Bab i Dan II Revisi 3
description
Transcript of Bab i Dan II Revisi 3
1 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kemajuan ilmu kedokteran semakin berkembang salah satu bukti
perkembangan ilmu kedokteran adalah transplantasi/cangkok. Cangkok organ
pertama di dunia dilakukan dokter Christiaan Barnard. Perkembangan
transplantasi organ tubuh manusia semakin berkembang, tidak hanya organ
Jantung manusia, namun berkembang ke cangkok ginjal, hati, dan beberapa organ
lain termasuk jaringan tubuh manusia seperti jaringan otot ligamen maupun
syaraf. Tingginya permintaan transplantasi yang tentu saja diikuti dengan
tingginya permintaan organ tersebut tidak diikuti dengan tingginya tingkat
persediaan organ. Menurut data dari WHO tranplantasi organ telah dilakukan di
91 negara di dunia. Pada tahun 2005 ada sekitar 66.000 ribu transplantasi ginjal,
21.000 transplantasi hati dan 6000 transplantasi ginjal dilakukan diseluruh dunia1 .
Sedangkan Menteri Kesehatan Dr dr Endang Rahayu Sedyaningsih
sebagaimana dikutip dari harian Kompas Senin 15 Maret 2010, lebih dari 600
orang membutuhkan cangkok hati di Indonesia. Berdasarkan data tersebut diatas
terlihat bahwa kebutuhan akan donor organ manusia di Indonesiapun cukup
tinggi. Akan tetapi tingginya kebutuhan akan organ tersebut di Indonesia juga
tidak diikuti dengan ketersediaan organ. Mencari donor organ tubuh di Indonesia
masih sangat sulit. Kesadaran masyarakat Indonesia, baik itu individu maupun
anggota keluarganya untuk mendonorkan organ tubuh masih sangat rendah.
Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjadi donor organ didorong
oleh kurangnya pemahaman terhadap pentingnya ketersediaan organ bagi manusia
lain, bagi kelangsungan hidup penderita gagal organ, disamping sosiokultur dan
pandangan keagamaan yang menghambat kesadaran untuk mendonorkan
2 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
organnya. Sehingga tidaklah mengherankan donor sangat sulit didapatkan di
Indonesia.
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih merasa tidak rela jika organ
tubuhnya diambil ketika dirinya atau kerabatnya meninggal dunia. Kondisi ini
sangat disayangkan, mengingat banyak pasien yang mengidap penyakit ginjal,
jantung, mata yang sebenarnya masih memiliki peluang untuk sembuh dan hidup
normal terpaksa putus harapan karena donor organ yang dibutuhkannya tak
kunjung tiba.
Di negara-negara maju, maupun negara-negara yang berazaskan agama
saat ini kesadaran untuk mendonorkan organ tubuh tinggi. Banyak orang yang
secara sadar menuliskan izin pengambilan organ tubuhnya jika ia meninggal.
Bahkan, banyak kerabat orang yang meninggal mengizinkan dilakukannya
pengambilan organ vital tanpa perintah Keterbatasan organ menyebabkan harga
organ tersebut menjadi tinggi, sehingga yang muncul di dalam masyarakat adalah
akibat kebutuhan ekonomi tidak jarang ditemui pemasangan iklan secara terang-
terangan menjual organnya, kemudian kasus penculikan bayi dari Rumah Sakit
maupun klinik-klinik bersalin, maupun kasus Melati anak jalanan yang
ditemukan di Jepang2 , disinyalir sebagai perolehan organ secara illegal. Penjualan
organ secara illegal maupun pengambilan organ secara paksa harus
dicegah.Sebagai suatu tindakan medis, transplantasi organ memiliki potensi untuk
disalahgunakan dan menimbulkan sengketa, sehingga untuk pelaksanaannya
dirasakan memerlukan pengaturan bukan hanya dari segi etika, tetapi juga hukum.
Pada referat ini akan dibahas tentang transplantasi, aspek etik dan
medikolegalnya. Transplantsi organ dan jaringan tubuh manusia kemudian
berkembang menjadi suatu kegiatan yang menjadi perdebatan, apakah praktek jual
beli organ manusia perlu dilegalkan guna mencegah perkembangan jual beli organ
3 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
manusia di pasar gelap ataukah dengan tegas melarang jual beli selain atas dasar
kemanusiaan.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah peran dokter dalam melakukan transplantasi organ tubuh?
2. Bagaimanakah aspek hukum terhadap pengaturan transplantasi
organ tubuh manusia di Indonesia?
I.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah dalam bidang
kedokteran
2. Mengetahui hukum dan peraturan yang berlaku dalam melakukan
transplantasi organ tubuh
I.4 Manfaat Penulisan
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penulisan, maka
manfaat penulisan makalah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dasar dasar hukum yang mengatur tentang
transplantasi organ tubuh manusia.
2. Untuk mengetahui langkah- langkah dan metode dalam penulisan
makalah di bidang kedokteran.
4 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 TRANSPLANTASI ORGAN
II.1.1 Sejarah Transplantasi Organ
Sejarah transplantasi modern diawali oleh keberhasilan transplantasi
kornea pada tahun 1905. Sejak saat itu berbagai organ mulai
ditransplantasikan untuk menggantikan organ yang rusak, meliputi
transplantasi kornea, ginjal, paru, jantung, liver, muka, tangan, dan bahkan
penis. Tabel 1 dibawah ini menggambarkan perkembangan transplantasi
organ dari waktu ke waktu.
Tabel 1. Sejarah perkembangan transplantasi organ dari waktu ke
waktu
Organ Dokter Tahun Keterangan
Kornea Eduard Zirm 1905 Memindahkan kornea pada korban
kecelekaan kerja
Paru-paru James Hardy 1960s Resipien: pasien Ca paru
Ginjal - 1950 Resipien:Ruth Tucker, Chicago,
bertahan 5 tahun
Jantung Christian Barnard 1967
Resipien: Luois Washkansky. Donor
jenazah kll
Liver Thomas Strazl 1967 Bertahan 400 hari
5 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Organ Dokter Tahun Keterangan
Tangan - 1998 Resipien: Clint Hallam, New Zealand
Uterus 2000 Di Arab Saudi, Resipien: pasien HPP, bertahan 99
hari
Muka 2005
Resipien: Isabelle Dinoire, Perancis
korban penyerangan Labrador.
Donor: bunuh diri (hanging)
Penis 2005 Di China
, Resipien: pria 44 tahun kehilangan
sebagian penis. Donor: anak muda,
23 tahun, MBO
II.1.2 Definisi
Transplantasi organ adalah pemindahan organ dari satu tubuh ke
tubuh yang lainnya atau pemindahan organ dari donor ke resipien yang
organnya mengalami kerusakan. Organ yang sudah dapat ditransplantasi
adalah jantung, ginjal, hati, pancreas, intestine dan kulit,sedangkan jaringan,
adalah kornea mata, tulang, tendo, katup jantung, dan vena.
Pemindahan organ dari donor ke resipien bukan masalah yang
sederhana, banyak faktor yang harus dipertimbangkan, misalnya medikal
transplantasi, dimana donasi organ atau jaringan memerlukan terapi
transplantasi, meliputi persiapan resepien sebelum transplantasi, saat operasi
dan sesudah transplantasi. Sering terjadinya penolakan transplantasi, yaitu
organ atau jaringan donor tidak diterima oleh tubuh resepien. Hal ini
merupakan tantangan dan masalah yang kompleks bagi dunia kedokteran.
Untuk mengatasi penolakan dari resepien diatasi dengan obat
immunosuppressant, obat yang menghambat aktivitas sistem imun.
6 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Penggunaan obat ini mengambil resiko tinggi, karena dengan tidak aktifnya
sistem imun, resepien menjadi rentan terhadap infeksi dan penyebaran sel-sel
malignant. Efek samping lain adalah menyebabkan hipertensi, dislipidemia,
hiperglikemik, peptic ulcer, liver dan kerusakan ginjal. Obat ini pun biasanya
berinteraksi dengan obat lain dan akan mempengaruhi aktivitas metabolisme
resepien. Organ yang berasal dari donor yang masih hidup (living donor),
harus mempunyai syarat , antara lain, pendonor harus tetap hidup layak,
sehingga yang didonorkan adalah jaringan, sel atau cairan yang dapat
diperbaharui, seperti kulit, darah atau organ yang dapat beregenerasi, seperti
hati, intestine atau bila diambil masih dapat bekerja dengan baik, seperti
ginjal. Organ pun dapat berasal dari donor yang sudah meninggal (cadaveric
donor), pendonor sudah dinyatakan mengalami kematian batang otak,
sehingga organ-organ yang akan didonorkan harus tetap berfungsi dengan
baik dan dapat ditransplantasikan pada tubuh resepien. Pada saat ini pun
cadaveric donor dapat dari donor yang sudah dinyatakan cardic-death.3
II.1.3 Kematian menurut ilmu kedokteran7
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan
dengan kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari
Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan
dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi
pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan tersebut.
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya
fungsi sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis).
Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa
menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena
itu definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain
7 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
death is death. Mati adalah kematian batang otak.
Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga
sistem yang mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara
lain sistem persarafan, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan.
Ketiga sistem itu sangat mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi
gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut
berpengaruh
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati
somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak
(mati batang otak).
Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena
sesuatu sebab terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang
bersifat menetap.
Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan
adanya refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba,
denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara
napas tidak terdengar saat auskultasi.
Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip
dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga
sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus
keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.
Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau
jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis.
Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda,
sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan
Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua
8 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum,
sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan
kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat
Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah
terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible,
termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak
(mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan
tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.
Adapun tanda – tanda kematian antara lain :
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis
pada seseorang berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul
dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Perubahan
tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi
menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.
A. Tanda kematian tidak pasti
1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.
2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis
tidak teraba.
3. Kulit pucat.
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit
setelah kematian.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10
menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air
mata.
9 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
B. Tanda Kematian Pasti
1. livor mortis
Nama lain livor mortis ini antara lain lebam mayat
postmortem lividity, post mortem hypostatic, post mortem
sugillation, dan vibices.
Livor mortis adalah suatu bercak atau noda besar merah
kebiruan atau merah ungu (livide) pada lokasi terendah tubuh
mayat akibat penumpukan eritrosit atau stagnasi darah karena
terhentinya kerja pembuluh darah dan gaya gravitasi bumi, bukan
bagian tubuh mayat yang tertekan oleh alas keras.
Bercak tersebut mulai tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit
pasca kematian klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas
dan lengkap, akhirnya menetap kira-kira 8-12 jam pasca kematian
klinis.
Sebelum lebam mayat menetap, masih dapat hilang
bila kita menekannya. Hal ini berlangsung kira-kira kurang dari
6-10 jam pasca kematian klinis. Juga lebam masih bisa berpindah
sesuai perubahan posisi mayat yang terakhir. Lebam tidak bisa
lagi kita hilangkan dengan penekanan jika lama kematian klinis
sudah terjadi kira-kira lebih dari 6-10 jam.
Ada 4 penyebab bercak makin lama semakin meluas dan
menetap, yaitu :
1. Ekstravasasi dan hemolisis sehingga hemoglobin keluar.
2. Kapiler sebagai bejana berhubungan.
10 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
3. Lemak tubuh mengental saat suhu tubuh menurun.
4. Pembuluh darah oleh otot saat rigor mortis.
a. Lebam mayat (Ligor mortis)
Nama lain ligor mortis adalah lebam mayat, post mortem lividity,
post mortem hypostatic, post mortem sugillation, atau vibices. Setelah
kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah karena gaya
tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak
berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada
bagian tubuh yang terkena alas keras. Darah tetap cair karena adanya
pembuluh darah.
Livor mortis biasanya muncul antara 30 menit sampai 2 jam setelah
kematian. Lebam mayat muncul bertahap, biasanya mencapai perubahan
warna yang maksimal dalam 8-12 jam. Sebelum menetap, lebam mayat akan
berpindah bila tubuh mayat dipindahkan. Lebam mayat menetap tidak lama
setelah perpindahan atau turunnya darah, atau ketika darah keluar dari
pembuluh darah ke sekeliling jaringan lunak yang dikarenakan hemolisis
dan pecahnya pembuluh darah. Fiksasi dapat terjadi setelah 8-12 jam jika
dekomposisi terjadi cepat, atau pada 24-36 jam jika diperlambat dengan
suhu dingin. Untuk mengetahui bahwa lebam mayat belum menetap dapat
didemostrasikan dengan melakukan penekanan ke daerah yang mengalami
perubahan warna dan tidak ada kepucatan pada titik dimana dilakukan
penekanan.
Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh tertimbunnya sel-sel
darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu
kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan
11 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
tersebut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada
penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam saat
pemeriksaan.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi lebam mayat, yaitu:
1.Volume darah yang beredar
Volume darah yang banyak menyebabkan lebam mayat lebih cepat
terbentuk dan lebih luas, sebaliknya volume darah sedikit menyebabkan
lebam mayat lebih lambat terbentuk dan terbatas.
2.Lamanya darah dalam keadaan cepat cair
Lamanya darah dalam keadaan cepat cair tergantung dari fibrinolisin
dan kecepatan koagulasi post-mortem.
3.Warna lebam
Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk
memperkirakan penyebab kematian, yaitu:
1. Merah kebiruan merupakan warna lebam normal.
2. Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN,
atau suhu dingin.
3. Merah gelap menunjukkan asfiksia
4. Biru menunjukkan keracunan nitrit.
5. Coklat menandakan keracunan aniline.
Livor mortis tidak terlalu penting dalam menentukan waktu
kematian. Bagaimanapun, itu penting dalam menentukan apakah tubuh
mayat telah dipindahkan.
12 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
b. Kaku mayat (Rigor mortis)
Rigor mortis atau kekakuan dari tubuh mayat setelah kematian
dikarenakan menghilangnya adenosine trifosfat (ATP) dari otot. ATP adalah
sumber utama dari energi untuk kontraksi otot. Otot memerlukan
pemasukan yang berkelanjutan dari ATP untuk berkontraksi karena jumlah
yang ada hanya cukup untuk menyokong kontraksi otot selama beberapa
detik. Pada ketiadaan dari ATP, filament aktin dan myosin menjadi
kompleks yang menetap dan terbentuk rigor mortis. Kompleks ini menetap
sampai terjadi dekomposisi.
Penggunaan yang banyak dari otot sebelum kematian akan
menimbulkan penurunan pada ATP dan mempercepat onset terjadinya rigor
mortis, hingga tidak ada ATP yang diproduksi setelah kematian. Beberapa
faktor yang menyebabkan penurunan yang bermakna pada ATP menjelang
kematian adalah olahraga yang keras atau berat, konvulsi yang parah, dan
suhu tubuh yang tinggi.
Kejadian yang seketika dari rigor mortis diketahui sebagai kadaverik
spasme. Rigor mortis menghilang dengan timbulnya dekomposisi.
Pendinginan atau pembekuan akan menghambat onset dari rigor
mortis selama dibutuhkan. Rigor mortis dapat “broken” dengan peregangan
yang pasif dari otot-otot. Setelah rigor mortis “broken”, itu tidak akan
kembali. Jika hanya sebagian rigor mortis yang dilakukan peregangan, maka
masih akan ada sisa rigor mortis yang “unbroken”.
Rigor mortis biasanya muncul 2-4 jam setelah kematian, dan muncul
keseluruhan dalam 6-12 jam. Ini dapat berubah-rubah. Ketika rigor mortis
terjadi, menyerang semua otot-otot pada saat yang bersamaan dan kecepatan
yang sama. Namun tampak lebih jelas pada otot-otot yang lebih kecil, hal ini
disebabkan otot kecil memiliki lebih sedikit cadangan glikogen. Jadi rigor
13 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
mortis dikatakan muncul pertama kali pada otot-otot yang lebih kecil seperti
rahang, dan berurutan menyebar ke kelompok otot besar. Penampakan awal
dari rigor mortis adalah pada rahang, ektremitas atas dan ekstremitas bawah.
Kira-kira 0-4 jam pasca mati klinis, mayat masih dalam keadaan lemas, ini
yang disebut relaksasi primer. Kemudian terbentuk rigor mortis. Setelah 36
jam pasca mati klinis, tubuh mayat akan lemas kembali sesuai urutan
terbentuknya kekakuan, ini disebut relaksasi sekunder.
Keadaan-keadaan yang mempercepat terjadinya rigor mortis, antara
lain aktivitas fisik sebelum kematian, suhu tubuh tinggi, suhu lingkungan
tinggi, usia anak-anak dan orang tua, dan gizi yang buruk.
Ada 4 kegunaan rigor mortis:
1. Menentukan lama kematian.
2. Menentukan posisi mayat setelah terjadi mortis.
3. Merupakan tanda pasti kematian.
4. Menentukan saat kematian.
c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya
produksi panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus-
menerus. Pengeluaran panas tersebut disebabkan perbedaan suhu
antara mayatdengan lingkungannya. Suhu tubuh pada orang
meninggal secara bertahap akan sama dengan lingkungan atau media
sekitarnya karena metabolisme yang menghasilkan panas terhenti
setelah orang meninggal. Pada jam pertama setelah kematian,
penurunan suhu berjalan lambat karena masih ada produksi panas
dari proses gilkogenolisis dan sesudah itu penurunan akan cepat
terjadi dan menjadi lambat kembali. Gambaran kurva penurunan
14 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
suhu ini seperti huruf „S‟ terbalik (sigmoid).
Penurunan suhu tubuh dipengaruhi:
1.Faktor lingkungan (media).
Penurunan suhu tubuh cepat bila ada perbedaan besar suhu
lingkungan dengan tubuh mayat. Semakin rendah suhu media
tempat mayat terletak semakin cepat penurunan suhu tubuh
mayat. Penurunan suhu akan cepat bila intensitas aliran udara
besar, udara yang mengalir, dan udara lembab.
2.Keadaan fisik tubuh.
Penurunan suhu tubuh makin lambat bila jaringan lemak dan otot
makin tebal. Pada mayat dengan tubuh kurus akan lebih cepat
dibanding yang gemuk.
3.Usia.
Penurunan suhu akan cepat pada anak dan orang tua. Pada bayi
akan lebih cepat karena luas tubuh permukaan bayi lebih besar.
4.Pakaian yang menutupi.
Makin berlapis pakaian menutupi tubuh, penurunan suhu makin
lambat.
5.Suhu tubuh sebelum kematian.
Penyakit dengan suhu tubuh tinggi pada saat meninggal seperti
kerusakan jaringan otak, perdarahan otak, infeksi, asfiksia,
penjeratan akan didahului peningkatan suhu tubuh, hal ini
menyebabkan penurunan suhu tubuh lebih cepat.
15 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
d. Pembusukan (dekomposisi)
Dekomposisi terbentuk oleh dua proses: autolisis dan putrefaction.
Autolisis menghancurkan sel-sel dan organ-organ melalui proses kimia
aseptik yang disebabkan oleh enzim intraselular. Proses kimia ini,
dipercepat oleh panas, diperlambat oleh dingin, dan dihentikan oleh
pembekuan atau penginaktifasi enzim oleh pemanasan. Organ-organ yang
kaya dengan enzim akan mengalami autolisis lebih cepat daripada organ-
organ dengan jumlah enzim yang lebih sedikit. Jadi, pankreas mengalami
autolisis lebih dahulu daripada jantung.
Bentuk kedua dari dekomposisi, yang mana pada setiap individu
berbeda-beda adalah putrefaction. Ini disebabkan oleh bakteri dan
fermentasi. Setelah kematian, bakteri flora dari traktus gastrointestinal
meluas keluar dari tubuh, menghasilkan putrefaction. Ini mempercepat
terjadinya sepsis seseorang karena bakteri telah meluas keseluruh tubuh
sebelum kematian.
Onset dari putrefaction tergantung pada dua faktor utama:
lingkungan dan tubuh. Pada iklim panas, yang lebih penting dari dua faktor
tersebut adalah lingkungan. Banyak penulis akan memberikan rangkaian
dari kejadian-kejadian dari proses dekomposisi dari tubuh mayat. Yang
pertama adalah perubahan warna menjadi hijau pada kuadran bawah
abdomen, sisi kanan lebih daripada sisi kiri, biasanya pada 24-36 jam
pertama. Ini diikuti oleh perubahan warna menjadi hijau pada kepala, leher,
dan pundak; pembengkakan dari wajah disebabkan oleh perubahan gas pada
bakteri; dan menjadi seperti pualam. Seperti pualam ini dihasilkan oleh
hemolisis dari darah dalam pembuluh darah dengan reaksi dari hemoglobin
dan sulfida hydrogen dan membentuk warna hijau kehitaman sepanjang
pembuluh darah. Lama kelamaan tubuh mayat akan menggembung secara
16 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
keseluruhan (60-72 jam) diikuti oleh formasi vesikel, kulit menjadi licin,
dan rambut menjadi licin. Pada saat itu, tubuh mayat yang pucat kehijauan
menjadi warna hijau kehitaman.
Kegembungan pada tubuh mayat sering terlihat pertama kali pada
wajah, dimana bagian-bagian dari wajah membengkak, mata menjadi
menonjol dan lidah menjulur keluar antara gigi dan bibir. Wajah berwarna
pucat kehijauan, berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi
hitam. Cairan dekomposisi (cairan purge) akan keluar dari mulut dan
hidung. Dekomposisi berlanjut, darah yang terhemolisis merembes keluar ke
jaringan.
Dekomposisi terjadi cepat pada obesitas, pakaian yang tebal, dan
sepsis, semua yang mempertahankan tubuh tetap hangat. Dekomposisi
diperlambat oleh pakaian yang tipis atau oleh tubuh yang berbaring pada
permukaan yang terbuat dari besi atau batu yang mana lebih cepat menjadi
dingin karena terjadi konduksi. Tubuh mayat yang membeku tidak akan
mengalami dekomposisi sampai di keluarkandari lemari es.
e. Mumifikasi
Pada lingkungan panas, iklim kering, tubuh mayat akan mengalami
dehidrasi secara cepat dan akan lebih mengalami mumifikasi daripada
dekomposisi. Pada saat kulit mengalami perubahan dari coklat menjadi
hitam, organ-organ interna akan berlanjut memburuk, seringkali
konsistensinya menurun menjadi berwarna seperti dempul hitam kecoklatan.
Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang
baik, tubuh yang dehidrasi, dan waktu yang lama (12 – 14 minggu).
Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.
17 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
f. Adiposera
Adakalanya, tubuh mayat yang terdekomposisi akan bertransformasi
ke arah adiposera. Adiposera adalah suatu bentuk tetap, berwarna putih
keabu-abuan sampai coklat lilin seperti bahan yang membusuk dan
berminyak, asam stearat. Ini dihasilkan oleh konversi dari lemak yang netral
selama perbusukan ke asam yang tidak dapat dijelaskan. Hal tersebut lebih
nyata pada jaringan subkutan, tetapi dapat terjadi dimana saja bila terdapat
lemak. Adiposera adalah benar-benar suatu variasi dari putrefaction.
Hal ini terlihat paling sering pada tubuh yang dibenamkan dalam air
atau dalam keadaan lembab, lingkungan yang hangat. Pada adiposera, lemak
mengalami hidrolisis untuk melepaskan asam lemak jenuh dengan peranan
dari lipase endogen dan enzim bacterial. Enzim bakterial, umumnya berasal
dari Clostridium perfringens, yang mengubah asam lemak jenuh ini menjadi
asam lemak hidroksi.4 Adiposera dikatakan memakan waktu beberapa bulan
untuk berkembang, walaupun perkembangannya juga dapat terjadi singkat
hanya selama beberapa minggu. Hal ini bergantung pada tingkat perlawanan
dari bakteriologik dan degradasi dari kimia.
II.1.4 Jenis- jenis transplantasi
Jika ditinjau dari sudut penyumbang atau donor alat dan atau jaringan
tubuh, maka transplantasi dapat dibedakan menjadi :
a. Transplantasi dengan donor hidup
Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan atau
organ tubuh seseorang ke orang lain atau ke bagian lain dari
tubuhnya sendiri tanpa mengancam kesehatan. Donor hidup ini
dilakukan pada jaringan atau organ yang bersifat regeneratif,
misalnya kulit, darah dan sumsum tulang, serta organ-organ yang
18 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
berpasangan misalnya ginjal. Sebelum memutuskan menjadi donor,
seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi baik
resiko di bidang medis, pembedahan maupun resiko untuk
kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ
yang telah dipindahkan. Jika dilakukan pada orang yang sama
dimana donor dan resipien adalah orang yang sama, maka tindakan
ini tidak mempunyai implikasi hukum. Namun akan berbeda jika
donor dan resipien adalah orang yang berbeda, karena tindakan ini
melibatkan orang lain yang juga memiliki hak, maka dengan
sendirinya akan memiliki implikasi hukum dan diperlukan undang-
undang yang mengatur 4,5
.
b. Transplantasi dengan donor mati atau jenazah
Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah pemindahan
organ atau jaringan dari tubuh jenazah ke tubuh orang lain yang
masih hidup. Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah organ
yang tidak memiliki kemampuan untuk regenerasi misalnya jantung,
kornea, ginjal dan pankreas. Seperti halnya dengan transplantasi
dengan donor hidup yang melibatkan dua orang yang berbeda,
tindakan ini juga berimplikasi hukum. Biasanya organ terbaik donor
jenazah berasal dari jenazah orang yang masih berusia muda dan
tidak mengidap penyakit, maka donor jenazah terbaik biasanya
merupakan korban dari kecelakaan, bunuh diri, maupun
pembunuhan. Yang pada beberapa negara secara hukum berada pada
kekuasaan dokter forensik untuk penyidikan. Di negara tersebut
mulai dikembangkan pengambilan organ atau jaringan tubuh dari
donor jenazah di ruang autopsi dilakukan oleh dokter forensik
dengan prosedur aseptik sehingga lebih praktis dan menghemat
biaya. Untuk pengambilan organ atau jaringan tubuh ini dokter
19 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
forensik bisa dibantu atau diawasi oleh dokter dari bidang lain
sesuai dengan organ yang akan diambil. Sebelum pengambilan
organ dilakukan informed consent pada jenazah-jenazah tersebut,
jika jenazah diketahui identitasnya maka informed consent
didapatkan dari keluarga atau ahli warisnya. Namun jika tidak
diketahui identitasnya, maka jenazah tersebut dianggap milik negara
sehingga dokter forensik dapat mengambil organ atau jaringan tubuh
untuk kemudian diserahkan pada bank organ dan jaringan tubuh 6.
Sedangkan ditinjau dari sudut penerima organ atau resipien, maka
transplantasi dapat dibedakan menjadi:
a. Autotransplantasi
Autotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ
ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri4. Biasanya
transplantasi ini dilakukan pada jaringan yang berlebih atau
pada jaringan yang dapat beregenerasi kembali. Sebagai contoh
tindakan skin graft pada penderita luka bakar, dimana kulit
donor berasal dari kulit paha yang kemudian dipindahkan pada
bagian kulit yang rusak akibat mengalami luka bakar6.
b. Homotransplantasi
Homotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau
organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain4. Misalnya
pemindahan jantung dari seseorang yang telah dinyatakan
meninggal pada orang lain yang masih hidup.
c. Heterotransplantasi
Heterotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau
organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain4. Contohnya
20 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
pemindahan organ dari babi ke tubuh manusia untuk mengganti
organ manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi baik.
Transplantasi dapat dikelompokan menjadi,
1. Autograft.
Transplantasi jaringan pada orang yang sama, biasanya dilakukan
pada jaringan yang berlebih yang dapat beregenerasi atau jaringan
yang terdekat, seperti pada skin graft atau vein extraction, pada
coronary artery bypass surgery (CABG).
2. Allograft.
Transplantasi organ atau jaringan antara dua orang yang tidak sama
secara genetik, tetapi pada spesies yang sama. Transplantasi organ
pada manusia umumnya adalah allograft, sehingga ada kendala
penolakan organ atau jaringan dari resepien.
3. Isograft.
Merupakan bagian dari allograft, hanya disini donor dan resepien
mempunyai kesamaan genetik, seperti kembar identik,
kelebihannya adalah tidak ada penolakan organ atau jaringan dari
resepien.
4. Xenotransplantation.
Transplantasi organ atau jaringan dari satu spesies ke spesies lain,
seperti transplantasi katup jantung babi pada manusia, yang
berjalan dengan baik. Transplantasi ini sangat berbahaya, terutama
masalah non-incompatibility, penolakan, dan penyakit yang dibawa
organ atau jaringan tersebut.
II.1. 5 Kelemahan dan Keuntungan Transplantasi Organ
21 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Teknik transplantasi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar
bagi orang-orang yang menderita panyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Salah satu transplantasi yang paling sering dilakukan oleh manusia yaitu
transfuse darah.
Biasanya dalam melakukan transplantasi organ melibatkan beberapa
hal yang sangat penting yakni:
Pencarian donor yang sesuai
Kemungkinan timbulnya resiko akibat pembedahan
Pemakaian obat-obat immunosupresan yang paten
Kemungkinan terjadinya penolakan oleh tubuh resipien
Kemungkinan terjadinya komplikasi atau kematian
Teknik transplantasi ini merupakan satu-satunya peluang agar orang-
orang yang memiliki kerusakan organ atau organ tersebut tidak dapat
bekerja dengan baik sebagaimana fungsinya.
Transplantasi paling baik dilakukan bila organ atau jaringan
penggantinya berasal dari tubuh sendiri karena memiliki stuktur yang sama
sehingga mencegah terjadinya rejeksi. Akan tetapi jika organ atau jaringan
yang berasal dari orang lain maka akan memungkinkan seseorang mengalami
rejeksi serta komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian.
II.1.6 Penyebab Transplantasi Organ
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplanttasi,
yaitu:
a. Eksplantasi : usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang
hidup atau yang sudah meninggal.
b. Implantasi : usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut
kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
22 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang
keberhasilan tindakan trasplantasi, yaitu :
a. Adaptasi donasi : yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri
orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara
bologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan atau
organ .
b. Adaptasi resipien : yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima
jaringan atau organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima
atau menolak jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi baik,
mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil
dari donor yang hidup atau dari jenazah orang baru meninggal dimana
meninggal sendiri didefinisikan kematian batang otak. Organ-organ yang
diambil dari donor hidup seperti : kulit, ginjal, sumsum tulang dan darah
(transfusi darah). Organ-organ yanng diambil dari jenazah adalah :
jantung, hati, ginjal, kornea, pancreas, paru- paru dan sel otak.
II.1.7 Teknik dalam Melakukan Transplantasi Organ
Secara teknik bedah, Transplantasi organ dapat dilakukan dengan cara :
a. Ortopik
Bila orang yang dicangkokkan dipasang ditempat organ yang asli.
Sebelumnya organ yang asli diambil terlebih dahulu.
b. Heterotopik
23 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Bila organ yang dicangkokkan dipasang pada tempat organ yang
lain. Pada teknik ini organ yang rusak tidak dikeluarkan.
Dalam melakukan pencangkokkan suatu organ, terdapat beberapa
teknik dalam hal pembedahan. Biasanya teknik ini dilakukan pada saat
operasi, baik terhadap donor maupun terhadap pasien. Setiap teknik
pembedahan pada macam - macam organ dilakukan dengan cara yang
berbeda
Secara medis, maka masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan
teknologi transplantasi semakin dapat diatasi oleh para pakar medis, namun
masalah-masalah etis dan yurudis tampaknya tidaklah demikian mudah
untuk dapat diselesaikan dengan mudah dan tuntas.
Masalah-masalah tersebut antara lain berkaitan dengan:
1. Resipien (penerima organ tubuh);
2. Donor (pemberi organ tubuh);
3. Hal persetujuan.
A.1. Resipien (penerima organ tubuh) Manusia normal mempunyai dua
buah ginjal, satu di pinggang kiri dan satu di pinggang kanan. Tuhan
telah menciptakan sedemikian rupa sehingga walaupun hanya satu
ginjal yang dimiliki, manusia masih dapat hidup dan bekerja
sebagaimana biasanya. Tetapi bila keduanya rusak, maka ia terancam
kematian. Salah satu pilihan pengobatannya adalah dengan
haemodialisis (cuci darah). Hal ini memerlukan biaya yang tidak
sedikit atau sangat mahal, di samping penderita menajdi sangat
tergantung pada mesin cuci darah tersebut.
Resipien/penerima biasanya berada dalam suatu posisi yang
menguntungkan karena bila transplantasi ginjal tadi tidak berhasil
24 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
dalam artian bila ginjal donor tersebut tidak sesuai atau ditolak oleh
sistem kekebalan tubuh resipien, pasien-pasien masih dapat hidup
melalui haemodialisis seperti biasa.
Menurut J.E. Murray, sampai saat ini keberhasilan transplantasi ginjal
sudah mencapai delapan puluh persen lebih sehingga secara etis dapat
diterima.8
Berdasarkan pasal 64 ayat (1) UU no 36 tahun 2009 dinyatakan bahwa
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan
melalui transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, dengan demikian
secara yuridis pun hal melakukan transplantasi dapat diterima.
A.2. Donor (pemberi organ tubuh manusia) Menurut Kartono Mohamad,
hanya ada tiga jenis transplantasi organ yang dapat diambil dari donor
hidup (living donor) yaitu: transplantasi ginjal, kulit dan sumsung
tulang. Jadi transplantasi organ lainnya seperti kornea mata, jantung,
paru-paru, diambil dari donor mati (cadaver).
Sebenarnya pengambilan organ yang berasal dari donor hidup seperti
ginjal, tujuan ilmu kedokteran ialah penyembuhan, sedangkan
pengambilan organ tubuh sehat sebenarnya berlawanan dengan
penyembuhan. Walaupun demikian donor tersebut masih dapat hidup
terus secara sehat dan oleh karena itu secara etis masih dapat diterima.
Dalam hal ini pasal 65 ayat 2 UU No.36 Tahun 2009 menyatakan
bahwa pengambilan organ atau jaringan tubuh dari seorang donor
harus memperhatikan keselamatan pendonor yang bersangkutan dan
mendapat persetujuan dari pendonor dan/atau ahli waris atau
keluarganya‟.24 Dari bunyi Pasal 65 ayat (2) tersebut, dapat
disimpulkan bahwa selama donor tersebut sehat dan mengijinkan
untuk diambil organ tubuhnya untuk ditransplantasikan, selama itu
25 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
pula dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis.
Sesuatu yang sangat penting pula dari aspek yuridis ialah donor
memberikan ijin secara sukarela yiatu persetujuan yang diberikan
tanpa ada tekanan dalam bentuk fisik maupun psikis dan persetujuan
itu dalam bentuk tertulis. Hal ini sangat perlu baik bagi dokter,
resipien maupun donor itu sendiri. Konsekuensi dari ijin secara
sukarela (free consent) itu adalah donor tersebut mempunyai hak
untuk mencabut persetujuan (consent) yang telah ia berikan.
Jadi secara yuridis formal, cukup jelas bahwa hukum tertulis melarang
memperjual belikan organ tubuh dengan dalih/alasan apapun.
Sementara dalam kehidupan sehari-hari sering kita temui adanya
pihak – pihak yang menawarkan suatu organ tubuh tertentu dengan
mengharapkan imbalan financial sebagai kontra prestasinya.
II.2 Peraturan Perundang-Undangan Terkait Transplantasi Organ
Pelayanan medis mencakup semua upaya dan kegiatan berupa
pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), peningkatan
(promotif), dan pemulihan (rehabilitatif) kesehatan, dan dilaksanakan
atas dasar hubungan individual antara para ahli di bidang kedokteran
dengan individu yang membutuhkannya.7 Hubungan tersebut tidak
hanya berupa hubungan yang bersifat medis, tetapi juga hubungan
hukum, yang timbul dari adanya persetujuan dari pihak yang
membutuhkan untuk mendapatkan pertolongan dalam masalah
kesehatannya, atau pihak penerima pelayanan medis, dengan pihak
yang memberikan pelayanan medis.11
Seperti yang diketahui, sejauh ini hanya terdapat beberapa
peraturan perundang- undangan yang membahas tentang
26 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
transplantasi organ didalam peraturannya. P eraturan tersebut antara
lain KUHP pasal 394,pasal 359,pasal 360 ayat (1), pasal 361 pasal ,
dan pasal 362 KUHP. Lalu dari Undang-Undang Kesehatan No. 36
Tahun 2009,Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008
tentang Persetujuan Tindakan Medik, serta Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah
Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh
Manusia.
1. Menurut RKHUP
Pasal 394
Setiap orang yang melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam
pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfusi
darah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
pidana denda paling banyak kategori IV.
Pasal 359 KUHP
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum
selama-lamanya lima tahun atau kurungan penjara selama-lamanya satu
tahun
Pasal 360 ayat 1 KUHP
Menyatakan barang siapa karena kealpaan menyebabkan orang lain
mendapatkan luka-luka berat diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 361 KUHP
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam
menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan
sepertiga dan yang bersalah dapat cabut haknya untuk menjalankan
27 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakin dapat
memerintahkan supaya putusan diumumkan.
Pasal 362 KUHP
Barang siapa mengambil barang secara menyeluruh atau sebagian
kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum , diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah
2. Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang – undang kesehatan No 36 Tahun 2009 pasal 117
menerangkan tentang seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem
jantung sirkulasi dan sistem pernapasan terbukti telah berhenti secara
permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan. Lalu
kemudian pada pasal 123 dijelaskan lebih lengkap tentang bagaimana
pemanfaatan organ tubuh sebagai donor pada tubuh yang telah dinyatakan
terbukti mati batang otak, yakni15
:
1. Pada tubuh yang telah terbkti mati batang otak dapat dilakukan
pemanfaatan organ sebagai donor untuk kepentingan transplantasi
organ.
2. Tindakan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kematian dan
pemanfataan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
3. Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang persetujuan
tindakan kedokteran
28 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Pasal 1:
1. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan
secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
yang akan dilakukan terhadap pasien.
2. Keluarga terdekat adalah suami atau istri , ayah atau ibu kandung,
anak-anak kandung atau saudara kandung.
3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya
disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa
preventif, diagnostik, teraupetik, atau rehabilitasi yang dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien
4. Tindakan invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung
dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.
Pada pasal 1 diatas dijelaskan bahwa persetujuan tindakan
kedokteran merupakan persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat pasien setelah didapatinya penjelasan yang lengkap dari
dokter yang nantinya dapat membantu dokter dalam melaksanakan
tindakan kedokteran yang berguna dalam memberikan perawatan kepada
pasien yang telah menyetujui tindakan kedokteran tersebut.
Pasal 2
1. Semua tindakan kedokteran yang dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana terdapat pada ayat (1) dapat diberikan
secara tertulis maupun lisan.
3. Persetujuan sebagaimana pada ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan
29 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
kedokteran dilakukan.
Pada pasal 2 ini diterangkan dengan jelas bahwa tindakan
kedokteran yang akan dilaksanakanoleh seorang dokter harus benar-benar
mendapatkan persetujuan dari pasien baik secara tertulis maupun lisan
setelah didapati penjelsan yang jelas tentang tindakan kedokteran yang
akan dilakukan.
Pasal 3
1. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi
harus memperoleh persetujuan tertulis yang ditantatangani oleh
yang berhak memberikan persetujuan.
2. Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan
persetujuan lisan.
3. Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam bentuk penyataan yang tertuang dalam formulir khusus
yang dibuat untuk itu.
4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan
menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai setuju.
5. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dianggap meragukan, maka dapat
dimintakan persetujuan tertulis.
Pada pasal 3 Permenkes No 290 tahun 2008 ini diterangkan bahwa
persetujuan tindakan kedokteran dapat dibuat secara tertulis ataupun lisan
dengan ketentuan- ketentuan yang diatur, dimana untuk persetujuan tertulis
maka nantinya persetujuan tersebut akan dibuat didalam formulir khusus
30 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
yang berfungsi sebagai bukti adanya persetujuan dari pasien, jika
persetujuan lisan dianggap meragukan maka persetujuan tertulis pun juga
dapat diminta dalam hal mekasanakan tindakan kedokteran tersebut.
Pasal 4
1. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa
pasien dan atau mencegah kecacatan tidak diperlukan
persetujuan tindakan kedokteran.
2. Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud ayat (1) diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan
dicatat didalam rekam medik.
3. Dalam hal dilakukan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dokter atau dokter gigi wajib
memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien
setelah pasien sadar atau kepala keluarga terdekat.
Pada pasal 4 dijelaskan bahwa keadaan – keadaan khusus seperti
keadaan gawat darurat yang membutuhkan tindakan kedokteran segera
tidak mengharuskan seorang dokter untuk mendapatkan persetujuan
terlebih dahulu dari pasien. Persetujuan itu nantinya akan dilakukan segera
setelah pasien sadar.
Pasal 5
1. Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik
kembali oleh yang memberi persetujuan sebelum dimulainya
tindakan.
2. Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis oleh
31 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
yang memberikan persetujuan.
3. Segala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan
kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
menjadi tanggung jawab yang membatalkan persetujuan.
Pada pasal 5 dijelaskan bahwa persetujuan tindakan dapat
dibatalkan sebelum tindakan kedokteran diberikan dan segala akibat yang
ditimbulkan nantinya merupakan tanggung jawab dari pasien.
Berdasarkan apa yang dirumuskan dalam Permenkes No. 290
Tahun 2008 tersebut, pengertian persetujuan tindakan kedokteran dapat
dilihat dalam dua sudut, yaitu pengertian umum dan pengertian khusus.
Persetujuan tindakan kedokteran dalam sudut pengertian umum,
persetujuan tindakan kedokteran aladah persetujuan yang diperoleh dokter
sebelum melakukan pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan kedokteran
apapun yang akan dilakukan. Sedangkan dalam pengertian khusus,
persetujuan tindakan kedokteran mengacu pada persetujuan yang
dikaitkan dengan izin tertulis dari pasien atau keluarga pada tindakan
operatif atau invasive lain yang berisiko.
Meneurut Appelbaum, informed consent bukan sekedar formulir
persetujuan yang didapat dari pasien, tetapi merupakan suatu proses
komunikasi. Formulir persetujuan adalah pengukuhan atau
pendokumentasian apa yang disepakati.
Persetujuan dalam pelayanan medis tersebut menimbulkan suatu
perikatan, yang ditandai dengan adanya perjanjian medis atau kontrak
medis, yang merujuk pada hubungan antara dokter dengan pasiennya
terkait hal-hal medis.12
Karena hubungan hukum yang terdapat dalam
suatu pelayanan medis merupakan suatu perikatan, maka segala ketentuan
32 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
umum yang terdapat dalam buku III KUHPerdata berlaku padanya,
khususnya ketentuan umum mengenai perjanjian, karena perikatan itu
sendiri timbul dari adanya perjanjian medis. Penerapan ketentuan hukum
dari KUHPerdata ini menunjukkan suatu penerapan hukum perdata dalam
hukum kedokteran, sebagai bagian dari hukum kesehatan.
Perjanjian yang dikenal dalam bidang kesehatan adalah perjanjian
terapeutik.12
Perjanjian tersebut melahirkan sebuah hubungan hukum yang
kerap disebut sebagai transaksi terapeutik.
Berikut adalah berbagai rumusan mengenai apa yang dimaksud
sebagai transaksi terapeutik, yaitu :
1. hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan
medis secara profesional, didasarkan kompetensi yang sesuai
dengan keahlian dan ketrampilan tertentu di bidang kedokteran 12
2. suatu perjanjian antara dokter dengan pasien untuk melakukan
tindakan terapeutik atau pengobatan, atau transaksi untuk mencari
dan menerapkan terapi yang paling tepat untuk menyembuhkan
penyakit pasien.12
3. hubungan antara dokter dan penderita yang dilakukan dalam
suasana saling percaya, serta senantiasa diliputi oleh segala
emosi, harapan, dana kekhawatiran makhluk insani.
4. kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan
dan/atau dokter atau dokter gigi, di mana tenaga kesehatan
dan/atau dokter atau dokter gigi berusaha melakukan upaya
maksumal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien sesuai
dengan kesepakatan yang dibuat antara keduanya dan pasien
berkewajiban membayar biaya penyembuhannya.
33 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Dalam persetujuan tindakan medik diperlukan adanya informed
consent terlebih dahulu. Sedangkan pengertian informed consent itu
sendiri adalah sebagai berikut:
Dalam dunia kedokteran, menghormati hak pasien merupakan
suatu kewajiban bagi seluruh bagian dari profesi kedokteran.
Kewajiban ini merupakan sebuah kewajiban etik kedokteran. Kewajiban
etik kedokteran tersebut dirumuskan dan disahkan dalam World Medical
Assembly, atau Sidang Umum Organisasi Kedokteran Dunia, tahun 1949.
Salah satu hak yang dihormati adalah hak untuk menentukan nasib
sendiri, yang erat hubungannya dengan hak atas informasi. Ini lah yang
mendasari adanya informed consent. Dengan memberikan informasi,
penerima pelayanan medis atau pasien, dapat menentukan penilaian
tentang suatu tindakan medis yang hendak dilaksanakan terhadapnya.
Baru lah seorang pasien dapat memberikan persetujuan, atau menolak
tindakan medis yang ditawarkan oleh pemberi pelayanan kesehatan, atau
dokter.
Sesungguhnya Indonesia telah mengenal konsep informed consent
sebelum adanya rumusan yang disahkan dalam World Medical Assembly
tersebut. Namun, baru di tahun 1988, Indonesia membuat suatu fatwa PB.
IDI No. 319/PB/A.4./88 tentang informed consent. Fatwa ini kemudian
diubah menjadi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 Tahun 1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik. Kini, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 585 Tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik itu pun
telah dicabut, dan digantikan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.10,13
Karena informed consent adalah kesepakatan, tidak tepat untuk
menyatakan bahwa informed consent merupakan syarat sahnya suatu
34 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
transaksi terapeutik. Informed consent hanya merupakan satu dari empat
syarat sahnya suatu perjanjian terapeutik. Namun, dengan adanya
kesepakatan tersebut, syarat terjadinya suatu perjanjian telah terpenuhi.
Pada hakikatnya, informed consent berasal dari dua buah kata, yaitu
informed dan consent. Informed berarti telah mendapatkan penjelasan atau
keterangan atau informasi, dan consent adalah member persetujuan atau
mengizinkan. Untuk itu, informed consent dipahami sebagai persetujuan
yang diberikan setelah mendapat informasi.
Hingga sekarang, belum terdapat kesepahaman mengenai istilah
yang tepat untuk digunakan sebagai terjemahan dari istilah informed
consent. Ada peraturan perundang-undangan yang menyebutkan informed
consent sebagai Persetujuan Tindakan Medik, adapula yang mengatakan
bahwa informed consent adalah Persetujuan Tindakan Kedokteran.
Pada awal kemunculannya, berdasarkan Permenkes No. 585 Tahun
1989, informed consent diterjemahkan sebagai Persetujuan Tindakan
Medik. Namun, dengan Permenkes No. 290 Tahun 2008, di mana
informed consent bukan lagi Persetujuan Tindakan Medik, melainkan
Persetujuan Tindakan Kedokteran.
Pada dasarnya, kedua peraturan tersebut mempunyai rumusan yang
hampir sama mengenai apa yang dimaksud dengan informed consent,
yaitu persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluraga terdekat
setelag mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.9,10
Adapun yang dimaksud dengan tindakan kedokteran adalahg suatu
tindakan medis berupa preventif, diagnostic, terapeutik, atau rehabilitatif,
yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien. Dalam
peraturan terdahulu, tindakan medis hanya merujuk pada tindakan yang
35 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
dilakukan terhadap pasien, berupa diagnostik atau terapeutik.
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan, informed consent
sangat bersangkutan dengan dua hak pasien, yaitu hak atas informasi dan
hak atas persetujuan. Persetujuan yang diberikan tanpa informasi atau
dengan informasi yang kurang memadai, merupakan persetujuan yang
diberikan secara tidak bebas, sebab dianggap sebagai persetujuan yang
diberikan atas kekhilafan. Di sisi lain, informasi yang lengkap pun tidak
akan membuat seorang pemberi pelayanan kesehatan berhak untuk
melakukan suatu tindakan medis terhadap pasien, bila pasien tidak
memberikan persetujuannya. Hal – hal ini diatur dengan jelas didalam
Permenkes No 290 tahun 2008 sebagai berikut:10
Pelayanan medis mencakup semua upaya dan kegiatan berupa
pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), peningkatan (promotif), dan
pemulihan (rehabilitatif) kesehatan, dan dilaksanakan atas dasar hubungan
individual antara para ahli di bidang kedokteran dengan individu yang
membutuhkannya. Hubungan tersebut tidak hanya berupa hubungan yang
bersifat medis, tetapi juga hubungan hukum, yang timbul dari adanya
persetujuan dari pihak yang membutuhkan untuk mendapatkan
pertolongan dalam masalah kesehatannya, atau pihak penerima pelayanan
medis, dengan pihak yang memberikan pelayanan medis.
Persetujuan dalam pelayanan medis tersebut menimbulkan suatu
perikatan, yang ditandai dengan adanya perjanjian medis atau kontrak
medis, yang merujuk pada hubungan antara dokter dengan pasiennya
terkait hal-hal medis.14
Karena hubungan hukum yang terdapat dalam suatu pelayanan
medis merupakan suatu perikatan, maka segala ketentuan umum yang
terdapat dalam buku III KUHPerdata berlaku padanya, khususnya
36 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
ketentuan umum mengenai perjanjian, karena perikatan itu sendiri timbul
dari adanya perjanjian medis. Penerapan ketentuan hukum dari
KUHPerdata ini menunjukkan suatu penerapan hukum perdata dalam
hukum kedokteran, sebagai bagian dari hukum kesehatan.
Perjanjian yang dikenal dalam bidang kesehatan adalah perjanjian
terapeutik. Perjanjian tersebut melahirkan sebuah hubungan hukum yang
kerap disebut sebagai transaksi terapeutik.
Berikut adalah berbagai rumusan mengenai apa yang dimaksud
sebagai transaksi terapeutik, yaitu :
a. hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis
secara profesional, didasarkan kompetensi yang sesuai dengan
keahlian dan ketrampilan tertentu di bidang kedokteran 15
b. suatu perjanjian antara dokter dengan pasien untuk melakukan
tindakan terapeutik atau pengobatan, atau transaksi untuk mencari
dan menerapkan terapi yang paling tepat untuk menyembuhkan
penyakit pasien.
c. hubungan antara dokter dan penderita yang dilakukan dalam
suasana saling percaya, serta senantiasa diliputi oleh segala
emosi, harapan, dana kekhawatiran makhluk insani.
d. kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan
dan/atau dokter atau dokter gigi, di mana tenaga kesehatan
dan/atau dokter atau dokter gigi berusaha melakukan upaya
maksumal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien sesuai
dengan kesepakatan yang dibuat antara keduanya dan pasien
berkewajiban membayar biaya penyembuhannya.
Dalam berbagai definisinya, transaksi terapeutik digeneralisasikan
37 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
sebagai hubungan dokter dan pasien. Padahal, hubungan hukum dalam
transaksi terapeutik bukan hanya milik dokter dengan pasien, tapi dapat
lebih luas daripada itu, yaitu hubungan hukum antara health care provider,
atau penyedia pelayanan kesehatan, dan health care receiver, atau
penerima pelayanan kesehatan. Mereka yang termasuk sebagai penyedia
atau pemberi pelayanan kesehatan bukan saja dokter atau dokter gigi,
melainkan juga tenaga kesehatan lainnya, seperti bidan, perawat, dan
lainnya.
Seorang pasien yang hendak melakukan suatu perjanjian
terapeutik, harus lah pasien yang kompeten. Permenkes No. 290 Tahun
2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, pasal 1 butir 7,
mengatur bahwa, pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau
bukan anak, menurut peraturan perundang-undanagn atau telah/pernah
menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi
secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan mental, dan
tidak mengalami penyakit mental, sehingga mampu membuat keputusan
secara bebas.10
Terjadinya hubungan dokter dan pasien diawali dengan adanya
kepercayaan. Pasien datang ke dokter dengan kepercayaan penuh akan
kesehatannya. Hal ini menyebabkan pola hubungan yang paternalistis di
antara mereka pada awalnya, di mana terdapat ketidakseimbangan
kedudukan karena dokter mempunyai posisi yang lebih tinggi.
Perubahan akan pola hubungan yang demikian terjadi seiring
dengan perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Awalnya
masyarakat mempercayakan kesehatan mereka kepada dokter, kini mereka
menyadari bahwa kesehatan adalah tanggung jawab mereka pribadi
sehingga kepercayaan terhadap dokter secara pribadi itu bergeser kepada
38 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
kepercayaan akan kemampuan ilmu kedokteran, bukan lagi dokternya
secara pribadi.
Sedangkan hubungan hukum di antara dokter dan pasien dimulai
saat dokter setuju menangani pasien, atas permintaan pasien terkait.
Hubungan tersebut pada hakikatnya merupakan hubungan kontraktual,
sebab melibatkan penawaran dari penerima pelayanan kesehatan,
untuk mendapatkan perawatan, dan persetujuan dari penyedia
pelayanan kesehatan, untuk melaksanakan suatu perawatan.
Dalam ketentuan hukum perdata yang berlaku di Indonesia,
hubungan ini diatur dalam pasal 1365, 1366, dan 1367 KUHPerdata.
Rumah sakit mempunyai tanggung jawab tentang segala sesuatu yang
terjadi di dalamnya.Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.
Sebagai suatu hubungan kontraktual, hubungan antara dokter dan
pasiennya juga mempunyai beberapa asas yang mendasari. Terkait
dengan asas apa saja yang mendasari, berikut adalah asas-asas yang telah
ditentukan oleh Undang-Undang Praktik Kedokteran dalam hubungan
dokter dan pasien tersebut :
“Penyelenggaraan praktik kedokteran dilaksanakan berdasarkan
Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah , manfaat, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan keselamatan pasien.”
Adapun yang dimaksud dengan tiap asas tersebut tertuang dalam
penjelasan undang-undang terkait, yaitu :
1. Asas ilmiah, maksudnya adalah praktik kedokteran harus
39 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknolgi yang diperoleh,
baik dari pendidikan, pengalaman, dan etika profesi.
2. Asas manfaat, maksudnya adalah penyelenggaraan praktik
kedokteran harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kemanusiaan, dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
3. Asas keeadilan, maksudnya adalah penyelenggaraan praktik
kedokteran harus mampu memberikan pelayanan yang adil dan
merata kepada setiap orang, dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat, serta pelayanan yang bermutu.
4. Asas kemanusiaan, maksudnya adalah penyelanggaraan praktik
kedokteran memberikan pelayanan yang sama kepada semua orang
tanpa membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, maupun ras.
5. Asas keseimbangan, maksudnya adalah penyelenggaraan praktik
kedokteran tetap menjaga keserasian serta keselarasan antara
kepentingan individu dan masyarakat.
6. Perlindungan dan keselamatan pasien, maksudnya adalah
penyelenggaraan praktik kedokteran harus mampu memberikan
peningkatan derajat kesehatan dengan tetap memperhatikan
perlindungan dan keselamatan pasien.
Hal terpenting dari sebuah perjanjian adalah bagaimana perjanjian
tersebut mempunyai kekuatan mengikat, yang dapat terjadi dengan
memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan pasal 1320
KUHPerdata. Hal ini juga berlaku pada transaksi terapeutik, karena
transaksi terapeutik itu sendiri pada dasarnya adalah sebuah perjanjian.
Seperti yang telah diketahui, sebuah perjanjian dikatakan sah
40 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
apabila memenuhi syarat berikut :
1. sepakat di antara mereka yang mengikatkan dirinya
2. cakap untuk membuat suatu perjanjian
3. mengenai suatu hal tertentu
4. suatu sebab yang halal
Di mana syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif, dan
sisanya adalah syarat objektif. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa,
syarat subjektif disebut demikian karena berkaitan dengan subjek dari
perjanjian tersebut. Dalam transaksi terapeutik, subjek yang ada bukan
lah kreditur dan debitur, seperti perjanjian pada umumnya, melainkan
pemberi pelayanan medis dan penerima pelayanan medis. Lazimnya,
subjek dari perjanjian terapeutik adalah dokter dan pasien. Sedangkan,
syarat objektif dikatakan sebagai syarat objetif sebab syarat-syarat
tersebut berkaitan dengan objek dari perjanjian. Terkait dengan transaksi
terapeutik, objek dari perjanjiannya adalah upaya medik profesional yang
bercirikan memberikan pertolongan.
Ad.1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Sepakat akan terjadi jika ada pernyataan kehendak dari para
pihak yang bersangkutan. Dalam hubungan dokter dan pasien, persesuaian
kehendak dikonstruksikan dalam informed consent, atau dalam bahasa
Indonesia disebut persetujuan tindakan kedokteran. Sebelum persetujuan
itu diberikan, baik dokter maupun pasien masing-masing menyatakan
kehendaknya dan bertukar informasi tentang suatu tindakan medis tertentu
yang hendak dilaksanakan kelak.14
Informed consent sering disalahartikan sebagai syarat sahnya suatu
perjanjian. Padahal, terjadinya informed consent hanya merupakan
41 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
pemenuhan salah satu syarat dari sahnya perjanjian. Namun, benar adanya
bila informed consent dijadikan tumpuan lahirnya suatu perjanjian.
Berdasarkan asas konsensualisme, perjanjian sudah ada bila telah
terjadi kesepakatan. Untuk itu, informed consent, yang menandakan
adanya kesepakatan antara dokter dan pasien, adalah titik penentu
lahirnya transaksi terapeutik di antara mereka.
Informed consent juga merupakan bentuk pemenuhan dari syarat
persetujuan yang bebas, sesuai dengan pasal 1321 KUHPerdata. Dengan
adanya informed consent, terjadi komunikasi antara kedua belah pihak
dan pertukaran informasi, sebelum adanya kesepakatan. Proses ini tentu
menghindarkan suatu perjanjian yang timbul dari persetujuan yang tidak
bebas, atau dilatarbelakangi paksaan, kekhilafaan, atau penipuan. Untuk
itu, dibutuhkan pembahasan yang lebih mendalam mengenai informed
consent, yang akan diurai dalam sub bab selanjutnya.
Ad.2. Kecakapan untuk membuat perikatan
Seperti yang sudah diketahui, subjek dalam transaksi terapeutik
adalah pihak penerima pelayanan medis dan pihak pemberi pelayanan
medis. Kecakapan ini harus lah datang dari kedua belah pihak.
Pihak penerima pelayanan medis adalah pasien, yang terdiri dari
orang dewasa yang cakap untuk bertindak, orang dewasa yang tidak cakap
untuk bertindak dan memerlukan pengampu untuk memberikan
persetujuannya, anak dibawah umur yang telah dianggap dewasa, dan
anak di bawah umur yang memerlukan persetujuan dari orang tua atau
walinya.10
Untuk membuat sebuah perjanjian terapeutik, seharusnya
pasien tersebut adalah pasien yang kompeten.
Tiap negara memberikan batasan yang berebda terhadap
dewasanya seseorang. Umumunya, 18 tahun adalah batasan tersebut.
42 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Namun, berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang ada,
Indonesia menetapkan bahwa 21 tahun adalah batasan umur bagi
seseorang untuk disebut dewasa. Seseorang juga dapat disebut dewasa
walaupun berumur 21 tahun, asal dirinya telah menikah.
Hal ini juga berlaku dalam transaksi terapeutik. Permenkes No. 290
Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, seseorang
dinyatakan dewasa, sehingga cakap bertindak dalam sebuah transaksi
terapeutik, apabila orang tersebut sudah berumur 21 tahun atau telah
menikah.
Ad.3. Suatu hal tertentu
Syarat suatu hal tertentu berkaitan dengan prestasi dari suatu
perikatan. Prestasi tersebut dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat
sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Pada umumnya, prestasi dalam suatu
transaksi terapeutik adalah berbuat sesuatu, yaitu memberikan upaya
penyembuhan, baik dalam rangka pencegahan (preventif), penyembuhan
(kuratif), pemulihan (rehabilitatif), maupun peningkatan (promotif).
Objek dari transaksi terapeutik mempunyai ciri upaya pemberian
pertolongan, sehingga hasil dari upaya tersebut tidak dapat dan tidak
boleh dijamin kepastiannya oleh si pemberi pelayanan medis, atau dokter.
Upaya tersebut juga tidak semata bergantung pada dokter, namun juga
dari partisipasi pasien. Untuk itu, dibutuhkan rasa saling percaya dalam
kerja sama yang baik di antara keduanya, untuk mewujudkan hasil yang
maksimal dari apa yang mereka perjanjikan dalam sebuah transaksi
terapeutik.
Walupun hasil dari suatu upaya penyembuhan tidak dapat dan tidak
boleh dijamin atau dipastikan, setiap objek perjanjian tidak boleh
melupakan ketentuan bahwa hal yang diperjanjikan tersebut harus
43 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
tertentu jenis atau halnya. Dalam transaksi terapeutik, hal tertentu itu
dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu kesembuhan pasien.
Ad. 4. Suatu sebab yang halal
Yang dimaksudkan dengan sebab yang halal adalah sebab yang
tidak dilarang undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, dan sebab
adalah tujuan dari perjanjian tersebut. Tujuan yang hendak dicapai dari
sebuah transaksi terapeutik adalah kesembuhan pasien. Lebih luas lagi,
tujuan dari upaya penyembuhan itu sendiri merupakan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan yang berorientasi atas asas kekeluargaan. Ini
berarti, perikatan yang terjadi berada dalam bidang yang tidak melanggar
hukum.
Berikut adalah berapa contoh objek transaksi terapeutik yang
diperbolehkan :
1. usaha penyembuhan penyakit yang diderita pasien
2. general check-up
3. memperpanjang hidup
4. meringankan penderitaan
5. pengaturan keluarga berencana
6. bedah plastik untuk estetika
7. transplantasi organ tubuh.
Pada umumnya, setelah tahap pemberian penjelasan atau informasi
berlangsung, akan terjadi pemberian persetujuan atau penolakan dari
pasien terhadap upaya penyembuhan yang ditawarkan oleh dokter terhadap
dirinya. Hak untuk memberikan persetujuan atau pun penolakan tersebut
adalah hak sepenuhnya dari pasien.
44 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Pada hakikatnya, semua tindakan medis harus diawali dengan
adanya persetujuan dari pasien yang bersangkutan, dan pasien tersebut
merupakan pasien yang kompeten. Persetujuan itu bersifat khusus dan
terbatas pada suatu tindakan yang telah diinformasikan oleh dokter kepada
pasiennya, dan tidak boleh melebihi apa yang diinginkan dan disetujui
oleh pasien. Terdapat pengecualian terhadap ketentuan ini, yaitu apabila
pasien dalam keadaan gawat darurat dan tidak sadar, namun tidak
didampingi oleh keluarganya, atau dibutuhkan perluasan operasi dalam
rangka penyelamatan jiwa pasien tersebut, atau untuk pelaksanaan
program pemerintah di mana suatu tindakan medis yang akan dijalankan
tersebut adalah untuk kepentingan masyarakat.
Dalam perkembangan dunia hukum kesehatan, dikenal dua macam
bentuk informed consent, yaitu :
1. Expressed consent
adalah bentuk persetujuan yang dinyatakan secara langsung dan
umumnya diwajibkan dalam tindakan kedokteran yang berisiko
tinggi.
2. Implied consent
adalah persetujuan yang diberikan secara tidak langsung atau
dianggap telah diberikan dan umumnya diberikan dalam keadaan
normal di mana dokter juga bisa menangkap adanya persetujuan
tindakan medis tersebut melalui isyarat yang diberikan pasien.
Lebih lanjut, J. Gunadi juga berusaha untuk melakukan pembagian
mengenai bentuk persetujuan. Menurutnya, bentuk persetujuan dapat
dibagi menjadi :
45 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
1. Persetujuan tindakan medis nyata, yang dibagi lagi menjadi
persetujuan tertulis dan persetujuan lisan. Untuk tindakan medis
yang mengandung risiko tinggi, persetujuan harus diberikan secara
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan dalam bentuk formulir khusus. Persetujuan tertulis
dalam sebuah formulir khusus ini penting keberadaannya sebagai
bahan pembuktian bila memang kelak dibutuhkan, dalam hal
terjadinya kasus malpraktik.
Sedangkan persetujuan lisan
diperbolehkan untuk tindakan medis lainnya di luar tindakan invasif
yang berisiko tinggi. Namun, perlu diperhatikan agar persetujuan
tersebut juga dicatatkan dalam rekam medis.
2. Persetujuan tindakan medis diam-diam, yang terbagi dalam dua
keadaan, yaitu keadaan normal dan keadaan gawat darurat.
Selain hak memberikan persetujuan, pasien juga memiliki hak
untuk memberikan penolakan terhadap usul dokter padanya, mengenai
tindakan kedokteran yang akan dilaksanakan. Penolakan tersebut disebut
informed refusal.
Dokter harus menghormati keputusan pasien yang
melakukan penolakan tersebut. Namun, pasien tersebut mempunyai
tanggung jawab penuh atas keputusannya tersebut, dan penolakan tersebut
harus dilakukan secara tertulis.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah
Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi
Alat atau Jaringan Tubuh Manusia
Pengaturan mengenai transplantasi dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1981 dibuat untuk menjamin bahwa pengambilan alat
46 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
dan/atau jaringan tubuh manusia yang akan dipindahkan, tidak
menyimpang dari maksud pengobatan untuk menolong penderita. Selain
untuk tujuan jaminan tersebut, perturan perundang-undangan ini juga
berfungsi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi para pelaksana
tindakan bedah mayat dan transplantasi. Adapun ketentuan yang khusus
terkait dengan transplantasi tersebar dalam pasal, seperti :
1. Pasal 1
Huruf c : alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan
tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai
bentuk serta fungsi tertentu untuk tubuh tersebut.
Huruf d : jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai
bentuk dan fungsi yang sama dan tertentu.
Huruf e : transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk
pemindahan alat dan/atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari
tubuh sendiri atau tubuh orang lain dalam rangka pengobatan
untuk menggantikan alat dan/atau jaringan tubuh yang tidak
berfungsi dengan baik
Huruf f : donor adalah orang yang menyumbangkan alat dan/atau
jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
2. Pasal 10 :
Ayat 1 : transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan - ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu
bedah mayat boleh dilakukan dalam keadaan dengan persetujuan
tertulis penderita dan/atau keluarganya terdekat setelah penderita
47 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
meninggal dunia,capabila sebab kematiannya belum dapat
ditentukan dengan pasti, atau tanpa persetujuan penderita atau
keluarganya yang terdekat, apabila diduga penderita menderita
penyakit yang dapat membahayakan orang atau masyarakat
sekitarnya.
Ayat 2 : tata cara transplantasi alat dan/atau jaringan tubuh manusia
diatur oleh menteri kesehatan.
3. Pasal 11 :
Ayat 1 : transplantasi alat dan/atau jaringan tubuh manusia
hanya boleh dilakukan dokter yang bekerja pada sebuah rumah
sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
Ayat 2 : transplantasi alat dan/atau jaringan tubuh manusia tidak
boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor
yang bersangkutan.
4. Pasal 12 :
Dalam rangka transplantasi penentuan saat mati ditentukan oleh
dua orang dokter yang tidak ada sangkut paut medis dengan dokter
yang melakukan transplantasi.
Penjelasan :
Saat meninggal dunia seseorang di rumah sakit yang modern telah
menggunakan alat yang disebut elektro-encepalograf, yaitu alat
yang mendeteksi kematian seseorang berdasarkan aktivitas
otaknya, tidak lagi didasarkan pada peredaran darah dan
pernafasan.
5. Pasal 13 :
48 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Persetujuan tertulis. untuk bedah mayat yang dilakukan oleh
penderita dan/atau keluarganya terdekat setelah penderita
meninggal dunia, untuk pengambilan alat dan/atau jaringan
tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau Bank Mata dari
korban kecelekaan yang meninggal dunia yang dilakukan
oleh keluarga yang terdekat,dan untuk mentransplantasikan alat
dan/atau jaringan tubuh manusia yang diberikan oleh calon donor
hidup, dibuat di atas kertas bermaterai dengan dua orang saksi.
6. Pasal 14 :
Pengambilan alat dan/atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan
transplantasi atau Bank Mata dari korban kecelekaan yang
meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis keluraga
yang terdekat.
Penjelasan :
Dalam keadaan pasien gawat dan tidak sadar sehingga tidak
dapat diajak berbicara, persetujuan diberikan oleh keluarga
terdekat, yang diberitahukan dalam waktu maksimal 2x24 jam
sejak korban kecelakaan terkait meninggal dunia. Apablia tidak
ada keluarga yang datang dalam waktu tersebut, pengambilan alat
dan/atau jaringan tubuh boleh dilakukan.
7. Pasal 15 :
Ayat 1 : sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan/atau
jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon
donor yang bersangkutan terlebih dahulu dibertahu oleh dokter
yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat
49 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang
dapat terjadi.
Ayat 2 : dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus yakin
benar, bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari
sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
8. Pasal 16 :
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak
atas sesuatu kompensasi material apapun sebagai imbalan
transplantasi.
9. Pasal 17 :
Dilarang memperjualbelikan alat dan/atau jaringan tubuh manusia.
10. Pasal 18 :
Dilarang mengirim dan menerima alat dan/atau jaringan tubuh
manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri.
Penjelasan :
Ketentuan ini memiliki dikecualikan dari pengiriman alat dan/atau
jaringan tubuh dalam rangka penelitian ilmiah, kerja sama, dan
saling menolong dalam keadaan tertentu.
Semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
pada dasarnya tidak melarang transplantasi ini, asal penentuan saat mati
dan penyelenggaraan jenazah terjaimn, sehingga tidak terjadi
penyalahgunaan. Dengan demikian, orang yang sudah meninggal pun
masih dapat beramal. Atas dasar ini pula, perlu dipahami bahwa alat
dan/atau jaringan tubuh manusia, sebagai anugerah Tuhan, tidak boelh
dijadikan objek mencari keuntungan.
50 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Berbeda dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.18
Tahun 1981, ketentuan mengenai transplantasi dalam Undang-Undang
Kesehatan hanya terdiri dari empat pasal, yaitu :
1. Pasal 64 :
Ayat 1 : penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh,
implant obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastic dan
rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
Ayat 2 :
Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan
dan dilarang untuk dikomersialkan.
Ayat 3 :
Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan
dalih apapun.
2. Pasal 65 :
Ayat 1 : transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan tertentu.
Penjelasan :
Fasilitas pelayanan kesehatan tertentu adalah fasilitas yang
ditetapkan oleh Menteri yang telah memenuhi persyaratan antara
lain peralatan, ketenagaan dan penunjang lainnya untuk dapat
melaksanakan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh.
51 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Ayat 2 : pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari
seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang
bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli
waris atau keluarganya.
Ayat 3 : ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan
transplantasi organ dan.atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
3. Pasal 66 :
Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari
hewan, hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan
kemanfaatannya.
4. Pasal 67 :
Ayat 1 : pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian
organ tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu.
Penjelasan :
Tindakan ini dilakukan dalam rangka penyelenggaraan penelitian
dan pengembangan kesehatan, pelayanan kesehatan, pendidikan
serta kepentigan lainnya, yaitu surveilans, investigasi kejadian luar
biasa, baku mutu keselamatan dan keamanan laboratorium
kesehatan sebagai penentu diagnosis penyakit infeksi, upaya
koleksi mikroorganisme, koleksi materi, dan data genetik dari
pasien dan agen penyebab penyakit. Pengiriman ke luar negeri
hanya dapat dilakukan apabila cara mencapai maksud dan tujuan
pemeriksaan tidak mampu dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
52 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
maupun fasilitas pelayanan kesehatan atau lembaga penelitian dan
pengembangan dalam negeri, maupun untuk kepentingan kendali
mutu dalam rangka pemutakhiran akurasi kemampuan standard
diagnostik dan terapi oleh kelembagaan dimaksud. Pengirman
tersebut juga harus disertai perjanjian alih material dan dokumen
pendukung yang relevan.
Ayat 2 : ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan
pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan
II.3 Transplantasi Organ dari Segi Agama
Transplantasi Organ dari Segi Agama Islam
Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai
transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor.
Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu:
a) Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan
sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan
organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan
organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti
mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak
diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur‟an :
1. Al – Baqorah ayat 195
” dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan ”
2. An – Nisa ayat 29
” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ”
53 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
3. Al – Maidah ayat 2
” dan jangan tolong – menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. “
b) Transplantasi Organ dari Donor yang Sudah meninggal
Sebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal,
kita harus mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor
tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin
menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan
melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang
lainnya.
2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan
persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya
ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada
pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat
membuat keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau
jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau
mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah
dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah
meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban
kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu
harus dilakukan dengan seizin hakim.
Seorang dokter atau seorang penguasa tidak berhak memanfaatkan
salah satu organ tubuh seseorang yang sudah meninggal untuk
54 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkannya.Adapun
hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka Allah
SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib
dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah telah
mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana
pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula
bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang
hidup. Diriwayatkan dari A‟isyah Ummul Mu‟minin RA bahwa Rasulullah
SAW bersabda : “Memecahkan tulang mayat itu sama dengan
memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu
Hibban).
Imam Ahmad meriwayatkan dari „Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia
berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah
kuburan. Maka beliau lalu bersabda : “Janganlah kamu menyakiti
penghuni kubur itu !” Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan
bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu
pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan
melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup.
Transplantasi Organ dari Segi Agama Kristen
Di alkitab tidak dituliskan mengenai mendonorkan organ tubuh,
selama niatnya tulus dan tujuannya kebaikan itu boleh-boleh saja terutama
untuk membantu kelangsungan hidup suatu nyawa (nyawa orang yang
membutuhkan donor organ) bukan karena mendonorkan untuk mendapatkan
imbalan berupa materi, uang untuk si pendonor organ. Akan lebih baik lagi
bila si pendonor sudah mati dari pada saat si pendonor belum mati karena
saat kita masih hidup organ tubuh itu bagaimanapun penting, sedangkan saat
kita sudah mati kita tidak membutuhkan organ tubuh jasmani kita.28(21)
55 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
Transplantasi Organ dari Segi Agama Katolik
Gereja menganjurkan kita untuk mendonorkan organ tubuh sekalipun
jantung kita, asal saja sewaktu menjadi donor kita sudah benar-benar mati
artinya bukan mati secara medis yaitu otak kita yang mati, seperti koma,
vegetative state atau kematian medis lainnya. Tentu kalau kita dalam
keadaan hidup dan sehat kita dianjurkan untuk menolong hidup orang lain
dengan menjadi donor.
Kesimpulannya bila donor tidak menuntut kita harus mati, seperti
donor darah, sum-sum, ginjal, kulit, mata, rambut, lengan, jari, kaki atau
urat nadi, tulang maka kita dianjurkan untuk melakukannya. Sedangkan
menjadi donor mati seperti jantung atau bagian tubuh lainnya dimana donor
tidak bisa hidup tanpa adanya organ tersebut, maka kita sebagai umat
Katolik wajib untuk dinyatakan mati oleh ajaran GK. Ingat, kematian klinis
atau medis bukan mati sepenuhnya, jadi kita harus menunggu sampai si
donor benar-benar mati untuk dipanen organ, dan ini terbukti tidak ada
halangan bagi kebutuhan medis dalam pengambilan organ.
Transplantasi Organ dari Segi Agama Budha
Dalam pengertian Budhis, seorang terlahir kembali dengan badan
yang baru. Oleh karena itu, pastilah organ tubuh yang telah didonorkan pada
kehidupan yang lampau tidak lagi berhubungan dengan tubuh dalam
kehidupan yang sekarang. Artinya, orang yang telah mendanakan anggota
tubuh tertentu tetap akan terlahir kembali denga
n organ tubuh yang lengkap dan normal. Ia yang telah berdonor kornea
mata misalnya, tetap akan terlahir dengan mata normal, tidak buta. Malahan,
karena donor adalah salah satu bentuk kamma baik, ketika seseorang
berdana kornea mata, dipercaya dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan
56 | ASPEK ETIKA DAN HUKUM PADA TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA SMF KEDOKTERAN FORENSIK RSUP KARIYADI SEMARANG FK UPN VETERAN JAKARTA – FK UKI JAKARTA 2015
mempunyai mata lebih indah dan sehat dari pada mata yang ia miliki dalam
kehidupan saat ini.
Transplantasi Organ dari Segi Agama Hindu
Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan
alasan, bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia
bebas dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan,
jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ tubuh
manusia yang telah meninggal. Perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip
yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan
untuk maksud mendapatkan keuntungan material. Alasan