai Yasanti adalah Bu Amin, selaku direktur Yasanti.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-304822-introduction.pdf · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberitaanmengenai buruh selalu

21

4. Sistematika Penulisan

Pada tulisan ini, bab pertama berisi tentang latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kerangka teori dan metode penelitian. Bab kedua berisi

tentang profil Yayasan Annisa Swasti, kelompok dampingan, struktur organisasi,

dan jaringan kerjasama dan pendanaan lembaga. Latar belakang sekolah akan

diuraikan pada bab tiga. Selain latar belakang, bab ini akan menjelaskan mengenai

proses keseluruhan kegiatan sekolah, peserta sekolah, dan empat profil dari pesera

sekolah.

Selanjutnya pada bab empat, akan dijelaskan mengenai program

pendampingan buruh gendong melalui kegiatan sekolah. Selain itu,bab empat

akan membahas perubahan sikap yang terlihat dari peserta sekolah terkait dengan

penguatan materi, serta dampak yang muncul pasca sekolah. Tulisan ditutup

dengan bab lima yang berisi kesimpulan.