Rhinosinusitis Maksilaris Akut

17
Rhinosinusitis Maksilaris Akut Shabrina Khairunnisa 102011339 C3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Kampus 2 Ukrida, Jl. ArjunaUtara no. 6 Jakarta 11510 Skenario 13 Seorang perempuan 28 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan pilek tidak sembuh- sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh sering sakit kepala. Terdapat nyeri di sekitar pipi bila ditekan. Pendahuluan Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus. Ruang ini membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungan daerah tengkorak dan membantu dalam resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus, yang dikenal sebagai sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi, sinus maksilaris di belakang tulang pipi, sinus etmoidalis diantara kedua mata dan sinus sfenoidalis di belakang bola mata. 1,2 Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun 1

description

Rhinosinusitis maksilaris

Transcript of Rhinosinusitis Maksilaris Akut

Rhinosinusitis Maksilaris AkutShabrina Khairunnisa102011339C3Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Kampus 2 Ukrida, Jl. ArjunaUtara no. 6 Jakarta 11510 Skenario 13Seorang perempuan 28 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan pilek tidak sembuh- sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh sering sakit kepala. Terdapat nyeri di sekitar pipi bila ditekan.PendahuluanTulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus. Ruang ini membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungan daerah tengkorak dan membantu dalam resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus, yang dikenal sebagai sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi, sinus maksilaris di belakang tulang pipi, sinus etmoidalis diantara kedua mata dan sinus sfenoidalis di belakang bola mata.1,2Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis. Sinusitis juga dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring (faringitis, adenoiditis, tonsilitis), infeksi gigi rahang atas, berenang dan menyelam, trauma, serta barotrauma.Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar. Virus adalah penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan. Namun, sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik.

1. AnamnesisKeluhan utama sinusitis maksilaris akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa tekanan pada pipi unilateral atau bilateral yang bertambah ketika menunduk. Kadang-kadang pasien datang dengan keluhan ingus yang purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip) dan keluhan sistemik seperti demam serta lesu. Keluhan lain adalah sakit kepala yang kadang-kadang disertai nyeri alih ke gigi dan telinga, hiposmia atau anosmia, halitosis, dan batuk atau sesak akibat post nasal drip1.Keluhan pada sinusitis maksilaris kronis tidak khas, sehingga sulit didiagnosis. Keluhan khas nyeri pada pipi tidak ditemukan. Pasien mungkin datang dengan keluhan sakit kepala kronik, batuk kronik, gangguan tenggorokan, gangguan telinga, hiposmia dan mudah lelah1,3.

2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnosis sinusitis maksilaris adalah:a. Nyeri pada palpasi dan perkusi regio maksila yang terkenab. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, ditemukan adanya pus mukopurulen di meatus medius. Dapat pula ditemukan mukosa edema dan hiperemis pada sinusitis maksilaris akutc. Dapat ditemukan post nasal drip pada pemeriksaan rhinoskopi posteriord. Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram dan gelap1,4.

3. Pemeriksaan penunjanga. Pemeriksaan penunjang yang penting dan relatif murah adalah foto polos rontgen sinus posisi Waters, PA dan lateral, yang terlihat adalah adanya perselubungan sinus, penebalan mukosa, dan batas udara-cairan (air fluid level)b. CT scan juga dapat digunakan untuk pemeriksaan, dan akan menghasilkan gambaran sinusitis yang lebih jelas, namun jarang dilakukan secara rutin karena mahal. Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Biasanya dikerjakan pada sinusitis kronik atau pada pre- operasi sebagai panduan operator untuk melakukan operasi sinus.1c. Pemeriksaan mikrobiologi sekret dan tes resistensi dapat dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/ superior, yang paling baik sekret diambil dari pungsi sinus maksilaris1.

4. Diferensial Diagnosis4-7Sinusitis FrontalisSinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulean keempat fetus, berasal dari sel- sel resesus frontal atau dari sel- sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris satu lebih besar dari pada yang lainnya, dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus ffrontalnya tidak berkembang. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarya 2,4 cm dan dalamnya 2cm. Sinus frontal biasanya bersekat- sekat dan tepi sinus berlekuk- lekuk. Tidak adanya gambaran septum- septum atau lekuk- lekuk dinding sinuspada foto rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrenase melalui ostium- ostium yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid. Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis anterior.Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.

Sinusitis EtmoidalisDari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir- akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus- sinus lainnya. Pada orang dewasa, bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya dibagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior adalah 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 dibagian posterior. Sinus etmoid berongga- rongga terdiri dari sel yang menyerupai sarang tawon. Sel- sel ini jumlahnya bervariasi, berdasarkan letak sinus etmoid dibagi menjadisinus etmoid anterior yang bermuara di medius dan sinus etmoid postertior yang bermuara di meatus superior. Dibagian terdeoan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit disebut resessus frontal yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid terbesar disebut bulla etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuara ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksilaris.Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding leteral labirin ethmoidalis (lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita.Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan. Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal dripdan sumbatan hidung

Sinus SfenoidalisSinus sfenoif terletak di dalam os sfenoid dibelakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi 2 oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm . Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid. Batas- batasnya adalah fosa serebri media dan kelenjar hipofisa disebelah superior, atap nasofaring disebelah inferiornya, dan lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. Karotis interna dan pada posterior berbatasan dengan fosa serebri postertiot di daerah pons.Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.

5. Working Diagnosis4-7 Rinosinusitis Suatu peradangan pada sinus yang terjadi akibat alergi atau infeksi karena bakteri, virus atau jamur. Secara klinis rinosinusitis dapat dibahagikan kepada 3 yaitu ; rinosinusiitis akut apabila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, rinosinusitis subakut apabila gejalanya berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan rinosinusitis kronis apabila gejalanya berlangsung lebih dari 3 bulan. Terdapat 4 jenis sinus yaitu sinus frontalis, maksilaris, etmoidalis dan sfenoidalis. Apabila rinosinusitis terjadi pada beberapa sinus, maka ia dikenali sebagai multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal dikenal sebagai pansinusitis. Rhinosinusitis MaksilarisSinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi oleh karena:(1) merupakan sinus paranasal yang terbesar(2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia(3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbatPada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telingaWajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada.

6. EtiologiPenyebab infeksius dari sinusitis adalah: 1)Bakteri : Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza, Streptococcus group A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram -, Pseudomonas; 2) Virus : Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus; 3) Bakteri anaerob: fusobakteria; 4) Jamur.Sinusitis akut dapat disebabkan oleh 1) Rinitis akut; 2) Faringitis; 3) Adenoiditis; 4) Tonsilitis akut; 5) Dentogen. Infeksi dari gigi rahang atas seperti M1, M2, M3, P1 & P2; 6) Berenang; 7) Menyelam; 8) Trauma. Menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal; 9) Barotrauma. Menyebabkan nekrosis mukosa sinus paranasal8.Infeksi kronis pada sinusitis kronis disebabkan 1) Gangguan drainase. Gangguan drainase dapat disebabkan obstruksi mekanik dan kerusakan silia; 2) Perubahan mukosa. Perubahan mukosa dapat disebabkan alergi, defisiensi imunologik, dan kerusakan silia; 3) Pengobatan. Pengobatan infeksi akut yang tidak sempurna. Sebaliknya, kerusakan silia dapat disebabkan oleh gangguan drainase, perubahan mukosa, dan polusi bahan kimia.

7. Patofisiologi8Mekanisme patofisiologi ini berhubungan dengan 3 faktor, yaitu patensi ostia, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.1. Patensi ostia yang berkurang pengaliran mukus atau drainage akan menjadi kurang adekuat hipoksia disfungsi silia dan perubahan produksi mukus merusak mekanisme dari klirens atau bersihan mukus akumulasi cairan di dalam sinus media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Patensi ostia berkurang pada edema, polip hidung, inflamasi, tumor, trauma, jaringan parut, dan variasi anatomi (misalnya concha bullosa, deviasi septum), dan instrumen atau alat pada nasal seperti pipa nasogastrik.2. Kerusakan fungsi silia akumulasi cairan dan bakteri di dalam sinus. Gerakan silia yang tidak efektif dapat disebabkan oleh pergerakan silia yang lambat, hilangnya koordinasi pergerakan silia, atau hilangnya sel silia dari epitel hidung. Lambatnya pergerakan silia dapat diakibatkan oleh virus, bakteri, air dingin, sitokin atau mediator inflamasi lainnya. Terganggunya gerakan silia dapat disebabkan oleh kelainan kongenital seperti pada diskinesia silia primer pada Sindrom Kartagener. Sel silia dapat hilang sebagai hasil dari injuri epitel hidung karena iritasi saluran pernapasan, polutan, tindakan bedah, penyakit kronis, virus, atau bakteri. 3. Silia memerlukan medium cairan untuk bergerak dan berfungsi secara normal. Lingkungan normal silia dibentuk oleh lapisan mukus ganda (lapisan tipis perisiliaris yang memungkinkan pergerakan silia dan lapisan gel atau serous yang tebal sebagai tempat melekatnya ujung silia). Lapisan mukus terdiri dari mukoglikoprotein, imunoglobulin, dan sel inflamasi. Sekret hidung dihasilkan oleh sel goblet dan sel kolumna siliata dari sel epitel hidung dan oleh mukus submukosa. Perubahan komposisi mukus menurunkan elastisitas atau meningkatkan viskositas merubah efektivitas dalam membersihkan bagian dalam hidung dan mukosa intrasinus. Perubahan komposisi mukus akan merubah pergerakan silia. Produksi mukus yang berlebihan (seperti yang diakibatkan oleh polusi udara, alergen, iritasi atau infeksi) akan mempengaruhi sistem klirens mukosiliaris. 8. Gejala Klinis4-7Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri/ rasa tekanan pada muka dan bisa juga terdapat nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Nyeri ditempat lain juga bisa dirasakan (reffered pain).. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan.Gangguan lainnya bisa mengenai telinga yaitu sumbatan kronik pada muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sinobronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang susah diobati.Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

9. Penatalaksanaan6Pengobatan sinusitis kronis lebih bersifat paliatif daripada kuratif. Pengobatan paliatif yang dapat diberikan pada penderita dengan sinusitis kronis dibagi menjadi:A. Pengobatan konservatif Pengobatan konservatif yang adekuat merupakan pilihan terapi untuk sinusitis maksilaris subakut dan kronis. Antibiotik diberikan sesuai dengan kultur dan uji sensitivitas. Antibiotik harus dilanjutkan sekurang-kurangnya 10 hari. Drainase diperbaiki dengan dekongestan lokal dan sistemik. Selain itu juga dapt dibantu dengan diatermi gelombang pendek selama 10 hari, pungsi dan irigasi sinus. Irigasi dan pencucian sinus ini dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen berarti mukosa sinus sudah tidak dapat kembali normal, maka perlu dilakukan operasi radikal.

B. Pengobatan radikalPengobatan ini dilakukan bila pengobatan koservatif gagal. Terapi radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc. Pembedahan ini dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal. Jika dengan anestesi lokal, analgesi intranasal dicapai dengan menempatkan tampon kapas yang dibasahi kokain 4% atau tetrakain 2% dengan efedrin 1% diatas dan dibawah konka media. Prokain atau lidokain 2% dengan tambahan ephineprin disuntika di fosa kanina. Suntikan dilanjutkan ke superior untuk saraf intraorbital. Incisi horizontal dibuat di sulkus ginggivobukal, tepat diatas akar gigi. Incisi dilakukan di superior gigi taring dan molar kedua. Incisi menembus mukosa dan periosteum. Periosteum diatas fosa kanina dielevasi sampai kanalis infraorbitalis, tempat saraf orbita diidentifikasi dan secara hati-hati dilindungi.Pada dinding depan sinus dibuat fenestra, dengan pahat, osteatom atau alat bor. Lubang diperlebar dengan cunam pemotong tulang kerison, sampai jari kelingking dapat masuk. Isi antrum dapat dilihat dengan jelas. Dinding nasoantral meatus inferior selanjutnya ditembus dengan trokar atau hemostat bengkok. Antrostomi intranasal ini dapat diperlebar dengan cunam kerison dan cunam yang dapat memotong tulang kearah depan. Lubang nasoantral ini sekurang-kurangnya 1,5 cm dan yang dipotong adalah mukosa intra nasal, mukosa sinus dan dinding tulang. Telah diakui secara luas bahwa berbagai jendela nasoantral tidak diperlukan. Setelah antrum diinspeksi dengan teliti agar tidak ada tampon yang tertinggal, incisi ginggivobukal ditutup dengan benang plain cat gut 00. biasanya tidak diperlukan pemasangan tampon intranasal atau intra sinus. Jika terjadi perdarahan yang mengganggu, kateter balon yang dapat ditiup dimasukan kedalam antrum melalui lubang nasoantral. Kateter dapat diangkat pada akhir hari ke-1 atau ke 2. kompres es di pipi selama 24 jam pasca bedah penting untuk mencegah edema, hematoma dan perasaan tidak nyaman.

C. Pembedahan tidak radikal Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan menggunakan endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BESF). Prinsipnya adalah membuka dan membersihkan daerah kompleks ostio-meatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Dengan demikian mukosa sinus akan kembali normal.7,8

10. Komplikasi1Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika.1 Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah: Komplikasi OrbitaKomplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita yang tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan terjadinya komplikasi orbita ini.a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentukc. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosisd. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbitae. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septic.

Komplikasi IntrakranialKomplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses otak. Kelainan ParuAdanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelaian paru ini disebut sinobronkitis. Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis. Selain itu juga dapat timbul asma bronkhial.11. PrognosisPrognosis sinusitis maksilaris sangat tergantung kepada tindakan pengobatan yang dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika, drainase sinus membaik dengan terapi antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai prognosis yang baik

12. KesimpulanSinus adalah ruang berisi udara yang membantu mengurangi berat tengkorak, fungsi proteksi, dan resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus yaitu sinus fontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. Sinusitis maksilaris adalah peradangan mukosa sinus maksilaris yang dapat disebabkan oleh bakteri (aerob atau anaerob, virus, dan jamur). Mekanisme patofisiologi sinusitis maksilaris dipengaruhi oleh patensi osia, gangguan fungsi silia, dan sekresi hidung. Faktor tersebut akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. Penegakan diagnosis sinusitis adalah berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Terapi sinusitis maksilaris adalah dengan pemberian antibiotik untuk eradikasi bakteri, terapi simptomatis seperti pseudoefedrin dan analgesik, serta dengan menghilangkan penyebab sinusitis. Tindakan yang dapat diperlukan adalah bilas sinus dan terapi bedah jika pengobatan tidak adekuat. Komplikasi sinusitis relatif jarang terjadi, komplikasi yang dapat terjadi adalah kelainan intracranial, osteomielitis dan abses subperiostal dan kelainan paru.

Daftar Pustaka

1. Mangunkusumo, Endang dan Nusjirwan Rifki. Sinusitis. In: Soepardi EA, Iskandar N (eds). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. 5th Ed. Jakarta: Gaya Baru; 2001.pp.120-4.2. Hilger, Peter A. Penyakit pada Hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler PA, editor. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2003.p.200.3. Brook, I. 2012. Chronic Sinusitis. Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview. Diakses tanggal 17 Maret 2014.4. Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. Fakultas kedokteran universitas indonesia. 6th ed. Jakarta; 2011. P.145-53.5. Adam, G. L. 1997. Boies: Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.6. Nizar W. Anatomi Endoskopik Hidung-Sinus Paranasalis dan Patifisiologi Sinusitis. Kumpulan Naskah Lengkap Pelatihan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional Juni 2000.p 8-97. Pracy R, Siegler Y. Sinusitis Akut dan Sinusitis Kronis. Editor Roezin F, Soejak S. Pelajaran Ringkas THT . Cetakan 4. Jakarta: Gramedia; 1993.p 81-98. Ballenger, J.J. Infeksi Sinus Paranasal dalam Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan Jilid 1 Edisi 13, halaman 232-45, Binarupa Aksara, Jakarta Indonesia 1994.6