Responsi Asfiksia 97-03

30
BAB 1 PENDAHULUAN Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. 1,2 Pada masa awal kelahiran, asfiksia biasanya didefinisikan berdasarkan nilai APGAR yang rendah, tetapi asfiksia intrauterine sering tidak diketahui gejalanya dengan hipoksia atau iskemik pada saat beberapa minggu sampai bulan sebelum kelahiran. Asfiksia pada masa awal kelahiran dihubungkan dengan nilai APGAR yang kurang dari 6 pada 1 dan 5 menit pertama setelah kelahiran. Bisa terdapat penurunan denyut jantung, kulit yang pucat, sianosis, penekanan sampai tidak tampak tanda respirasi, tonus atau reflek yang menurun atau bahkan tidak ada. Pada hasil pemeriksaan darah arteri akan tampak peningkatan P CO2 , penurunan P O2 ,dan asidosis metabolik atau respiratorik. Sistem organ lain juga bisa terganggu. 2 Etiologi asfiksia neonatus dapat juga berasal dari hipoksia pada saat masih dalam kandungan selain hipoksia karena proses persalinan maupun setelah kelahiran. Pada saat dalam kandungan, hipoksia dapat disebabkan oleh (1) Oksigenasi yang tidak adekuat dari darah maternal yang bisa didapat dari anestesi, penyakit jantung sianotik, gagal napas, atau keracunan karbon monoksida; (2) Tekanan darah maternal yang rendah yang disebabkan hipotensi 1

description

asfiksia pustaka

Transcript of Responsi Asfiksia 97-03

Page 1: Responsi Asfiksia 97-03

BAB 1

PENDAHULUAN

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara

spontan dan teratur setelah lahir.1,2 Pada masa awal kelahiran, asfiksia biasanya

didefinisikan berdasarkan nilai APGAR yang rendah, tetapi asfiksia intrauterine

sering tidak diketahui gejalanya dengan hipoksia atau iskemik pada saat beberapa

minggu sampai bulan sebelum kelahiran. Asfiksia pada masa awal kelahiran

dihubungkan dengan nilai APGAR yang kurang dari 6 pada 1 dan 5 menit pertama

setelah kelahiran. Bisa terdapat penurunan denyut jantung, kulit yang pucat, sianosis,

penekanan sampai tidak tampak tanda respirasi, tonus atau reflek yang menurun atau

bahkan tidak ada. Pada hasil pemeriksaan darah arteri akan tampak peningkatan PCO2,

penurunan PO2,dan asidosis metabolik atau respiratorik. Sistem organ lain juga bisa

terganggu.2

Etiologi asfiksia neonatus dapat juga berasal dari hipoksia pada saat masih

dalam kandungan selain hipoksia karena proses persalinan maupun setelah kelahiran.

Pada saat dalam kandungan, hipoksia dapat disebabkan oleh (1) Oksigenasi yang

tidak adekuat dari darah maternal yang bisa didapat dari anestesi, penyakit jantung

sianotik, gagal napas, atau keracunan karbon monoksida; (2) Tekanan darah maternal

yang rendah yang disebabkan hipotensi akibat komplikasi dari anestesi spinal atau

karena penekanan vena cava dan aorta oleh uterus yang matang; (3) Relaksasi uterus

yang tidak adekuat untuk mengisi plasenta karena tetani uterus yang disebabkan oleh

oksitosin yang berlebih; (4) Pemisahan plasenta yang prematur; (5) Terhambatnya

aliran darah ke umbilikal yang disebabkan penekanan umbilikal; (6) Vasokonstriksi

dari pembuluh darah uterus oleh kokain; (7) Insufisiensi plasenta karena bermacam-

macam sebab, termasuk toksemia dan postmaturitas.1

Setelah kelahiran, hipoksia dapat disebabkan oleh (1) Anemia berat yang

mengakibatkan kadar oksigen darah yang rendah yang diakibatkan oleh perdarahan

yang berat atau penyakit hemolitik; (2) Syok berat yang dapat mempengaruhi

transport oksigen ke organ-organ vital yang diakibatkan oleh infeksi, banyak

kehilangan darah, dan perdarahan intrakranial atau ekstrakranial; (3) Saturasi oksigen

1

Page 2: Responsi Asfiksia 97-03

yang rendah karena gagal napas setelah kelahiran akibat dari defek serebral, narkosis,

atau cedera; dan (4) Kegagalan oksigenasi yang diakibatkan oleh penyakit jantung

sianotik kongenital atau penyakit paru-paru.1

Dalam menentukan tingkat asfiksia bayi, cara yang paling ideal dan telah

banyak dugunakan dimana-mana adalah penilaian secara APGAR. Patokan klinis

yang dinilai adalah (1) Memperhatikan warna kulit; (2) Menghitung frekuensi denyut

jantung; (3) Menilai refleks rangsangan; (4) Menilai tonus otot; dan (5) Melihat

usaha bernafas.2

Penanganan asfiksia adalah penanganan suportif dan langsung kepada

manifestasi sistem organ. Perhatian khusus diperlukan pada status ventilasi dan

oksigenasi yang adekuat, volume darah, status hemodinamik, keseimbangan asam-

basa, dan kemungkinan infeksi. Belum ada penanganan yang efektif yang ada untuk

cedera jaringan otak, meskipun banyak obat dan prosedur telah dipelajari.1

2

Page 3: Responsi Asfiksia 97-03

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara

spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia,

hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.2,3

Berasarkan Kamus Kedokteran Dorland, asfiksia merupakan suatu kondisi yang

disebabkan oleh kurangnya oksigen dalam tubuh, yang bisa mengakibatkan

penghentian kehidupan. Berdasarkan istilah neurologi, asfiksia merupakan suatu

kondisi dimana otak menjadi sasaran hipoksia, iskemia, dan hiperkarbia, yang

disebabkan oleh edema serebral dan gangguan sirkulasi.2

2.2. Etiologi

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran

dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran

gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau

neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera

setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan

asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan

memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Chamberlain

mengemukakan bahwa asfiksia yang mungkin timbul dalam masa kehamilan dapat

dibatasi atau dicegah dengan melakukan pengawasan antenatal yang adekuat dan

melakukan koreksi sedini mungkin terhadap setiap kelainan yang terjadi. Selanjutnya

dikemukakan bahwa penghentian kehamilan dapat dipikirkan bila kelainan yang

timbul tidak dapat diatasi dan keadaan bayi telah mengijinkan. Gangguan yang timbul

pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin

dan berakhir dengan asfiksia neonatus. Keadaan ini perlu mendapat perhatian utama

agar persiapan dapat dilakukan dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan

maksimal pada saat lahir. Dengan demikian dapat diharapkan kelangsungan hidup

yang sempurna untuk bayi tanpa gejala sisa.2,4,5

3

Page 4: Responsi Asfiksia 97-03

Towell mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang

terdiri dari:

1. Faktor Ibu

Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.

Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat

analgetika atau anestesia dalam.

Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan

menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke

janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan: (a) gangguan kontraksi uterus,

misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, (b)

hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, (c) hipertensi pada penyakit

eklampsia dan lain-lain.1,2,5

2. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.

Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,

misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.1,2,5

3. Faktor Fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam

pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.

Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung,

tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-

lain.1,2,5

4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat tejadi karena beberapa hal,

yaitu: (a) Pemakaian obat anestesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara

langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, (b) Trauma yang

terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial, (c) Kelainan kongenital

pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran pernafasan,

hipoplasia paru dan lain-lain.1,2

2.3. Patofisiologi

4

Page 5: Responsi Asfiksia 97-03

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa

kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia

ringan yang bersifat sementara pada bayi (Asfiksia transien). Proses ini dianggap

sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary

gasping yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini

tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.2,6

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama

kehamilan/persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini

mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.

Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel atau tidak bergantung kepada

berat dan lamanya asfiksia. Pada percobaan binatang yang dikerjakan oleh Dawes,

ternyata bahwa asfiksia yang ditimbulkan pada binatang percobaan memperlihatkan

suatu pola klinis tertentu. Hal ini sesuai dengan observasi klinis yang tampak pada

bayi asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan periode apneu (primary apnea)

disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan memperlihatkan

usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada

penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada

dalam periode apneu kedua (secondary apnea). Pada tingkat ini di samping

bradikardia ditemukan pula penurunan tekanan darah.2,6

5

Page 6: Responsi Asfiksia 97-03

Gambar 1. Grafik perubahan yang terjadi selama asfiksia dan saat resusitasi dengan

ventilasi tekanan posotif (VTP).6

Pada grafik diatas digambarkan pula efek resusitasi pada penyelidikan tersebut.

Di samping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme dan

perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama gangguan

pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan

berlanjut, dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerobik yang berupa

glikolisis glikogen tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh, terutama pada jantung

dan hati akan berkurang. Asam organik yang terjadi akibat metabolisme ini akan

menyebabkan timbulnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi

perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya: (a)

Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung, (b)

Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan,

termasuk otot jantung, sehingga menimbulkan kelemahan jantung, (c) Pengisian

udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi

pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan demikian pula ke sistem

6

Page 7: Responsi Asfiksia 97-03

sirkulasi tubuh lainnya akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan

kardiovaskular yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan

bayi selanjutnya.

Gambar 2. Skema perubahan-perubahan yang terjadi selama proses asfiksia.2

Pada skema tersebut secara sederhana disimpulkan keadaan-keadaan pada

asfiksia yang perlu mendapat perhatian sebaiknya, yaitu: (1) Menurunnya tekanan O2

darah (PaO2), (2) Meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2), (3) Menurunnya pH

(akibat asidosis respiratorik dan metabolik), (4) Dipakainya sumber glikogen tubuh

untuk metabolisme anaerobik, (5) Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular.

Mengenal dengan tepat perubahan tersebut diatas sangat penting, karena hal itu

merupakan manifestasi daripada tingkat asfiksia yang terjadi. Tindakan yang

dilakukan pada bayi asfiksia hanya akan berhasil baik bila perubahan yang terjadi

dapat dikoreksi secara adekuat.

7

skinwhite

Time

pO2 pCO2

pHOnset ofasphyxia

Aerobic metabolism

Anaerobic metabolism

GlycolisisEspecially inHeart & liver

Pulmonary vascular resistance

lactic acid GlycogenEspecially cardiac

blood pH Metabolic acidosis

Loss ofsubstrate

PulmonaryBlood flow Cardiac intra

Cellular pH

CerebralBlood flow

Brain intra cellularpH

Clinical events

Primary gasping

Primaryapnea

Skincyanosis

Heart rateSecondary gasping

secondary apnea

Heart rate

Blood pressure

Page 8: Responsi Asfiksia 97-03

2.4. Klasifikasi

Dalam praktek, menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan

pengalaman dan observasi klinis yang cukup. Pada tahun lima puluhan digunakan

kriteria breathing time dan crying time untuk menilai keadaan bayi. Kriteria ini

kemudian ditinggalkan, karena tidak dapat memberikan informasi yang tepat pada

keadaan tertentu. Apgar mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan

keadaan bayi baru lahir. Kriteria ini ternyata berguna karena berhubungan erat

dengan perubahan keseimbangan asam-basa pada bayi. Disamping itu dapat pula

memberikan gambaran beratnya perubahan kardiovaskular yang ditemukan.2,3

Cara ini dianggap yang paling ideal dan telah banyak digunakan dimana-mana.

Patokan klinis yang dinilai ialah: (1) Memperhatikan warna kulit; (2) Menghitung

frekuensi jantung; (3) Menilai refleks rangsangan; (4) Menilai tonus otot; dan (5)

Melihat usaha bernafas. Skor APGAR ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir

lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan

penghisapan lendir dengan sempurna. Skor APGAR 1 menit ini menunjukkan

beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan

cara resusitasi. Skor APGAR perlu juga dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal

ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal.3

Tabel 1. APGAR Score.7

Features Evaluated 0 1 2Heart rate 0 <100/min >100/minRespiratory effort Apnea Weak cry Vigorous cryColour Blue Pink body, blue

extrimitiesPink all over

Muscle tone None Some extremity fleksion Arms, legs well flexed

Reflex irritability None Some motion Cry, withdrawal

Dalam mennghadapi bayi dengan asfiksia berat, penilaian cara ini kadang-

kadang membuang waktu dan dalam hal ini dianjurkan untuk menilai secara cepat :

(1) Menghitung frekuensi jantung dengan cara meraba xifisternum atau a.Umbilikalis

dan menentukan apakah jumlahnya lebih atau kurang dari 100/menit, (2) Menilai

tonus otot apakah baik/buruk, (3) Melihat warna kulit.3

8

Page 9: Responsi Asfiksia 97-03

Atas dasar pengalaman klinis di atas, asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam :2,3,7

1. Vigorous baby. Skor APGAR 7-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan

tidak memerlukan tindakan istimewa.

2. Mild-moderate asphyxia (Asfiksia sedang). Skor APGAR 4-6. Pada

pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus

otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.

3. Asfiksia berat. Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi

jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-

kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.

2.5. Diagnosis

Menurut Brann dan Schwartz, hal-hal yang mengkarakteristikkan suatu asfiksia bila

terdapat : 10

1. Asidosis (pH<7,00)

2. Nilai APGAR rendah yang menetap selama lebih dari 5 menit

3. Gejala-gejala gangguan neurologi saat baru lahir seperti kejang, hipotoni,

coma, atau HIE

4. Kegagalan multi organ saat baru lahir.

2.6. Pengobatan

Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup

bayi dan membatasi gejala sisa (Sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari.

Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.

Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :2

1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan

homeostasis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan

kemungkinan timbulnya sekuele akan meningkat.

2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/hipoksia antenatal tidak

dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia

paskanatal harus dicegah dan diatasi.

9

Page 10: Responsi Asfiksia 97-03

3. Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas

tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir.

4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan

dapat dipilih dan ditentukan secara adekuat.

Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah :2,4

1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran

pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar

oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.

2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan

usaha pernafasan lemah.

3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.

4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.

Gambar 3. Algoritma Resusitasi Bayi Baru Lahir.11

Cara resusitasi terbagi atas :

10

Page 11: Responsi Asfiksia 97-03

Tindakan Umum, meliputi :

1. Pengawasan Suhu

Bayi baru lahir secara relatif banyak kehilangan panas yang diikuti oleh

penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh ini akan mempertinggi

metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Hal ini akan

mempersulit keadaan bayi, apalagi bila bayi menderita asfiksia berat. Perlu

diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang baik segera setelah lahir. Harus

dicegah/dikurangi kehilangan panas dari kulit. Pemakaian sinar lampu yang

cukup kuat untuk pemanasan luar dapat dianjurkan dan pengeringan tubuh bayi

perlu dikerjakan untuk mengurangi evaporasi.

2. Pembersihan Jalan Nafas

Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan dari cairan amnion.

Tindakan ini harus dilakukan dengan cermat dan tidak perlu tergesa-gesa atau

kasar. Perlu diperhatikan pula saat itu bahwa letak kepala harus lebih rendah

untuk memudahkan dan melancarkan keluarnya lendir. Bila terdapat lendir kental

yang melekat di trakea dan sulit dikeluarkan dengan pengisapan biasa, dapat

digunakan laringoskop neonatal sehingga pengisapan dapat dilakukan dengan

melihat semaksimalnya, terutama pada bayi dengan kemungkinan infeksi.

Pengisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan menimbulkan penyakit seperti

spasme laring, kolaps paru atau kerusakan sel mukosa jalan nafas.

3. Rangsangan Untuk Menimbulkan Pernafasan

Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas 20 detik setelah lahir dianggap

sedikit banyak telah menderita depresi pusat pernafasan. Dalam hal ini

rangsangan terhadap bayi harus segera dikerjakan. Pada sebagian besar bayi,

penghisapan lendir dan cairan amnion yang dilakukan melalui nasofaring akan

segera menimbulkan rangsangan pernafasan. Pengaliran O2 yang cepat ke dalam

mukosa hidung dapat pula merangsang refleks pernafasan yang sensitif dalam

mukosa hidung dan faring. Bila tindakan ini tidak berhasil beberapa cara

stimulasi lain perlu dikerjakan. Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan

dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon aschilles atau

memberikan suntikan vitamin K terhadap bayi tertentu. Hindarilah pemukulan

11

Page 12: Responsi Asfiksia 97-03

didaerah bokong, atau punggung bayi untuk mencegah timbulnya perdarahan alat

dalam.2,4

Tindakan khusus

Tindakan umum yang dibicarakan diatas dilakukan pada setiap bayi baru lahir. Bila

tindakan ini tidak memperoleh hasil yang memuaskan, barulah dilakukan tindakan

khusus. Cara yang dikerjakan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada

bayi yang dimanifestasikan oleh tinggi rendahnya APGAR.

APGAR skor 1 menit 7-10

Bersihkan jalan nafas, keringkan bayi.

Observasi, tidak memerlukan tindakan khusus.

APGAR skor 1 menit 4-6

Bersihkan jalan nafas, keringkan bayi.

Beri rangsangan taktil dengan tepukan ringan pada telapak kaki bayi, atau

memijat tendon achilles (maksimum 30 detik).

Bila belum berhasil, beri O2 dengan sungkup (Ambubag) pada muka bayi

(frekuensi 20-40 kali/menit).

APGAR skor 1 menit 0-3

Jaga bayi agar tidak kedinginan.

Segera lakukan resusitasi jantung-paru-otak.

Bradikardia

Lakukan pemijatan (massage) jantung

Adrenalin 1:10.000 dosis 0,1-0,2 ml/kgBB

Kalsium glukonas i.v. dosis 50-100 mg/kgBB

Sulfas atropin i.v. dosis 0,01 mg/kgBB

Ventilasi

Sama dengan asfiksia sedang

Jika tidak berhasil, lakukan intubasi endotrakea, tekanan O2 < 30 cmH2O.

Obat tambahan

Natrium Bikarbonas: 2-3 meq/kgBB, diberikan bersama-sama dengan glukosa

10-20% dengan dosis 2-4 ml/kgBB.

Antibiotika

12

Page 13: Responsi Asfiksia 97-03

Golongan ampisilin atau aminoglikoside.6

Tabel 2. Obat-obat yang digunakan selam resusitasi neonatus.7

Drug Indication Dosage Route Effect

Epinephrine Asystole 0.01 mg/kg (0.1 mL/kg) ET, IV Heart rate Myocardial contractility Arterial pressure

Sodium bicarbonat

Metabolic acidosis (documented)

1-2 meq/kg diluted1:2 (very slowly)

IV Corrects metabolic acidosisImproves cardiac output and peripheral perfusion

Naloxone Maternal adminis-ration of opiates + apneic infant

0.1 mg/kg IV, SC, IM

Ventilatory rate

Fluids (packed red cells, normal saline, 5% albumin)

Hypovolemia 10-20 ml/kg IV slowly

Blood pressureImproves tissue perfusion

2.7. Komplikasi

Penyulit terpenting pada asfiksia neonatorum adalah: 8

Perdarahan dan sembab otak

Obstruksi usus fungsional

Oligouria, anuria

Hiperbilirubinemia

2.8. Prognosis

Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan retardasi mental, kelainan neurologis,

bahkan kematian.10

BAB III

13

Page 14: Responsi Asfiksia 97-03

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : Bayi A.A.A Wisnu Kumala Dewi

Umur : 0 hari

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Perum Dalung Permai Blok E2, No : 27, Denpasar

Tempat/Tgl Lahir : 5 April 2006

HETEROANAMNESA

Anamnesa Ibu:

Anak ini merupakan anak pertama dengan riwayat ANC (Ante Natal Care) yang

teratur. Riwayat keputihan (-), Nyeri saat BAK (-), Demam (-), Riwayat trauma

selama kehamilan disangkal. Ibu penderita lupa hari pertama haid terakhir

(HPHT).

Riwayat penyakit Ibu:

Hipertensi (-), asma (-), diabetes mellitus (-), penyakit jantung (-).

Riwayat Intranatal:.

Blood slym (+), keluar air (+) > 17 jam, perdarahan (-), gerak anak (+).

Diagnosa Ibu:

G1 P1000; UK : 34-45 minggu; T/H, Belitan tali pusat, PK I SC

Bayi :

Lahir pada tanggal 5 April 2006 pada pukul 23.51 WITA. Jenis kelamin laki-laki

dengan berat badan lahir 2600 gram, panjang badan 49 cm, LK/LD = 32/30 cm.

Anus (+), Kelainan (-). Bayi lahir melalui proses SC dan tidak langsung

menangis.

APGAR Score

14

Page 15: Responsi Asfiksia 97-03

1’ 5’ 10’A 1 1 1P 1 1 2G 0 1 2A 1 1 1R 1 1 2

4 5 6

DIAGNOSA

N-Aterm + Asfiksia Sedang + Potensial Infeksi

TERAPI

Letakkan bayi dibawah radian heater

Keringkan bayi, bersihkan jalan nafas, rangsang taktil

Rawat tali pusat

O2 2 liter/menit → 3 jam

IVFD D 10% → 8 tetes/menit

Vitamin K inj. 1 mg

Kalfoxim 2 x 150 mg i.v.

Dexamethason 2 x ¼ Amp i.v.

Abdelin 2 x 4 tts

PLANNING

DL

BS

MONITORING

Vital Sign

15

Page 16: Responsi Asfiksia 97-03

PEMERIKSAAN FISIK POST ASFIKSIA

Status present :

ATR

TGS

RR : 48 x/menit

Denyut Jantung : 148 x/menit

BB : 2600 gram

PB : 49 cm

Status general :

Kepala : Normocephali, UUB datar

Kaput succedanium (-), Cephal hematom (-),

Wajah : Tampak kebiruan

Mata : An -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor

THT : Nafas cuping hidung (+), sianosis mukosa mulut (+)

Telinga: Pinna teraba penuh, helix teraba penuh

Hidung normal

Thoraks

Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)

Po : Retraksi (-)

Bronkovesikuler +/+ Rh -/- Wh -/-

Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, H: Just palpable, L: ttb

Extremitas : Akral hangat (+), sianosis (-)

Plantar crease > ½ anterior

Kuku sampai di ujung jari

16

cukup

Page 17: Responsi Asfiksia 97-03

Pemeriksaan di Ruangan Tanggal 06 April 2006

S : Sesak nafas (-), Minum (+), BAK/BAB (+)

O : Status present :

ATR

TGS

Denyut Jantung : 142 x/menit

RR : 54 x/menit

Toax : 36,6oC

Status general :

Kepala : Normocephali, UUB datar, Wajah : Tampak kebiruan

Mata : An -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor

THT : Nafas cuping hidung (-), sianosis mukosa mulut (+)

Thoraks

Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)

Po : Retraksi (-)

Bronkovesikuler +/+ Rh -/- Wh -/-

Abdomen : Distensi (-), BU (+) N

H: just palpable, L: ttb

Extremitas : Akral hangat (+), sianosis (-)

Darah Lengkap : WBC: 15,19 K/µL RBC: 4,62 M/µL RDW: 15,6 %

Neu : 42,4 % HGB: 14,9 g/dL PLT: 422 K/µL

Lym: 45,5 % HCT: 46,6 % MPV: 9,2 fL

Mono: 9,6 % MCV: 100,9 fL LED : 10 mm/jam

Eos : 1,8 % MCH: 32,3 pg

Baso: 0,7 % MCHC: 32,0 g/dL

Kimia Darah : Glu: 78

A : N-aterm + Post Asfiksia Sedang + Potensial Infeksi

P : Kebutuhan cairan 70 cc/kgBB/hari ~ 199,5 cc/hari

IVFD D 10% 8 tetes/menit

ASI minum sedikit-sedikit

17

kuat

Page 18: Responsi Asfiksia 97-03

Pemeriksaan di Ruangan Tanggal 7 April 2006

S : Sesak nafas (-), Minum (+), BAK/BAB (+)

O : Status present :

ATR

TGS

Denyut Jantung : 132 x/menit

RR : 44 x/menit

Toax : 36,5oC

Status general :

Kepala : Normocephali, UUB datar, Wajah : Kebiruan (-)

Mata : An -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor

THT : Nafas cuping hidung (-), sianosis (-)

Thoraks

Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)

Po : Retraksi (-)

Bronkovesikuler +/+ Rh -/- Wh -/-

Abdomen : Distensi (-), BU (+) N

H : just palpable, L : ttb

Extremitas : Akral hangat (+), sianosis (-)

A : N-aterm + Post Asfiksia Sedang + Potensial Infeksi

P : Kebutuhan cairan 90 cc/kgBB/hari ~ 256,5 cc/hari

IVFD D 10% 9tetes/menit

ASI minum sedikit-sedikit

Monitoring

Vital sign

18

cukup

Page 19: Responsi Asfiksia 97-03

DAFTAR PUSTAKA

1. Theodore C.S., Charles G.B. The Fetus and the Neonatal Infant. In: Richard E.

Behrman, Robert M. Kliegman, Hal B. Jenson. Nelson Textbook of pediatrics.

17th ed. Philadelphia: Elsevier Science; 2004. p 560-67.

2. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Hasan R, dkk. Buku Kuliah 3 ilmu kesehatan

anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2002. p.1072-81.

3. Ballard RA. Newborn Stabilization and Initial Evaluation. In: Taeusch HW,

Ballard RA. Avery’s Diseases of The Newborn. Philadelphia: WB. Saunders

Company; 1998. p. 319-33.

4. Bloom RS, Cropley C. Textbook of Neonatal Resuscitation. 4th ed. California:

American Academy of Pediatrics Committee; 2003.

5. Aminullah A. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB,

Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo; 2002. hal. 709-15.

6. The Newborn Infant. In: Hoy WW, Hoyward AR, Levin MJ, Sandheimer JM.

Current Pediatric Diagnosis & Treatment. Philadelphia: The McGraw-Hill

Companies Inc; 2003. p 12-45.

7. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Essentials of Pediatrics. 4 th ed.

Philadelphia: Saunders WB; 2002.

8. Suraatmaja S, Soetjiningsih. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan

Anak RSUP Sanglah, Denpasar. Denpasar: SMF Ilmu Kesehatan Anak FK

UNUD; 2000. hal. 178-79.

9. Rudolph AM, Kame RK. Rudolph’s Fundamental of Pediatrics. 2nd ed. New

Jersey: Appleton & Lange; 1998.

10. Elsayed MH. Hypoxic-Ischemic Encephalopathy. In: Elzouki AY, Harfi HA,

Nazar H. Textbook of Clinical Pediatrics. Philadelphia: LIPPINCOTT

WILLIAMS & WILKINS; 2001. p. 251-54.

11. “ILCOR Advisory Statement : Resuscitation of the Newly Born Infant”, (2000,

September 01-Last updated), “AHA Scientific Statement”, Available :

http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full, Akses : 7 April 2006

19