Makalah ulumul qur'an
-
Upload
yulan-afriani -
Category
Education
-
view
1.045 -
download
0
Transcript of Makalah ulumul qur'an
SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL – QUR’AN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ‘Ulumul Qur’an yang
diampu oleh Bapak M. Aba Yazid, M.Si
Disusun oleh :
1. Ika Zulaefah (2013114125)
2. Yulan Afriani (2013114135)
3. Hikmatul Hanifah (2013114181)
4. Mamluatul Barokah (2013114286)
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan
Jalan Kusuma Bangsa No. 09 Pekalongan
Tahun Akademik 2015
DAFTAR ISI
Daftar Isi...........................................................................................................1
Bab I Pendahuluan............................................................................................2
1.1. Latar Belakang...........................................................................................2
1.2. Tujuan..............................................................................................2
Bab II Pembahasan...........................................................................................3
2.1. Definisi Al-Qur’an..................................................................................4
2.1.1. Pengertian Etimologi (Bahasa)......................................................4
2.1.2. Pengertian Terminologi (Istilah)...................................................5
2.2. Sejarah Turunnya Al-Qur’an...................................................................6
2.2.1. Nuzulul Qur’an ...........................................................................6
2.2.2. Hikmah Turunnya Al-Qur’an Secara Berangsur-Angsur.............7
2.3. Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an............................................................8
2.3.1. Pengertian Pengumpulan Al-Qur’an.............................................8
2.3.1. Proses Penulisan Al-Qur’an..........................................................9
2.3.3. Pendapat Tentang Rasm Al-Qur’an Menurut Para Ulama’..........13
Bab III Penutup.................................................................................................15
3.1. Kesimpulan..............................................................................................15
3.2. Saran ....................................................................................................15
Daftar Pustaka...................................................................................................16
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Bagi Muslim, Al-Quran
merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’an merupakan
mukjizat Nabi Muhammad SAW yang sangat berharga bagi umat Islam hingga
saat ini. Di dalamnya terkandung petunjuk dan pedoman bagi umat manusia
dalam mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.
Al-Qur’an mempunyai 114 surat, dengan surat terpanjang terdiri atas 286
ayat, yaitu Al Baqarah, dan terpendek terdiri dari 3 ayat, yaitu Al-’Ashr, Al-
Kautsar, dan An-Nashr. Sebagian ulama menyatakan jumlah ayat di Al-Qur’an
adalah 6.236, sebagian lagi menyatakan 6.666.
Perbedaan jumlah ayat ini disebabkan karena perbedaan pandangan tentang
kalimat Basmalah pada setiap awal surat (kecuali At-Taubah), kemudian tentang
kata-kata pembuka surat yang terdiri dari susunan huruf-huruf seperti Yaa Siin,
Alif Lam Miim, Ha Mim dan lain-lain. Ada yang memasukkannya sebagai ayat,
ada yang tidak mengikutsertakannya sebagai ayat. Untuk memudahkan
pembacaan dan penghafalan, para ulama membagi Al-Qur’an dalam 30 juz yang
sama panjang, dan dalam 60 hizb (biasanya ditulis di bagian pinggir Al-Qur’an).
Masing-masing hizb dibagi lagi menjadi empat dengan tanda-tanda ar-rub’
(seperempat), an-nisf (seperdua), dan as-salasah (tiga perempat).
Dari segi turunnya Al-Qur’an dan penulisan Al-Qur’an terdapat pula
beberapa perbedaan pendapat para ahli. Adapun perbedaan itu dari segi
pengertian Al-Qur’an, sejarah turunnya Al-Qur’an, penulisan serta rasm Al-
Qur’an dan sebagainya. Maka diperlukan pengkajian yang serius untuk menjaga
kemurnian dan kesucian Al-Qur’an hingga akhir zaman.
B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui sejarah turunnya Al-Qur’an
2. Mengetahui periodesasi penulisan Al-Qur’an
3. Mengetahui hikmah turunnya Al-Qur’an
2
BAB II
PEMBAHASAN
Al-Quran merupakan kitab suci umat Islam, dimana redaksi maupun
susunannya tidak pernah berubah dan tetap terpelihara sepanjang zaman, dari awal
hingga akhir turunnya Al-Quran, seluruh ayat-ayatnya diriwayatkan secara
mutawatir baik secara hafalan maupun tulisan. Selanjutnya sesudah masa kenabian
pengkodifikasian (pengumpulan dan pembukuan) Al-Quran disempurnakan,
sehingga sampai kepada yang kita saksikan saat ini. Al-Quran merupakan pedoman
umat Islam yang berisi petunjuk dan tuntunan komprehensif guna mengatur
kehidupan di dunia dan akhirat. Ia merupakan kita otentik dan unik, yang mana
redaksi, susunan maupun kandungan maknanya berasal dari wahyu, sehingga ia
terpelihara dan terjamin sepanjang zaman.1
Al-Qur’an diturunkan tidak sekaligus, melainkan secara berangsur- angsur
dalam masa yang relatif panjang, yakni dimulai sejak zaman Nabi Muhammad Saw..
diangkat menjadi Rasul dan berakhir pada masa menjelang wafatnya. sehingga Al-
Qur’an belum terbukukan seperti adanya sekarang ini. Meskipun demikian, upaya
pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an pada masa itu tetap berjalan. Setiap ayat-ayat Al-
Qur’an diwahyukan kepadaNabi Muhammad Saw..kemudian Beliau memerintahkan
kepada para shahabat tertentu untuk menuliskannya dan menghafalnya. Penulisan
ayat-ayat Al-Qur’an tidaklah seperti yang kita saksikan sekarang. Selain karena
mereka belum mengenal alat-alat tulis, Al-Qur’an hanya ditulis pada kepingan-
kepingan tulang, pelepah korma, atau batu-batu tipis, sesuai dengan peradaban
masyarakat waktu itu.
Peran sahabat sangat penting dalam penulisan al-Qur’an terutama para
Khulafaur Rosyidin, dari Khalifah Abu Bakar yang mengumpulkan penulisan Al-
qur’an atas usul sahabat Umar, dan pada masa Kholifah Utsman bin Affan
menyatukan mushaf menjadi rujukan tunggal yaitu mushaf utsmani kemudian
memperbanyak dan dikirimkan ke penjuru dunia. Untuk lebih jelasnya akan
dipaparkan dalam pembahasan berikutnya.
1Shihab, M. Quraish (1996), Wawasan Al-Qur’an, Jakarta: Mizan, hlm 3-4
3
2.1 Definisi Al-Qur’an
2.1.1 Pengertian Etimologi (Bahasa)
Para ulama telah berbeda pendapat di dalam menjelaskan kata Al-Qur’an
dari sisi: derivasi (istyqaq), cara melafalkan (apakah memakai hamzah atau
tidak), dan apakah ia merupakan kata sifat atau kata jadian. Para ulama’ yang
mengatakan bahwa cara melafalkan menggunakan hamzah pun telah terpecah
menjadi dua pendapat:
1. Sebagian dari mereka, diantaranya Al-Lihyani, berkata bahwa kata “Al-
Qur’an” merupakan kata jadian dari kata dasar “qara’a” (membaca)
sebagai mana kata rujhan dan ghufran. Kata jadian ini kemudian dijadikan
sebagai nama bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw..Penamaan ini masuk kedalam kategori “tasmiyah al maf’ul bil al
mashdar” (penamaan isim maf’ul dengan isim masdhar). Mereka merujuk
firman Allah pada surah Al-Qiyamah [75] ayat 17-18 :
Artinya :17.Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
18.Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
2. Sebagian dari mereka, diantaranya Al-Zujaj, menjelaskan bahwa kata “Al
Qur’an” merupakan kata sifat yang berasal dari kata dasar “al-qar’u” yang
artinya menghimpun. Kata sifat ini kemudian dijadikan nama bagi firman
Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad, karena kitab menghimpun
surat, ayat, kisah, perintah dan larangan.
Para Ulama yang mengatakan bahwa cara melafalkan “Al-Qur’an” dengan
tidak menggunakan hamzah pun terpecah menjadi 2 kelompok :
4
a. Sebagian dari mereka, diantaranya adalah Al-Asy’ari, mengatakan bahwa
kata Al-Qur’an diambil dari kata kerja “qarana” (menyertakan) karena Al-
Qur’an menyertakan surat, ayat, dan huruf –huruf.
b. Al-Farra’ menjelaskan bahwa kata Al-Qur’an diambil dari kata dasar
“qarra’in” (penguat) karna Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat yang saling
menguatkan, dan terdapat kemiripan antara satu ayat dan ayat-ayat lainya.2
2.1.2 Pengertian Terminologi (Istilah)
a. Menurut Manna’ Al-Qaththan:3
. . بتالوته المتبد م ص محمد على المنزل الله كالمArtinya :
“Kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad S.A.W dan
membacanya memperoleh pahala.”
b. Menurut Al-Jujani:4
متواترا نقال عنه المنقول المصاحف فى المكتوب الرسول على المنزل هوهةبالشب
Artinya :
“Yang diturunkan kepada Rasulullah S.A.W, yang ditulis didalam mushaf dan
yang di riwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan.”
c. Menurut Abu Syahbah:5
Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan, baik lafaldz maupun
maknanya, kepada nabi Muhammad SAW., yang diriwayatkan secara
mutawatir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan akan kesesuaiannya
dengan apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW., yang ditulis pada
mushaf mulai dari surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas.
d. Menurut Kalangan Pakar Ushul Fiqih, Fiqih, dan Bahasa Arab:6
2 Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an Al-Karim, Maktabah As-Sunnah, Kairo, 1992, hlm. 19-20
3 Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadis, 1978, hlm. 21
4 Abu Syahbah, op. cit, hlm. 7.5 Abu Syahbah, op. cit, hlm. 7.6 Ibid., hlm 20
5
, . بالتواتر المنقول بتالوته المعجز م ص محمد نبيه على المنزل الله كالم
الناس سورة إلى الفاتحة سورة أول من المصاحف فى المكتوبArtinya:
“Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad,yang lafazh-
lafazhya mengandung mujizat,membacanya mempunyai nilai ibadah,yang
diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari awal
surat Al-Fatihah [1] sampai akhir surat An-Nas [114].”
2.2 Sejarah Turunnya Al-Qur’an (Nuzulul Qur’an)
2.2.1 Nuzulul Qur’an
Nuzul adalah kata jadian dari kata kerja “Nazala” yang berarti
“Turun”.Turunnya Al-Qur’an lebih sering digunakan istilah Nuzulul Qur’an,
bahkan terdapat peringatan Nuzulul Qur’an sebagai bentuk penghormatan dan
pengagungan terhadap Al-Qur’an. Kebanyakan masyarakat hanya sebatas
mengetahui bahwa Al-Qur’an diturunkan pada Bulan Ramadhan, namun
sebenarnya ada beberapa tahapan Al-Qur’an itu turun kepada Nabi Muhammad
Saw..hingga dapat kita baca sekarang ini.
Al-Qur’an diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai
malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi, sampai 9 Djulhijjah haji
Wada’ tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H.7
Menurut Al-Zarqani dalam manahil Al-Irfan berpendapat bahwa proses
turunnya Al-Qur’an terdiri atas tiga tahapan.8
1. Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke Lauh Al-Mahfuzh, yaitu
suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan
kepastian Allah. Disebutkan dalan Surat Al-Buruj ayat 21-22:
Artinya :
21. Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia,
22. yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.
2. Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Al-Mahfuzh ke Bait Al-Izzah (tempat yang berada di langit dunia), sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Qadar ayat 1.
7 Hudari Bik, Tarih Al-Tasyri’ Al- Islami, terjemahan , Rajamurah Al-Qana’ah, 1980, hlm. 5-68 Mabahits fi Ulu’mul Al-Qur’an, Dar Al-Qalam. li Al-Malayyin, Bairut, 1988, hlm. 51
6
Artinya :Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.
3. Al-Qur’an diturunkan dari Bait Al-Izzah ke dalam hati Nabi dengan jalan
berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Hal ini diisyaratjkan dalam
Q.S. Asy-Syu’ara ayat 193-195:
Artinya:
193. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril),
194. ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di
antara orang-orang yang memberi peringatan,
195. dengan bahasa Arab yang jelas.
Masa turunnya Al-Qur’an dapat dibagi ke dalam dua periode. Perode
pertama disebut periode makiyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan ketika
Nabi Muhammad masih bermukim di Mekah, yaitu 12 tahun 5 bulan 13
hari yaitu dari 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi. Periode kedua
disebut periode Madaniyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi
Muhammad hijrah ke Madinah yaitu selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, yakni
dari permulaan Rabiul awal tahun 54 dari kelahiran Nabi sampai 9
Djulhijjah tahun 63 dari kelahiran Nabi. Hal ini menandakan bahwa Al-
Qur’an mempunyai hubungan dialektis dengan situasi dan tempat dimana
ia diturunkan.
2.2.2 Hikmah Turunnya Al-Qur’an Secara Berangsur-Angsur
Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur mempunyai hikmah yang
besar sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Furqon ayat 32 :
Artinya : “Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak
diturunkan kepadanya sekali turun saja?", demikianlah supaya Kami perkuat
hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).”
7
Di samping itu masih banyak pula hikmah yang terkandung dalam hal
diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur sebagai berikut :9
1. Untuk meneguhakan hati Nabi Muhammad Saw.. Mengingat watak keras
masyarakat yamg dihadapi Nabi, maka dengan turunnya Al-Qur’an secara
berangsur-angsur akan memperkuat hati Nabi.
2. Sebagai Mukjizat Mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi Nabi
dari kaumnya baik dari pertanyaan yang memojokkan. Turunnya wahyu
yang berangsur-angsur itu tidak saja menjawab pertanyaan itu bahkan
menantang mereka untuk membuat sesuatu yang serupa dengan Al-
Qur’an.
3. Untuk memudahkan hafalan dan pemahaman Al-Qur’an. Sekiranya Al-
Qur’an turun sekaligus tentu sulit untuk memahami dan menghafal isinya.
4. Untuk menerapkan hukum secara bertahap.
5. Sebagai bukti bahwa Al-Qur’an adalah bukan rekayasa Nabi Muhammad
atau manusia biasa. Meskipun rangkaian ayatnya turun selama 23 tahun
tetapi sistematika dan kandungannya tetap konsisten.
2.3 Sejarah Pengumpulan dan Penulisan Al-Qur’an
2.3.1 Pengertian Pengumpulan Al-Quran
Dalam penulisan Al-Qur’an kita mengenal istilah Jam’u Al-Qur’an
(pengumpulan Al-qur’an) yang mempunyai dua pengertian yaitu, al-hifdzu
(menghafal) dan al-kitabah (menulis) yakni menulis al-qur’an pada benda-
benda yang dapat ditulis.
Kata pengumpulan dalam arti penghafalannya adalah proses ketika Allah
Swt. menyemayamkan wahyu yang diturunkan ke dalam lubuk hati Nabi
Muhammad Saw. secara mantap, menghafal dan menghayatinya, sehingga
beliau dapat menguasai Al-Quran sebagaimana yang dimaksud Allah SWT.
kemudian beliau membacakannya kepada sejumlah sahabatnya, agar mereka
dapat pula menghafal dan memantapkannya di dalam lubuk hati mereka.
Allah SWT. berfirman dalam surat Al-Jumu’ah ayat 2:
9 Al-Qaththan, op. cit., hlm. 107-116
8
Artinya :
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di
antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan
Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Sedangkan pengumpulan Al-Qur’an yang berarti al-kitabah (menulis)
yakni perhimpunan seluruh Al-Qur’an dalam bentuk tulisan, yang
memisahkan masing-masing ayat dan surah, atau hanya mengatur susunan
ayat-ayat Al-Qur’an saja dan mengatur susunan semua ayat dan surah di
dalam beberapa shahifah yang kemudian disatukan sehingga menjadi suatu
koleksi yang merangkum semua surah yang sebelumnya telah disusun satu
demi satu. Penulisan sudah ada pada zaman Rasulullah SAW. yaitu dalam
bentuk lembaran-lembaran yang terpisah atau dalam bentuk ukiran pada
beberapa jenis benda yang dapat dijadikan sebagai alat tulis-menulis yaitu
‘usub (pelepah kurma), likhaf (batu halus berwarna putih), riqa’ (kulit), aktaf
(tulang unta) dan aktab (bantalan kayu yang biasa dipasang dipunggung
unta).10
2.3.2 Proses Penulisan Al-Qur’an
Proses penulisan Al-Qur’an (rasmu Al-Qur’an) terdiri dari beberapa
tahapan atau masa. Yaitu pada masa Nabi Muhammad SAW., masa
Khulafa’ur Rasyidin, dan pada masa setelah Khulafa’ur Rasyidin.
A. Pada Masa Nabi Muhammad Saw.
Kedatangan wahyu merupakan se/suatu yang sangat dirindukan oleh
Nabi Muhammad SAW. Sehingga kerinduan Nabi Muhammad SAW.
terhadap kedatangan wahyu tidak sengaja diekspresikan dalam bentuk
hafalan, tetapi juga dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, penulisan Al-
Qur’an pada masa Nabi Muhammad ditempuh dengan dua cara:
1. Al-Jam’u fis Sudur
10 Syahbah, op. cit., hlm. 241
9
Rasulullah amat menyukai wahyu, dan senantiasa menunggu
turunnya wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya.
Persis seperti dijanjikan Allah SWT dalam surat Al-Qiyamah ayat 17 :
Artinya:
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.”
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad Saw adalah hafiz (penghafal) Al-
Qur’an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat
dalam menghafalnya, sebagai bentuk kecintaan mereka kepada pokok
agama dan sumber risalah. Setiap kali Rasulullah menerima wahyu,
para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala.
2. Al-Jam’u fis Suthur
Selain di hafal, Rasulullah juga mengangkat para penulis wahyu Al-
Qur’an dari sahabat-sahabat terkemuka seperti Ali, Mu’awiyah, Ubay
bin Ka’b dan Zaid bin Sabit. Bila ayat turun, beliau memerintahkan
mereka menuliskan dan menunjukan tempat ayat tersebut dalam surah,
sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan didalam
hati.
Proses penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad Saw.
sangatlah sederhana. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan
berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang dan berbagai
tempat lainnya. Selain para sekretaris Rasulullah, para sahabat juga
melakukannya tanpa sepengetahuan Nabi Muhammad Saw.
Diantara faktor yang mendorong penuisan al-quran pada masa Nabi
Muhammad S.A.W adalah :
1. Memback-up hafalan yang telah dilakukan oleh nabi dan para
rasulnya
2. Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna.
bertolak dari hafalan para sahabat saja tidak cukup karena terkadang
mereka lupa atau sebagian dari mereka ada yang sudah wafat.
10
adapun tulisan tetap terpelihara walaupun tidak ditulis pada satu
tempat.11
B. Pada Masa Khulafa’ur Rasyidin
1. Pada Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Sepeningal Rasulullah Saw., istrinya `Aisyah menyimpan beberapa
naskah catatan (manuskrip) Al Quran, dan pada masa pemerintahan Abu
Bakar R.a terjadilah Jam’ul Quran yaitu pengumpulan naskah-naskah
atau manuskrip Al-Quran yang susunan surah-surahnya menurut riwayat
masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul).
Usaha pengumpulan tulisan Al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar
terjadi setelah Perang Yamamah pada tahun 12 H. Peperangan yang
bertujuan menumpas habis para pemurtad dan juga para pengikut
Musailamah Al-Kadzdzab itu ternyata telah menjadikan 70 orang sahabat
penghafal Al-Qur’an syahid. Khawatir akan hilangnya Al-Qur’an karena
para penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur dalam medan perang. Lalu
Umar bin Khattab menemui Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk
mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai sumber, baik yang tersimpan
didalam hafalan maupun tulisan.
Namun pada awalnya Abu Bakar pun tidak setuju dengan apa yang
diusulkan oleh Umar bin Khattab. Karena menurutnya, Nabi Muhammad
SAW.pun tidak pernah melakukannya. Tetapi Umar bin Khattab terus
membujuk Abu Bakar untuk melakukannya, dan akhirnya Allah SWT
membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan tersebut. Kemudian
Abu Bakar pun memerintahkan Zaid bin Sabit untuk melakukannya.
Seperti Abu Bakar sebelumnya, Zaid bin Sabit pun menolak perintah
Abu Bakar dengan alas an yang sama. Setelah terjadi musyawarah,
akhirnya Zaid bin Sabit pun setuju.
2. Pada Masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan
Pada masa pemerintahan Usman bin ‘Affan terjadi perluasan wilayah
islam di luar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat islam bukan
11 Rosihon anwar.pengantar ulumul quran.bandung:pustaka setia,2009.hlm 74.
11
hanya terdiri dari bangsa arab saja (’Ajamy). Kondisi ini tentunya
memiliki dampak positif dan negatif.
Salah satu dampaknya adalah ketika mereka membaca Al Quran,
karena bahasa asli mereka bukan bahasa arab. Fenomena ini di tangkap
dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga
sebagai panglima perang pasukan muslim yang bernama Hudzaifah bin
Al-Yaman.
Inisiatif ‘Utsman bin ‘Affan untuk menyatukan penulisan Al-Qur’an
tampaknya sangat beralasan. Betapa tidak, menurut beberapa riwayat,
perbedaan cara membaca Al-Qur’an pada saat itu sudah berada pada titik
yang menyebabkan umat Islam saling menyalahkan dan pada ujungnya
terjadi perselisihan diantara mereka.
‘Utsman bin ‘Affan memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar
adalah mushaf yang memenuhi persyaratan berikut:
1. Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad,
2. Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat tersebut tidak
diyakini dibaca kembali dihadapan Nabi Muhmmad SAW. pada saat-
saat terakhir.
3. Kronologi surat dan ayat seperti yang dikenal sekarang ini, berbeda
dengan mushaf Abu bakar yang susunan mushafnya berbeda dengan
mushaf ‘Utsman bin ‘Affan.
4. Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakupi qira’at
yang berbeda sesuai dengan lafazh-lafazh Al-Qur’an ketika turun,
5. Semua yang bukan mushaf Al-Qur’an dihilangkan.Pada masa ini, Al-
Qur’an mulai dalam tahap penyempurnaan dalam penulisannya.
Mushaf yang ditulis pada masa ‘Utsman bin ‘Affan tidak memiliki
harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu qira’at
yang tujuh. Setelah banyak orang non-Arab memeluk Islam, mereka
merasa kesulitan membaca mushaf yang tidak berharakat dan bertitik
itu. Pada masa khalifah ‘Abd Al-Malik (685-705), ketidak
memadainya mushaf ini telah dimaklumi para sarjana muslim
12
terkemuka saat itu dan pada karena itu pula penyempurnaan mulai
segera dilakukan.
C. Pada Masa Setelah Khulafa’ur Rasyidin
Pada masa ini, Al-Qur’an mulai dalam tahap penyempurnaan dalam
penulisannya. Mushaf yang ditulis pada masa ‘Utsman bin ‘Affan tidak
memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu
qira’at yang tujuh. Setelah banyak orang non-Arab memeluk Islam,
mereka merasa kesulitan membaca mushaf yang tidak berharakat dan
bertitik itu. Pada masa khalifah ‘Abd Al-Malik (685-705), ketidak
memadainya mushaf ini telah dimaklumi para sarjana muslim terkemuka
saat itu dan pada karena itu pula penyempurnaan mulai segera dilakukan.
Upaya penyempurnaan itu tidak berlangsung sekaligus, tetapi bertahap
dan dilakukan oleh setiap generasi sampai abad III H (akhir abad IX M.).
2.3.3 Pendapat tentang Rasm Al-Qur’an Menurut Para Ulama
Rasm yang bermakna “penulisan” yang dalam hal ini adalah penulisan
Al-Qur’an yang begitu terjaga, memiliki tingkat ketelitian dan kehati-hatian
yang tinggi. Rasm Al-Qur’an pertama kali dilakukan pada masa Khalifah
Utsman Bin Affan ternyata melahirkan beberapa pendapat para Ulama dalam
hal cara penulisannya. Pendapat-pendapat Ulama’ tersebut dapat
dirangkumkan sebagai berikut:
1. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasm ‘Utsmani itu bersifat
tauqifi, yakni bukan produk budaya manusia yang wajib diikuti siapa saja
ketika menulis Al-Qur’an. Mereka merujuk pada sebuah riwayat yang
menginformasikan bahwa Nabi pernah berpesan kepada Mu’awiyah, salah
seorang sekretarisnya.12
“Letakkanlah tinta. Pegang pena baik-baik. Luruskan huruf ba’.
Bedakan huruf sin. Jangan butakan huruf mim. Buat baguslah (tulisan)
Allah. Panjangkan (tulisan) Ar- Rahman dan buatlah bagus (tulisan) Ar-
Rahim. Lalu, letakkan penamu diatas telinga kirimu, karena itu akan
membuatmu lebih ingat”.
12 Al-Qaththan, op. Cit, hlm. 146-147.
13
Namun Al-Qaththani berpendapat bahwa tidak ada satu riwayat pun
dari Nabi yang bisa dijadikan alasan untuk menjadikan rasm’Utsmani
menjadi tauqifi. 13 Rasm ‘Utsmani murni merupakan kreatif panitia atas
persetujuan ‘Utsman.
Subhi Shalih juga mengatakan ketidaklogisan rasm ‘Utsmani disebut-
sebut tauqifi. Karena huruf-huruf tahajji itu status Qurannya mutawatir.
Akan tetapi, istilah rasm ‘Utsmani baru lahir pada masa pemerintahan
‘Utsman. ‘Utsman yang menyetujui penggunaan istilah itu, bukan Nabi.14
2. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa rasm ‘Utsmani bukan tauqifi,
tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui ‘Utsman dan
diterima umat, sehingga wajib diikuti dan ditaati siapa pun yang menulis
Al-Qur’an. Tidak boleh ada yang menyalahinya.
3. Sebagian dari mereka berpendapat rasm ‘Utsmani bukanlah tauqifi. Tidak
ada halangan yang menghalanginya tatkala suatu generasi sepakat
menggunakan cara tertentu untuk menulis Al-Qur’an yang berlainan
dengan rasm ‘Utsmani. Sunnah menunjukan bolehnya menuliskannya
(mushaf) dengan cara bagaimana saja yang mudah. Sebab, Rasulullah
Saw. dahulu menyuruh para Sahabat untuk menuliskan Al-Qur‘an tanpa
menjelaskan kepada mereka bentuk (tulisan) tertentu.
13 Ulum Qur’an, hal 51.14 Ash-Shalih, op. Cit, 277
14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam penulisan Al-Qur’an kita mengenal istilah Jam’u Al-Qur’an
(pengumpulan Al-qur’an) yang mempunyai dua pengertian yaitu, al-hifdzu
(menghafal) dan al-kitabah ( menulis ) yakni menulis al-qur’an pada benda-
benda yang dapat ditulis.
Seluruh Al-Qur’an telah ditulis pada zaman Rasulullah Saw.. masih hidup,
hanya belum terhimpun di dalam satu tempat. Media penulisan yang digunakan
saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun
kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang dan banyak sahabat-sahabat
yang langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.
Umar bin Khattab meminta kepada Abu Bakar sebagai khulafaur rosyidin
untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara
para sahabat dan memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator
pelaksana.
Pada masa kholifah Utsman bin Affan, mengambil kebijakan untuk
membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah)
yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang
kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang
digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan ini, seluruh mushaf yang berbeda
dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar).
3.2. Saran
Kita sebagai umat Islam seharusnya lebih giat untuk membaca dan
mengamalkan isi ajaran yang terkandung didalam Al-Qur’an. Sebagaimana
para sahabat nabi yang telah berupaya mengumpulkan, menuliskan, serta
merapihkan susunan isi Al-Qur’an namun tidak merubah satu kata pun isi
ketika awal turun kepada Nabi Muhammad Saw.. Lebih-lebih sampai kita
belajar lebih dalam lagi untuk mentadaburinya, karena sekarang sudah ada
studi yang khusus mempelajari Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an (Ilmu Al-
Qur’an).
15
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish (1996), Wawasan Al-Qur’an, Jakarta: Mizan
Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an Al-Karim, Maktabah As-Sunnah, Kairo, 1992
Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadis, 1978
Hudari Bik, Tarih Al-Tasyri’ Al- Islami, terjemahan , Rajamurah Al-Qana’ah, 1980
Mabahits fi Ulu’mul Al-Qur’an, Dar Al-Qalam. li Al-Malayyin, Bairut, 1988
Anwar Rosihon.(2009). pengantar ulumul quran, bandung: pustaka setia
16