Resume Ulumul Qur'an

10
RESUME ULUMUL QUR’AN BAB II AL QUR’AN A. DEFINISI AL- QUR’AN 1. Segi Bahasa Dari segi bahasa, Qur’an berasal dari qara’a, yang berarti menghimpun dan menyatukan. Sedangkan Qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya dengan susunan yang rapih. Mengenai hal ini, Allah berfirman dalam QS. Al Qiyamah (75) ayat 17-18 : Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Al Qiyamah: 17) “Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (Al Qiyamah: 18) Qur’an, secara bahasa dapat pula berarti “bacaan”, sebagai masdar dari kata qara’a. Dalam arti seperti ini, firman Allah SWT dalam Q.S. Fushshilat (41) ayat 3: “Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui.” 2. Secara Istilah Adapun dari segi istilahnya, Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al- Qur'an sebagai berikut ; Al Qur’an adalah Kalamullah yang merupakan mu’jizat yang dituruukan kepada nabi Muhammad SAW, yang disampaikan kepada kita secara mutawatir dan dijadikan membacanya sebagai ibadah. SULISTIYANI DAKWAH / ELK BPI 412088

Transcript of Resume Ulumul Qur'an

Page 1: Resume Ulumul Qur'an

RESUME ULUMUL QUR’AN

BAB II

AL QUR’AN

A. DEFINISI AL- QUR’AN

1. Segi Bahasa

Dari segi bahasa, Qur’an berasal dari qara’a, yang berarti menghimpun dan menyatukan. Sedangkan Qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya dengan susunan yang rapih. Mengenai hal ini, Allah berfirman dalam QS. Al Qiyamah (75) ayat 17-18 :

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Al Qiyamah: 17) 

“Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (Al Qiyamah: 18)

Qur’an, secara bahasa dapat pula  berarti “bacaan”, sebagai masdar dari kata qara’a. Dalam arti seperti ini, firman Allah SWT dalam Q.S. Fushshilat (41) ayat 3:

 “Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui.”

2. Secara Istilah

Adapun dari segi istilahnya, Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut ; Al Qur’an adalah Kalamullah yang merupakan mu’jizat yang dituruukan kepada nabi Muhammad SAW, yang disampaikan kepada kita secara mutawatir dan dijadikan membacanya sebagai ibadah.

dan Muhammad 'Ali Ash-Shabuni mendefinisikan Al Qur'an sebagai berikut ;Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad  penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantara Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca

SULISTIYANIDAKWAH / ELK

BPI412088

Page 2: Resume Ulumul Qur'an

dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.

B. NAMA DAN SIFAT AL QUR’AN

Al-Quran merupakan Kalam Allah yang mengandungi ayat-ayat Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibrail untuk disampaikan kepada semua manusia. Al Quran merupakan mu’jizat yang paling agung yang telah mendapat jaminan daripada Allah SWT akan kekal terpelihara. Allah menamakan Al Qur’an dengan beberapa nama, di antaranya adalah :

1. Nama –nama Al Qur’an

a. Qur’an“ Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada yang lebih lurus. ” ( Al Israa : 9 )

b. KitabPerkataan Kitab di dalam bahasa Arab dengan baris tanwin di akhirnya (kitabun) memberikan makna umum yaitu sebuah kitab yang tidak tertentu. Apabila ditambah dengan alif dan lam di depannya menjadi (Al Kitab) ia telah berubah menjadi suatu yang khusus (kata nama tertentu). Dalam hubungan ini, nama lain bagi Al-Quran itu disebut oleh Allah adalah Al-Kitab.“ Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya, (menjadi) petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. ( Al-Baqarah: 2 )

c. FurqanAl-Quran sebagai pembeda antara yang haq dan yang batil. Mengenali Al-Quran maka kesan sewajarnya dapat mengenal Al-Haq dan dapat membedakannya dengan kebatilan. “ Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqan kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. “ ( Al-Furqan : 1 )

d. ZikrAl-Quran memberikan peringatan kepada manusia karena sifat lupa yang tidak pernah lekang. Manusia mudah lupa dalam berbagai hal, baik dalam hubungan dengan Allah, hubungan sesama manusia maupun lupa terhadap tuntutan-tututan yang sepatutnya ditunaikan oleh manusia. Oleh itu golongan yang beriman dituntut agar senantiasa mendampingi Al-Quran. “ Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-zikra (Al-Quran) dan Kamilah yang akan menjaganya (Al-Quran).” (Al-Hijr : 9)

e. Tanzil“ Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan ( Tanzil ) oleh Tuhan semesta alam.“ ( Asy Syuaraa : 192 )

Catatan : Penyebutan Al Qur’an dan Al Kitab lebih populer dari nama-nama yang lain. Dalam hal ini Dr. Muhammad Daraz berkata ; ‘ ia dinamakan Qur’an karena ia ‘dibaca’ dengan lisan, dan dinamakan Al Kitab karena ia ‘ditulis’ dengan pena. Kedua kata ini menunjukkan makna yag sesuai dengan kenyataannya’ . Penamaan Qur’an dengan kedua nama ini memberikan isyarat bahwa selayaknya ia dipelihara dalam bentuk hafalan dan tulisan.

Page 3: Resume Ulumul Qur'an

2. Sifat-sifat Al Qur’an

Allah telah melukiskan Al Qur’an dengan beberapa sifat, di antaranya :

a. Nur ( Cahaya )‘ Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang. ‘ ( An Nisa : 174 )

b. Huda ( Petunjuk ), Syifa’ ( Obat ), Rahmah ( Rahmat ), dan Mau’izah ( nasihat )‘ Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. ‘ ( Yunus : 57 )

c. Mubin ( Yang Menerangkan )‘ Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. ‘ ( Al Maidah : 15 )

Dan masih ada sifat-sifat yang lain sebagaimana disebutkan dalam banyak ayatnya, seperti : Mubarak ( yang diberkati ), Busyra ( kabar gembira ), ‘Aziz ( yang mulia ), Majid ( yang dihormati ), Basyr ( pembawa kabar gembira )

C. PERBEDAAN ANTARA AL QUR’AN DENGAN HADIS QUDSI DAN HADIS NABAWI

Definisi Al Quran telah dikemukakan pada halaman terdahulu dan untuk mengetahui perbedaan antara definisi Al Qur’an dengan Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi, di sini kami kemukakan dua definisi.

1. Hadis Nabawi

Hadis ( baru ) dalam arti bahasa lawan dari kata qadim ( lama ). Adapun menurut istilah pengertian hadis ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan maupun sifat.

Yang berupa perkataan seperti perkataan Nabi Muhammad SAW. “ Sesungguhnya sahnya amal itu disertai dengan niat. Dan tiap orang bergantung pada niatnya … “

Yang berupa perbuatan ialah seperti ajarannya kepada para sahabat mengenai bagaimana cara mengerjakan salat kemudian ia mengatakan, “ Salatlah seperti kamu melihat aku salat “, juga mengenai bagaimana ia melaksanakan ibadah haji dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, “ Ambillah dariku manasik hajimu.”

Adapun yg berupa persetujuan adalah seperti ia menyetujui suatu perkara yang dilakukan salah seorang sahabat baik perkataan ataupun perbuatan; di hadapannya ataupun tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya, seperti tentang makanan biawak yang dihidangkan kepadanya.Dan contoh persetujuannya yang lain yaitu dalam satu riwayat Rasulullah SAW mengutus orang dalam satu peperangan. Orang itu membaca suatu bacaan dalam salat yang diakhiri dengan qul

Page 4: Resume Ulumul Qur'an

huwallahu ahad. Setelah pulang mereka menyampaikan hal itu kepada Rasulullah SAW , lalu Rasulullah berkata; ‘ Tanyakan kepadanya mengapa ia berbuat demikian?’, Mereka pun menanyakan dan orang itu menjawab; ‘ Kalimat itu adalah sifat Allah dan aku senang membacanya’ . Maka Rasulullah SAW menjawab;‘Katakan kepadanya bahwa Allah pun menyenangi dia’ .

Yang berupa sifat adalah riwayat seperti bahwa Rasulullah SAW selalu bermuka cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka berteriak keras, tidak pula berbicara kotor, dan tidak juga suka mencela.

2. Hadis Qudsi

Kita telah mengetahui makna hadis secara etimologi, sedangkan qudsi dinisbatkan kepada kata quds. Nisbah ini mengesankan rasa hormat karena materi kata itu sendiri menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam arti bahasa. Maka, kata taqdis berarti menyucikan Allah. Taqdis sama dengan tathir, dan taqaddasa sama dengan tathahhara ( suci, bersih ). Allah berfirman tentang malaikat, “… padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau ….” (Al-Baqarah: 30).

Jadi, Hadis Qudsi adalah hadis yang oleh Rasulullah SAW disandarkan kepada Allah. Maksudnya, Rasulullah SAW meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah. Maka, Rasulullah menjadi perawi kalam Allah ini dengan lafal dari Rasulullah sendiri. Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi, dia meriwayatkannya dari Allah dengan disandarkan kepada Allah dengan mengatakan, “ Rasulullah SAW mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya,” atau ia mengatakan, “Rasulullah SAW mengatakan, ‘Allah Ta’ala telah berfirman… atau berfirman Allah Ta’ala...”

Contoh Pertama :Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya, “Tangan Allah itu penuh, tidak dikurangi oleh nafkah, baik di waktu malam maupun siang hari ….” (HR. Bukhari).

Contoh Kedua :Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW. berkata, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila dia menyebut-Ku di dalam dirinya, maka Aku pun menyebutnya di dalam diri-Ku. Dan, bila dia menyebut-Ku di kalangan orang banyak, Aku pun menyebutnya di kalangan orang banyak yang lebih baik dari itu …” (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Perbedaan Al Qur’an dengan Hadis Qudsi

Ada beberapa perbedaan antara Al Qur’an dengan Hadis Qudsi, dan yang terpenting adalah sebagai berikut.

a) Al Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah dengan lafal-Nya, dan dengan itu pula orang Arab ditantang untuk membuatnya, tetapi mereka tidak mampu membuat seperti Al Qur’an itu, atau sepuluh surah yang serupa itu, bahkan satu surah sekalipun. Tantangan itu tetap berlaku, karena Al Qur’an adalah mu’jizat yang abadi hingga hari kiamat. Adapun hadis qudsi tidak untuk menantang dan tidak pula untuk mu’jizat.

Page 5: Resume Ulumul Qur'an

b) Al Qur’an hanya dinisbatkan kepada Allah, sehingga dikatakan Allah Ta’ala berfirman. Adapun hadis qudsi, seperti telah dijelaskan di atas, terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah, sehingga nisbah hadis qudsi itu kepada Allah adalah nisbah dibuatkan. Maka dikatakan, Allah telah berfirman atau Allah berfirman. Dan, terkadang pula diriwayatkan dengan disandarkan kepada Rasulullah SAW tetapi nisbahnya adalah nisbah kabar, karena Nabi menyampaikan hadis itu dari Allah. Maka, dikatakan Rasulullah mengatakan apa yang diriwayatkan dari Tuhannya.

c) Seluruh isi Al Qur’an dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya mutlak. Adapun hadis-hadis qudsi kebanyakan adalah kabar ahad, sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan. Adakalanya hadis itu sahih, hasan, dan kadang-kadang daif.

d) Al Qur’an dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Hadis qudsi maknanya dari Allah dan lafalnya dari Rasulullah. Hadis qudsi ialah wahyu dalam makna, tetapi bukan dalam lafal. Oleh sebab itu, menurut sebagian besar ahli hadis, diperbolehkan meriwayatkan hadis qudsi dengan maknanya saja.

e) Membaca Al Qur’an merupakan ibadah, karena itu ia dibaca dalam salat. “Maka, bacalah apa yang mudah bagimu dalam Al Qur’an itu.” (Al-Muzamil: 20).

Nilai ibadah membaca Al Qur’an juga terdapat dalam hadis, “Barang siapa membaca satu huruf dari Al Qur’an, dia akan memperoleh satu kebaikan. Dan kebaikan itu akan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf. Tetapi alif satu huruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf.” (HR Tirmizi dan Ibnu Mas’ud).Adapun hadis qudsi tidak disuruh membacanya dalam salat. Allah memberikan pahala membaca hadis qudsi secara umum saja. Maka, membaca hadis qudsi tidak akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadis mengenai membaca Al Qur’an, bahwa pada setiap huruf mendapatkan sepuluh kebaikan.

4. Perbedaan antara Hadis Qudsi dengan Hadis Nabawi

Hadis Nabawi disandarkan kepada Rasulullah dan diceritakan oleh beliau, sedangkan hadis qudsi disandarkan kepada Allah kemudian Rasulullah menceritakan dan meriwayatkannya dari Allah. Oleh karena itu diikat dengan sebutan Hadis Qudsi.

Ada yang berpendapat bahwa dinamakan Hadis Qudsi karena penisbatannya kepada Allah Yang Maha Suci. Sementara Hadis Nabawi disebut demikian karena dinisbatkan kepada Nabi Muhammad. Hadis Qudsi jumlahnya sedikit. Buku yang terkenal mengenai hal ini adalah Al-Ittihafaat As-Sunniyyah bil-Hadiits Al-Qudsiyyah  karya Abdur-Ra'uf Al-Munawi (103 H) yang berisi 272 hadis.

Page 6: Resume Ulumul Qur'an

KESIMPULAN

Al Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW dengan peerntara Jibril dalam bahasa Arab. Dan, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah. Ia terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat Al- Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan, serta terjaga dari perubahan dan pergantian.

Al-Quran merupakan Kalam Allah yang mengandung ayat-ayat Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibrail untuk disampaikan kepada semua manusia. Al-Quran merupakan mu’jizat yang paling agung yang telah mendapat jaminan daripada Allah SWT akan kekal terpelihara.

Terdapat lebih daripada 10 nama Al-Quran dinyatakan oleh Allah dalam kitab-Nya. Nama-nama itu menepati ciri-ciri dan kriteria Al-Quran itu sendiri. Di antaranya yaitu Kitab, Furqan, Zikr dan Tanzil.

Dan Allah juga telah melukiskan Al Qur’an dengan beberapa sifat, yaitu Nur (cahaya), Huda (petunjuk), Rahmah (rahmat) dan mau’izah (nasihat) serta Mubin (yang menerangkan), dan lain-lain.

Perbedaan antara Al Qur’an dengan Hadis Qudsi ialah tidak adanya unsur-unsur tantangan, mu’jizat dan ibadah dengan pembacaannya dan tak adanya syarat mutawatir pada sebagian besar hadis qudsi itu.

Page 7: Resume Ulumul Qur'an

DAFTAR PERTANYAAN :

1. Al-Qur'an merupakan mu’jizat Nabi Muhammad SAW. Apa yang menjadi alasan kemu’jizatan Al Qur'an?

2. Bagaimana mu’jizat itu dapat didefinisikan dan dibuktikan?

3. Mengapa Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab ?

Jawaban :

1. Setelah bertahun lamanya berlalu dan dengan seluruh kemajuan pengetahuan manusia dan pertukaran ilmu dan kebudayaan, tiada satu pun dari ayat-ayat yang disebutkan dalam Al Qur'an yang gugur kebenarannya. Dengan demikian telah terbukti kebenaran Al Qur'an dan sumbernya dari langit. Dan juga model penjelasan Al Qur'an yang sedemikian menakjubkan sehingga ia tidak dapat dibandingkan dengan ucapan manusia, bahkan Nabi Muhammad SAW maupun bangsa Arab sekalipun. Seperti firman Allah :

“ Sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar firman Allah yang dibawa oleh utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai keutamaan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah Yang mempunyai 'Arsy, yang dita'ati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. Dan dia (Muhammad) bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. “ ( QS. At Takwir : 19-24)

2. Mu’jizat terbagi menjadi dua. Mu’jizat perbuatan yang bercorak situasional dan mu’jizat ucapan. Mu’jizat perbuatan berurusan dengan panca indra manusia dan terlaksana pada pelataran ruang dan waktu. Dan setelah terjadinya mu’jizat tersebut, ia  tidak akan bertahan, meski sebagian mu’jizat perbuatan Nabi SAW tetap lestari tidak lekang oleh waktu dan zaman.

Untuk menetapkan bagian mu’jizat ini, bagi orang-orang yang tidak hadir tatkala mu’jizat ini diperagakan, dapat dicapai dengan menelaah riwayat-riwayat yang menukil mu’jizat ini. Mu’jizat ucapan Nabi SAW adalah Al Qur’an. Al Qur’an dalam banyak hal menantang para pengingkar untuk menghadrikan yang serupa dengan apa yang dihadirkan oleh Al Qur’an.

Tantangan Al Qur’an tidak terbatas pada wilayah khusus seperti kefasihan dan retorikanya, melainkan dari segala sisi yang kemungkinan terdapat padanya, keunggulan dapat menjadi obyek tantangan Al Qur’an. Seperti berita ghaib, masalah ilmiah, tiadanya perselisihan dalam Al Qur’an dan sebagainya dimana untuk membuktikan dan menetapkan mu’jizat sedemikian membutuhkan telaah dan kajian pelbagai dimensi mu’jizat Al Qur’an. Artinya mu’jizat yang dimiliki Al Qur’an pada ragam bidang tidak mampu ditandingi oleh manusia sedemikian sehingga seluruh manusia di setiap zaman tidak mampu menyuguhkan apa yang disuguhkan oleh Al Qur’an.

Page 8: Resume Ulumul Qur'an

Berikut ini sebagian dari hasil penelitian yang dirangkum dan dikelompokkan ke dalam bentuk mu’jizat yang membuktikan kebenaran Al Qur’an :

Pertama adalah pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Fir'aun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa., diceritakan dalam surah Yunus. Pada ayat 92 surah itu, ditegaskan bahwa "Badan Fir'aun tersebut akan diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran generasi berikut." Tidak seorang pun mengetahui hal tersebut, karena hal itu telah terjadi sekitar 1200 tahun S.M. Pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1896, ahli purbakala Loret menemukan di Lembah Raja-raja Luxor Mesir, satu mumi, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir'aun yang bernama Maniptah dan yang pernah mengejar Nabi Musa a.s. Selain itu, pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut Fir'aun tersebut. Apa yang ditemukannya adalah satu jasad utuh, seperti yang diberitakan oleh Al-Quran melalui Nabi yang ummi (tak pandai membaca dan menulis itu). Mungkinkah ini ?

Kedua, isyarat-isyarat ilmiahnya. Banyak sekah isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Quran. Misalnya diisyaratkannya bahwa "Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedang cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya matahari)" (perhatikan QS 10:5); atau bahwa jenis kelamin anak adalah hasil sperma pria, sedang wanita sekadar mengandung karena mereka hanya bagaikan "ladang" (QS 2:223); dan masih banyak lagi lainnya yang kesemuanya belum diketahui manusia kecuali pada abad-abad bahkan tahun-tahun terakhir ini. Dari manakah Muhammad mengetahuinya kalau bukan dari Dia, Allah Yang Maha Mengetahui!

Kesemua aspek tersebut tidak dimaksudkan kecuali menjadi bukti bahwa petunjuk-petunjuk yang disampaikan oleh Al-Quran adalah benar, sehingga dengan demikian manusia yakin serta secara tulus mengamalkan petunjuk-petunjuknya.

3. Dengan memerhatikan bahwa bangsa Arab adalah orang-orang yang fanatik dengan metode, ajaran dan keturunan mereka (faktor internal penjagaan) dan sepanjang perjalanan sejarah, tiada satu pun penguasa atau pemerintahan yang dapat memaksa mereka mengganti bahasanya (tiadanya faktor eksternal) dan tersedianya pelbagai faktor dalam bahasa Arab untuk menjelaskan berbagai persoalan dalam format lafaz tanpa adanya ambiguitas dan kekaburan, semenanjung Hijaz dan bahasa Arab merupakan sebaik-baik jalan pembelaan natural dan non-adikodrati agama dan penjagaan agama pamungkas dan kitabnya. Maka itu, salah satu dalil mengapa Al Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab adalah untuk menjaga dan memelihara keabadiannya.

Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2, yang artinya,“Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkan.”

Ia berkata,“Yang demikian itu (bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab) karena bahasa arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu, kitab yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an) diturunkan kepada Rasul yang paling mulia (yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam) dengan bahasa yang paling mulia (yaitu bahasa arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (yaitu malaikat Jibril), ditambah kitab inipun diturunkan pada dataran yang paling

Page 9: Resume Ulumul Qur'an

mulia di atas muka bumi (yaitu tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (yaitu Ramadhan), sehingga Al-Qur’an menjadi sempurna dari segala sisi.” (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Surat Yusuf)