Routing 1221

13
ROUTING Melwin Syafrizal, S.Kom., M.Eng. Abstract Ketika sebuah komputer dalam suatu LAN ingin berhubungan dengan komputer lain di LAN yang networknya berbeda, maka diperlukan suatu informasi yang akan memberitahukan komputer tersebut, melalui jalur (rute) yang mana dapat dilewati agar dapat berkomunikasi dengan komputer tujuan. Gateway yang mana akan dipilih sebagai pintu gerbang untuk keluar masuknya data, dan router mana yang akan dilewati agar dapat cepat sampai tujuan. Proses pengambilan keputusan melalui gateway yang mana paket harus dilewatkan dan memilih router mana yang akan digunakan sebagai gateway yang paling dekat ke tujuan inilah yang disebut dengan “ROUTING”. Routing dilakukan untuk setiap paket yang dikirimkan dari satu host menuju host lain dijaringan yang berbeda, dan routing membutuhkan alat yang disebut “Router” 1. Konsep Routing 1.1 Mengapa perlu router ? Sebelum kita pelajari lebih jauh mengenai bagaimana konsep routing, kita perlu memahami lebih baik lagi mengenai beberapa aturan dasar routing. Juga tentunya kita harus memahami sistem penomoran IP, subnetting, netmasking dan saudara-saudaranya yang lain. Contoh kasus: Host X : 128.1.1.1 (IP Kelas B network id 128.1.0.0) Host Y : 128.1.1.7 (IP kelas B network id 128.1.0.0) Host Z : 128.2.2.1 (IP kelas B network id 128.2.0.0) Pada kasus di atas, host X dan host Y dapat berkomunikasi langsung tetapi baik host X maupun Y tidak dapat berkomunikasi dengan host Z, karena mereka memiliki Network Id yang berbeda. Bagaimana supaya Z dapat berkomunikasi dengan X dan Y ? jawabannya gunakan router ! Contoh lain: Host A : 192.168.0.1 subnet mask 255.255.255.252 Host B : 192.168.0.2 subnet mask 255.255. 255.224 Host C : 192.168.0.17 subnet mask 255.255. 255.224 Nah, ketika subnetting dipergunakan, maka dua host yang terhubung ke segmen jaringan yang sama dapat berkomunikasi hanya jika baik Network ID-nya sesuai. Pada kasus di atas, A dan B dapat berkomunikasi dengan langsung. B dan C juga dapat berkomunikasi, namun A dan C tidak dapat berkomunikasi langsung, karena memiliki Network ID yang berbeda. B dan C memiliki network ID yang sama, demikian juga A dan B. Pada kasus ini tidak sama dengan rumus matematika jika: A = B, dan B = C, maka A = C. Kenapa? Karena Host A network ID-nya 11000000.10101000.00000000.00000001 Host B network ID-nya 11000000.10101000.00000000.00000010 Host C network ID-nya 11000000.10101000.00000000.00010000 Host A dan C tidak memiliki Network ID yang sesuai, maka dengan demikian C tidak dapat berkomunikasi secara langsung dengan A. Bagaimana supaya C dapat berkomunikasi dengan A ? gunakan router ! ********************************************************************************************************************************************** Jadi fungsi router, secara mudah dapat dikatakan, menghubungkan dua buah jaringan yang berbeda network ID; tepatnya mengarahkan rute yang terbaik untuk mencapai network yang diharapkan. ********************************************************************************************************************************************** Dalam implementasinya, router sering dipakai untuk menghubungkan jaringan antar lembaga atau perusahaan yang masing-masing telah memiliki jaringan dengan Network ID yang berbeda. 1

description

Pengalamatan Routing

Transcript of Routing 1221

Page 1: Routing 1221

ROUTING Melwin Syafrizal, S.Kom., M.Eng.

Abstract Ketika sebuah komputer dalam suatu LAN ingin berhubungan dengan komputer lain di LAN yang networknya

berbeda, maka diperlukan suatu informasi yang akan memberitahukan komputer tersebut, melalui jalur (rute) yang mana dapat dilewati agar dapat berkomunikasi dengan komputer tujuan. Gateway yang mana akan dipilih sebagai pintu gerbang untuk keluar masuknya data, dan router mana yang akan dilewati agar dapat cepat sampai tujuan. Proses pengambilan keputusan melalui gateway yang mana paket harus dilewatkan dan memilih router mana yang akan digunakan sebagai gateway yang paling dekat ke tujuan inilah yang disebut dengan “ROUTING”.

Routing dilakukan untuk setiap paket yang dikirimkan dari satu host menuju host lain dijaringan yang berbeda, dan routing membutuhkan alat yang disebut “Router”

1. Konsep Routing 1.1 Mengapa perlu router ?

Sebelum kita pelajari lebih jauh mengenai bagaimana konsep routing, kita perlu memahami lebih baik lagi mengenai beberapa aturan dasar routing. Juga tentunya kita harus memahami sistem penomoran IP, subnetting, netmasking dan saudara-saudaranya yang lain.

Contoh kasus:

Host X : 128.1.1.1 (IP Kelas B network id 128.1.0.0)

Host Y : 128.1.1.7 (IP kelas B network id 128.1.0.0)

Host Z : 128.2.2.1 (IP kelas B network id 128.2.0.0)

Pada kasus di atas, host X dan host Y dapat berkomunikasi langsung tetapi baik host X maupun Y tidak dapat berkomunikasi dengan host Z, karena mereka memiliki Network Id yang berbeda. Bagaimana supaya Z dapat berkomunikasi dengan X dan Y ? jawabannya gunakan router !

Contoh lain:

Host A : 192.168.0.1 subnet mask 255.255.255.252

Host B : 192.168.0.2 subnet mask 255.255. 255.224

Host C : 192.168.0.17 subnet mask 255.255. 255.224

Nah, ketika subnetting dipergunakan, maka dua host yang terhubung ke segmen jaringan yang sama dapat berkomunikasi hanya jika baik Network ID-nya sesuai. Pada kasus di atas, A dan B dapat berkomunikasi dengan langsung. B dan C juga dapat berkomunikasi, namun A dan C tidak dapat berkomunikasi langsung, karena memiliki Network ID yang berbeda. B dan C memiliki network ID yang sama, demikian juga A dan B.

Pada kasus ini tidak sama dengan rumus matematika jika: A = B, dan B = C, maka A = C.

Kenapa?

Karena Host A network ID-nya 11000000.10101000.00000000.00000001

Host B network ID-nya 11000000.10101000.00000000.00000010

Host C network ID-nya 11000000.10101000.00000000.00010000

Host A dan C tidak memiliki Network ID yang sesuai, maka dengan demikian C tidak dapat berkomunikasi secara langsung dengan A. Bagaimana supaya C dapat berkomunikasi dengan A ? gunakan router ! ********************************************************************************************************************************************** Jadi fungsi router, secara mudah dapat dikatakan, menghubungkan dua buah jaringan yang berbeda network ID; tepatnya mengarahkan rute yang terbaik untuk mencapai network yang diharapkan.

**********************************************************************************************************************************************

Dalam implementasinya, router sering dipakai untuk menghubungkan jaringan antar lembaga atau perusahaan yang masing-masing telah memiliki jaringan dengan Network ID yang berbeda.

1

Page 2: Routing 1221

Contoh lainnya yang saat ini populer adalah ketika sebuah perusahaan sudah terhubung ke internet dan ingin terhubung dengan perusahaan lainnya yang juga sudah terhubung ke internet. Maka router akan berfungsi mengalirkan paket data dari perusahaan tersebut ke lembaga lain melalui internet, sudah barang tentu nomor jaringan perusahaan itu akan berbeda dengan perusahaaan yang dituju.

Jika sekedar menghubungkan 2 buah jaringan, sebenarnya anda juga dapat menggunakan PC berbasis windows NT atau Linux, dengan memberikan 2 buah network card dan sedikit setting, sebenarnya anda telah membuat router praktis. Namun tentunya dengan segala keterbatasannya. Di pasaran sangat beragam merek router, antara lain baynetworks, 3com, Cisco, mikrotik, dll.

1.2 Lebih jauh tentang routing Data-data dari device yang terhubung ke Internet dikirim dalam bentuk datagram, yaitu paket data yang

didefinisikan oleh IP. Datagram memiliki alamat tujuan paket data. Internet Protocol memeriksa alamat ini untuk menyampaikan datagram dari device asal ke device tujuan. Jika alamat tujuan datagram tersebut terletak satu jaringan dengan device asal, datagram langsung disampaikan kepada device tujuan tersebut. Jika ternyata alamat tujuan datagram tidak terdapat di jaringan yang sama, datagram disampaikan kepada router yang paling tepat (the best available router).

Gambar 1. Routing datagram

Router menjadi perangkat (device) yang melakukan fungsi meneruskan datagram IP pada network layer. Router memiliki lebih dari satu network interface card (NIC) dan dapat meneruskan datagram dari satu NIC ke NIC yang lain. Untuk setiap datagram yang diterima, router memeriksa apakah datagram tersebut memang ditujukan ke dirinya. Jika ternyata ditujukan untuk router tersebut, datagram diteruskan ke lapisan transport.

Jika datagram tidak ditujukan kepada router tersebut, yang akan diperiksa adalah forwarding table yang dimilikinya untuk memutuskan ke mana seharusnya datagram tersebut ditujukan. Forwarding table adalah tabel yang terdiri dari pasangan alamat IP (alamat host atau alamat jaringan), alamat router berikut, & interface tempat keluar datagram.

Jika tidak menemukan sebuah barispun dalam forwarding table yang sesuai dengan alamat tujuan, router akan memberikan pesan kepada pengirim bahwa alamat yang dimaksud tidak dapat dicapai. Kejadian ini dapat dianalogikan dengan pesan "kembali ke pengirim" pada pos biasa. Sebuah router juga dapat memberitahu bahwa dirinya bukan router terbaik ke suatu tujuan, dan menyarankan menggunakan router lain. Dengan ketiga fungsi yang terdapat pada router ini, host-host di internet dapat saling terhubung.

2. Routing Statik dan Dinamik Secara umum mekanisme koordinasi routing dapat dibagi menjadi dua, yaitu: routing statik dan routing dinamik.

Pada routing statik, entri-entri dalam forwarding table router diisi dan dihapus secara manual, sedangkan pada routing dinamik perubahan dilakukan otomatis melalui protokol routing. Routing statik adalah pengaturan routing paling sederhana yang dapat dilakukan pada jaringan komputer. Menggunakan routing statik murni dalam sebuah jaringan berarti mengisi setiap entri dalam forwarding table di setiap router yang berada di jaringan tersebut.

Penggunaan routing statik dalam sebuah jaringan yang kecil tentu bukanlah suatu masalah, hanya beberapa entri yang perlu diisikan pada forwarding table di setiap router. Namun Anda tentu dapat membayangkan bagaimana jika harus melengkapi forwarding table di setiap router yang jumlahnya tidak sedikit dalam jaringan yang besar. Apalagi jika Anda ditugaskan untuk mengisi entri-entri di seluruh router di Internet yang jumlahnya banyak sekali dan terus bertambah setiap hari. Tentu repot sekali!

2

Page 3: Routing 1221

Routing dinamik adalah cara yang digunakan untuk melepaskan kewajiban mengisi entri-entri forwarding table secara manual. Protokol routing mengatur router-router sehingga dapat berkomunikasi satu dengan yang lain dan saling memberikan informasi routing yang dapat mengubah isi forwarding table, tergantung keadaan jaringannya. Dengan cara ini, router-router mengetahui keadaan jaringan yang terakhir dan mampu meneruskan datagram ke arah yang benar. Dengan kata lain, routing dinamik adalah proses pengisian data routing di table routing secara otomatis.

Berikut ini tabel perbedaan yang spesifik untuk kedua jenis routing.

Tabel . Perbedaan routing statik dan routing dinamik

Routing Statik Routing Dinamik

Berfungsi pada protokol IP Berfungsi pada inter-routing protocol

Router tidak dapat membagi informasi routing Router membagi informasi routing secara otomatis

Routing tabel dibuat dan dihapus secara manual Routing tabel dibuat dan dihapus secara dinamis oleh router

Tidak menggunakan routing protocol Terdapat routing protocol, seperti RIP atau OSPF

Microsoft mendukung multihomed system seperti router Microsoft mendukung RIP untuk IP dan IPX/SPX

Gambar 2. Routing Statik

Contoh sederhana dari routing statik pada gambar diatas menjelaskan tentang bagaimana PC 0 ingin berhubungan dengan server suka-nongkrong.com dengan IP 205.30.30.1/24. PC 0 dibawah Router Dinas-Sosial memperoleh IP dari DHCP Server. Router Dinas-Sosial terkoneksi dengan 2 LAN menggunakan 2 fastethernet dan 1 koneksi ke Router TetapSusah menggunakan interface Serial. Server suka-nongkrong.com hanya terhubung langsung dengan Router MasaDepanSuram, dan tidak terkoneksi langsung dengan Router Dinas-Sosial maupun Router TetapSusah.

Routing table yang dimiliki ke tiga router tersebut berasal dari konfigurasi IP address yang sebelumnya di setting secara manual, dan hasil koneksi melalui interface ethernet.

3

Page 4: Routing 1221

Gambar 3. Routing Dinamik

Ketika sebuah host pada network dibelakang router A ingin berkomunikasi dengan komputer yang berada dibelakan router C yang memiliki IP (10.1.1.0/24), maka host tersebut harus melalui default gateway Router A tersebut terlebih dahulu. Kemudian menuju router B dan router C.

Router A memberikan informasi ”routing tabel” yang dimilikinya ke router B. Router B memberikan informasinya ke router A dan router C. Router C memberikan informasi routing table-nya ke router B.

Bila dibutuhkan, mekanisme jaringan dengan routing statik dapat dipadukan dengan routing dinamik, terutama untuk menghubungkan antara jaringan lokal pada suatu instansi/perusahaan dengan jaringan internet.

Kita akan membutuhkan sebuah router dengan protokol routing (mis. RIP atau OSPF) yang akan menghubungkan jaringan lokal tersebut agar bisa terkoneksi dengan jaringan komputer global (internet) diluar jaringan lokal tersebut.

Gambar 4. Contoh integrasi antara routing statik dan routing dinamik

4

Page 5: Routing 1221

3. Interior Routing Protocol Pada awal 1980-an Internet terbatas pada ARPANET, Satnet (perluasan ARPANET yang menggunakan satelit),

dan beberapa jaringan lokal yang terhubung lewat gateway. Dalam perkembangannya, Internet memerlukan struktur yang bersifat hirarkis untuk mengantisipasi jaringan yang telah menjadi besar. Internet kemudian dipecah menjadi beberapa autonomous system (AS) dan saat ini Internet terdiri dari ribuan AS. Setiap AS memiliki mekanisme pertukaran dan pengumpulan informasi routing sendiri.

Protokol yang digunakan untuk bertukar informasi routing dalam AS digolongkan sebagai Interior Gateway Protocol (IGP). Contohnya: RIP1, RIPv2, IGRP, OSPF1 dan OSPF2. Hasil pengumpulan informasi routing ini kemudian disampaikan kepada AS lain dalam bentuk reability information. Reability information yang dikeluarkan oleh sebuah AS berisi informasi mengenai jaringan-jaringan yang dapat dicapai melalui AS tersebut dan menjadi indikator terhubungnya AS ke Internet. Penyampaian reability information antar-AS dilakukan menggunakan protokol yang digolongkan sebagai Exterior Gateway Protocol (EGP), seperti BGP (Border Gateway Protocol).

Gambar 4. Routing Autonomous System (AS)

IRP yang dijadikan standar di Internet sampai saat ini adalah Routing Information Protocol (RIP) dan Open Shortest Path First (OSPF). Di samping kedua protokol ini terdapat juga protokol routing yang bersifat proprietary tetapi banyak digunakan di Internet, yaitu Internet Gateway Routing Protocol (IGRP) dari Cisco System. Protokol IGRP kemudian diperluas menjadi Extended IGRP (EIGRP).

Semua protokol routing di atas menggunakan metrik sebagai dasar untuk menentukan jalur terbaik yang dapat ditempuh oleh datagram. Metrik diasosiasikan dengan "biaya" yang terdapat pada setiap link, yang berupa throughput (kecepatan data), delay, biaya sambungan, dan keandalan link.

Routing Protocol Type Mekanisme Pencegahan Loop Mask sent in update RIP – 1 distance vector Holddown timer, split horizon No

RIP – 2 distance vector Holddown timer, split horizon Yes

IGRP distance vector Holddown timer, split horizon Yes

EIGRP balanced hybrid DUAL (Diffusing Update Algorithm)

and feasible successors Yes

OSPF link state Djikstra SPF algorithm and full topology knowledge Yes

5

Page 6: Routing 1221

Gambar 5. Interior Routing Protocol

4. Routing Information Protocol RIP bukan Rest in Peace (beristirahat dalam damai ☺) termasuk dalam protokol dengan algoritma routing

distance-vector (dihitung berdasarkan jarak terpendek antar node). Distance vector merupakan algoritma yang sangat sederhana, dimana iterasi (pengulangan) terus berlanjut sampai tidak ada lagi pertukaran informasi antar router hingga iterasi berhenti dengan sendirinya).

Distance vector ini sering juga disebut protokol Bellman-Ford, karena berasal dari algoritma perhitungan jarak terpendek oleh R.E. Bellman, dan dideskripsikan dalam bentuk algoritma-terdistribusi pertama kali oleh Ford dan Fulkerson.

Setiap router dengan algoritma distance-vector, ketika pertama kali dijalankan hanya mengetahui cara routing ke dirinya sendiri (informasi lokal) dan tidak mengetahui topologi jaringan tempatnya berada. Router kemudian mengirimkan informasi lokal tersebut dalam bentuk distance-vector ke semua link yang terhubung langsung dengannya. Router yang menerima informasi routing menghitung distance-vector, kemudian menambahkannya dengan metric link tempat informasi tersebut diterima, dan memasukkannya ke dalam entri forwarding table jika dianggap merupakan jalur terbaik. Informasi routing setelah penambahan metrik kemudian dikirim lagi ke seluruh interface router, dan ini dilakukan setiap selang waktu tertentu. Demikian seterusnya sehingga seluruh router di jaringan mengetahui topologi jaringan tersebut.

Protokol distance-vector memiliki kelemahan yang dapat terlihat apabila dalam jaringan ada link yang terputus. Dua kemungkinan kegagalan yang mungkin terjadi adalah efek bouncing dan kasus “menghitung sampai tak terhingga” (counting to infinity). Efek bouncing dapat terjadi pada jaringan yang menggunakan metrik yang berbeda pada minimal sebuah link. Link yang putus dapat menyebabkan routing loop, sehingga datagram yang melewati link tertentu hanya berputar-putar di antara beberapa router (bouncing) sampai umur (time to live) datagram tersebut habis.

Gambar 6. Routing Loop

6

Page 7: Routing 1221

Routing loop adalah suatu kondisi ketika dua router atau beberapa router bertetangga/terdekat saling mengira bahwa untuk mencapai suatu alamat, maka datagram harus dilewatkan melalui router terdekat, sehingga datagram berputar dari satu router kerouter tetangga dan kembali ke router itu lagi.

Gambar 7. counting to infinity

Menghitung-sampai-tak-hingga (counting to infinity) terjadi karena router terlambat menginformasikan bahwa suatu link terputus. Keterlambatan ini menyebabkan router harus mengirim dan menerima distance-vector serta menghitung metrik sampai batas maksimum metrik distance-vector tercapai.

Link tersebut dinyatakan putus setelah distance-vector mencapai batas maksimum metrik. Pada saat menghitung metrik ini juga terjadi routing loop, bahkan untuk waktu yang lebih lama daripada apabila terjadi efek bouncing.

RIP tidak mengadopsi protokol distance-vector begitu saja, melainkan dengan melakukan beberapa penambahan pada algoritmanya agar routing loop yang terjadi dapat diminimalkan. Split horizon digunakan RIP untuk meminimalkan efek bouncing. Prinsip yang digunakan split horizon sederhana, yakni: jika node A menyampaikan datagram ke tujuan X melalui Router A & B, maka bagi router B tidak masuk akal untuk mencapai tujuan X melalui router C. Jadi, A tidak perlu memberitahu router B bahwa X dapat dicapai melalui router A dan C.

Gambar 8. Split horizon with poison

Split horizon merupakan suatu cara untuk memperbaiki kinerja RIP, dengan memperkecil kemungkinan terjadinya routing loop dan counting to infinity dalam jaringan.

7

Page 8: Routing 1221

Split horizon terdiri dua jenis:

1. Split horizon normal dan

2. Split horizon with poisonous reverse

Split horizon with poisonous reverse lebih baik dari split horizon biasa, karena tetap mengirim suatu informasi distance vector kejalur tempat ia menerima distance vector tersebut dengan membuat nilai distance vector menjadi tak terhingga. Dengan membuat nilai menjadi tak terhingga (counting to infinity) dan tidak mengirimkan vektor jarak (distance vector) yang bernilai pasti, hal ini menciptakan semacam jawaban positif di jaringan. Dengan jawaban positif ini, router-router mengetahui bahwa memang terdapat jaringan yang nilai vektor jaraknya “diracuni” jadi tak terhingga. Jika hanya menggunakan split horizon biasa, maka router-router tidak dapat mengetahui apakah suatu jaringan memang ada atau tidak, karena tidak ada informasi vektor jarak yang diterima.

Untuk mencegah kasus menghitung sampai tak terhingga, RIP menggunakan metode Triggered Update. RIP memiliki timer untuk mengetahui kapan router harus kembali memberikan informasi routing. Jika terjadi perubahan pada jaringan, sementara timer belum habis, router tetap harus mengirimkan informasi routing karena dipicu oleh perubahan tersebut. Dengan demikian, router-router di jaringan dapat dengan cepat mengetahui perubahan dan meminimalkan kemungkinan terjadinya routing loop kembali.

Gambar 9. Proses Triggered Update

4.1 RIP versi 1 RIP yang didefinisikan dalam RFC-1058 ini menggunakan metrik antara 1 dan 15, sedangkan 16 dianggap

sebagai tak-hingga. Route dengan distance-vector 16 tidak dimasukkan ke dalam forwarding table. Batas metrik 16 ini mencegah counting to infinity yang terlalu lama.

Paket-paket RIP versi 1 secara normal dikirimkan setiap 30 detik atau lebih cepat jika terdapat triggered updates. Jika dalam 180 detik sebuah route tidak diperbarui, router menghapus entri route tersebut dari forwarding table.

RIP v1 tidak memiliki informasi tentang subnet setiap route. Router harus menganggap setiap route yang diterima memiliki subnet yang sama dengan subnet pada router itu. Dengan demikian, RIP versi 1 tidak mendukung Variable Length Subnet Masking (VLSM).

Gambar 10. Format paket RIP versi 1

8

Page 9: Routing 1221

Setiap host yang menjalankan RIP 1 memiliki tabel routing yang setidaknya berisi: • IP Address tujuan (host, subnet, network, atau rute default). • IP Address router yang perlu dilalui • Metric yang menunjukkan biaya total untuk mencapai tujuan tersebut dari host. • Sebuah tanda untuk menunjukkan apakah rute baru saja berubah. • Beberapa timer (penunjuk waktu).

Metric yang digunakan RIP untuk menentukan rute sangat sederhana, yaitu ”jumlah hope” antara router dengan tujuan.

RIP 1 mengasumsikan bahwa sebuah jaringan dibagi menjadi subnet dengan ukuran yang sama, misal sebuah jaringan klas C dibagi menjadi 8 subnet dengan netmask 255.255.255.224, maka format paket RIP 1 hanya memuat informasi IP Address tanpa memuat informasi netmask. Informasi netmask dianggap sama dengan netmask yang digunakan pada interface router atau host.

Sebagai contoh, network 202.152.0/24, net address 202.152.0.0, netmask 255.255.255.224, dan 202.152.0.32 sebagai net address network ke-2, 202.152.0.33 s.d. 202.152.0.62 sebagai host, maka RIP memeriksa apakah bagian hostID dari sebuah IP address tidak terdiri dari angka 0, jika demikian maka RIP langsung mengambil kesimpulan bahwa alamat tersebut merupakan alamat host. RIP mencegah informasi routing alamat subnet keluar dari networknya. Jika terdapat router RIP yang berbatasan dengan network lain, maka RIP akan membuat satu entry saja, yaitu entry alamat network 202.152.0 saja.

Pertukaran informasi routing yang dilakukan tiap 30 detik pada jaringan lokal dengan beberapa router dapat mengakibatkan congestion. Kongesti dapat terjadi karena router-router mengirimkan paket RIP dalam waktu yang hampir besamaan. Untuk menghindari kongesti, sistem dapat menambah waktu pertukaran itu menjadi acak lebih dari 30 detik. Router-router yang menjalankan RIP bertukar informasi dengan cara mem-broadcast paket RIP response menggunakan UDP pada port 520.

Sementara router dijaringan mem-broadcast paket RIP masing-masing, maka host-host yang terletak dijaringan yang sama dapat mendengar pesan tersebut. Host-host juga menjalankan RIP, tetapi hanya mendengar paket-paket RIP yang disampaikan router dan tidak mengirimkan pesan. Hal ini disebut dengan node diam (silent node), yaitu node-node yang hanya mendengar paket RIP response dan membentuk tabel routing berdasarkan paket-paket tersebut.

4.2 RIP versi 2 RIP versi 2 (RIP-2 atau RIPv2) berupaya untuk menghasilkan beberapa perbaikan atas RIP 1, yaitu memberi

dukungan untuk VLSM, menggunakan otentikasi, tag untuk rute eksternal, memberikan informasi hop berikut (next hop), subnetmask, dan multicast. Penambahan informasi subnet mask pada setiap route membuat router tidak harus mengasumsikan bahwa route tersebut memiliki subnet mask yang sama dengan subnet mask yang digunakan padanya.

Gambar 11. Format paket RIP versi 2

9

Page 10: Routing 1221

RIP-2 juga menggunakan otentikasi agar dapat mengetahui informasi routing mana yang dapat dipercaya. Otentikasi diperlukan pada protokol routing untuk membuat protokol tersebut menjadi lebih aman. RIP-1 tidak menggunakan otentikasi sehingga orang dapat memberikan informasi routing palsu. Informasi hop berikut (next hop) pada RIP-2 digunakan oleh router untuk menginformasikan sebuah route tetapi untuk mencapai route tersebut tidak melewati router yang memberi informasi, melainkan router yang lain. Pemakaian hop berikut biasanya di perbatasan antar-AS.

Tag untuk rute eksternal memberikan kemampuan bagi RIPv2 untuk membedakan RIP ”internal” (jaringan dalam domain RIP) dari RIP ”eksternal). Penggunaan tag ini adalah untuk rute-rute yang berasal dari EGP atau dari protokol routing lain.

Informasi subnetmask menjadikan RIPv2 mampu mendukung penggunaan subnetmask yang berbeda dijaringan atau penggunaan VLSM. Jika field ini kosong, RIPv2 menganggap tidak ada informasi subnet mask yang dikirimkan.

RIP-1 menggunakan alamat broadcast untuk mengirimkan informasi routing. Akibatnya, paket ini diterima oleh semua host yang berada dalam subnet tersebut dan menambah beban kerja host. RIP-2 dapat mengirimkan paket menggunakan multicast pada IP 224.0.0.9 sehingga tidak semua host perlu menerima dan memproses informasi routing. Hanya router-router yang menggunakan RIP-2 saja yang menerima informasi routing tersebut tanpa perlu mengganggu host-host lain dalam subnet.

RIP merupakan protokol routing yang sederhana, dan ini menjadi alasan mengapa RIP paling banyak di-implementasi-kan dalam jaringan. RIP menggunakan jumlah lompatan (hop count) sebagai metric dengan 15 hop maksimum. Hop count ke-16 tidak dapat tercapai dan router akan memberikan error message ”destination is inreachable” (tujuan tak tercapai). Jika pada protokol RIP hop ke-16 tercapai, maka paket yang dikirim tidak akan mencapai tujuannya dan akan dibuang.

Dalam kondisi demikian, penghitungan routing dalam RIP sering membutuhkan waktu yang lama, dan menyebabkan terjadinya routing loop. Untuk jaringan seperti ini, sebagian besar spesialis jaringan komputer menggunakan protokol yang masuk dalam kelompok link-state.

5. Open Shortest Path First (OSPF) Teknologi link-state dikembangkan dalam ARPAnet untuk menghasilkan protokol yang terdistribusi yang jauh lebih

baik daripada protokol distance-vector. Alih-alih saling bertukar jarak (distance) ke tujuan, setiap router dalam jaringan memiliki peta jaringan yang dapat diperbarui dengan cepat setelah setiap perubahan topologi. Peta ini digunakan untuk menghitung route yang lebih akurat dari pada menggunakan protokol distance-vector.

Perkembangan teknologi ini akhirnya menghasilkan protokol Open Shortest Path First (OSPF) yang dikembangkan oleh IETF untuk digunakan di Internet. Bahkan sekarang Internet Architecture Board (IAB) telah merekomendasikan OSPF sebagai pengganti RIP.

Prinsip link-state routing sangat sederhana. Sebagai pengganti menghitung route "terbaik" dengan cara terdistribusi, semua router mempunyai peta jaringan dan menghitung semua route yang terbaik dari peta ini. Peta jaringan tersebut disimpan dalam sebuah basis data dan setiap record dalam basis data tersebut menyatakan sebuah link dalam jaringan. Record-record tersebut dikirimkan oleh router yang terhubung langsung dengan masing-masing link.

Karena setiap router perlu memiliki peta jaringan yang menggambarkan kondisi terakhir topologi jaringan yang lengkap, setiap perubahan dalam jaringan harus diikuti oleh perubahan dalam basis data link-state yang terletak di setiap router. Perubahan status link yang dideteksi router akan mengubah basis data link-state router tersebut, kemudian router mengirimkan perubahan tersebut ke router-router lain.

Protokol yang digunakan untuk mengirimkan perubahan ini harus cepat dan dapat diandalkan. Ini dapat dicapai oleh protokol flooding. Dalam protokol flooding, pesan yang dikirim adalah perubahan dari basis data serta nomor urut pesan tersebut. Dengan hanya mengirimkan perubahan basis data, waktu yang diperlukan untuk pengiriman dan pemrosesan pesan tersebut lebih sedikit dibanding dengan mengirim seluruh isi basis data tersebut. Nomor urut pesan diperlukan untuk mengetahui apakah pesan yang diterima lebih baru daripada yang terdapat dalam basis data. Nomor urut ini berguna pada kasus link yang putus menjadi tersambung kembali.

Pada saat terdapat link putus dan jaringan menjadi terpisah, basis data kedua bagian jaringan tersebut menjadi berbeda. Ketika link yang putus tersebut hidup kembali, basis data di semua router harus disamakan.

Basis data ini tidak akan kembali sama dengan mengirimkan satu pesan link-state saja. Proses penyamaan basis data pada router yang bertetangga disebut sebagai menghidupkan adjacency. Dua buah router bertetangga disebut sebagai adjacent bila basis data link-state keduanya telah sama. Dalam proses ini kedua router tersebut tidak saling bertukar basis data karena akan membutuhkan waktu yang lama.

10

Page 11: Routing 1221

Link State Announcement (LSA)

A B C

D E

a b

c d

e

f

1 3

1

2

2

1

From to Link Cost num

A B a 1 2

A D c 1 2

B A a 1 2

B C b 3 1

B E e 2 2

C B b 3 1

C E f 1 1

D A c 1 2

D E e 2 1

E B d 2 2

E C d 2 1

E D e 2 1

Gambar 12. Link State Announcement (LSA)

Proses menghidupkan adjacency terdiri dari dua fasa. Fasa pertama, kedua router saling bertukar deskripsi basis data yang merupakan ringkasan dari basis data yang dimiliki setiap router. Setiap router kemudian membandingkan deskripsi basis data yang diterima dengan basis data yang dimilikinya. Pada fasa kedua, setiap router meminta tetangganya untuk mengirimkan record-record basis data yang berbeda, yaitu bila router tidak memiliki record tersebut, atau nomor urut record yang dimiliki lebih kecil dari pada yang dikirimkan oleh deskripsi basis data. Setelah proses ini, router memperbarui beberapa record dan ini kemudian dikirimkan ke router-router lain melalui protokol flooding.

Protokol link-state lebih baik daripada protokol distance-vector disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: waktu yang diperlukan untuk konvergensi lebih cepat, dan lebih penting lagi protokol ini tidak menghasilkan routing loop.

Protokol ini mendukung penggunaan beberapa metrik sekaligus. Throughput, delay, biaya, dan keandalan adalah metrik-metrik yang umum digunakan dalam jaringan. Di samping itu protokol ini juga dapat menghasilkan banyak jalur ke sebuah tujuan. Misalkan router A memiliki dua buah jalur dengan metrik yang sama ke host B. Protokol dapat memasukkan kedua jalur tersebut ke dalam forwarding table sehingga router mampu membagi beban di antara kedua jalur tersebut.

Rancangan OSPF menggunakan protokol link-state dengan beberapa penambahan fungsi. Fungsi-fungsi yang ditambahkan antara lain mendukung jaringan multi-akses, seperti X.25 dan ethernet, dan membagi jaringan yang besar menjadi beberapa area.

11

Page 12: Routing 1221

Gambar 13. Penerapan protokol OSPF pada jaringan dengan 3 area

Telah dijelaskan di atas bahwa setiap router dalam protokol link-state perlu membentuk adjacency dengan router tetangganya. Pada jaringan multi-akses, tetangga setiap router dapat lebih dari satu. Dalam situasi seperti ini, setiap router dalam jaringan perlu membentuk adjacency dengan semua router yang lain, dan ini tidak efisien. OSPF mengefisienkan adjacency ini dengan memperkenalkan konsep designated router dan designated router cadangan.

Semua router hanya perlu adjacent dengan designated router tersebut, sehingga hanya designated router yang adjacent dengan semua router yang lain. Designated router cadangan akan mengambil alih fungsi designated router yang gagal berfungsi.

Langkah pertama dalam jaringan multi-akses adalah memilih designated router dan cadangannya. Pemilihan ini dimasukkan ke dalam protokol Hello, protokol dalam OSPF untuk mengetahui tetangga-tetangga router dalam setiap link. Setelah pemilihan, baru kemudian router-router membentuk adjacency dengan designated router dan cadangannya.

Setiap terjadi perubahan jaringan, router mengirimkan pesan menggunakan protokol flooding ke designated router yang mengirimkan pesan tersebut ke router-router lain dalam link.

Designated router cadangan juga mendengarkan pesan-pesan yang dikirim ke designated router. Jika designated router gagal, cadangannya kemudian menjadi designated router yang baru serta dipilih designated router cadangan yang baru. Karena designated router yang baru telah adjacent dengan router-router lain, tidak perlu dilakukan lagi proses penyamaan basis data yang membutuhkan waktu yang lama tersebut.

Dalam jaringan yang besar tentu dibutuhkan basis data yang besar pula untuk menyimpan topologi jaringan. Ini mengarah kepada kebutuhan memori router yang lebih besar serta waktu perhitungan route yang lebih lama. Untuk mengantisipasi hal ini, OSPF menggunakan konsep area dan backbone. Jaringan dibagi menjadi beberapa area yang terhubung ke backbone. Setiap area dianggap sebagai jaringan tersendiri dan router-router di dalamnya hanya perlu memiliki peta topologi jaringan dalam area tersebut. Router-router yang terletak di perbatasan antar area hanya mengirimkan ringkasan dari link-link yang terdapat dalam area dan tidak mengirimkan topologi area satu ke area lain. Dengan demikian, perhitungan route menjadi lebih sederhana.

6. Kesederhanaan vs. Kemampuan (RIF vs. OSPF)

Kita sudah lihat sepintas bagaimana RIP dan OSPF bekerja. Setiap protokol routing memiliki kelebihan dan kekurangannya masing- masing. Protokol RIP sangat sederhana dan mudah diimplementasikan tetapi dapat menimbulkan routing loop. Protokol OSPF merupakan protokol yang lebih rumit dan lebih baik daripada RIP tetapi membutuhkan memori dan waktu CPU yang besar.

Di berbagai tempat juga terdapat yang menggunakan gabungan antara routing statik, RIP, RIP-v2, dan OSPF1 juga OSPF2. Hasilnya di jaringan ini menunjukkan bahwa administrasi routing statik jauh lebih memakan waktu dibanding routing dinamik. Pengamatan pada protokol routing dinamik juga menunjukkan bahwa RIP menggunakan bandwidth yang lebih besar daripada OSPF dan semakin besar jaringan, bandwidth yang digunakan RIP bertambah lebih besar pula. Jadi, jika Anda sedang mendesain jaringan TCP/IP yang besar tentu OSPF merupakan pilihan protokol routing yang tepat.

12

Page 13: Routing 1221

**********************************************************************************************************************************************

Buku ini tidak membahas tentang routing ini dengan lebih detail, terutama tentang OSPF2, BGP (Border Gateway Protocol), IGRP (Internet Gateway Routing Protocol), atau EIGRP (Extended IGRP). Disarankan anda membaca buku lain, untuk info lebih detail tentang routing, seperti tulisan Onno W Purbo dan rekan-rekan lain (TCP/IP dan Implementasinya) – (Edisi Bhs. Indonesia), atau mencari referensi lebih banyak di internet dalam berbagai bahasa, seperti: Routing Protocols and the Configuration of RIP and IGRP (Cisco CCNA Exam #640-607 Certification Guide", by Wendell Odom, Cisco Press) atau juga Implementing IP Routing By Todd Lammle, with Monica Lammle and James Chellis.

Anda bisa ketik judul tersebut di situs search engine (bila anda terkoneksi ke internet) dan anda akan memperoleh lebih banyak info disana. Sebuah informasi yang anda ketahui dan dapat diajarkan, serta dipergunakan untuk sesuatu yang bermanfaat, lebih berharga dibanding sejuta ilmu yang tidak pernah diamalkan.

**********************************************************************************************************************************************

DAFTAR PUSTAKA

1. Robert M. Thomas, Pengantar Local Area Network, Elexmedia Komputindo, 1999 2. Lukas Tanutama, Jaringan Komputer, Elexmedia komputindo 2000 3. Andrew S. Tanembaum, Jaringan Komputer Edisi Bahasa Indonesia Jilid 1 Pearson Education Asia Pte. Ltd,

Prentice-Hall Inc. 1996, 4. Onno W Purbo, TCP/IP dan Implementasinya Elexmedia Komputindo 1999. 5. Kamus Lengkap Jaringan Komputer, Wahana Komputer, Penerbit Salemba Infotek, 2004. 6. Moechammad SAROSA. Sigit Anggoro, Jaringan Komputer, Data Link, Network & Issue 2000 -

http://www.bogor.net/idkf/idkf-2/buku-jaringan-komputer-data-link-network-dan-issue-12-2000.doc 7. Cisco Press http://www.cicso.com/cpress/cc/td/cpress/ fund/ith2nd/it2401.html 8. Aulia K. Arif & Onno W. Purbo, Konsep Subnetting IP Address Untuk Effisiensi Internet, Computer Network

Research Group ITB, 2000 - http://bebas.vlsm.org/v09/onno-ind-1/network/ konsep-subnetting-ip-address-untuk-effisiensi-internet-11-199.zip,

9. IPv6 Internet Protocol Generasi Berikut, ELEKTRO INDONESIA Edisi ke Sembilan, Oktober 1997 - http://www.elektroindonesia.com/elektro/komput9.html

10. Routing Protocols and the Configuration of RIP and IGRP (Cisco CCNA Exam #640-607 Certification Guide", by Wendell Odom, Cisco Press) http://distancelearning.ksi.edu/demo/520/cis520.htm

11. Implementing IP Routing By Todd Lammle, with Monica Lammle and James Chellis. http://www.microsoft.com/ technet/archive/winntas/deploy/implip.mspx

12. http://www.datatelsup.com/ 13. http://www.3com.co.jp/ 14. http://www.sun.com/ 15. http://www.dell.com/ 16. http://www.ieee.org/ 17. http://www.linux.or.id/ 18. http://www.pii.or.id/elektro 19. http://faculty.petra.ac.id/resmana/jarkom/tugas/lan.htm 20. http://faculty.petra.ac.id/resmana/jarkom/atm1.htm 21. http://www.sabda.org/publikasi/icw/013/ tentang Intranet: Dunia Kecil Berbasis Internet 22. http://www.pacific.net.id/pakar/jafar/intranet_5.html 23. http://wiryana.pandu.org/artikel/intra1.html 24. http://id.wikipedia.org/wiki/Internet 25. http://www.rfc-editor.org/rfc/rfc1918.txt, RFC1918 or ftp://ftp.isi.edu/in-notes/ rfc1918.txt 26. http://www.rfc-editor.org/rfcsearch.html 27. http://www.ietf.org/ietf/1id-abstracts.txt 28. http://www.ietf.org/shadow.html 29. http://en.wikipedia.org/wiki/Paul_Mockapetris 30. http://www.pemula.com/materi/cisco01_konsep_pemula.htm Oleh: [email protected] 31. http://dhani.singcat.com/internet/dict.php 32. http://www.apjii.or.id/layanan/IPv6.txt 33. http://budi.insan.co.id/presentations/NICE-Domreg.ppt, Budi Raharjo - Jakarta 2004 34. http://www.jasakom.com/Artikel.asp?ID=235 , [email protected] 35. http://www.ilmukomputer.com/umum/harry-jaringan.php

13