revisi bab 3
-
Upload
anik-andiyani -
Category
Documents
-
view
121 -
download
9
Transcript of revisi bab 3
HASIL ANALISIS BAB III
Setelah membaca buku Sadono Sukirno “Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah
dan Dasar Kebijakan terutama Bab 3 (tiga) maka dapat diambil analisis sebagai berikut:
A. Arti Pembangunan
Perhatian utama masyarakat perekonomian dunia tertuju pada cara-cara
mempercepat tingkat pertumbuhan pendapatan nasional. Para ekonom dan politisi dari
semua Negara baik Negara kaya maupun miskin yang menganut system kapitalis, sosialis
maupun campuran, semua sangat mendambakan dan menomorsatukan pertumbuhan
ekonomi. Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang
bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja
diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah
lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Menurut penulis pembangunan merupakan
proses untuk melakukan perubahan. Sedangkan Sadono Sukirno berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan pembangunan ekonomi adalah “suatu proses yang menyebabkan
pendapatan per kapita suatu masyarakat bertambah dalam jangka panjang”(2007:55).
Pendapat ini juga hampir sama dengan yang dikemukakan oleh M.L Jhingan yang
mendefinisikan pembangunan menjadi tiga yaitu
1. Perkembangan ekonomi harus di ukur dalam arti kenaikan pendapatan
nasional nyata dalam jangka waktu yang panjang.
2. Berkaitan dengan pendapatan per kapita dalam jangka panjang
3. Dilihat dari kesejahteraan ekonomi (2007:5-7)
Dari kedua pendapat di atas, menjadi tolok ukur pembangunan adalah
pendapatan perkapita masyarakat dari suatu negara. Apabila diambil kesimpulan maka
terdapat tiga sifat penting dari arti pembangunan yaitu:
1. Suatu proses yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus
2. Suatu usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita
3. Kenaikkan income per kapita harus terus menerus dan pembangunan itu
dilakukan sepanjang masa.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-
ilmu sosial, para Ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali
konsep-konsep pembangunan secara ilmiah. Secara sederhana pembangunan sering
diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena
perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula,
tidak jarang pula ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga
pertumbuhan. Seiring dengan perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan
adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak
dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat
menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat
adanya pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/per-
luasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh
suatu komunitas masyarakat.
B. Indikator Pengukuran Keberhasilan Pembangunan
Penggunaan indikator dan variable pembangunan bisa berbeda untuk setiap
Negara. Di Negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan
mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan
kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya, di Negara-
negara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut, indicator pembangunan akan
bergeser kepada factor-faktor sekunder dan tersier.
Sejumlah indicator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga
internasional antara lain pendapatan perkapita (GNP atau PDB), struktur
perekonomin, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Disamping itu terdapat pula dua
indicator lainnya yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi suatu
bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas Hidup (IKH atau PQLI) dan Indeks
Pembangunan Manusia (HDI). Berikut ini, akan disajikan ringkasan menurut penulis,
yaitu:
1. Pendapatan Per Kapita
Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan
salah satu indikator makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini merupakan
bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan
2
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tampaknya pendapatan per kapita telah
menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki
beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah
dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi
bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh
adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi). Walaupun
demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola
distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan
dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya
ekonomi.
Seperti yang dikemukakan oleh M.L. Jhingan bahwa data pendapatan nasional
seringkali tidak tepat, menyesatkan dan tidak berdasar karena alasan-alasan berikut:
a. Sektor non uang yang menyulitkan perhitungan pendapatan nasional
b. Kekurangan spesialisasi pekerjaan menyulitkan pendapatan nasional karena
distribusi atau asal bidang usaha begitu rancu.
c. Kebanyakan rakyat adalah buta huruf dan tidak pernah menyimpan rekening,
dan jika mereka memilikinya mereka enggan mengungkapkan pendapatannya
secara jujur. Dalam keadaan seperti ini hanya perkiraan kasar saja yang dapat
dibuat.
d. Perkiraan pendapatan nasional hanya mencakup barang dan jasa yang
dipergunakan dunia komersil.
e. Perhitungan pendapatan nasional dalam arti uang meremehkan
(underestimates) pendapatan nyata.
f. Perkiraan pendapatan nasional tidak dapat mengukur secara tepat perubahan
output yang disebabkan oleh perubahan tingkat harga.
g. Perbandingan pendapatan nasional secara internasional sering tidak tepat
sebagai akibat konversi nilai tukar berbagai mata uang ke dalam satu mata
uang bersama yaitu dollar AS.
h. Perhitungan pendapatan per kapita bisa terlalu besar atau kecil karena angka
jumlah penduduk seringkali tidak handal dan benar. Data sensus tidak pernah
akurat.
3
i. Berbagai kesulitan timbul di dalam mendefinisikan istilah “pendapatan”
sebagai akibat dipergunakannya konsep yang berbeda-beda di dalam
menghitung pendapatan nasional diberbagai negara (2007:12-14).
Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan
mencerminkan transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas sosial.
Dengan adanya perkembangan ekonomi dan peningkatan per kapita, konstribusi
sektor manupaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional akan meningkat
terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah akan meningkatkan
permintaan atas barang-barang industri, yang akan diikuti oleh perkembangan
investasi dan perluasan tenaga kerja. Di lain pihak , kontribusi sektor pertanian
terhadap pendapatan nasional akan semakin menurun.
2. Jumlah penduduk miskin
Menurut penulis tingkat kesejahteraan rakyat suatu negara dapat dilihat dari
angka kemiskinan. Suatu negara dapat dikatakan makmur apabila rakyatnya yang hidup
miskin berjumlah sedikit. Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi
pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok
masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang
berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak
negara-negara berkembang , tidak terkecuali di Indonesia. Biasanya penduduk miskin
adalah golongan masyarakat yang mempunyai pendapatan rendah. Sedangkan menurut
Michael P Todaro yang dimaksud dengan penduduk miskin adalah “mereka yang
bertempat tinggal di daerah pedesaan dan bahwa mereka memiliki kegiatan di bidang
pertanian dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan itu”(1994:31). Pendapat ini
juga hampir sama dengan yang dikemukakan oleh M.L. Jhingan yaitu “golongan yang dua
pertiga atau lebih tinggal di pedesaan dan mata pencaharian utama adalah
pertanian”(2007:18). Karena menurutnya, penduduk yang bekerja sebagai petani
biasanya berpenghasilan rendah.
Kemiskinan ini menurut penulis seperti lingkaran setan yang menjadikan
penduduk negara ini masih banyak yang miskin. Misalnya si miskin selalu kurang makan,
karena kurang makan kesehatannya jadi buruk, karena fisiknya lemah maka
4
produktifitasnya rendah, karena prodiktifitasnya rendah maka penghasilannyapun rendah
dan berarti si miskin tetap saja menjadi miskin.
3. Tingkat Pengangguran
Perkembangan penduduk yang semakin bertambah cepat dan dalam jumlah
besar dalam beberapa tahun ini menimbulkan masalah baru, salah satunya adalah
masalah pengangguran. Yang dimaksud penganggur menurut penulis adalah seseorang
yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat
memperolehnya. Sedangkan Malayu S.P. Hasibuan adalah “orang yang mau bekerja,
mampu bekerja dan memenuhi persyaratan undang-undang perburuhan tetapi tidak
mendapat pekerjaan”(1987:95).
Menurut penulis tingkat pengangguran berpengaruh untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat, karena semakin rendah tingkat pengangguran maka semakin
sejahtera. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Malayu S.P. Hasibuan bahwa “jika tingkat
penganggur cukup tinggi dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah tidak berhasil
dalam pembangunan ekonominya, sebaliknya jika tingkat penganggur kecil maka
pemerintah berhasil dalam pembangunan ekonominya” (1987:97).
Sebab-sebab terjadinya pengangguran adalah:
a. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada
kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
b. Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
c. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak
seimbang
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan
kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi
kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia.
Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak
dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
5
d. Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh
struktur Angkatan Kerja Indonesia
e. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan
kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke
daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.
4. Angka Melek Huruf
Menurut penulis angka melek huruf menunjukkan jumlah penduduk yang dapat
menulis dan membaca. Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan
Kebudayaan (UNESCO) memiliki definisi sebagai berikut: “Melek aksara adalah
kemampuan untuk mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, membuat,
mengkomunikasikan dan mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-
bahan cetak dan tulisan yang berkaitan dengan berbagai situasi”.
Kemampuan baca-tulis dianggap penting karena melibatkan pembelajaran
berkelanjutan oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat mencapai tujuannya,
dimana hal ini berkaitan langsung bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan,
menggali potensinya, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang lebih luas.
Banyak analis kebijakan menganggap angka melek aksara adalah tolak ukur
penting dalam mempertimbangkan kemampuan sumber daya manusia di suatu daerah.
Hal ini didasarkan pada pemikiran yang berdalih bahwa melatih orang yang mampu baca-
tulis jauh lebih murah daripada melatih orang yang buta aksara, dan umumnya orang-
orang yang mampu baca-tulis memiliki status sosial ekonomi, kesehatan, dan prospek
meraih peluang kerja yang lebih baik. Argumentasi para analis kebijakan ini juga
menganggap kemampuan baca-tulis juga berarti peningkatan peluang kerja dan akses
yang lebih luas pada pendidikan yang lebih tinggi.
6
Definisi lain dari Badan Sensus Nasional, “Angka Melek Huruf (AMH) adalah
persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta
mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari”.
Kegunaan AMH yaitu:
mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama
di daerah pedesaan di Indonesia dimana masih tinggi jumlah penduduk yang tidak
pernah bersekolah atau tidak tamat SD.
menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi
dari berbagai media.
menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis.
Sehingga angka melek huruf dapat berdasarkan kabupaten mencerminkan potensi
perkembangan intelektual sekaligus kontribusi terhadap pembangunan daerah.
Cara Menghitung
Angka melek huruf didapat dengan membagi jumlah penduduk usia 15 tahun
keatas yang dapat membaca dan menulis dengan jumlah penduduk usia 15 tahun keatas
kemudian hasilnya dikalikan dengan seratus.
Rumus
dimana:
= angka melek huruf ( penduduk usia 15 tahun keatas) pada tahun t
= Jumlah penduduk (usia diatas 15 tahun) yang bisa membaca dan menulis pada tahun t
= Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas
Dapat diambil kesimpulan bahwa suatu negara dikatakan makmur apabila angka
melek hurufnya tinggi atau angka buta hurufnya rendah.
7
5. Tingkat Kesehatan
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang
tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima di samping penguasaan terhadap
ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM.
Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan
tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi. Kejadian
kekurangan gizi sering terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi
secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi,
angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup.
Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM di
masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa
janin dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status
gizi ibu hamil ditentukan juga jauh sebelumnya, yaitu pada saat remaja atau usia sekolah.
Demikian seterusnya status gizi remaja atau usia sekolah ditentukan juga pada kondisi
kesehatan dan gizi pada saat lahir dan balita.
Menurut penulis, tingkat kesehatan penduduk suatu negara berpengaruh pada
kemajuan negara. Tingkat kesehatan yang tinggi maka masyarakat akan sejahtera.
Kesehatan masyarakat ini mencakup perhitungan angka kematian bayi dan angka ibu
melahirkan rendah. Diharapkan dengan hal tersebut masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan keluarga dengan makanan yang mengandung gizi dan memberikan pelayanan
kesehatan yang baik. Namun Entang Sastraatmadja berpendapat “walaupun data-data
mengenai menurunnya tingkat kematian menunjuk pada fakta kemajuan pesat telah
tercapai pada pelayanan kesehatan, kenyataan lain juga menunjuk pada masih rendahnya
mutu pelayanan kesehatan yang tersaji bagi masyarakat umum” (1986:10).
Dipandang dari segi fisik persebaran sarana pelayanan kesehatan baik Puskesmas,
Rumah sakit, maupun sarana kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya
kesehatan telah dapat dikatakan merata keseluruh wilayah. Akan tetapi persebaran fisik
tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu pelayanan dan
8
keterjangkauan oleh seluruh lapisan masyarakat. Mutu pelayanan kesehatan sangat
dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan
dan sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan, dan kompensasi yang
diterima serta harapan masyarakat pengguna. Faktor-faktor tersebut di atas merupakan
prakondisi yang harus dipenuhi untuk peningkatan mutu dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan. Peningkatan pelayanan dilakukan melalui peningkatan mutu dan
profesionalisme sumber daya kesehatan. Sedangkan harapan masyarakat pengguna
dilakukan melalui peningkatan pendidikan umum, penyuluhan kesehatan, serta
komunikasi yang baik antara pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat.
9
10