Rferat Renny

download Rferat Renny

of 28

description

ref

Transcript of Rferat Renny

Dakriostenosis Amanda Prahastianti (030.08.020)

REFERAT

DAKRIOSISTITIS

Disusun Oleh :Renny Dwi Sandhitia S(1102010235)

Pembimbing :dr. H. Bambang Rianto Sp.M

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUBANGPERIODE DESEMBER - JANUARI2015KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.Alhamdulillahirabbilalamin. Puji dan syukur senantiasa penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga referat yang berjudul Dakriosistitis ini dapat diselesaikan .Penyusunan referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Mata. Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu sumber pengetahuan bagi pembaca, terutama pengetahuan mengenai Ilmu Penyakit Mata, sehingga dapat memberikan manfaat.Penghargaan dan rasa terima kasih disampaikan kepada dr. H. Bambang Rianto Sp.M, yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan referat ini. Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan referat ini.Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini. Oleh karena itu, penyusun menerima kritik dan saran yang membangun sebagai perbaikan. Penyusun mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak terkait.Wassalamualaikum Wr. Wb.

Subang, Januari 2016

PenyusunBAB IPENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Apparatus lakrimal terdiri atas: glandula lakrimalis utama, glandula lakrimalis aksesorius, dan jalur lakrimal yang terdiri dari: puncta, kanalikuli, sakus lakrimalis dan ductus nasolakrimalis.1Sistem pengeluaran lakrimal berfungsi untuk mengalirkan air mata dari mata ke rongga hidung. Sistem pengeluaran lakrimal mudah mengalami infeksi dan inflamasi. Hal ini disebabkan oleh menyatunya mukosa membran dengan konjungtiva dan mukosa nasal yang normalnya dikolonisasi bakteri. Penumpukan air mata dalam sistem penyaluran lakrimal yang tertutup dapat menyebabkan terjadinya suatu infeksi ataupun inflamasi yang dimana dikenal dengan istilah dakriosistitis.Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimalis. Dakriosistitis biasanya dimulai oleh adanya obstruksi duktus nasolakrimalis dan infeksi pada sakus lakrimal. Dakriosistitis paling sering unilateral terutama pada sisi kiri daripada sisi kanan. Hal ini dikarenakan pada banyak kasus, duktus nasolakrimal dan fossa lakrimal membentuk suatu sudut yang lebih besar pada sisi kanan daripada sisi kiri. Dakriosistitis dapat dibedakan berdasarkan kongenital dan didapat/acquired. Dakriosistitis yang didapat/acquired dapat dibedakan berdasarkan menurut perjalanan penyakitnya yaitu akut dan kronik.Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kategori usia, yaitu anak-anak dan orang dewasa di atas 40 tahun dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada. Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa sekitar 70-83% kasus dakriosistitis dialami oleh wanita, sedangkan pada dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1DefinisiDakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.

2.2EpidemiologiEpidemiologi dakriosistitis berdasarkan:1. UsiaDakriosistitis paling sering terjadi pada anak-anak khususnya yang baru lahir yang disebut sebagai kongenital dakriosistitis dan pada orang dewasa umur 60-70 tahun yang disebut dengan acquired dakriosistitis. 1. Jenis KelaminDakriosistitis pada anak-anak perbandingannya sama, sedangkan pada orang dewasa lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria. 1. RasOrang berkulit hitam lebih jarang terkena dakriosistitis dibandingkan dengan orang berkulit putih. Hal ini karena ostium nasolakrimal pada hidung lebih besar pada orang berkulit hitam dibandingkan dengan ras lainnya.2.3 KlasifikasiDakriosistitis dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu: congenital dan dakriosistitis dewasa (akut dan kronik).0. Dakriosistitis akut merupakan inflamasi supuratif akut pada sakus lakrimalis yang ditandai dengan gejala pembengkakan yang nyeri di daerah sakus, epifora, dan demam. Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.1. Dakriosistitis kronis lebih sering ditemukan dibandingkan dakriosistitis akut. Karakteristik awal yang ditunjukkan berupa peningkatan lakrimasi dan biasanya dapat merupakan kelanjutan dari dakriosistitis akut, dan bersifat rekuren. Tanda-tanda inflamasi biasanya tidak ada. Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.1. Dakriosistitis kongenital merupakan inflamasi sakus lakrimal yang terjadi pada bayi baru lahir, biasa juga disebut dakriosistitis neonatorum. Setelah lahir (biasanya 2-4 minggu), pus dikeluarkan melalui pungta. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.

Gambar 1. Dakriosistitis Akut.

Gambar 2. Dakriosistitis Kongenital.2.4 EtiologiEtiologi dari dakriosistitis kronik yaitu multifaktorial. Faktor-faktor penyebabnya di bagi menjadi grup berupa:1. Fator predisposisi berupa umur, jenis kelamin, ras, hereditas, status social ekonomi, dan higiene personal yang buruk1. Faktor yang bertanggungjawab terhadap statis air mata pada sakus lakrimal berupa faktor anatomi, benda asing, lakrimasi berlebih, inflamasi pada sakus lakrimalis, dan obstruksi pada bagian bawah duktus nasolakrimalis seperti polip hidung.1. Sumber infeksi, sakus lakrimalis mendapat infeksi dari konjungtiva, cavum nasi (penyebaran retrograde) atau sinus paranasalis.1. Organisme kausatif, meliputi staphylococci, pneumococci, streptococci, dan pseudomonas pyocyanea. Infeksi granulomatous kronik yang jarang berupa tuberculosis, sifilis, leprosy, dan rhinosporiodosis juga dapat menyebabkan dakriosistitis.

2.5 Anatomi dan Fisiologi Sistem LakrimalSistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior. Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini bentuk dan ukuranya mirip dengan biji almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke bagian posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan di sini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata.

Gambar 3. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase

Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior dan inferior, kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran pada dinding medial orbita.

Sistem Sekresi Air Mata Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di fossa glandulae lakrimal di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan system duktulusnya yang bermuara ke forniks temporal superior.Kelenjar lakrimal aksesorius, meskipun hanya sepersepuluh dari massa kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama, tetapi tidak memiliki duktulus. Kelenjar kelenjar ini terletak didalam konjungtiva, terutama di fornix superior. Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepian palpebra member lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film air mata.Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epifora). Kelenjar lakrimal aksesorius dikenal sebagai pensekresi dasar. Secret yang dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal.

Komposisi air mata terdiri dari : Sel goblet pada konjungtiva membentuk lapisan terdalam air mata dengan mensekresi musin, dimana distribusinya merata pada permukaan mata. Glandula lakrimalis dan glandula aksesorius membentuk lapisan intermediate akuos pada air mata. Kelenjar Meibom memproduksi minyak pada lapisan terluar air mata, yang mengurangi penguapan lapisan dasar akuos.Permukaan bola mata yang terpapar dengan lingkungan dijaga tetap lembab oleh air mata. Air mata tersebut disekresikan oleh aparatus lakrimalis dan disertai dengan mukus dan lipid oleh organ sekretori dari sel-sel pada palpebra serta konjungtiva. Sekresi yang dihasilkan inilah yang disebut sebagai film air mata atau film prekorneal. Analisis kimia dari air mata menunjukkan bahwa konsentrasi garam didalamnya mirip dengan komposisi di dalam plasma darah. Selain itu, air mata mengandung lisozim yang merupakan enzim yang memiliki aktivitas sebagai bakterisidal untuk melarutkan lapisan luar bakteria. Walaupun air mata mengandung enzim bakteriostatik dan lisozim, menurut Sihota (2007), hal ini tidak dianggap sebagai antimikrobial yang aktif karena dalam mengatasi mikroorganisme tersebut, air mata lebih cenderung memiliki fungsi mekanik yaitu membilas mikroorganisme tersebut dan produk-produk yang dihasilkannya.K+, Na+, dan Cl terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi dalam air mata dari dalam plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL) dan perubahannya dalam konsentrasi darah akan diikuti perubahan konsentrasi glukosa dan urea air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meski ada variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, cairan air mata adalah isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309 mosm/L.Air mata akan disekresikan secara refleks sebagai respon dari berbagai stimuli. Stimulus tersebut dapat berupa stimuli iritatif pada kornea, konjungtiva, mukosa hidung, stimulus pedas yang diberikan pada mulut atau lidah, dan cahaya terang. Selain itu, air mata juga akan keluar sebagai akibat dari muntah, batuk dan menguap. Sekresi juga dapat terjadi karena kesedihan emosional. Kerusakan pada nervus trigeminus akan menyebabkan refleks sekresi air mata menghilang. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemberian kokain pada permukaan mata menyebabkan penghambatan hantaran pada ujung nervus sensoris yang mengakibatkan penghambatan refleks sekresi mata (bahkan ketika mata dipaparkan pada gas air mata yang poten). Jalur aferen pada hal ini adalah nervus trigeminus, sedangkan eferen oleh saraf autonom, dimana bahagian parasimpatis dari nervus fasialis yang memberikan pengaruh motorik yang paling dominan. Oleh sebab itu, pemberian obat yang parasimpatomimetik (seperti asetilkolin) dapat meningkatkan sekresi sedangkan pemberian obat antikolinergik (atropin) akan menyebabkan penurunan sekresi. Refleks sekresi air mata yang berlebihan dapat diinterpretasikan sebagai respon darurat. Pada saat lahir, inervasi pada aparatus lakrimalis tidak selalu sempurna, hal ini menyebabkan neonatus sering menangis tanpa sekresi air mata.

Gambar 4. Komposisi dan tempat pembentuka air mata

Sistem Ekskresi Air Mata Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis. Setiap kali berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting mulai di lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali mengedip, muskulus orbicularis okuli akan menekan ampula sehingga memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan masuk ke punkta sebagian karena hisapan kapiler. Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang mengelilingi ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan, palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus, yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan serupa katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata dan udara. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah katup Hasner di ujung distal duktus nasolakrimalis. Berikut adalah ilustrasi dari sistem ekskresi air mata yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli dan sistem lakrimal inferior.

Gambar 5. Anatomi normal pada sistem ekskresi air mata.

Penguapan air mata mengurangi jumlah air mata sekitar 10% pada usia lebih muda dan 20% pada usia lebih tua. Sebagian besar aliran air mata secara aktif dipompa dari tear lake dengan adanya aktifitas otot orbikularis.beberapa bentuk teori mekanisme pompa air mata telah dikemukakan. Mekanisme menurut Rosengren-Doane, kontraksi orbikularis memberikan kekuatan. Kontraksi tersebut menghasilkan tekanan positif di dalam sakus lakrimalis, mendorong air mata menuju hidung. Ketika kelopak mata membuka dan menutup rapat, sakus lakrimalis akan memberikan tekanan negatif. Tekanan ini akan memberi tahanan pada kelopak mata dan juga punktum. Ketika kelopak mata terbuka sempurna, punktum terbuka dan tekanan negative mendorong air mata menuju kanalikuli.

Gambar 6. Pompa lakrimasi. A,pada saat istirahat. B dengan menutupnya kelopak mata, terjadi kontraksi orbicularis. Penekanan pada orbikularis pre tarsal dan penutupan kanalikuli.Orbikularis preseptal, yang menuju sakus lakrimalis, menarik sakus lakrimalis hingga terbuka. Membuat adanya tekanan negatif yang menyebabkan air mata masuk ke sakus lakrimalis.C, dengan terbukanya kelopak mata, relaksasi m.orbikularis, dan keelastisannya akan membentuk tekanan positif dalam sakus yang mengalirkan air mata turun sampai ke duktus.

2.6Patofisiologi Sistem ekskresi terdiri atas punktum, kanlikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mulai di lateral dan menyebarkan air mata secara merata di atas kornea dan menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan sesuai dengan jumlah yang diuapkan, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi.Ekskresi air mata dimulai dari mengalirnya air mata ke punktum dan menuju ke kanalikuli, kemudian menuju ke sakus lakrimal dan akhimya masuk ke duktus nasolakrimalis.Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:1. Tahap obstruksiPada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.1. Tahap InfeksiPada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.1. Tahap SikatrikPada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu kista.

Gambar 7. Sistem ekskresi aparatus lakrimal.

Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pra-tarsal yang mengelilingi ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Bersamaan waktu, palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fasia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan meimbulkan tekanan negatif di dalam sakus. Kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalam sakus yang kemudian berjalan melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata dan udara. Katup yang paling berkembang diantara lipatan ini adalah katup Hessner di ujung distal duktus nasolakrimalis. Struktur ini penting karena bila tidak berlubang pada bayi, menjadi penyebab obstruksi kongenital dan dakriosistitis menahun.Celah naso-optik merupakan sumber utama sistem saluran lakrimal. Sistem nasolakrimal berkembang sebagai tabung solid yang kemudian mengalami kanalisasi dan menjadi paten sebelum cukup bulan. Obstruksi duktus sering terjadi, jika kanalikuli terobstruksi, sebagian kumpulan air mata yang tidak mengalir dalam sakus lakrimalis dapat terinfeksi dan berakumulasi sebagai mukokel atau menyebabkan dakriosistitis.Daerah ektoderm dari naso-optik terletak pada masenkim antara nasal-bagian lateral dan daerah maxillaris yang kemudian mengalirkan dan membuka kedalam forniks konjungtiva sebelum membuka ke vestibula hidung. Biasanya pembukaan pada daerah hidung tidak lengkap pada saat lahir, dalam hal ini biasanya pada bayi baru lahir akibat valvula Hessner tidak terbuka, sehingga menyebabkan air mata tertampung dan terjadi obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Pada orang tua dakriosistitis dikarenakan M. Orbicularis oculi lemah sehingga terjadi ektropion dan menyebabkan punktum terlipat keluar sehingga mengakibatkan akumulasi air mata.Bila sakus lakrimal ditekan akan terjadi regurgitasi mukoid ke dalam sakus konjungtiva sehingga infeksi bisa meluas ke jaringan sekitar.

2.7 Manifestasi KlinisGejala utama dakriosistitis adalah mata berair (epifora) dan banyak sekret. Dakriosistitis pada orang dewasa, terdiri dari akut dan kronik. Pada keadaan akut, terdapat tanda dan gejala radang berupa nyeri, eritema dan edema pada daerah sakus lakrimalis. Pembesaran sakus yang terbungkus oleh fascia lakrimal menimbulkan rasa nyeri. Pembesaran ini berisi sekret mukopurulen yang akan memancar keluar jika ditekan. Terkadang juga disertai oleh demam, walaupun demamnya ringan. Apabila tidak ditangani dengan baik, pembesaran ini dapat mengecil dengan membentuk fistel.Pada keadaan kronik tidak terdapat rasa nyeri, tanda dan gejala radang pun sangat tidak dominan, biasa gejala berupa mata berair yang bertambah banyak bila mata kena angin. Bila kantung air mata ditekan dapat keluar sekret mukoid dengan pus di daerah punktum lakrimal dan kelopak mata melekat satu dengan yang lainnya.Gambaran klinis pada dakriosistitis kronik dapat dibagi menjadi 4 stadium, yaitu:1. Stadium dakriosistitis kronik kataral dikarakteristikkan dengan inflamasi ringan dari sakus lakrimal dihubungkan dengan blockade duktus nasolakrimalis. Pada stadium ini, gejala yang muncul berupa mata berair dan kadang mata merah ringan di kantus dalam.1. Stadium mukokel lakrimal berupa stagnasi kronik menyebabkan distensi sakus lakrimal yang ditandai dengan epifora konstan dihubungkan dengan pembengkakan pada kantus dalam.Regurgitasi cairan mukoid gelatinous dari punktum inferior pada penekanan bagian yang membesar.1. Stadium dakriosistitis kronik supuratif dikarenakan infeksi piogenik, cairan mukoid menjadi purulen, pergantian mukokel menjadi piokel. 1. Stadium sakus kronik fibrotik, infeksi berulang dalam periode yang berkepanjangan menyebabkan sakus fibrotik karena mukosa yang menebal, yang biasa dihubungkan dengan epifora persisten dan secret.

a.Dakriosistitis kronik b.Dakriosistitis akutGambar 8 (a,b). Dakriosistitis pada orang dewasa.

2.8DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik. Dari anamnesis dan gejala klinik didapatkan mata berair dan disertai dengan sekret yang banyak dan lengket, mata merah disertai udem dan gejala bertambah berat jika terkena angin dan cuaca dingin atau diawali dengan reaksi peradangan sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan udem dan nyeri tekan pada daerah sakus lakrimal dan bila dilakukan penekanan pada kantung mata dapat keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punktum lakrimal.Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test.Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.

Gambar 9. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri.

Fluorescein clearance testdilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.

Gambar 10. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II.

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.

Gambar 11. Anel Test.

Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan diagnosis dakriosistitis. CT scansangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG) dandacryoscintigraphysangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.

Gambar 12. Probing Test.

DakriosistographyLokasi obstruksi yang tepat dikonfirmasi dengan menyuntikkan pewarna radiopak ke dalam sistem nasolakrimal (fakriosistogram) kemudian digunakan sinar X untuk mengikuti passase zat pewarna melalui sistem.

Gambar13 : Conventional dacryocystography. Normal.

Gambar 14 : Conventional dacryocystography. Obstruksikomplitpadajalurlakrimalkanan (panah).

Patologi Anatomi (PA)Pasien dakriosistitis kronik dengan keluhan pembengkakan persisten pada kantus medial dan epifora dilakukan dakriosistorinostomi. Saccus lacrimalis yang mengalami pembesaran diangkat dan di belah, pada pemeriksaan sakus lakrimalis lumen berisi mucus dan material purulen serta dinding saccus yang mengalami penebalan. Pada pemeriksaan histologik, penebalan dinding dikarenakan infiltrasi limfosit dengan formasi folikel pada submukosa dan menampakkan pus dan mucus di lumen.

Gambar 15

Gambar 162.9Diagnosis Bandinga. Selulitis OrbitaSelulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil.3 Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan lunakorbita yang terletak posterior dari septum orbita. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder karena sinusitis bakterial akut atau kronis. Gambaran klinisnya antara lain demam (lebih dari 75% kasus disertailekositosis), proptosis, kemosis, hambatan pergerakanbola mata dan nyeri pergerakan bola mata. Keterlambatan pengobatan akan mengakibatkan progresifitas dari infeksidan timbulnya sindroma apeks orbita atau trombosis sinus kavernosus. Komplikasi yang terjadi antara lain kebutaan,kelumpuhan saraf kranial, abses otak, dan bahkan dapat terjadi kematian.

Gambar 17.Selulitis orbita pada mata kiri dengan tanda eritema, proptosis, dan ptosis. Juga terdapat kemosis dan hypo-opyhalmia.

Karena sebagian besar selulitis orbita merupakanmanifestasi dari sinusitis, maka pemeriksaan CT Scan padasinus paranasal merupakan keharusan. Dilakukan konsultasi dengan bagian otolaringologi untuk pemeriksaan sinus.Penyebab dan faktor predisposisi selulitis orbitaantara lain sinusitis, trauma okuli, riwayat operasi,dakriosistitis, sisa benda asing di mata dan periorbita,infeksi gigi (odontogen), tumor orbita atau intraokuler,serta endoftalmitis.Sinusitis etmoidal akut, biasanya lebih sering terjadi pada anak. Dengan gejala berupa nyeri dan nyeri tekan diantara kedua mata dan di atas jembatan hidung, ditemukan juga hidung tersumbat. Sinusitis frontal, hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus ethmoidal. Penyakit ini terutama terjadi pada orang dewasa. Gejala klinis dari sinusitis frontalis berupa nyeri kepala yang khas, yang berlokasi di atas alis mata yang biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan berkurang hingga menjelang malam.b. HordeolumHordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata.Dikenal bentuk hordeolum internum dan eksternum.Horedeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan. Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak.Pada hordeolum externum nanah dapat keluar dari pangkal rambut. Hordeolum internum atau radang kelenjar Meibom memberikan penonjolan terutama ke daerah konjungtival tarsal. Hordeolum internum biasanya berukuran lebih besar dibandingkan hordeolum internum. Adanya pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya kelopak sehingga sukar diangkat. Pada pasien dengan hordeolum kelenjar preaurikuler biasanya ikut membesar. Sering hordeolum ini membentuk abses dan pecah dengan sendirinya. Pada nanah dari kantong nanah yang tidak dapat keluar dilakukan insisi.

2.10 Komplikasi Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis orbita.Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas.Adanya dakriosistitis merupakan kontraindikasi untuk melakukan tindakan bedah membuka bola mata seperti operasi katarak, glaucoma karena dapat menimbulkan infeksi intraocular seperti endoftalmitis ataupun panoftalmitis.

2.11PenatalaksanaanPengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%)7 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari .Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering 1,7.Dari analisis antibiogram yang di isolasikan telah menemukangolongan gentamisin, ciprofloxacin dan kloramfenikol merupakan golongan yang sensitif terhadap bakteri gram positif mahupun gram negative. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), dan apabila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 7. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase 1. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi. Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.

Gambar 18. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal3Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit). Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif12. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain: Kelainan pada kantong air mata : Keganasan pada kantong air mata Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis Kelainan pada hidung : Keganasan pada hidung Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma Rhinitis atopi Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis

Gambar 19. Teknik Dakriosistorinostomi Internal

2.12 PrognosisDakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam.

BAB IIIPENUTUP

3.1KesimpulanDakriosistitis merupakan infeksi pada sakus lakrimalis. Dakriosistitis terbagi atas akut dan kronik. Bentuk spesial dari inflamasi pada saccus lacrimalis adalah dakriosistitis kongenital, dimana patofisiologinya terkait erat dengan embryogenesis sistem eksresi lakrimal. Pada orang dewasa, perempuan lebih sering terkena dakriosistitis. Umumnya dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada usia 60-70 tahun. Pada dakriosistitis kongenital, kanalisasi yang tidak lengkap dari duktus nasolakrimalis memiliki peran yang penting dari pathogenesis yang terjadi. Obstruksi dari bagian bawah duktus nasolakrimalis seringkali ditemukan pada orang dewasa yang terkena dakriosistitis. Bakteri aerob dan anaerob bisa didapatkan pada kultur dari anak-anak dan orang dewasa dengan dakriosistitis.Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang tampak merah dan membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta mengeluarkan nanah. Selain itu, penderita juga mengalami demam. Jika infeksi yang ringan atau berulang berlangsung lama maka sebagian besar gejala mungkin menghilang hanya pembengkakan ringan yang menetap.Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang memadai, dan bentuk kronis sering dapat dipertahankan dengan tetesan antibiotika. Kompres dengan menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif terhadap gangguan klinis. Meskipun begitu, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya.

DAFTAR PUSTAKA

1. AAO. 2007. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Singapore:American Academy of Ophtalmology. 2. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007. Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [Cited 2016 January 3]. Available from : http://www.eye.com/. 3. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .4. Gilliand G Grant. Dacryocystitis. [online]. 2005 [Cited 2016 January 5]. Available from: http://www.emedicine.com.5. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.6. O'Brien, Terrence P. 2009. Dacryocystitis. [serial online]. [Cited 2016 January 3]. Available from : http://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.htm. 7. Riordan, P., Anatomi dan Embriologi Mata, in Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, P. Riordan and J.P. Whitcher, Editors. 2007, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta