REVISI
Transcript of REVISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4cm, yaitu pada akhir bulan
pertama kehamilan. Kelenjar tiriod terletak di bagian bawah leher, terdiri dari atas dua lobus,
yang dihubungkan oleh ismus yang menutup cincin trakea 2 dan 3, kapsul fibrosa
menggantungkan kelenjar ini pada fasia paratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan
selalu dikuit oleh gerakan terangkat kelenjar kerah cranial,yang merupakan cirri khas kelenjar
tiroid. Sistem endokrin merupakan sistem dan organ yang memproduksi hormon, suatu
mediator kimia yang bekerja jauh dari sistem atau organ asalnya. Sistem endokirn adalah
sistem kelenjar yang menghasilkan suatu mediator kimia yang disebut hormon. Berbeda
dengan sistem eksokrin, sekret dari sistem ini dicurahkan langsung ke perdaran darah tanpa
melalui saluran atau duktus.
Yang termasuk kelenjar endokrin adalah hipotalamus, kelenjar hipofisis anterior dan
posterior, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, pulau Langerhans pankreas, korteks dan medula
kelenjar suprarenal, ovarium, testis, dan sel endokrin di saluran cerna yang disebut sel amine
precursor upiake and decarboxilation (APUD).
Kelenjar endokrin dapat menghasilkan hormon secara berlebihan seperti pada
penyakit Graves, yaitu hiperfungsi kelenjar tiroid, atau menghasilkan terlalu sedikit hormon,
seperti miksidema sebagai akibat hipofungsi kelenjar tersebut. Kelenjar endokrin juga dapat
menjadi lebih besar atau kecil atau berubah menjadi neoplasma. Keadaan tersebut dapat
terjadi bersama-sama atau berdirio sendiri, kelaianan endokrin mempunyai ciri khusus, yaitu
berupa gangguan fungsi.
Dalam setiap diagnosis penyakit tiroid dibutuhkan deskripsi mengenai (sehingga
diagnosis henndaknya mampu menerangkan) kelainan faalnya (status tiroid), gambaran
anatominya (difus, uni/multinodul dan sebagainya) dan etiologinya (autoimun,tumor,radang).
1
1.2 TUJUAN
1.2.1 TUJUAN UMUMMengetahui secara definisi, epidemiologi, etiologi, gejala dan tanda klinis yang terkait, pemeriksaaan yang dilakukan, dasar penegakan diagnosis, tatalaksana, serta prognosis pasien hipertiroidisme.
1.2.2 TUJUAN KHUSUS1. Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam di RSUD
Arjawinangun, Cirebon.2. Sebagai prasyarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam di RSUD
Arjawinangun, Cirebon.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotosikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma.1
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme.
Tirotoksiskosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi.
Hipertiroidisme adalah tirotoksiskosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.1
EPIDEMILOGI
Hipertiroidisme adalah penyakit umum pada orangtua. Dari 313 pasien dengan
hipertiroidisme diantaranya 246 wanita (78% berada pada rentang usia 59-75 tahun) dan 67
laki-laki (21,4% berada pada rentang usia 56-71 tahun). Dari etiologi yang berbeda
hipertiroidisme meliputi : toxic multinodular goiter 43,1%, Grave’s disease 21,4%,
iatrogenic thyrotoxicosis 1,2%, subacute thyroiditis 1,0%, painless thyroiditis 0,3%,
factitious thyrotoxicosis 1,3%, TSH-secreting pituitary adenoma 0,6% dan etilogi yang tidak
diketahui 3,8%. Etiologi hipertiroidisme berhubungan dengan umur, jenis kelamin,
pembentukan goiter, derajat hipertiroid dan status autoimun.2
ETIOLOGI
1. Hipertiroidisme primer : penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma
toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor TSH,
obat kelebihan yodium (fenomena Jod Basedow).3
2. Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom
resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional3
3
Table 1
PATOGENESIS
Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibodireseptor thyroid
stimulating hormon (TSH) yang merangsang aktivitas tiroid, sedangkan pada goiter
multinodular toksik berhubungan dengan anatomi tiroid itu sendiri. Adapula hipertiroisme
sebagai akibat peningkatan sekresi TSH dari hipofisis, namun jarang ditemukan.
Hipertiroidisme pada T3 tirotoksikosis mungkin diakibatkan oleh deionisasi T4 pada tiroid
atau meningkatnya T3 jaringan diluar tiroid. Pada tirotoksikosis yang tidak disertai
hipertiroidisme seperti tiroiditis terjadi kebocoran hormon. Masukan hormon tiroid dari luar
yang berlebihan dan terdapatnya jaringan tiroid ektopik dapat mengakibatkan tirotoksikosis
tanpa hipertiroidisme.4
4
EFEK HORMON TIROID
Beberapa efek yang luas hormon tiroid pada tubuh disebabkan oleh stimulasi O2 (efek
kalorigenik), walaupun pada hormon mamalia hormon tiroid juga mempengaruhi tumbuh
kembang, mengatur metabolisme lemak, dan meningkatkan penyerapan karbohidrat dari
usus. Hormon-hormon ini jugameningkatkan disosiasi oksigen dari hemoglobin dengan
meningkatkan 2,3-difosfogliserat (DPG) sel darah merah.5
Efek Kalorigenik
T4 dan T3 meningkatkan konsumsi O2 hampir pada semua jaringan yang
metabolismenya aktif, kecuali pada jaringan otak orang dewasa, testis, uterus, kelenjar limfe,
limpa dan hipofisis anterior. T4 sebenarnya menekan konsumsi O2 hipofisis anterior, mungkin
karena T4 menghambat sekresi TSH. Peningkatan taraf metabolisme yang ditimbulkan oleh
pemberian hormon T4 dosis tunggal dapat diukur setelah periode laten beberapa jam dan
menetap 6 hari atau lebih. 5
Beberapa efek kalorigenik hormon tiroid disebabkan oleh metabolisme asam lemak
yang dimobilisasi oleh hormon-hormon ini. Di samping itu hormon tiroid meningkatkan
aktivitas NaK-ATP ase yang terikat pada membran di banyak jaringan. 5
Efek Sekunder Kalorigenesis
Hormon tiroid dosis tinggi menyebakan pembentukan panas tambahan yang berakibat
pada peningkatan ringan suhu tubuh, yang akan mengaktifkan mekanisme pengeluaran panas.
Tahanan tepi menurun karena terjadi vasodilatasi kulit, tetapi curah jantung meningkat karena
kombinasi efek hormon tiroid dan katekolamin pada jantung, jadi tekanan nadi dan frekwensi
jantung meningkat serta waktu sirkulasi memendek. 5
Bila taraf tingkat metabolisme meningkat, kebutuhan seluruh vitamin meningkat dan
dapat memicu sindroma defisiensi vitamin. Hormon tiroid penting untuk perubahan karoten
menjadi vitamin A dihati, dan penumpukan karoten dalam darah (karotenemia) pada
hipotiroidisme menyebaan kulit berwarna kuning. Karotenemia dapat dibedakan dari ikterus
karena pada karotenemia sklera tidak berwarna kuning. 5
5
Efek pada Sistem Saraf
Pada hipotiroidisme , proses mntal melambat dan kadar protein cairan serebrospinal
meningkat. Hormon tiroid memulihkan perubahan-perubahan tersebut, dan dosis besar
menyebabkan proses mental bertambah cepat, iritabilitas dan kegelisahan. Secara
keseluruhan aliran darah serebral serta konsumsi glukosa dan O2 oleh otak adalah normal,
baik pada orang dewasa yang mengalami hipo dan hipertiroidisme. Namun, hormon tiroid
masuk ke dalam otak orang dewasa dan ditemukan di substansia grisea pada beberapa tempat
yang berbeda. Selain itu otak mengubah T4 menjadi T3, dan terdapat peningkatan tajam
aktivitas 5-deiodinase otak setelah tiroidektomi yang pulih 4 jam oleh suntikan T3 intravena
dosis tunggal. Sebagian efek hormon tiroid pada otak disebabkan oleh peningkatan
respomsitivitas terhadap kateolamin, dengan konsekuensi peningkatan sistem pengaktifan
retikular. Selain itu, hormon tiroid memiliki efek kuat pada perkembangan otak. Bagian SSP
yang paling dipengarui adalah korteks serebri dan basal ganglia. Selain itu koklea juga
dipengaruhi. Akibatnya, defesiensi hormon tiroid yang terjjadi selama masa perkembangan
akan menyebabkan retardasi mental kelakuan motorik, dan mutisme-ketulian. 5
Hormon tiroid juga menimbulkan efek pada refleks. Waktu reaksi refleks regang
menjadi lebih singkat pada hipertiroidisme dan memanjang pada hipotiroidisme. 5
Hubungan dengan Katekolamin
Kerja hormon tiroid berhubungan sangat erat dengan katekolamin norepinefrin dan
efrineprin. Epinefrin meningkatkan taraf metabolisme, merangsang sistem saraf dan
menimbulkan efek kardiovaskular, serupa yang disebabkan oleh hormon tiroid , meskipun
durasinya singkat. Norepinefrin secara umum mempunyai efek serupa. Toksisitas
katekolamin plasma normal pada hipertiroidisme, efek kardiovaskular, gemetar, dan
berkeringat yang disebabkan oleh hormon tiroid dapat dikurangi atau dihilangkan dengan
simpatektomi. Efek-efek tersebut juga dapat berkurang dengan pemberian obat, seperti
propanolol yang menghambat reseptor adrenergik β. Memang propanolol dan obat-obat
penghambat reseptor β digunakan luas dalam pengobatan tirotoksikosis dan dalam
pengobatan keadaan eksaserbasi berat hipertiroidisme yang disebut badai tiroid. Namun,
meskipun obat penghambata reseptor β merupakan penghambat lemah pada konversi
6
ekstratiroid T4 menjadi T3, dan akibatnya dapat menimbukan sedikit penurunan T3 plasma,
penghambat reseptor β memberikan efek kecil pada kerja hormon tiroid lain. 5
Efek pada Jantung
Hormon-hormon tiroid memberi efek multipel pada jantung. Sebagian disebakan oleh
kerja langsung T3 pada miosit, tetapi interaksi antara hormon-hormon tiroid, katekolamin dan
sistem saraf simpatis juga dapat mempengaruhi fungsi jantung, dan juga perubahan-
perubahan hemodinamik dan peningkatan curah jantung yang disebabkan oleh peningkatan
umum metaboisme. 5
Hormon tiroid meningkatkan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik-β pada jantung
dan dengan demikian, meningkatkan kepekaannnya terhadap efek inotropik dan kronotropik
katekolamin. Hormon-hormon ini juga mempengaruhi jenis miosin yang ditemukan pada otot
jantung , paling tidak sebagian oleh kerja langsung miosit. Jantung mengandung dua isoform
rantai tebal miosin (myosin heavy chain, MHC), yaitu MHC-α dan –β. Keduanya dikode oleh
dua gen yang sangat homolog yang terletak berpasangan di lengan pedek kromosom 17 pada
manuasia. Tiap-tiap molekul miosin terdiri dari dua rantai tebal dan dua pasang rantai tipis..
Miosin yang mengandung MHC-β memiliki aktivitas ATPase yang lebih lemah dibandingkan
dengan miosin yang mengandung MHC-α. MHC-α terdapat lebih banyak pada atria orang
dewasa, dan kadar meningkat pengobatan hormon tiroid . Hal ini meningkatkan kecepatan
kontraksi jantung. Sebaliknya, ekspresi gen MHC-α ditekan dan ekspresi gen MHC-β
meningkat pada hipotiroidisme. 5
TABLE1.CHANGES IN CARDIOVASCULAR FUNCTION ASSOCIATED WITH THYROID DISEASE.*6
MEASURE NORMAL RANGE VALUES IN HYPER-HYROIDISM
VALUES IN HYPO-THYROIDISM
Systemic vascular resistance(dyn·sec·cm ¡5)
1500–1700 700–1200 2100–2700
Heart rate (beats/min) 72–84 88–130 60–80
7
Ejection fraction (%) 50–60 >60 «60
Cardiac output (liters/min)
4.0–6.0 >7.0 <4.5
Isovolumic relaxation time (msec)
60–80 25–40 >80
Blood volume (% of normal value)
100 105.5 84.5
*The values for patients with hyperthyroidism and those with hypothyroidism are taken from Klein and Levey,6
Graettinger et al.,7 Mintz et al.,8 Biondi et al., 9 Wieshammer et al.,10 Forfar et al.,11 Feldman et al.,12 Park etal.,13
Ojamaa et al.,14 and Klemperer et al.15
Efek pada Otot Rangka
Pada sebagian besar penderita hipertiroidisme terjadi kelemahan otot (miopati
tirotoksisitas), dan bila hipertiroidismenya berat dan berkepanjangan, miopati yang terjadi
mungkin parah. Kelemahan otot mungkin sebagian disebabkan oleh peningkatan katabolisme
protein. Hormon tiroid mempengaruhi ekspresi gen-gen MHC baik di otot rangka maupun
otot jantung. Namun, efek yang ditimbulkan bersifat kompleks dan kaitannya dengan miopati
masih belum diketahui pasti. 5
Efek pada Metabolisme Karbohidrat
Hormon tiroid meningkatkan saraf penyerapan karbohidrat dari sluran cerna, suatu
efek yang mungkin tidak bergantung pada efek kalorigeniknya. Dengan, demikin, pada
hipertiroidisme, kadar glukosa plasma meningkat cepat setelah makan makanan yang
mengandung karbohidrat, kadang-kadang melebihi ambang ginjal. Namun, kadar ini turun
kembali dengan cepat.5
Efek Metabolisme Kolesterol
Hormon tiroid menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kadar kolesterol plasma
turun sebelum kecepatan metabolisme meningkat, yang menunjukakan bahwa efek ini tidak
bergantung stimulasi konsumsi O2 . Penurunan konsentrasi kolesterol plasma disebabkan oleh
peningkatan pembentukan reseptor LDL dihati, yang menyebabkan peningkatan
8
penyingkiran kolesterol oleh hati, dari sirkulasi. Walaupun telah banyak usaha yang
dilakukan, analog hormon tiroid belum dapat secara klinis digunakan untuk menurunkan
kadar kolesterol plasma tanpa menyebabkan peningkatan metabolisme.5
MANIFESTASI KLINIS
Penyakit Graves biasanya terjadi pada usia sekitar tiga puluh dan empat puluh tahun
dan lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria. Terdapat predisposisi familial pada
penyakit ini dan sering berkaitan dengan bentuk-bentuk endokrinopati autoimun lainnya.
Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama, tiroidal dan ekstratiroidal dan
keduannya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hipeplasia kelenjar
tiroid dan hipertiroidisme akibat sekeresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala
hipertiroidisme berupa manifestasi berupa hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang
berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar dan tidak tahan panas, keringat semakin banyak
bila panas, kulit lembab, berat badan turun, sering dsertai nfsu makan meningkat, palpitasi,
takikardi dan kelemahan serta atrofi otot.7
Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya
terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien
ditandai oleh mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag
(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Lid
lag bermanifestasi sebagai gerakan kelopak mata yang relatif lebih lambat terhadap gerakan
bola matanya sewaktu pasien diminta perlahan-lahan melirik ke bawah. Jaringan orbita dan
otot-otot mata diinfiltrasi oleh limfosit, el mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan
eksoftalmoa (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokular
dapat hebat sekali dan pada kasus yang ekstrim penglihatan dapat terancam. Penyakit Graves
agaknya timbul sebagai manifestasi gangguan autoimun. Dalam serum pasien ini ditemukan
antibodi imunoglobulin (IgG). Antibodi ini agaknya bereaksi dengan reseptor TSH atau
membran plasma tiroid. Sebagai akibat interaksi ini antibodi tersebut dapat merangsang
fungsi troid tanpa tergantung dari TSH hipofisis yang dapat mengakibatkan hipertiroid>
Imunoglobulin yang merangsang tiroid ini (TSI) mungkin diakibatka karena suatu kelainan
imunitas yang bersifat herediter, yang memungkinkan kelompokan limfosit tertentu dapat
bertahan, berkembangbiak dan mensekresi imunoglobulin stimulator sebagai respon terhadap
9
beberapa faktor perngsang. Respon imun yang sama bertanggungjawab atas oftalmopati yang
ditemukan pada pasien-pasien tersebut.7
TABLE1.MAJOR SYMPTOMS AND SIGNS OF HYPERTHYROIDISM AND OF GRAVES’ DISEASE AND CONDITIONS ASSOCIATED WITH GRAVES ‘DISEASE 9
Manifestations of hyperthyroidismSymptoms
Hyperactivity, irritability, altered mood, insomniaHeat intolerance, increased sweatingPalpitationsFatigue, weaknessDyspneaWeight loss with increased appetite (weight gainin 10 percent of patients)PruritusIncreased stool frequencyThirst and polyuriaOligomenorrhea or amenorrhea, loss of libido
SignsSinus tachycardia, atrial fibrillationFine tremor, hyperkinesis, hyperreflexiaWarm, moist skinPalmar erythema, onycholysisHair lossMuscle weakness and wastingCongestive (high-output) heart failure, chorea, periodicParalysis (primarily in Asian men), psychosis*
Manifestations of Graves’ diseaseDiffuse goiterOphthalmopathy
A feeling of grittiness and discomfort in the eyeRetrobulbar pressure or painEyelid lag or retractionPeriorbital edema, chemosis, scleral injectionExophthalmos (proptosis)Extraocular-muscle dysfunctionExposure keratitisOptic neuropathy
Localized dermopathyLymphoid hyperplasiaThyroid acropachyConditions associated with Graves’ diseaseType 1 diabetes mellitusAddison’s diseaseVitiligoPernicious anemiaAlopecia areataMyasthenia gravisCeliac diseaseOther autoimmune disorders associated with the HLA-DR3Haplotype
10
TABLE 2. TREATMENTS FOR GRAVES’ HYPERTHYROIDISM.9
TREATMENT DOSE ADVERSE EFFECTSAntithyroid drugs (carbimazoleor its metabolite methimazole,or propylthiouracil)
Dose decreased as euthyroidismis achieved (titration regimen),or given as a singlefixed high dose (e.g., 30 mgof methimazole daily or 40mg of carbimazole daily)together with thyroxine toprevent hypothyroidism(“block–replace” regimen)
MinorRash, urticaria, arthralgia, fever,anorexia, nausea, abnormalitiesof taste andsmellMajorAgranulocytosis, thrombocytopenia,acute hepatic necrosis,cholestatic hepatitis,lupus-like syndrome, vasculitis,insulin–autoimmunesyndrome
Radioactive iodine Usually based on clinical assessment,but some centers calculatedoses on the basis ofuptake and turnover studies
Transient or permanent hypothyroidism,transient worseningof ophthalmopathy,radiation thyroiditis, hypoparathyroidism,overexposureof children to radiation, thyrotoxiccrisis*
Subtotal thyroidectomy ornear-total thyroidectomy
Hypothyroidism, anestheticcomplications, hypoparathyroidism,recurrent laryngealnervedamage, hemorrhage,and laryngeal edema
*The urine of patients who are receiving this radioactive agent must be disposed of properly
Goiter nodular toksik paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai
komplikasi goiter nodular kronik. Pada pasien-pasien ini, hipertiroidisme timbul secara
lambat dan manifestasi klinisnya lebih ringan daripada penyakit Graves. Penderita mungkin
mengalami aritmia dan gagal jantung yang persisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat
pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah dan pengecilan otot.
Biasanya ditemukan goiter multinoduler pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan
pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita Goiter nodular toksik
mungkin memperlihtkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata
berkurang) akibat aktifitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada
manifestasi dramatis oftalmopati infiltrasi seperti yang terlihat pada penyakit Graves.
Hipertiroidisme pada pasien dengan goiter multi nodular sering dapat ditimbulkan dengan
pemberian iodin (efek “jodbasedow” ).7.8
11
Penanganan goiter nodular toksik cukup sukar. Penangan keadaan hipertiroid dengan
hipertiroid dengan obat-obat antitiroid diikuti dengan tiroidektomi subtotal tampaknya akan
menjadi terapi pilihan. Nodul toksik dapat dihancurkan dengan 131I, tapi goiter multi nodulat
akan tetap ada, dan nodul-nodul yang lain akan tetap menjadi toksik, sehingga dibutuhkan
dosis ulangan 131I.8
Adenoma Toksik (Penyakit Plummer). Adenoma fungsional yang mensekresi T3
dan T4 berlebihan akan menyebabkan hipertiroidisme. Lesi-lesi ini mulai sebagai “nodul
panas” pada scan tiroid, pelan-pelan bertambah dalam ukuran dan bertahap mensupresi
lobbus lainnya. Pasien yang khas adalah individu tua ( biasanya lebih dari 40 tahun) yang
mencatat pertumbuhan akhir-akhir ini dari nodul tiroid yang telah lama ada. Terlihat gejala-
gejala penurunan berat badan, kelemahan, napas sesak, palpitasi, takikardi dan intoleransi
terhadap panas. Pemeriksaan fisisk mnunjukn adanya nodul berbatas jelas pada satu sisi
dengan sangat sedikit jaringan tiroid pada sisi lainnya. Pemeriksaan laboratorium biasanya
memperlihatkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum sangat meningkat, dengan hanya
peningkatan kadar tiroksin yang boder-line. Scan menunjukkan bahwa nodul ini panas.
Penanganan diberikan propil tiourasil 100mg tiap 6jam atau metimazol 10 mg tiap 6 jam
diikuti oleh lobektomi unilateral atau dengan iodin radioaktif.8
Tiroiditis Subakut (De Quervain, tiroiditis granulomatosa) adalah kelainan
inflamasi akut kelenjar tiroid yang kemungkinan besar disebabkan olehh infeksi virus.
Sejumlah virus, termasuk virus campak, koksakie, dan adenovirus. Nyeri pada kelenjar tiroid
sering timbul relatif mendadak, sering menjalar ke rahang dan telinga dan mungkin disertai
nyeri tekan yang mencolok dan disfagia. Kelenjar umumnya memebesar sedang. Temuan
laboratorium umum meliputi peningkatan LED, imunoglobulin meningkat dan lekositosis
neutrofil atau limfositosis pada sejumlah penderita. Perubahan dalam fungsi tiroid sangat
khas, dengan stadium tirotoksikosis dini diikuti hipotiroidisme dan biasanya eutiroidisme.7.8
Tiroiditis Kronik (Hashimoto, tiroiditis limfositik), merupakan penyakit autoimun
dimana limfosit disensitasitasi terhadap antigen dan autoantibodi tiroid terbentuk dan
bereaksi dengan antigen-antigen ini. Gambaran klinis berupa gejala-gejala hipotiroidisme
disertai dengan goiter yang padat tanpa nyeri sering merupakan keluhan pada waktu datang,
tetapi penderita mungkin pula eutiroid.7.8
Tirotoksikosis Factitia, adalah gangguan psikoneurotik dimana tiroksin atau hormon
tiroid dimakan dalam jumlah yang berlebihan, biasanya bertujuan untuk mengendalikan berat
12
badan. Individu biasanya adalah seorang yang berhubungan dengan obat-obatan tiroid.
Gambaran tirotoksikosis termasuk penurunan berat badan, nervous, palpitasi, takikardi dan
tremor bisa didapatkan, tetapi tidak ada tanda-tanda atau goiter.8
Karsinoma tiroid, terutama karsinoma folikular dapat mengkonsentrasi ion
radioaktif. Terdapat beberapa kasus kanker tiroid metastatik yang disertai hipertiroidisme.
Gambaran klinis terdiri dari kelemahan, penurunan barat badan, palpitasi, nodul tiroid tetapi
tidak ad oftalmopati. Scan tubuh dengan131I menunjukkkan daerah-daerah dengan ambilan
yang biasanya jauh dari tiroid, contoh tulang atau paru. Terapi dengan dosis besar ion
radioaktif dapat menhancurkan deposit metastasik. 8
Krisis Tiroid adalah suatu keadaan klinis hipertiroidisme hyang paling berat dan
mengancam nyawa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves
atau struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus : infeksi, operasi,
trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stres, emosi, penghentian obat-obat
antitiroid, terapi I131, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit
serebrovaskular/stroke, palpasi tiroid terlalu kuat.3
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda
Hipereaktivitas, palpitasi, berat badan menurun, nafsu makan meningkat, tidak tahan
panas, banyak keringat, mudah lelah, sering buang air besar, oligomenore/amenore dan libido
turun, takikardi, fibrilasi atrial, tremor halus, refleks meningkat, kulit hangat dan basah,
rambut ontok, bruit.3
13
Untuk fase awal penentuan diagnosis perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada pemantauan
cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal keadaan membaik. Hal ini
karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormon tiroid, sehingga lamban pulih (lazy
pituitary). Untuk memeriksa mata disamping klinis digunakan alat eksofalmometer Herthl.
Karena hormon tiroid berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya
ditemukan pada organ kita.1
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila timbul
infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)3
2. Sidik tiroid (thyroid scan) terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit
Graves dengan komponen nodosa3
3. EKG3
4. Foto thoraks 3
14
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipertiroidisme termasuk satu atau beberapa tindakan berikut ini :
1. Obat anti tiroid (OAT) adalah kelompok derivat tiomidazol (CBZ 5 mg, MTZ,
metimazol atau tiamazol 5, 10, 3 mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50,100
mg). PTU dosis awal 300-600 mg/hari, dosis maksimal 2000mg/hari. Metimazol dosis
awal 20-30 mg/hari.1.3
Indikasi :
Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien
muda dengan struma ringan-sedang dan tirotoksikosis.3
Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan yodium radioaktif.3
Persiapan tiroidektomi.3
Pasien hamil, lanjut usia3
Krisis tiroid3
Penyekat β bloker pada awal terapi tetap diberikan, sementara menunggu pasien
menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis 40-
200 mg dalam 4 dosis.3
2. Pembedahan tiroidektomi subtotal sesudah terapi propiltiourasil prabedah.7
3. Pengobatan dengan yodium radioaktif.7
Pengobatan dengan yodium radioaktif dilakukan pada kebanyakan pasien dewasa penderita
penyakit Graves. Biasanya tidak dinjurkan (kontraindikasi) untuk anak-anak dan wanita
hamil. Pada kasus Goiter Noduler Toksik dapat juga digunakan obat-obat antitiroid atau
terapi ablatif dengan yodium radioaktif. Tetapi apabila goiternya besar sekali dan tidak ada
kontraindikasi pembedahan, maka harus dipertimbangkan untuk dilakukan reaksi
pembedahan. Pengobatan oftalmopati pada penyakit Graves mencakup usaha untuk
memperbaiki hipertiroidisme dan mencegah terjadinya hipotiroidisme yang dapat timbul
setelah terapi radiasi ablatif atau pembedahan. Pada banyak pasien, oftalmopati dapat sembuh
sendiri dan tidak memerlukan pengobatan selanjutnya. Tetapi pada kasus yang berat dimana
ada bahaya kehilangan penglihatan, maka perlu diberikan pengobatan dengan glukokortikoid
dosis tinggi disertai tindakan dekompresi orbita untuk menyelamatkan mata tersebut.
15
Hipotiroidisme dapat timbul pada penderita hipertiroidisme yang menjalani pembedahan atau
mendapatkan terapi yodium radioaktif. Pasien-pasien yang mendapat terapi yodium
radioaktif, 40-70% dapat mengalami hipotiroidisme dalam 10 tahun mendatang.7
KOMPLIKASI
Hipertiroid menyebabkan komplikasi terhadap jantung, termasuk fibrilasi atrium dan
kelainan ventrikel akan sulit dikontrol. Pada orang Asia terjadi episode paralisis yang
diinduksi oleh kegiatan fisik atau masukan karbohidrat dan adanya hipokalemia dapat terjadi
sebagai komplikasi. Hiperkalsemia dan nefrokalsinosis dapat terjadi. Pria dengan hipertiroid
dapat mengalami penurunan libido, impotensi, berkurannya jumlah sperma, dan
ginekomastia. Penyakit Graves dapat memberikan komplikasi berupa oftalmopati Graves,
dermopati. Krisis tiroid dapat menyebabkan mortalitas. 4.5
PROGNOSIS
Dubia ad bonam.3
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15%.3
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2007.
2. Hyperthyroidism in Patients Older than 55 Years: An Analysis of the Etiology and Management. Copyright © 2003 S. Karger AG, Basel
3. Perhimpunana Dokter Spesialis Dalam Indonesia4. Kapita Selekta Metabolik Endokrin. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.1999.5. Ganong, Fisiologi6. The New England Journal of Medicine “Grave’s Disease” 26 October 2000.7. Baxter, JD.2000. Fungsi Endokrinologi Dasar dan Klinik,EGC.Jakarta. 8. SA, Price.1995.Patofiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.ed 4.EGC, Jakarta.9. Grave’s Disease.Copyright © 2000 Massachusetts Medical Society. The New England
Journal of Medicine.
17