Buku 2 Pedoman Sertifikasi Dosen 2008, Dikti Depdiknas Indonesia
Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An
-
Upload
rasnita-warta -
Category
Documents
-
view
65 -
download
0
Transcript of Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 1/130
BAB IBAB IPENDAHULUANPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang
dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender.
Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki
keterampilan hidup (life skills) sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan
mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani
dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
Upaya untuk membangun manusia seutuhnya sudah menjadi tekad pemerintah
sejak Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I Tahun 1969—1974, namun
selama ini pembangunan pendidikan nasional belum mencapai hasil sesuai yang
diharapkan. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) selaku penanggung jawab
sistem pendidikan nasional bertekad mewujudkan cita-cita luhur tersebut, diawali
dengan menyusun Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Pendidikan Nasional
Tahun 2000—2009 yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan JangkaMenengah Nasional (RPJMN). Renstra Depdiknas menjadi pedoman bagi semua
tingkatan pengelola pendidikan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah,
satuan pendidikan, dan masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan program
pembangunan pendidikan nasional serta mengevaluasi hasilnya.
Tahun 2005, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 tentang
RPJMN Tahun 2004–2009 yang mengamanatkan tiga misi pembangunan nasional, yaitu
(1) mewujudkan negara Indonesia yang aman dan damai; (2) mewujudkan bangsa
Indonesia yang adil dan demokratis; dan (3) mewujudkan bangsa Indonesia yang
sejahtera. Untuk mewujudkannya, bangsa kita harus menjadi bangsa yang
berkualitas, sehingga setiap warga negara mampu meningkatkan kualitas hidup,
produktivitas dan daya saing terhadap bangsa lain di era global.
Saat ini pembangunan pendidikan nasional belum mencapai hasil sesuai yang
diharapkan. Depdiknas selaku pemegang amanah pelaksanaan sistem pendidikan
nasional memiliki kewajiban untuk mewujudkan misi pembangunan tersebut. Manusia
seperti apa yang ingin dibangun? Perspektif pembangunan pendidikan tidak hanya
ditujukan untuk mengembangkan aspek intelektual saja melainkan juga watak,
1
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 2/130
moral, sosial dan fisik perserta didik, atau dengan kata lain menciptakan manusia
Indonesia seutuhnya.
Renstra Depdiknas disusun dengan mengacu pada amanat UUD 1945,
amandemen ke–4 Pasal 31 tentang Pendidikan; Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan; Undang-
Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas);
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; UU Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2004
tentang Rencana Kerja Pemerintah; PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian/Lembaga, dan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
B. Pengaitan Program dengan Kegiatan Pokok
Agar Indonesia memiliki kesiapan dalam menghadapi tantangan globalisasi dan
mampu memanfaatkan peluang yang datang, maka dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005—2025 Pemerintah mencanangkan untuk
meningkatkan kemampuan manusia bangsa ini, sehingga memiliki daya saing yang
seimbang dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) selaku badan yang
melakukan perencanaan nasional sudah menuangkan program-program Depdiknas ke
dalam 15 program (lihat Tabel 1.1). Sementara itu, Depdiknas selaku bagian dari
pemerintah yang mendapat amanat untuk melakukan pengembangan manusia dari sisi
pendidikan pun telah membuat 39 kegiatan pokok (lihat Tabel 1.1) yang pada intinya
mengacu pada tiga misi pembangunan nasional. Ke-39 kegiatan pokok dari Depdiknas
ini dapat dikelompokkan pada 15 program dari Bappenas.
2
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 3/130
Tabel 1.1 Program Penguatan Kebijakan Depdiknas dengan RPJM Bappenas
Program Bappenas Kegiatan Pokok Depdiknas
1. Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) – TK, RA, KB, TPQ
8. Perluasan akses PAUD
2. Wajib Belajar PendidikanDasar 9 Tahun – SD, MI, SMP,MTs
1. Pendanaan biaya operasional Wajar Dikdas 9 tahun2. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan wajar3. Rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan4. Perluasan akses pendidikan wajar pada jalur nonformal6. Perluasan akses SLB dan sekolah inklusif 7. Pengembangan sekolah wajar layanan khusus bagi daerah
terpencil, berpenduduk jarang dan terpencar, bencana, konflik,serta anak jalanan.
3. Pendidikan Menengah 10. Perluasan akses SMA/SMK dan SM terpadu21. Pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap
kab/kota22. Pembangunan sekolah bertaraf internasional di setiap provinsi
dan/atau kabupaten/kota
4. Pendidikan Tinggi 11. Perluasan akses PT23. Mendorong jumlah jurusan di PT yang masuk dalam 100 besar Asiadan 500 besar dunia
24. Akselerasi jumlah program studi kejuruan, vokasi, dan profesi25. a. Peningkatan jumlah dan mutu publikasi ilmiah dan HAKI25. b. Peningktan reativitas, entrepreneurship, dan kepemimpinan
mahasiswa
5. Pendidikan Nonformal 5. Perluasan akses pendidikan keaksaraan bagi penduduk usia >15 thn.9. Pendidikan kecakapan Hidup20.Perluasan pendidikan kecakapan hidup
6. Peningkatan Mutu Pendidikdan Tenaga Kependidikan
17. a. Pengembangan guru sebagai profesi17. b. Peningkatan kesejahteraan pendidik nonformal18. Pengembangan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
7. Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan
13. Peningkatan peran serta masyarakat dalam perluasan akses
SMA/SMK/SM Terpadu, SLB, dan PT14. Implementasi dan penyempurnaan SNP dan penguatan peran BSNP15. a. Pengawasan dan penjaminan mutu secara terprogram dengan
mengacu pada SNP15. b. Survei Bencmarking Mutu Pendidikan terhadap standar
internasional16. Perluasan dan peningkatan mutu akreditasi oleh BAN-SM, BAN-PNF,
dan BAN-PT
8. Manajemen PelayananPendidikan
19. Perbaikan dan pengembangan sarana dan prasarana28. Peningkatan kapasitas dan kompetensi parat pengelola pendidikan32. Penataan regulasi pengelolaan pendidikan
3
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 4/130
Program-program lainnya9. Pengembangan Budaya
Baca dan PembinaanPerpustakaan
10. Program Penelitian danPengembangan Iptek
11. Program PenguatanKelembagaan Pengarus-utamaan Gender dan Anak
12. Peningkatan Pengawasandan Akuntabilitas AparaturNegara
13. ProgramPenyelenggaraan PimpinanKenegaraan danKepemerintahan
14. Program PengelolaanSumberdaya Manusia Aparatur
15. Program PeningkatanSarana dan Prasarana
Aparatur Negara
12. Pemanfaatan TIK sebagai sarana/media pembelajaran jarak jauh26. Pemanfatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan27. Peningkatan SPI berkoordinasi dengan BPKP dan BPK29. Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat perencanaan dan
penganggaran30. Peningkatan kapasitas dan kompetensi managerial aparat31. Peningkatan ketaatan pada peraturan perundang-undangan33. Peningkatan citra publik34. Peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola pendidikan35. Pelaksanaan Inpres No.5 Tahun 2004 tentang percepatan
pemberantasan KKN36. Intensifikasi tindakan-tindakan preventif oleh Itjen37. Intensifikasi dan ekstensifikasi pemeriksaan oleh Itjen, BPKP, dan
BPK38. Penyelesaian tindak lanjut temuan-temuan pemeriksaan Itjen,
BPKP, dan BPK39. Pengembangan aplikasi SIM secara terintegrasi (Keuangan, Aset,
Kepegawaian, dan data lainnya)
Sumber: Bappenas, 2004 & Program Kebijakan Depdiknas, 2004
4
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 5/130
5
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 6/130
BAB IIBAB IIDASAR KEBIJAKAN PEMBANGUNANDASAR KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
PENDIDIKAN NASIONALPENDIDIKAN NASIONAL
A. Amanat UUD 1945, UU Nomor 20 Tahun 2003, dan RPJMN 2004-2009
Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa (1) Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara
serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; serta (5) Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-
nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
Sementara itu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsayang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bemokratis
serta bertanggung jawa. Untuk mewujudkan fungsi dan tujuan tersebut,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing,
membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sesuai dengan prinsip-prinsip
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yaitu:
1. demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa;
2. satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna,
diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat;
3. memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran;
6
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 7/130
4. mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga
masyarakat; dan
5. pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutulayanan pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut, maka ditetapkanlah tujuan pembangunan
pendidikan nasional jangka menengah sebagai berikut.
1. meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia;
2. meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi;
3. meningkatkan sensitifitas dan kemampuan ekspresi estetis;
4. meningkatkan kualitas jasmani;
5. meningkatkan pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan bagi semua warga negara secara adil, tidak diskriminatif,
dan demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-ekonomi, jenis
kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta
intelektual;
6. menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara efisien,
bermutu, dan relevan sebagai landasan yang kokoh bagi pengembangan kualitas
manusia Indonesia;
7. menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara;
8. memperluas akses pendidikan nonformal bagi penduduk laki-laki maupun
perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah, buta aksara, putus
sekolah dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang ingin
meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan;
9. meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri,
bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta
memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi
berbagai tantangan dan perubahan;
10. meningkatkan kualitas pendidikan dengan tersedianya standar pendidikan
nasional dan standar pelayanan minimal (SPM), serta meningkatkan kualifikasi
minimun dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya;
11. meningkatkan relevansi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan
melalui peningkatan hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu
pengetahuan dan teknologi oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan
penerapannya pada masyarakat;
7
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 8/130
12. menata sistem pengaturan dan pengelolaan pendidikan yang semakin efisien,
produktif, dan demokratis dalam suatu tata kelola yang baik dan akuntabel;
13. meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen pelayanan pendidikan melalui
peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta masyarakatdalam pembangunan pendidikan, serta efektivitas pelaksanaan otonomi dan
desentralisasi pendidikan termasuk otonomi keilmuan; dan
14. mempercepat pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk mewujudkan
Depdiknas yang bersih dan berwibawa;
Untuk dapat menjalankan amanat terhadap pembangunan pendidikan
nasional, maka diperlukan kejelasan arah. Untuk itu Depdiknas sudah menuangkan ke
dalam visi, misi, dan tata nilai yang harus dijalankan.
B. Visi Departemen Pendidikan Nasional
Pembangunan Indonesia di masa depan bersandar pada visi Indonesia jangka
panjang, yaitu terwujudnya negara-bangsa (nation-state) Indonesia modern yang
aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, kemerdekaan, dan persatuan berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
Dalam kerangka visi jangka panjang yang termuat dalam dokumen
”Membangun Indonesia yang Aman, Adil, dan Sejahtera” (Susilo Bambang Yudhoyonodan M. Jusuf Kalla, 2004), pembangunan Indonesia pada tahun 2005—2009 mengarah
pada (a) terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman,
bersatu, rukun, dan damai; (b) terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang
menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak asasi manusia; dan (c) terwujudnya
perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang
layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan berkelanjutan, yang
dilandasi keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
Pembangunan pendidikan nasional ke depan didasarkan pada paradigma
membangun manusia Indonesia seutuhnya, yang berfungsi sebagai subyek yang
memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan
secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu
(1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia
termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2)
kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali
dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3)
psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis,
kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
8
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 9/130
Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat
manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling
elementer di atas dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, pendidikan
seyogyanya menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensiindividu, sehingga cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai.
Selain itu, pembangunan pendidikan nasional juga diarahkan untuk
membangun karakter dan wawasan kebangsaan bagi peserta didik, yang menjadi
landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam hal ini, pemerintah
mempunyai kewajiban konstitusional untuk memberi pelayanan pendidikan yang
dapat dijangkau oleh seluruh warga negara. Oleh karena itu, upaya peningkatan
akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas merupakan mandat
yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan tujuan negara Indonesia yang
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan
kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
UUD 1945 mengamanatkan mengenai pentingnya pendidikan bagi seluruh
warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28C Ayat (1) bahwa setiap orang
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan danteknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia, dan Pasal 31 Ayat (1) bahwa setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan.
Sesuai Ketentuan Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional berkewajiban
untuk mencapai Visi Pendidikan Nasional sebagai berikut.
Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawauntuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadimanusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah.
Sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional tersebut,
Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan:
INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPETITIF
(Insan Kamil / Insan Paripurna )
9
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 10/130
Yang dimaksud dengan insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas secara
komprehensif, yang meliputi cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas
intelektual, dan cerdas kinestetis. Tabel berikut ini memberikan deskripsi yang
lengkap tentang yang dimaksud dengan insan cerdas komprehensif dan kompetitif.
Tabel 2.1.Insan Cerdas Komprehensif dan Kompetitif
Makna Insan Indonesia Cerdas Komprehensif Makna Insan Indonesia Kompetitif
Cerdasspiritual
•Beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk
menumbuhkan dan memperkuat keimanan,ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budipekerti luhur dan kepribadian unggul.
Kompetitif
• Berkepribadian
unggul dangandrung akankeunggulan
• Bersemangat juangtinggi
• Mandiri• Pantang menyerah• Pembangun dan
pembina jejaring• Bersahabat dengan
perubahan• Inovatif dan
menjadi agenperubahan
• Produktif • Sadar mutu• Berorientasi global• Pembelajar
sepanjang hayat
Cerdasemosional& sosial
•Beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk
meningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan
kehalusan dan keindahan seni dan budaya, sertakompetensi untuk mengekspresikannya.
• Beraktualisasi diri melalui interaksi sosial yang:
–membina dan memupuk hubungan timbal balik;
–demokratis;
–empatik dan simpatik;
–menjunjung tinggi hak asasi manusia;
–ceria dan percaya diri;
–menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat
dan bernegara; serta– berwawasan kebangsaan dengan kesadaran
akan hak dan kewajiban warga negara.
Cerdasintelektual
•Beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk
memperoleh kompetensi dan kemandirian dalamilmu pengetahuan dan teknologi.
•Aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif
dan imajinatif.
Cerdaskinestetis
•Beraktualisasi diri melalui olah raga untuk
mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdaya-tahan, sigap, terampil, dan trengginas.
•Aktualisasi insan adiraga.
Visi Depdiknas lebih menekankan pada pendidikan transformatif, yang
menjadikan pendidikan sebagai motor penggerak perubahan dari masyarakat
berkembang menuju masyarakat maju. Pembentukan masyarakat maju selalu diikuti
oleh proses transformasi struktural, yang menandai suatu perubahan dari masyarakat
yang potensi kemanusiannya kurang berkembang menuju masyarakat maju dan
berkembang yang mengaktualisasikan potensi kemanusiannya secara optimal. Bahkan
di era global sekarang, transformasi itu berjalan dengan sangat cepat yang kemudian
mengantarkan pada masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society ).
10
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 11/130
Di dalam masyarakat berbasis pengetahuan, peranan ilmu pengetahuan dan
teknologi sangat dominan. Masyarakat Indonesia yang indeks teknologinya masih
rendah belum secara optimal memanfaatkan Iptek sebagai penggerak utama ( prime
mover ) perubahan masyarakat. Pendidikan memfasilitasi peningkatan indeks
teknologi tersebut, namun demikian, peningkatan indeks teknologi tidak semata-
mata ditentukan oleh pendidikan, melainkan juga oleh transfer teknologi yang
biasanya menyertai investasi. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan harus sinkron
dengan kebijakan investasi.
Untuk itu, pendidikan harus terus-menerus melakukan adaptasi dan
penyesuaian dengan gerak perkembangan ilmu pengetahuan modern dan inovasi
teknologi maju, sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan zaman.
Pendidikan bertugas untuk menyiapkan peserta didik agar dapat mencapai peradaban
yang maju melalui perwujudan suasana belajar yang kondusif, aktivitas pembelajaran
yang menarik dan mencerahkan, serta proses pendidikan yang kreatif.
Pendidikan juga menciptakan kemandirian baik pada individu maupun bangsa.
Pendidikan yang menumbuhkan jiwa kemandirian menjadi sangat penting justru
ketika dunia dihadapkan pada satu sistem tunggal yang digerakkan oleh pasar bebas.
Bangsa Indonesia sulit bertahan jika tidak memiliki kemandirian karena hidupnya
semakin tergantung pada bangsa-bangsa yang lebih kuat. Selain itu, pendidikan harus
menjadi bagian dari proses perubahan bangsa menuju masyarakat madani, yakni
masyarakat demokratis, taat, hormat, dan tunduk pada hukum dan perundang-
undangan, melestarikan keseimbangan lingkungan, dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.
C. Misi Departemen Pendidikan Nasional
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Misi Pendidikan Nasional adalah:
11
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 12/130
1. mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yangbermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2. membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usiadini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3. meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkanpembentukan kepribadian yang bermoral;
4. meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusatpembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilaiberdasarkan standar nasional dan global; dan
5. memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikanberdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.
Selaras dengan Misi Pendidikan Nasional tersebut,
Depdiknas untuk tahun 2005 – 2009 menetapkan Misi sebagai berikut:
MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG MAMPU MEMBANGUN INSAN INDONESIA CERDAS
KOMPREHENSIF DAN KOMPETITIF.
Untuk mewujudkan misi tersebut, Depdiknas menetapkan beberapa strategi
dan program yang disusun berdasarkan suatu skala prioritas. Salah satu bentuk dari
prioritas tersebut adalah penggunaan dana APBN/APBD dan dana masyarakat yang
lebih ditekankan pada:
1. upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan;
2. peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan
3. peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan.
D. Tata Nilai Departemen Pendidikan Nasional
Depdiknas menyadari bahwa tata nilai yang ideal akan sangat menentukan
keberhasilan dalam melaksanakan proses pembangunan pendidikan sesuai dengan
visi dan misi yang telah ditetapkan. Penetapan tata nilai yang merupakan dasar
sekaligus pemberi arah bagi sikap dan perilaku semua pegawai dalam menjalankan
tugas sehari-hari. Selain itu, tata nilai tersebut juga akan menyatukan hati dan
pikiran seluruh pegawai dalam usaha mewujudkan visi dan misi Depdiknas.
Untuk itu, Depdiknas telah mengidentifikasi nilai-nilai yang harus dimiliki oleh
setiap pegawai (input values), nilai-nilai dalam melakukan pekerjaan ( process values)
serta nilai-nilai-nilai yang akan ditangkap oleh pemangku kepentingan (stakeholders)
pendidikan antara lain Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pegawai,
donatur, dunia pendidikan, dan masyarakat. Nilai masukan yang tepat akan
mengantisipasi karakteristik calon pegawai Depdiknas. Nilai masukan selanjutnya
12
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 13/130
akan menjalankan nilai proses dengan baik dalam manajemen organisasi untuk
meningkatkan mutu interaksi antar manusia di dalam struktur organisasi Depdiknas.
Selanjutnya nilai input dan nilai proses akan menghasilkan nilai keluaran yang akan
memfokuskan Depdiknas pada hal-hal yang diharapkan dalam mencapai visi dan misiyang telah ditetapkan dengan lebih baik.
Grafik 2.1Tata Nilai Depdiknas
INPUT VALUES PROCESS VALUES OUTPUT VALUESNilai-nilai yang dapat ditemukan
dalam diri setiap pegawai DepdiknasNilai-nilai yang harus diperhatikan dalam
bekerja di Depdiknas, dalam rangka mencapaidan mempertahankan kondisi keunggulan
Nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh merekayang berkepentingan terhadap Depdiknas
PEGAWAIDEPDIKNAS
KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN YANGPRIMA
PEMERATAAN & PENYELENGGARAANPENDIDIKAN YANG BERMUTU
1. Amanah 1. Visioner dan Berwawasan 1. Produktif (Efektif dan Efisien)
2. Profesional 2. Menjadi Teladan2. Gandrung Mutu Tinggi (ServiceExcellence)
3. Antusias danBermotivasi Tinggi
3. Memotivasi (Motivating) 3. Dapat Dipercaya (Andal)
4. Bertanggung Jawab
dan Mandiri4. Mengilhami (Inspiring) 4. Responsif dan Aspiratif
5. Kreatif 5. Memberdayakan (Em powering) 5. Antisipatif dan Inovatif
6. Disiplin 6. Membudayakan (Culture-
forming)
6. Demokratis, Berkeadilan, dan
Inklusif
7. Peduli dan Menghargai Orang
Lain
8. Belajar SepanjangHayat
7. Taat Azas
8. Koordinatif dan Bersinergidalam Kerangka KerjaTim
9. Akuntabel
Nilai-nilai masukan (input values), yakni nilai-nilai yang dibutuhkan dalam diri setiap
pegawai Depdiknas dalam rangka mencapai keunggulan, yang meliputi:
• Amanah
Memiliki integritas, bersikap jujur dan mampu mengemban kepercayaan.
• Profesional
Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai serta memahamibagaimana mengimplementasikannya.
• Antusias dan bermotivasi tinggi
Menunjukkan rasa ingin tahu, semangat berdedikasi serta berorientasi padahasil.
• Bertanggung jawab dan mandiri
Memahami resiko pekerjaan dan berkomitmen untuk mempertanggung-jawabkanhasil kerjanya serta tidak tergantung kepada pihak lain.
• Kreatif
13
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 14/130
Memiliki pola pikir, cara pandang, dan pendekatan yang variatif terhadap setiappermasalahan.
• DisiplinTaat pada tata tertib dan aturan yang ada serta mampu mengajak orang lainuntuk bersikap yang sama.
• Peduli dan menghargai orang lain
Menyadari dan mau memahami serta memperhatikan kebutuhan dankepentingan pihak lain.
• Belajar sepanjang hayat
Berkeinginan dan berusaha untuk selalu menambah dan memperluas wawasan,
pengetahuan dan pengalaman serta mampu mengambil hikmah dan mejadikan
pelajaran atas setiap kejadian.
Nilai-nilai proses ( process values), yakni nilai-nilai yang harus diperhatikan
dalam bekerja di Depdiknas, dalam rangka mencapai dan mempertahankan kondisi
yang diinginkan, yang meliputi:
• Visioner dan berwawasan
Bekerja berlandaskan pengetahuan dan informasi yang luas serta wawasan yangjauh ke depan.
• Menjadi teladan
Berinisiatif untuk memulai dari diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang baiksehingga menjadi contoh bagi pihak lain.
• Memotivasi (motivating)
Memberikan dorongan dan semangat bagi pihak lain untuk berusaha mencapaitujuan bersama.
• Mengilhami (inspiring)
Memberikan inspirasi dan memberikan dorongan agar pihak lain tergerak untukmenghasilkan karya terbaiknya.
• Memberdayakan (empowering)
Memberikan kesempatan dan mengoptimalkan daya usaha pihak lain sesuaikemampuannya.
• Membudayakan (culture-forming)
Menjadi motor dan penggerak dalam pengembangan masyarakat menuju kondisiyang lebih berbudaya.
• Taat azas
Mematuhi tata tertib, prosedur kerja, dan peraturan perundang-undangan.
14
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 15/130
• Koordinatif dan bersinergi dalam kerangka kerja tim
Bekerja bersama berdasarkan komitmen, kepercayaan, keterbukaan, salingmenghargai, dan partisipasi aktif bagi kepentingan Depdiknas.
• Akuntabel
Bekerja secara terukur dengan prinsip yang standar serta memberikan hasilkerja yang dapat dipertanggungjawabkan.
Nilai-nilai keluaran (output values), yakni nilai-nilai yang diperhatikan oleh para
stakeholders (Pemerintah, DPR, pegawai, donatur, dunia pendidikan, dan masyarakat
lainnya), yang meliputi:
• Produktif (efektif dan efisien)
Memberikan hasil kerja yang baik dalam jumlah yang optimal melalui
pelaksanaan kerja yang efektif dan efisien.
• Gandrung mutu tinggi/service excellence
Menghasilkan dan memberikan hanya yang terbaik.
• Dapat dipercaya (andal)
Mampu mengemban kepercayaan dan memberikan bukti berupa hasil kerja
dalam usaha pencapaian visi dan misi Depdiknas.
• Responsif dan aspiratif
Peka dan mampu dengan segera menindaklanjuti tuntutan yang selalu berubah.
• Antisipatif dan inovatif
Mampu memprediksi dan tanggap terhadap perubahan yang akan terjadi, serta
menghasilkan gagasan dan pengembangan baru.
• Demokratis, berkeadilan, dan inklusif
Terbuka atas kritik dan masukan serta mampu bersikap adil dan merata.
15
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 16/130
BAB IIIBAB IIIANALISIS SITUASIANALISIS SITUASI
Pokok-pokok kebijakan strategis, program, sasaran, serta strategi pelaksanaan
pembangunan pendidikan yang dirancang dalam Renstra 2005-2009 disusun dengan
mempertimbangkan keadaan dan tantangan dalam lingkungan strategis agar sasaran
lima tahun ke depan lebih realistis dan konsisten dengan prinsip-prinsip pengelolaan
pendidikan yang efisien, efektif, akuntabel, dan demokratis. Analisis lingkungan
strategis yang dikaji dalam Bab ini dapat dilihat baik dari tantangan internal maupun
eksternal. Analisis situasi menelaah keberhasilan dan masalah-masalah yang
dikelompokkan ke dalam tema-tema pokok kebijakan pendidikan, yaitu:
1. pemerataan dan perluasan akses pendidikan;2. peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan
3. peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan.
A. Perspektif Pembangunan Pendidikan Jangka Menengah
Pembangunan pendidikan nasional tidak dapat lepas dari perkembangan
lingkungan strategis, baik nasional maupun global. Pendidikan harus dibangun dalam
keterkaitannya secara fungsional dengan berbagai bidang kehidupan yang memiliki
persoalan dan tantangan yang semakin kompleks. Dalam dimensi sektoral tersebut,pembangunan pendidikan tidak cukup hanya berorientasi pada SDM dalam rangka
menyiapkan tenaga kerja.
Dalam lima tahun ke depan, pembangunan pendidikan nasional harus dilihat
dalam perspektif pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam perspektif
demikian, pendidikan harus lebih berperan dalam membangun seluruh potensi
manusia agar menjadi subyek yang berkembang secara optimal dan bermanfaat bagi
masyarakat dan pembangunan nasional. Potensi manusia Indonesia yang
dikembangkan melalui: (1) Olah hati untuk memperteguh keimanan dan
ketakwaan, meningkatkan akhlak mulia, budi pekerti, atau moral, membentukkepribadian unggul, membangun kepemimpinan dan entrepreneurship; (2)
Olah pikir untuk membangun kompetensi dan kemadirian ilmu pengetahuan
dan teknologi; (3) Olah rasa untuk meningkatkan sensitifitas, daya apresiasi,
daya kreasi, serta daya ekspresi seni dan budaya; dan (4) Olah raga untuk
meningkatkan kesehatan, kebugaran, daya tahan, dan kesigapan fisik serta
keterampilan kinestetis.
16
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 17/130
1. Perspektif Makro Pembangunan Pendidikan Nasional
Pembangunan pendidikan nasional adalah suatu usaha yang bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern.
Pembangunan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya menyeluruh dan
sungguh-sungguh untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan
dalam membangun pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian
tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dalam konteks demikian,
pembangunan pendidikan itu mencakup berbagai dimensi yang sangat luas yang
meliputi dimensi sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Dalam perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insan-insan terpelajar
yang mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di dalam
masyarakat. Pendidikan menjadi faktor determinan dalam mendorong percepatanmobilitas masyarakat, yang mengarah pada pembentukan formasi sosial baru.
Formasi sosial baru ini terdiri atas lapisan masyarakat kelas menengah terdidik, yang
menjadi elemen penting dalam memperkuat daya rekat sosial (social cohesion).
Pendidikan yang melahirkan lapisan masyarakat terdidik itu menjadi kekuatan
perekat yang menautkan unit-unit sosial di dalam masyarakat: keluarga, komunitas,
perkumpulan masyarakat, dan organisasi sosial yang kemudian menjelma dalam
bentuk organisasi besar berupa lembaga negara. Dengan demikian, pendidikan dapat
memberikan sumbangan penting pada upaya memantapkan integrasi sosial.
Dalam perspektif budaya, pendidikan merupakan wahana penting dan medium
yang efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan
etos di kalangan warga masyarakat. Pendidikan juga dapat menjadi instrumen untuk
memupuk kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional, dan memantapkan
jati diri bangsa. Bahkan peran pendidikan menjadi lebih penting lagi ketika arus
globalisasi demikian kuat, yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya yang
acapkali bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam
konteks ini, pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk membangun kesadaran
kolektif (collective conscience) sebagai warga bangsa dan mengukuhkan ikatan-ikatan
sosial, dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, dan agama,
sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.
Dalam perspektif ekonomi, pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia
yang andal untuk menjadi subyek penggerak pembangunan ekonomi nasional. Oleh
karena itu, pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan bermutu yang
memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keterampilan teknis
dan kecakapan hidup yang memadai. Pendidikan juga harus dapat menghasilkan
tenaga-tenaga profesional yang memiliki kemampuan kewirausahaan, yang menjadi
salah satu pilar utama aktivitas perekonomian nasional. Bahkan peran pendidikan
17
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 18/130
menjadi sangat penting dan strategis untuk meningkatkan daya saing nasional dan
membangun kemandirian bangsa, yang menjadi prasyarat mutlak dalam memasuki
persaingan antar bangsa di era global.
Di era global sekarang ini, berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan
knowledge-based economy (KBE ), yang mensyaratkan dukungan manusia berkualitas.
Karena itu, pendidikan mutlak diperlukan guna menopang pengembangan ekonomi
berbasis pengetahuan – education for the knowledge economy (EKE ). Dalam konteks
ini, lembaga pendidikan harus pula berfungsi sebagai pusat penelitian dan
pengembangan, yang menghasilkan produk-produk riset unggulan yang mendukung
KBE . Ketersediaan manusia bermutu yang menguasai Iptek sangat menentukan
kemampuan bangsa dalam memasuki kompetensi global dan ekonomi pasar bebas,
yang menuntut daya saing tinggi. Dengan demikian, pendidikan diharapkan dapat
mengantarkan bangsa Indonesia meraih keunggulan dalam persaingan global.
Dalam perspektif politik, pendidikan harus mampu mengembangkan kapasitas
individu untuk menjadi warga negara yang baik ( good citizens), yang memiliki
kesadaran akan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat ,
berbangsa, dan bernegara. Karena itu, pendidikan harus dapat melahirkan individu
yang memiliki visi dan idealisme untuk membangun kekuatan bersama sebagai
bangsa. Visi dan idealisme itu haruslah merujuk dan bersumber pada paham ideologi
nasional, yang dianut oleh seluruh komponen bangsa. Dalam jangka panjang,
pendidikan niscaya akan melahirkan lapisan masyarakat terpelajar yang kemudianmembentuk critical mass, yang menjadi elemen pokok dalam upaya membangun
masyarakat madani. Dengan demikian, pendidikan merupakan usaha besar untuk
meletakkan landasan sosial yang kokoh bagi terciptanya masyarakat demokratis, yang
bertumpu pada golongan masyarakat kelas menengah terdidik yang menjadi pilar
utama civil society , yang menjadi salah satu tiang penyangga bagi upaya perwujudan
pembangunan masyarakat demokratis.
Dalam lima tahun mendatang, pembangunan pendidikan nasional dihadapkan
pada berbagai tantangan serius, terutama dalam upaya meningkatkan kinerja yang
mencakup (a) pemerataan dan perluasan akses; (b) peningkatan mutu, relevansi, dan
daya saing; (c) penataan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik; dan (d)
peningkatan pembiayaan. Dalam upaya meningkatkan kinerja pendidikan nasional,
diperlukan suatu reformasi menyeluruh yang telah dimulai dengan kebijakan
desentralisasi dan otonomi pendidikan sebagai bagian dari reformasi politik
pemerintahan. Reformasi politik pemerintahan ini ditandai dengan perubahan radikal
tata kepemerintahan dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik, dengan
memberikan otonomi yang luas kepada daerah yang diatur dengan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diatur kembali dengan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pendidikan yang semula menjadi
18
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 19/130
kewenangan pemerintah pusat kemudian dialihkan menjadi kewenangan pemerintah
daerah. Pengelolaan pendidikan yang menjadi wewenang pemerintah daerah ini
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pendidikan,
sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerja pendidikan nasional.
Dalam era otonomi dan desentralisasi, sistem pendidikan nasional dituntut
untuk melakukan berbagai perubahan, penyesuaian, dan pembaruan dalam rangka
mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis, yang memberi perhatian pada
keberagaman dan mendorong partisipasi masyarakat, tanpa kehilangan wawasan
nasional. Dalam konteks ini, pemerintah bersama dengan DPR-RI telah menyusun
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai
perwujudan tekad dalam melakukan reformasi pendidikan untuk menjawab berbagai
tantangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di era
persaingan global.
2. Pendidikan dan Komitmen Global
Renstra Depdiknas Tahun 2005-2009 dalam rangka komitmen global diarahkan
guna mempercepat sasaran Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on The Rights of the
Child ) yang menyatakan: ”Setiap negara di dunia melindungi dan melaksanakan hak-
hak anak tentang pendidikan dengan mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar
bagi semua secara bebas” (Artikel 28) dan konvensi mengenai hak azasi manusia
(HAM) yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus
bebas biaya, setidaknya pada pendidikan dasar (Dikdas). Pendidikan dasar harus
bersifat wajib. Pendidikan teknik dan profesi harus tersedia secara umum dan
pendidikan yang lebih tinggi harus sama-sama dapat dimasuki semua orang
berdasarkan kemampuan” (Deklarasi HAM, Artikel 26). Hal ini sejalan degan
pencapaian sasaran pembangunan yang disepakati dalam Kerangka Aksi Dakar
mengenai Pendidikan Untuk Semua (PUS) atau Education for All (EFA).
Dalam sasaran Konvensi Hak-Hak Anak dan PUS, Pemerintah telah menetapkan
kebijakan dasar dan program nasional bagi anak Indonesia (PNBAI) tahun 2015, yaitu
mewujudkan anak yang cerdas/ceria dan berakhlak mulia melalui upaya perluasanaksesibilitas, peningkatan kualitas dan efisiensi pendidikan, serta partisipasi
masyarakat. Karena itu, kebijakan pendidikan perlu mengakomodasikan hak-hak anak
dan kebutuhan anak termasuk juga mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Dalam memenuhi komitmen internasional di bidang pendidikan, Pemerintah
melakukan perbaikan indikator kinerja PUS, dengan menekankan pada peran
masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Namun, upaya inovatif sangat diperlukan untuk mempercepat kemajuan, khususnya
untuk menjamin penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun terutama bagi
19
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 20/130
siswa yang berasal dari keluarga miskin yang belum memperoleh kesempatan belajar,
serta penuntasan buta aksara sebagai salah satu indikator penting dalam
meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia.
Terkait dengan isu gender, ditetapkan pemihakan kebijakan dan disusun
program-program pendidikan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
Renstra menyusun strategi dalam mengurangi berbagai kendala yang menghambat
partisipasi perempuan atau laki-laki untuk memperoleh kesempatan belajar pada
semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Dalam menjalankan misi pemerataan dan
perluasan kesempatan belajar pada Dikdas, dibuka peluang yang sebesar-besarnya
bagi laki-laki dan perempuan agar dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan
berikutnya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi mereka secara optimal dan
seimbang. Kebijakan menghapus berbagai kesenjangan gender pada berbagai tingkat
pendidikan ini telah mulai diwujudkan melalui program pengarusutamaan gender
(PUG) sebagai salah satu komitmen Pemerintah dalam mencapai tujuan
pembangunan milenium, di samping penuntasan wajib belajar 9 tahun yang bermutu
dan bebas dari biaya.
Selain terkait dengan gender, kebijakan pendidikan nasional perlu juga
dikaitkan dengan pemihakan terhadap warga negara miskin yang mengalami
hambatan dalam mengakses pendidikan, terutama bagi warga negara miskin yang
berpotensi dan berkecerdasan istimewa perlu memperoleh beasiswa dan fasilitas
lainnya, tanpa mengalami hambatan ekonomi secara berarti. Demikian pula, bagiwarga negara yang memiliki kelainan khusus dan hambatan fisik dapat memperoleh
layanan pendidikan yang bermutu sehingga mereka dapat mengembangkan
potensinya secara optimal.
Sistem perdagangan dunia akan memberikan peluang dan tantangan dalam
meningkatkan mutu pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Indonesia berkomitmen
pada terbukanya perdagangan dunia/WTO, termasuk dalam perdagangan jasa atau
general agreement on trade in services (GATS) dan bidang pendidikan, khususnya
nonformal, sebagai salah satu sektor yang terkait dalam GATS dimaksud.
Berkaitan dengan komitmen global, Renstra Depdiknas Tahun 2005-2009 juga
ditujukan dalam rangka pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan. Pada
era global pendidikan hendaknya mempertimbangkan(1) informasi dan kesadaran; (2)
sistem pengetahuan; (3) perlindungan dan manajemen lingkungan; (4) perdamaian
dan keadilan; (5) keadaan setempat lokal; (6) transformasi; (7) keragaman budaya
dan pemahaman lintas budaya; (8) tema-tema, isu-isu lintas sektoral; (9) kesehatan;
(10) pendidikan lingkungan, dan (11) kemitraan.
Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, Renstra Depdiknas menekankan
strategi perluasan kesempatan pendidikan dan pelatihan bagi penduduk usia muda
20
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 21/130
yang masuk dalam kelompok pencari kerja, pekerja upah rendah serta penduduk
kurang produktif yang jumlahnya masih cukup besar. Dalam perspektif pendidikan,
masalah-masalah tersebut terjadi sebagai akibat dari tingginya angka putus sekolah,
terbatasnya akses ke pendidikan dan pelatihan bagi lulusan terutama dari kalanganmasyarakat miskin, serta kurang efektifnya pendidikan kewarganegaraan dan
pendidikan kecakapan hidup.
B. Akses Pendidikan
Indeks pembangunan manusia menunjukkan peringkat Indonesia yang
mengalami penurunan sejak 1995, yaitu peringkat ke-104 pada tahun 1995, ke-109
pada tahun 2000, ke-110 pada tahun 2002, ke 112 pada tahun 2003, dan sedikit
membaik pada peringkat ke-111 pada tahun 2004 dan peringkat ke-110 pada tahun
2005. Penurunan indeks ini lebih banyak disebabkan oleh indikator penurunan kinerja
perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997.
Sampai dengan tahun 2004 rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun
ke atas baru mencapai 7,2 tahun. Sementara itu, angka melek aksara penduduk usia
15 tahun ke atas sekitar 90,45%. (Susenas, BPS 2004). Oleh karena itu, kebijakan
pendidikan dalam peningkatan angka melek aksara, serta akselerasi pemerataan dan
perluasan akses pendidikan yang bermutu perlu lebih diintensifkan agar dapat
meningkatkan kembali IPM Indonesia paling tidak ke posisi sebelum krisis. Kondisi
tersebut belum memadai untuk hidup mandiri maupun menghadapi persainganglobal, serta belum mencukupi pula sebagai landasan pengembangan ekonomi
berbasis pengetahuan.
Akses anak usia dini terhadap layanan pendidikan dan perawatan melalui
pendidikan anak usia dini (PAUD) masih terbatas dan tidak merata. Dari sekitar 28,2
juta anak usia 0-6 tahun, yang memperoleh layanan PAUD adalah baru 7,2 juta
(25,3%). Untuk anak usia 5-6 tahun yang jumlahnya sekitar 8,14 juta anak, baru
sekitar 2,63 juta anak (atau sekitar 32,36%) yang memperoleh layanan pendidikan di
TK. Di antara anak-anak yang memperoleh kesempatan PAUD tersebut, pada
umumnya berasal dari keluarga mampu di daerah perkotaan. Hal ini sekaligus
menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin dan anak-anak perdesaan belum
memperoleh kesempatan PAUD secara proporsional.
Angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7-12 tahun dan usia 13-15 tahun
sudah mencapai 96,8% dan 83,5%. Hal tersebut menunjukkan masih terdapat sekitar
3,2% anak usia 7-12 tahun dan sekitar 16,5% anak usia 13-15 tahun yang tidak
bersekolah, baik karena belum pernah sekolah, putus sekolah, atau tidak
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (BPS, 2004). Data BPS tahun sebelumnya,
menjelaskan bahwa sebagian besar (76%) keluarga menyatakan penyebab utama anak
21
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 22/130
putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah adalah karena alasan ekonomi, yang
bervariasi dari tidak memiliki biaya sekolah (67,0%) serta harus bekerja dan mencari
nafkah (8,7%).
Tuntutan atas perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada jenjang
pendidikan dasar, sebagai dampak Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun,
mengakibatkan semakin bertambahnya partisipasi pada pendidikan menengah.
Sampai dengan tahun 2004, APS penduduk usia 16-18 tahun sudah mencapai 53,5%.
Meningkatnya partisipasi pendidikan menengah tersebut juga akan menimbulkan
tekanan baik pada penyediaan kesempatan belajar di pendidikan tinggi maupun pada
upaya peningkatan mutu dan relevansi pendidikan menengah agar para lulusannya
dapat memperoleh pekerjaan yang layak. Pada pendidikan tinggi (PT), partisipasi
jumlah penduduk usia 19-24 tahun yang memperoleh kesempatan belajar di PT masih
relatif kecil. Pada tahun 2004, APK perguruan tinggi mencapai 14,62%.
Perluasan dan pemerataan pendidikan juga memberi tuntutan pada
peningkatan pemerataan memperoleh pendidikan bagi siswa lulusan SD/MI yang
karena kendala tertentu tidak dapat mengikuti pendidikan SMP/MTs reguler,
disediakan pendidikan alternatif antara lain melalui SMP Terbuka. Pada tahun
2004/2005, jumlah siswa mencapai 330.000 anak yang tersebar di 2.870 SMP
Terbuka. Peningkatan pemerataan dan perluasan pendidikan dapat ditempuh dengan
memberikan layanan pendidikan khusus yang memadai bagi anak-anak berkebutuhan
khusus. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004/2005, jumlah anak berkebutuhankhusus sekitar 1,5 juta orang lebih tetapi yang mendapat pelayanan pendidikan
khusus baru sekitar 60.000 anak atau sekitar 4%.
Warga negara, baik pada usia sekolah maupun yang telah lewat usia sekolah,
yang tidak dapat bersekolah karena persoalan keterbatasan sosial, ekonomi, waktu,
kesempatan, geografi, disediakan program pendidikan kesetaraan, melalui Paket A
dan B. Pada tahun 2000, jumlah peserta Program Paket A 50.000 orang dan B sekitar
dan 190.000 orang, pada tahun 2004 meningkat menjadi sekitar 76.000 orang untuk
Program Paket A dan 351.000 orang untuk Program Paket B. Program pendidikan
kesetaraan ini dapat dilaksanakan di berbagai tempat yang sudah ada, baik milik
pemerintah, masyarakat maupun pribadi. Program kesetaraan dapat dilaksanakan di
berbagai tempat, seperti gedung sekolah, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM),
rumah ibadah, pusat-pusat majlis taklim, balai desa, kantor organisasi-organisasi
kemasyarakatan, rumah penduduk dan tempat-tempat lain yang layak.
22
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 23/130
Apabila dilihat dari
partisipasi pendidikan antara
kelompok masyarakat, data
menunjukkan masih terdapatkesenjangan antara penduduk
kaya dan miskin, kota dan desa,
laki-laki dan perempuan, dan
antarwilayah. Kesenjangan
kelompok penduduk kaya dan
miskin pada jenjang SD/MI relatif
kecil apabila dibandingkan
dengan jenjang SMP/MTs, SMA/
MA, dan SMK/MAK. APS penduduk
usia 7—12 tahun dari kelompok
perlimaan terkaya sekitar 98,7% dan APS kelompok termiskin sudah mencapai 94,0%.
Sementara itu, APS penduduk 13—15 tahun dari kelompok perlimaan terkaya sudah
mencapai 94,6%, sedangkan APS kelompok perlimaan termiskin mencapai 70.9%.
Kesenjangan yang lebih besar terjadi pada kelompok usia 16—18 tahun dengan
kesenjangan APS antara kelompok perlimaan terkaya dan termiskin yang sangat
lebar, yaitu antara 76,1% dan 32,7%.
Apabila dilihat dari angka partisipasi murni (APM), pada jenjang SD/MI
kesenjangan pendidikan antara kelompok penduduk perlimaan terkaya dan termiskinmakin menunjukkan perbedaan yang relatif kecil (grafik 3.1). Pada tahun 2004, APM
SD/MI pada kelompok perlimaan terkaya sekitar 92,2% sementara pada kelompok
perlimaan termiskin sekitar 92,0%.
Pada grafik 3.2 menunjukkan
bahwa ada kecenderungan
meningkatnya APM SMP/MTs pada
kelompok perlimaan termiskin hingga
tahun 2002, namun kemudian mulai
menunjukkan penurunan APM
sehingga menjadi sekitar 47,2% dan
kemudian meningkat lagi menjadi
50% pada tahun 2004. Hal ini
berbeda dibanding dengan APM
kelompok perlimaan terkaya yang
makin menunjukkan kecenderungan
terus meningkat, hingga pada tahun 2004 APM pada kelompok ini sekitar 76,6%, yang
mengakibatkan kesenjangan akses SMP/MTs semakin melebar.
23
Grafik 3.2Perkembangan APM SMP/MTs
Menurut Kelompok PengeluaranKeluarga
100
Grafik 3.1Perkembangan APM SD/MI
Menurut Kelompok Pengeluaran Keluarga
95
p e r s e n
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 24/130
Grafik 3.4Analisa Kohort Murid SD Sampai SM
Menurut Kelompok PengeluaranKeluarga
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 kelas
persen
perlimaan termiskin
perlimaan terkaya
perlimaan termiskin kedua
Perbedaan akses
pendidikan untuk jenjang SM/MA
pada kelompok perlimaan terkaya
dan termiskin tampak semakintinggi sejak tahun 2003 (Grafik
3.3). Pada tahun tersebut, APM
SM/MA kelompok terkaya yaitu
64,3%, sementara untuk kelompok
perlimaan termiskin adalah 18,2%.
Hal ini berbeda pada tahun
sebelumnya, dimana persentase
untuk kelompok termiskin sudah
mencapai 23,1%. Oleh karenanya,
perluasan akses terhadap
pendidikan menengah bagi kelompok masyarakat miskin, tidak hanya penting untuk
mewujudkan akses yang lebih merata, tetapi juga berdampak pada perluasan akses
secara agregat.
Pada grafik 3.4, perbedaan partisipasi pendidikan antara kelompok
pengeluaran keluarga pada semua jenjang pendidikan menjadi terlihat. Pada jenjang
pendidikan SD/MI, tampak bahwa
kesenjangan pendidikan antara
kelompok perlimaan termiskin danterkaya dalam angka partisipasi
kasar (APK) relatif kecil. Pada kelas
awal SD/MI (kelas 1—3) tampak
perbedaan tersebut tidak ada,
namun pada kelas akhir perbedaan
partisipasi pendidikan makin tampak
meskipun tidak terlalu besar.
Apabila kita amati jenjang SMP/MTs
dan SM/MA, perbedaan partisipasipendidikan terlihat makin melebar.
Apabila dilihat dari APS, APK,
dan APM pada tahun 2004, dapat
dikemukakan bahwa secara nasional relatif tidak ada kesenjangan gender yang
signifikan pada tingkat SD/MI. Kesenjangan pendidikan justru terjadi antara daerah
perkotaan dengan perdesaan. Hal ini menunjukkan bahwa sampai tahun 2004,
kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses pendidikan
pada tingkat SD/MI bisa dikatakan sudah tidak ada lagi. Kondisi ini bisa tercapai
24
Grafik 3.3Perkembangan APM SM/MA
Menurut Kelompok Pengeluaran Keluarga
100
p e r s e n
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 25/130
karena adanya Program Wajib Belajar SD, sehingga ketersediaan dan pemerataan
fasilitas pendidikan relatif tersebar merata di seluruh pelosok tanah air.
Pada jenjang SMP/MTs, secara nasional kesenjangan gender dalam pendidikan
justru terjadi terhadap laki-laki sekitar 2—3%. Hasil program wajib belajar telah
memberi dampak pada meningkatnya partisipasi perempuan terutama di daerah
perdesaan. Gejala kesenjangan gender terhadap laki-laki pada daerah perdesaan ini
lebih karena faktor pragmatis, yaitu ekonomi keluarga di perdesaan agar anak laki-laki
segera dapat bekerja untuk membantu memperoleh pendapatan keluarga, sementara
anak perempuan tidak mendapat tanggung jawab untuk membantu perolehan
pendapatan keluarga.
Secara nasional, khususnya di wilayah perdesaan tidak terjadi kesenjangan
gender yang signifikan pada jenjang pendidikan SM/MA. Kesenjangan genderterhadap perempuan justru terjadi di wilayah perkotaan yaitu sekitar 2—3%. Hal ini
terjadi karena pengaruh nilai-nilai sosial-budaya yang tumbuh dan berkembang serta
diyakini oleh kebanyakan masyarakat. Pada umumnya masyarakat beranggapan
bahwa laki-laki adalah penopang ekonomi keluarga dan oleh karena itu lebih penting
untuk diberikan kesempatan pendidikan yang setinggi-tingginya dibanding perempuan
yang dianggap lebih berperan di lingkungan keluarga. Sehingga apabila keluarga
dihadapkan pada suatu keadaan, mereka lebih memilih untuk menyekolahkan anak
laki-laki daripada anak perempuan.
Untuk PT, terjadi kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan
walaupun angkanya tidak terlalu besar, yaitu sekitar 1—2%. Hal ini juga terjadi pada
daerah perdesaan, dimana kesenjangan gender pada tingkat ini relatif kecil. Justru,
kesenjangan gender terhadap perempuan terjadi di daerah perkotaan yaitu sekitar
2%. Seperti halnya dalam gejala kesenjangan gender pada tingkat SM/MA di daerah
perkotaan, gejala kesenjangan gender di tingkat PT juga dipengaruhi faktor sosial-
budaya dimana masyarakat beranggapan bahwa laki-laki dianggap lebih penting
memperoleh pendidikan yang tinggi dibanding perempuan. Faktor nilai sosial-budaya
tersebut juga berkaitan dengan faktor ekonomi yang menyangkut ketersediaan biaya
pendidikan yang terbatas dan membutuhkan pilihan dalam penyediaan kesempatan
pendidikan bagi laki-laki dan perempuan.
25
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 26/130
Tabel 3.1
Kontribusi Sumber Kesenjangan AksesPendidikan Antar dan Intra Provinsi
SumberKesenjangan
SD/MI
SMP/MTs
SM/MA
APK
AntarProvinsi
30,5 29,2 27,5
DalamProvinsi
69,5 70,8 72,5
APM
AntarProvinsi
39,2 35,829,9
DalamProvinsi
60,8 64,2 70,1
Di samping kesenjangan pendidikan dalam kaitan dengan gender di atas,
sebenarnya kesenjangan pendidikan pada jenjang SLTP hingga PT terjadi antara
wilayah perkotaan dan perdesaan, yaitu sekitar 15-20% (Susenas, BPS, 2004).
Perbedaan akses terhadap pendidikan tersebut disebabkan antara lain oleh faktor
biaya, baik biaya langsung maupun tidak langsung. Di samping itu, masyarakat daerah
perdesaan juga menghadapi masalah jarak tempuh antara rumah-sekolah akibat dari
ketersediaan sarana-prasarana pendidikan yang tidak merata. Di samping itu,
pemahaman orang tua untuk mendorong anak-anak mereka bersekolah juga masih
dirasakan minim terutama di daerah. Kesenjangan akses terhadap pendidikan juga
dapat dilihat menurut wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Tabel 3.1 menunjukkan
bahwa kesenjangan dalam provinsi
yang menunjukkan perbedaan antarkabupaten/kota lebih tinggi
dibandingkan dengan kesenjangan
antar provinsi, baik untuk APK
maupun APM. Kesenjangan dalam
provinsi yang tinggi itu merefleksikan
tingginya kesenjangan antara
kotamadya pada khususnya dan
kabupaten pada umumnya, yangsejalan dengan kesenjangan kota
antara kota dan desa.
Kesenjangan APK antar-provinsi terjadi sekitar 27,5 dibandingkan dengan
kesenjangan antar-kabupaten/ kota sekitar 72,5 untuk jenjang SM/MA. Demikian juga
dengan APM dengan perbedaan sekitar 29,9 untuk antar provinsi dan sekitar 70,1
untuk antar-kabupaten/kota. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi koordinasi di tingkat
provinsi, terutama fungsi provinsi dalam memperkecil kesenjangan antar-
kabupaten/kota belum berjalan dengan optimal. Data Susenas 2003 menunjukkan
APK untuk jenjang SMP/MTs berkisar antara 56,8% untuk Provinsi NTT dan 100,6%
untuk Provinsi DI Yogyakarta. Pada saat yang sama APK jenjang SMA/SMK/MA berkisar
antara 77,5% untuk Provinsi DKI Jakarta dan 33,6% untuk Provinsi Gorontalo.
Kesenjangan akses terhadap pendidikan juga dapat dilihat dari angka melek
aksara. Penduduk melek aksara usia 15 tahun ke atas sekitar 90,4%, dengan
perbandingan laki-laki sebesar 94,0% dan perempuan sebesar 86,8%, dengan
penyebaran di perkotaan sebesar 94,6% dan di perdesaaan 87%. Berdasarkan
26
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 27/130
Grafik 3.5Tingkat Keaksaraan Penduduk Usia 15-
24Tahun 1995-2004
P e r s e n t a s e
kelompok usia penduduk, angka
melek aksara terbesar adalah pada
kelompok usia 15-24 tahun yaitu
sekitar 98,7%. Ini menunjukkan
keberhasilan dari program wajib
belajar 9 tahun (Grafik 3.5).
Sementara angka buta aksara pada
kelompok usia tersebut masih ada
sekitar 1,3% yang buta aksara
(Susenas, BPS 2004).
Masih adanya buta aksara
tersebut disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu (1) masih terjadinya anak putus sekolah, khususnya pada kelas-kelas
rendah di SD yaitu sekitar 250 ribu anak (tahun 2003) yang sebagian besar akan
menjadi buta aksara, (2) sebagian dari aksarawan baru akan kembali menjadi buta
aksara (relapse illiteracy) karena kemampuan literasi yang telah dimiliki tidak
digunakan lagi; dan (3) menurunnya perhatian pemerintah daerah dan masyarakat
terhadap upaya pemberantasan buta aksara. Keadaan ini membutuhkan perubahan
strategi dalam pemberantasan buta aksara dengan menggunakan pendekatan yang
lebih inovatif dalam program keaksaraan untuk memberantas buta aksara secara
efektif dan massal. Di samping putus sekolah, masih terdapat pula sejumlah besar
anak-anak usia sekolah yang tidak dapat bersekolah sama sekali karena persoalan
ekonomi sehingga jika tidak ditangani segera akan menambah jumlah buta aksara
secara signifikan.
C. Mutu Pendidikan
Permasalahan mutu pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan suatu
sistem yang saling berpengaruh. Mutu keluaran dipengaruhi oleh mutu masukan dan
mutu proses. Pembahasan dalam Bab ini didasarkan pada komponen masukan, proses,
dan keluaran.
Mutu masukan pendidikan dapat dilihat dari kesiapan murid dalam
mendapatkan kesempatan pendidikan. Kenyataannya, masih banyak murid yang tidak
siap karena sebagian menderita kekurangan gizi, kecacingan, ataupun kondisi
kesehatan dan kebugaran jasmani yang tidak mendukung. Di samping itu, ada pula
perilaku negatif peserta didik yang berdampak pada kesehatan dan proses belajar
mengajar seperti perilaku merokok, penyalahgunaan narkoba, seks pra-nikah, dan
kasus HIV/AIDS pada usia produktif (15—24 tahun) yang semakin meningkat. Data
Pusjas tahun 2004 menunjukkan bahwa sebagian siswa (46%) berada dalam kategori
tingkat kebugaran kurang, dan (37%) dalam tingkat kebugaran sedang. Data Susenas
tahun 2003 mengungkapkan bahwa dari sekitar 18 juta anak usia balita, sekitar 28%
27
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 28/130
atau lima juta anak berstatus kekurangan gizi dan lebih dari 50% anak SD/MI menderita
cacingan. (Depkes, 2003). Dari jumlah Balita yang kurang gizi itu lebih dari 30%
menimpa mereka yang berusia di bawah dua tahun. Kekurangan gizi tersebut akan
berdampak pada kapasitas intelektual anak. Pada usia tersebut diketahui bahwa 50%
proses pembentukan otak anak sedang berlangsung.
Secara eksternal, komponen masukan pendidikan yang secara signifikan
berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan meliputi (1) ketersediaan
pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas dan
kualitas, maupun kesejahteraannya; (2) prasarana dan sarana belajar yang belum
tersedia dan belum didayagunakan secara optimal; (3) pendanaan pendidikan yang
belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran; dan (4) proses pembelajaran
yang belum efisien dan efektif.
Salah satu faktor yang terpenting dalam mempengaruhi kualitas pendidikanadalah ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan. Sampai dengan tahun
2002/2003 terdapat sekitar 2,7 juta guru dari jenjang pendidikan prasekolah hingga
menengah, baik pada sekolah negeri maupun swasta. Namun jumlah tersebut belum
memadai, karena itu masih diperlukan sekitar 400 ribu orang.
Dalam kaitan dengan tenaga kependidikan, data Balitbang Depdiknas tahun
2003/2004 mengungkapkan bahwa pegawai administrasi di SD masih sangat kurang.
Jumlah SD 135.644 sekolah hanya memiliki pegawai administrasi 7.687 orang dan
penjaga sekolah 100.486 orang. Dari 21.256 SMP, terdapat 15.636 perpustakaan baru
memiliki 8.474 petugas perpustakaan, dari 14.900 laboratorium hanya tersedia 1.892laboran. Pada 8.238 SMA dengan 5.598 perpustakaan baru memiliki 4.402 petugas
perpustakaan, dari 10.050 laboratorium baru memilki 1.555 laboran. Pada 5.115 SMK
dengan 3.745 perpustakaan baru memiliki 2.017 petugas perpustakaan, dari 1.461
laboratorium baru memilki 804 laboran. Tenaga kependidikan pada perpustakaan dan
laboratorium sebagian besar belum memiliki kualifikasi dan kompetensi yang
memadai, sehingga mutu layanan pendidikan belum optimal.
Berdasarkan data tahun 2004 jumlah pengawas 21.627 orang. Jumlah tersebut
tidak sebanding dengan sekolah yang menjadi sasaran supervisi, selain itu letak
geografis sekolah yang menyulitkan supervisi, sehingga pengawasan prosespembelajaran belum dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Pemerintah telah berusaha menambah tenaga pendidik, khususnya guru.
Upaya tersebut belum dapat memenuhi kekurangan guru di setiap jenjang pendidikan
sebagai akibat banyaknya guru yang mencapai usia pensiun, berhenti, mutasi, dan
meninggal dunia. Padahal di SMP saja setiap tahun ada tambahan 400 ribu murid
baru. Untuk mengatasi kekurangan guru, maka mulai tahun 2003 telah dilakukan
pengadaan guru bantu mencapai jumlah 190.332 orang dan pada tahun 2004 juga
dilakukan pengadaan guru bantu sekitar 71.309 orang.
28
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 29/130
Dari jumlah pengadaan guru bantu ditambah dengan PNS baru nonguru bantu
yang berjumlah sekitar 38.533, maka total penambahan guru selama tahun 2003 dan
2004 berjumlah sekitar 300.174 orang. Apabila ditambah dengan kekurangan guru
tahun 2002/2003 maka jumlahnya menjadi 427.903 orang, belum lagi apabiladitambah dengan guru yang pensiun pada tahun 2003 yang berjumlah sekitar 29.937
orang, maka kebutuhan guru untuk tahun 2004 yaitu 157.666 orang. Kalau ditambah
dengan jumlah guru yang pensiun, maka kebutuhan guru tahun 2005 menjadi 218 ribu
orang. Dalam rangka menuntaskan Program Wajar Dikdas 9 Tahun, terdapat sekitar
400 ribu anak usia 13-15 tahun akan memasuki jenjang SMP/MTs sehingga dibutuhkan
sekitar 25 ribu guru setiap tahunnya.
Kekurangan guru tersebut apabila dilihat dari rasio guru terhadap siswa akan
menjadi kontras. Tabel 3.2 menunjukkan rasio guru terhadap siswa pada jenjang SD,
SMP, dan SMA tahun 2003 yaitu 21, 17, dan 14. Apabila dibandingkan dengan rasio
guru terhadap siswa berdasarkan standar nasional pendidikan, maka jumlah guru
pada jenjang tersebut sudah sangat ideal. Rasio ini tidak diikuti dengan
pendayagunaan guru secara efisien. Beberapa faktor penyebab ketidakefisienan
tersebut adalah terjadinya penumpukan guru di daerah perkotaan, kurikulum yang
sangat terspesialisasikan pada pendidikan menengah, dan banyaknya sekolah dasar
kecil dengan rata-rata jumlah murid di bawah 100 orang. Rasio pelayanan siswa per
guru tersebut akan menjadi isu kebijakan penting dalam peningkatan mutu dan
efisiensi pendidikan, karena akan menghambat pemenuhan pembiayaan untuk biaya
operasi satuan pendidikan dan upaya untuk meningkatkan gaji guru. Jumlah guruyang besar dan menumpuk pada lokasi tertentu dapat dimanfaatkan untuk
mendukung penyelenggaraan SMP Terbuka, baik sebagai guru bina maupun guru
pamong. Saat ini dari SMP Terbuka memerlukan 30.000 orang guru bina dan 13.000
guru pamong. Guru bina direkrut dari guru mata pelajaran SMP yang tugas
mengajarnya belum mencapai tugas maksimal sedang guru pamong pada umumnya
diambil dari guru SD/MI. Walaupun demikian kelebihan guru di sekolah-sekolah
perkotaan merupakan persoalan yang perlu ditangani secara serius.
Tabel 3.2
Kualifikasi Pendidik Tahun 2002/2003
NoJenjang
PendidikanJumlahGuru
Ijazah Tertinggi
< D1 (%) D2 (%) D3 (%)Sarjana
(%)S2/S3(%)
1 TK 137.069 90,57 5,55 - 3,88 -
2 SLB 8.304 47,58 - 5,62 46,35 0,45
3 SD 1.234.927 49,33 40,14 2,17 8,30 0,05
4 SMP 466.748 11,23 21,33 25,10 42,03 0,31
5 SM 452.255 2,06 1,86 26,37 69,39 0,33
6 SMA 230.114 1,10 1,89 23,92 72,75 0,33
7 SMK 147.559 3,54 1,79 30,18 64,16 0,33
8 PT 236.286 - - - 56,54 43,46
29
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 30/130
Kualifikasi pendidik ditinjau dari ijazah tertinggi menunjukkan keragaman.
Pada jenjang TK dan SD pendidik dengan kualifikasi sarjana (S1) persentasenya masih
sangat kecil. Sebagian besar pendidik pada TK adalah mereka yang berpendidikan di
bawah D1, sedangkan untuk SD mayoritas pendidikan berlatar belakang D1 dan D2.
Untuk jenjang pendidikan tinggi, persentase pengajar dengan ijazah sarjana (S1)
lebih dari 50%. Hal ini menunjukkan kondisi yang kurang baik dibandingkan dengan
ijazah pendidik pada SMA dan SMK dengan latar belakang S1 lebih dari 60%.
Tabel 3.3Rasio Pendidikan Tahun 2002/2003
NoJenjang
Pendidikan
Siswa/
Sekolah
Siswa/
Guru
Siswa/
Kelas
Kelas/
R.Kelas
Guru/
Sekolah1 TK 39 14 20 0.97 3
2 SLB 45 4 4 0.78 10
3 SD+MI 172 20 26 1.14 8
SD 177 21 26 1.13 8
MI 136 16 22 1.15 9
4 SMP+MTs 307 15 39 1.00 21
SMP 376 17 40 1.02 22
MTs 181 11 35 0.94 17
5 SM+MA 354 13 36 1.07 27
SMA 391 14 38 1.02 20
MA 184 9 30 0.99 20
SMK 425 13 36 1.19 30
6 PT+PTAI 1.278 15 - - 88
PT 1.267 14 - - 91PTAI 1.518 20 - - 78
PTK 690 18 - 38
Masalah guru atau pendidik lainnya adalah masih terdapatnya kesenjangan
guru dilihat dari keahliannya. Guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang
keahliannya (mismatch) yang masih banyak terjadi terutama pada jenjang SM swasta
dan MA. Dalam kaitannya dengan kelayakan mengajar guru, data Balitbang tahun
2004 menyebutkan bahwa persentase guru yang tidak layak mengajar masih cukup
tinggi, terutama pada jenjang SD yaitu sekitar 609.217 orang (49,3%) baik padasekolah negeri maupun swasta, seperti yang tercantum pada Tabel 3.4.
30
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 31/130
Tabel 3.4Guru dan Kepala Sekolah
Menurut Kelayakan Mengajar Tahun 2002/2003
N
o.
Kelayaka
n Negeri %
Swast
a % Jumlah %
1
SD 1,14
92.6 91
7.4 1,23
10 a. Layak 584,
47.3 41,
3.3 625,
5 b. Tidak 558,
45.2 50,
4.1 609,
4
2
SMP 31
66.7 155
33.3 46
10 a. Layak 202,
43.4 96,
20.7 299,
6 b. Tidak 108,
23.3 58,
12.6 167,
3
3
SMA 12
53.4 107
46.6 23
10 a. Layak 87,
38.0 67,
29.1 154,
6 b. Tidak 35,
15.4 40,
17.5 75,
3
4
SMK 4
33.0 98
67.0 14
10 a. Layak 27,
19.0 55,
37.7 83,
5 b. Tidak 20,
14.0 43,
29.3 63,
4
Proporsi guru yang berpendidikan di bawah kualifikasi minimal tersebut tentu
tidak memadai jika Pemerintah ingin menyediakan pelayanan pendidikan yang
berkualitas. Untuk jenjang pendidikan SMP dan SM yang menggunakan sistem guru
mata pelajaran, banyak pula terjadi ketidaksesuaian antara pelajaran yang diajarkan
dengan latar belakang pendidikan guru. Pada jenjang SMP, SMA dan SMK persentase
guru yang belum memiliki kualifikasi masing-masing adalah 36%, 33%, dan 43%.
Dilihat dari sisi penghasilan, guru PNS memiliki gaji yang belum memadai
apabila dibandingkan dengan gaji guru di negara tetangga, seperti Malaysia, Brunei,
atau Singapura, meskipun apabila dibandingkan dengan gaji PNS lainnya di Indonesia
gaji guru PNS relatif lebih baik karena adanya tunjangan fungsional. Kondisi yang
memprihatinkan dirasakan pula oleh para guru bantu di sekolah-sekolah negeri yang
memiliki penghasilan di bawah upah minimum regional.
Di samping permasalahan di atas, persoalan lain adalah masalah perlindungan
terhadap guru dalam melaksanakan tugas profesinya yang belum optimal, seperti:
dipaksa pensiun dini dan perlakuan yang tidak adil terhadap guru. Sementara itu,
penghargaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan yang berprestasi dan
berdedikasi juga masih minim. Hal ini mempengaruhi produktivitas pendidik dan
tenaga kependidikan. Di samping itu, permasalahan yang juga penting dalam
kaitannya dengan diberlakukannya otonomi daerah adalah belum efektif dan
efisiennya manajemen guru, terutama pada pemerintah daerah.
Pada pendidikan tinggi, peningkatan mutu dan kualifikasi dosen menjadi faktor
yang sangat mempengaruhi proses pendidikan. Pada tahun 2003, dari 58.664 orang di
31
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 32/130
perguruan tinggi negeri (PTN), proporsi dosen dengan pendidikan tertinggi S2/S3 baru
mencapai 54,50%. Sedangkan pada PTS, dari jumlah 88.865 orang dosen yang ada,
proporsi dosen dengan pendidikan tertinggi S2/S3 hanya 34,50 %.
Tenaga kependidikan pada pendidikan nonformal (PNF) juga masih
memerlukan perbaikan. Sampai tahun 2004, pamong belajar di seluruh tanah air
berjumlah 3.432 orang. Pamong belajar yang berada di lima UPT Pusat, yaitu Balai
Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) berjumlah 541 orang
dan pamong belajar yang berada di 22 UPTD Balai Pengembangan Kegiatan Belajar
(BPKB) berjumlah 443 orang. Pamong belajar yang berada di UPTD Sanggar Kegiatan
Belajar (SKB) kabupaten/kota berjumlah 2448 orang. Jumlah tersebut sangat tidak
memadai dibandingkan dengan besarnya sasaran dan luasnya jangkuan program PNf .
Sampai tahun 2004, pamong belajar yang berpendidikan Diploma sebanyak
175 orang, S-1 sebanyak 2047 orang, dan berpendidikan S-2 sebanyak 210 orang, yang
lainnya masih berpendidikan sekolah menengah atau lebih rendah. Dari seluruh
pamong belajar balai pengembangan, sebanyak 75% menguasai program PNf,
maksimal 45% menguasai pengembangan program PNf dan 30% menguasai tugas
peningkatan mutu sumberdaya manusia. Sedangkan pamong belajar SKB yang
memiliki jenjang pendidikan S-1 baru sebanyak 621 orang. Tugas pamong belajar SKB
adalah melaksanakan percontohan dan pengendalian mutu program PNf . Tugas ini
baru dikuasai oleh 65% dari jumlah pamong belajar SKB. Kemampuan lain yang harusdikuasai oleh pamong belajar SKB adalah memberikan bimbingan, pendampingan dan
pemotivasian kepada masyarakat. Tugas ini baru dikuasai 45% dari jumlah pamong
belajar yang ada di SKB.
Tenaga fungsional lain di lingkungan pendidikan nonformal adalah penilik.
Penilik di seluruh Indonesia sampai dengan tahun 2004 dan telah diimpassing
berjumlah 6.651 orang. Penilik yang memiliki jenjang pendidikan S-1 baru 2.345
orang. Tugas penilik sebagai pengendali program PNf baru dikuasai oleh 35% dari
jumlah penilik yang ada. Tugas lain yang belum dikuasai secara baik oleh penilikadalah penguasaan program dan kepenilikan PNf .
Dari aspek fisik, kondisi prasarana dan sarana pendidikan belum sepenuhnya
memadai, hal ini antara lain dapat dilihat dari ketersediaan perpustakaan di sekolah.
Secara nasional, baru 27,6% SD yang sudah memiliki perpustakaan sekolah. Di
samping itu, terjadi sebaran yang kurang merata menurut provinsi. Di Yogyakarta,
misalnya, terdapat 72,8% SD yang memiliki perpustakaan sedangkan di Maluku Utara
hanya lima persen yang sudah memiliki perpustakaan sekolah.
32
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 33/130
Tabel 3.5
Kondisi Ruang Belajar Tahun 2003
JenjangPend.
%Kondisi RuangBelajar Jumlah
LP RB RR
1. SD42,1 23,3 34,6
865.25
8
2. SMP82,3 5,1 12,6
187.48
0
3. SMA 92,3 2.0 5,6 78.412
4. SMK 92,0 3,0 5,0 97.290
Sumber: PDIP Balitbang Depdiknas, 2003
Selain kondisi fasilitas yang demikian, juga banyak ruang belajar dan sarana
belajar lain seperti laboratorium, sarana olahraga yang rusak. Pada tabel 3.5, dari
sekitar 865.258 ruang belajar (lokal) terdapat sekitar 500.818 lokal SD/MI (57,8%) yang
rusak ringan dan rusak berat. Sementara pada jenjang SMP dari sekitar 187.480 ruangbelajar terdapat 31.198 lokal SMP/MTs (17,7%) yang juga mengalami rusak ringan dan
berat. Pada jenjang SM terdapat sekitar 13.777 lokal (15,6%) yang rusak ringan dan rusak
berat.
Kondisi yang demikian, selain
akan berpengaruh pada
ketidaklayakan dan
ketidaknyamanan pada proses
belajar mengajar, juga akan
berdampak pada keengganan orang
tua untuk menyekolahkan anaknya.
Fasilitas lainnya yang turut
mempengaruhi mutu pendidikan
ialah ketersediaan buku. Secara
nasional, rata-rata rasio buku per
siswa untuk SD, SMP, SMA, dan SMK
adalah 0,80; 0,85; 0,65; dan 0,25. Masih jauh dari kondisi ideal rasio 1:1, satu siswa
satu buku. Masalah yang lebih besar tidak hanya terletak pada ketersediaan bukutetapi juga dalam pendayagunaan buku pelajaran tersebut dalam kerangka
peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan sekolah untuk mengganti buku setiap
tahun ajaran baru semakin memberatkan orang tua siswa. Selain itu juga
menimbulkan pemborosan yang tidak perlu, karena buku yang ada di sekolah tidak
dapat dimanfaatkan oleh siswa tahun berikutnya. Pada SMP Terbuka, buku modul
yang merupakan sumber belajar utama masih sangat kurang sehingga menganggu
proses belajar mandiri. Kekurangan juga terjadi pada media penunjang yang lain,
seperti laboratorium, ruang UKS, dan penunjang pembelajaran bahasa, terutama
bahasa Inggris dan pendidikan jasmani dan kesehatan.
Hal lain dalam kaitannya sarana dan prasarana pendidikan adalah penggunaan
dan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi (information and communication
technology /ICT). Walaupun masih dalam lingkup yang terbatas, pendidikan di
Indonesia sudah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), terutama
dalam pengelolaan dan pembelajaran. Pendidikan kejuruan yang dikelola oleh
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) Depdiknas, misalnya, telah
merintis sistem pengelolaan dan materi pembelajaran untuk siswa SMK yang
disesuaikan dengan kebutuhan keterampilan oleh industri. Program komputerisasi
33
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 34/130
dimulai sejak tahun 1980, dan menargetkan semua SMK di Indonesia sudah terhubung
ke internet pada tahun 2006. Program yang sudah dilaksanakan hingga 2004 ialah (a)
jaring internet yang menghubungkan 784 SMK; (b) jaringan info sekolah di 137
kabupaten/kota; (c) 31 wide area network di 31 kabupaten/kota; (d) 44 ICT center di
44 kabupaten/kota; (e) 8 mobile training unit di 8 lokasi; dan (f) pemetaan sekolah
(school mapping) yang telah dikembangkan oleh 271 SMK di seluruh tanah air.
Selain itu, Pusat Teknologi Komunikasi (Pustekom) juga telah mengembangkan
bahan belajar berbasis TIK, antara lain (a) lebih dari 2000 judul program video
pembelajaran; (b) lebih dari 5000 judul program audio pembelajaran; dan (c) lebih
dari 500 judul bahan belajar berbasis computer dan internet. Program tersebut telah
dimanfaatkan oleh lebih dari 30.000 sekolah jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK atau yang
sederajat. Media siaran televisi juga telah dimanfaatkan untuk melayani kebutuhanpendidikan seluruh jenjang dan jalur pendidikan. TV Edukasi yang dapat menjangkau
80 kabupaten/kota (11.500.000 pemirsa), telah diresmikan pada tahun 2004.
Secara umum, pemanfaatan TIK di Indonesia masih sangat tertinggal bila
dibandingkan dengan negara-negara lain. Indikasi mengenai hal ini dapat dilihat
dengan data kepemilikan PC pada tahun 2003 masih sangat rendah, yaitu baru
mencapai 1,2 per 100 orang, sementara Hongkong sudah mencapai 42,2; Jepang
38,2; Korea 55,8; Kuwait 16,1; Malaysia 16,7; Singapore 62,2; Taiwan 47,1; Thailand
4,0; dan China 2,7. Dari jumlah pemakai internet, Indonesia (2,5 juta) masih berada
di bawah India (7,5 juta), Korea (26,7 juta), Malaysia (4,2 juta), dan Taiwan (10,6
juta). Dari jumlah pemasang situs internet, Indonesia (62 juta) masih berada di
bawah China (160 juta), Hongkong (591 juta), India (86 juta), Korea (3822 juta), dan
Malaysia (107 juta).
Ketertinggalannya dalam pendayagunaan TIK merupakan isu kebijakan penting
pembangunan pendidikan Indonesia. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, perlu
diperluas dan diintensifkan pemanfaatan TIK di bidang pendidikan: pertama, untuk
dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan pendidikan melalui otomatisasi pendataan,
pengelolaan, dan perkantoran; kedua, pendayagunaan TIK baik sebagai materikurikulum maupun sebagai media dalam proses pembelajaran interaktif.
Faktor lain yang berkaitan dengan peningkatan mutu dan daya saing adalah
anggaran pendidikan yang belum memadai, baik ketersediaannya maupun dalam
efisiensi pengelolaannya. Pembangunan pendidikan selama lima tahun terakhir (2000-
2004) sudah mendapat prioritas tertinggi dalam pembangunan nasional yang
ditunjukkan oleh penyediaan anggaran pembangunan dengan porsi terbesar
dibandingkan dengan bidang-bidang pembangunan lainnya. Komitmen Pemerintah
dalam melaksanakan UUD 1945 dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dalam alokasi anggaran pendidikan dari APBN/APBD, dan penyelenggaraan
34
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 35/130
pendidikan dasar tanpa memungut biaya secara bertahap mulai diwujudkan. Namun,
anggaran tersebut baru mencapai 9,2% dari APBN yang dibelanjakan oleh pemerintah
pusat. Anggaran tersebut juga belum termasuk anggaran yang dialokasikan oleh
pemerintah daerah melalui APBD. Pemerintah dan pemerintah daerah juga belummampu menyediakan pelayanan pendidikan dasar secara cuma-cuma.
Apabila dibandingkan negara-negara lain, alokasi anggaran pendidikan di
Indonesia masih sangat rendah. Data laporan Human Development Indeks (2004)
mengungkapkan dalam kurun waktu 1999-2001 Indonesia hanya mengalokasikan
anggaran pemerintah ( public expenditure) sebesar 1,3% dari produk domestik bruto
(PDB). Sementara itu dalam kurun waktu yang sama, Malaysia, Thailand, dan Filipina
secara berturut-turut telah mengalokasikan 7,9%, 5,0%, dan 3,2% dari PDB-nya masing-
masing. Namun Susenas 2003 mengungkapkan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita
untuk pendidikan telah mencapai 2,2% untuk daerah perdesaan dan 4,5% untuk daerah
perkotaan atau rata-rata nasional sebesar 3,5%. Kontribusi masyarakat dalam penyediaan
anggaran pendidikan masih lebih besar dari kontribusi anggaran yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Hal ini menunjukkan sebuah potensi besar jika 20% dari APBN/APBD dapat
diwujudkan.
Satuan-satuan pendidikan dan pemerintah kabupaten/kota lebih banyak
mengalokasikan sebagian anggaran untuk gaji guru, sementara biaya operasi satuan
pendidikan di luar gaji hanya mencapai paling tinggi 5—10%. Akibatnya, pembiayaan
untuk sarana pembelajaran, biaya pembelajaran, pengembangan staf, dan biayaperawatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah sangat kecil sehingga
tidak menunjang upaya peningkatan mutu dan relevansi. Variasi antardaerah dan
satuan pendidikan mengenai pengeluaran biaya pendidikan, termasuk dalam
pembiayaan untuk gaji dan di luar gaji masih sangat besar sehingga menimbulkan
potensi ketidakadilan dalam pemerataan kesempatan belajar yang bermutu.
Salah satu sebab rendahnya mutu lulusan adalah belum efektifnya proses
pembelajaran. Proses pembelajaran selama ini masih terlalu berorientasi terhadap
penguasaan teori dan hafalan dalam semua bidang studi yang menyebabkan
kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat. Metode pembelajaran yang
terlalu berorientasi pada guru (teacher oriented) cenderung mengabaikan hak-hak dan
kebutuhan, serta pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga proses pembelajaran
yang menyenangkan, mengasyikkan, dan mencerdaskan menjadi kurang optimal.
Muatan belajar yang terlalu terstruktur dan sarat beban juga mengakibatkan
proses pembelajaran di sekolah menjadi steril dengan keadaan dan perubahan
lingkungan fisik dan sosial di lingkungan. Keadaan ini menjadikan proses belajar
menjadi rutin, tidak menarik, dan tidak mampu memupuk kreativitas murid, guru dan
kepala sekolah untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran yang inovatif.
35
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 36/130
Grafik 3.7Angka Putus Sekolah
Menurut Jenjang Pendidikan dan JenisKelaminTahun 2004
0
1
2
3
4
5
6
SD SMP SMA/SMK PT
Laki2 Perempuan Rerata
Persoalan tersebut ditambah dengan terlalu dominannya pengembangan otak kiri
peserta didik, sehingga otak kanan menjadi kurang optimal sehingga gagasan kreatif
dan inovatif dari peserta didik menjadi tumpul. Rendahnya kualitas pembelajaran
terjadi pada hampir semua jenjang danjenis pendidikan dapat menyebabkan
rendahnya angka efisensi pendidikan,
angka mengulang kelas dan putus
sekolah yang masih tinggi.
Grafik 3.6 menunjukkan bahwa
angka mengulang kelas pada SD kelas
awal cukup tinggi, yaitu 7,92%. Kondisi
ini menunjukkan bahwa kesiapan
memasuki SD masih rendah. Dilihat
kecenderungan angka mengulang kelas
menurut tingkat, makin tinggi tingkat kelas makin rendah angka mengulang kelas di SD.
Walaupun menunjukkan kecenderungan yang makin menurun setiap tiga tahun terakhir
ini sekitar 700.000 siswa/i SD/MI dan 270.000 siswa/i SMP/MTs putus sekolah setiap
tahun.
Grafik 3.7 menunjukkan bahwa makin tinggi jenjang pendidikan makin tinggi
angka putus sekolah, sehingga makin rendah angka efisiensi pengelolaan pendidikan.
Dilihat dari perspektif gender, angka putus sekolah anak laki-laki memilikikecenderungan lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan.
Faktor yang turut berpengaruh terhadap rendahnya efisiensi pendidikan adalah
rendahnya kemampuan pengelolaan berbagai masukan pendidikan baik dalam
menjalankan proses pembelajaran
maupun dalam pengelolaan
pendidikan secara keseluruhan, baik
pada tingkat satuan pendidikan
maupun pada pengelola pendidikan
yang ada di atasnya. Hal ini dilihat
dari lemahnya fungsi supervisi
pendidikan, baik yang dilakukan
oleh tenaga fungsional seperti
pengawas sekolah untuk tingkat SD
dan/atau pengawas bidang studi
untuk tingkat SMP dan SMA/SMK,
maupun supervisi oleh kepala
sekolah sebagai manajer sekolah.
Kelemahan pada aspek
36
Grafik 3.6Angka Mengulang Kelas SD
Menurut Tingkat Tahun 2004
7.92
4.68
4.07
2.96
1.93
0.26
3.82
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
K l s 1
K l s 2
K l s 3
K l s 4
K l s 5
K l s 6
R e r a t a
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 37/130
perencanaan, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar tidak termonitoring
secara efektif oleh para supervisor, sehingga kelemahan-kelemahan pada proses
pembelajaran tidak dapat teridentifikasi secara akurat.
Sementara itu, rendahnya mutu hasil belajar ditandai oleh standar kelulusan
yang ditetapkan, yaitu 4,25 dari skala 10. Ini berarti bahwa seorang siswa dinyatakan
lulus apabila yang bersangkutan mampu menyerap mata pelajaran sebesar 4,25%.
Dengan standar kelulusan yang rendahpun masih banyak siswa yang tidak lulus. Pada
Ujian Nasional 2005 pada tingkat SMA/MA ketidaklulusan mencapai 20,6%, SMK 22,2%,
dan SMP/MTs/SMP Terbuka 13,4%.
Walaupun angka ketidaklulusan
ujian nasional (UN) tahun 2004/2005
lebih tinggi bila dibandingkan dengantahun 2003/2004, namun sesungguhnya
bila dilihat dari nilai rata-rata yang
dicapai terdapat peningkatan yang
cukup berarti yakni dari 5,55 tahun
2003/2004 menjadi 6,76 pada tahun
2004/2005. Grafik 3.8, menunjukkan
peningkatan nilai UN pada ketiga mata
pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, dan Matematika.
Mutu akademik antarbangsa
melalui programme for international
student assessment (PISA) 2003 menunjukkan bahwa dari 41 negara yang disurvei,
untuk bidang IPA, Indonesia menempati peringkat ke-38, sementara untuk bidang
matematika dan kemampuan membaca menempati peringkat ke-39. Jika
dibandingkan dengan Korea, peringkatnya sangat jauh, untuk bidang IPA menempati
peringkat ke-8, membaca peringkat ke-7 dan matematika peringkat ke-3.
Mutu pendidikan non-akademik juga masih bermasalah yang dapat dilihat dariperilaku dan sikap peserta didik dalam kehidupan sosial, baik saat berada di
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Dari jumlah kasus yang ada, seperti
perkelahian masal, prilaku kesopanan, dan tata kehidupan lainnya, belum
mencerminkan nilai-nilai budaya dan norma-norma yang berlaku.
Walaupun mutu lulusan pada semua jenjang pendidikan masih rendah, namun
sesungguhnya potensi peserta didik kita cukup tinggi, hal ini ditandai oleh
berhasilnya siswa-siswa kita meraih berbagai kejuaraan dalam olimpiade
international bidang sains dan matematika. Berdasarkan data asal sekolah peserta
yang berhasil menjadi juara olimpiade, ternyata pada umumnya mereka berasal dari
37
Grafik 3.8Nilai Ujian Nasional SMA Program IPA
Tahun 2003/2004 dan 2004/2005
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
B Ind B Ingg Mat Rata2
2003/04 2004/05
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 38/130
sekolah-sekolah yang memiliki sistem pembinaan yang baik dan ditunjang oleh guru-
guru yang berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa potensi peserta didik kita memiliki
potensi yang baik, tetapi karena ditangani oleh suatu proses pembelajaran yang
kurang berkualitas dan belum optimal ditunjang dengan prasarana dan saranapendidikan, maka mutu lulusannya pada umumnya masih rendah.
Jika dilihat dalam konteks kemanfaatannya, mutu pendidikan harus dikaitkan
dengan isu relevansi pendidikan. Pendidikan yang memiliki kekuatan daya saing
ditandai dengan mutu pembelajaran dalam program-program pendidikan yang amat
dibutuhkan oleh masyarakat. Keunggulan dan daya saing pendidikan Indonesia yang
dikaitkan dengan produktivitas tenaga kerja lulusan pendidikan, Indonesia berada
posisi 12 dari 12 negara di Asia ( political and economic risk consultancy /PERC, 2001).
Pemeringkatan internasional tersebut telah menilai sistem pendidikan Indonesia yang
kurang relevan dengan kebutuhan pembangunan. Isu PERC yang mengaitkan kualitas
pendidikan dengan mutu tenaga kerja sebagai salah satu faktor ekonomi telah
menjadikan pendidikan sebagai
sarana untuk mengembangkan
kualitas dan produktivitas pekerja.
Dalam kaitannya dengan
relevansi pendidikan, perspektif
analisis ekonomi dan
ketenagakerjaan terhadappendidikan tetap diperlukan, namun
belum lengkap atas dasar perspektif
pembentukan manusia dan
masyarakat Indonesia seutuhnya.
Analisis ini diarahkan pada
keseimbangan struktural antara
struktur ekonomi dan ketenaga-
kerjaan di satu pihak dengan
struktur pendidikan di lain pihak.
Sistem pendidikan dianggap relevan
jika memiliki keseimbangan secara
struktural dengan sistem ekonomi
dan ketenagakerjaan. Artinya,
bahwa lulusan pendidikan memiliki kesesuaian dengan kebutuhan ekonomi akan
pekerja sebagai pelaku pembangunan di berbagai sektor. Keseimbangan struktural
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7.
Tabel 3.6Perkiraan Produk Domestik Bruto (%)Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2004-2010
Lapangan Usaha 2004 2005 2007 2009
1. Pertanian 0.15 0.15 0.14 0.13
2. Pertambangan 0.09 0.08 0.08 0.073. Manufaktur 0.26 0.26 0.26 0.27
4. Utilitas 0.02 0.02 0.02 0.02
5. Bangunan 0.06 0.06 0.06 0.07
6. Perdagangan 0.16 0.16 0.16 0.17
7. Pengangkutan
dan Komunikasi
0.09 0.09 0.10 0.11
8. Keuangan 0.07 0.08 0.08 0.08
9. Jasa-Jasa 0.09 0.09 0.09 0.09
PDB 1.00 1.00 1.00 1.00
Sumber: diolah dari indikator ekonomi BPS
38
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 39/130
Dalam kurun waktu
lima tahun ke depan, walaupun
perubahan kontribusi sektoral
terhadap produk domestik bruto(PDB) sangat kecil, namun
dalam jangka panjang
perubahan struktur PDB tersebut
cenderung mengarah pada
penguatan industri.
Kecenderungan ini tampak
sedikitnya dari kontribusi
sektor-sektor sekunder dan
tersier yang semakin tinggi,
seperti: industri pengolahan
(26% menjadi 27%); hotel dan
restoran (16% ke 17%);
pengangkutan dan komunikasi
(9% menjadi 11%), dan keuangan
(7% menjadi 8%). Sementara itu,
kontribusi sektor primer, seperti sektor pertanian, terus menurun dari 43% menjadi
39% dalam kurun waktu yang sama.
Penguatan struktur industri dari sisi produk domestik bruto (PDB) tidak diikutisecara seimbang dengan terjadinya penguatan struktur angkatan kerja. Kontribusi
sektor primer dalam penyerapan angkatan kerja nasional masih dominan, yaitu 43%
dan menurun sedikit menjadi 39% dalam lima tahun ke depan. Di lain pihak, industri
pengolahan sebagai penyumbang terbesar terhadap PDB hanya mampu menyerap
tenaga kerja 14% saja, sementara sektor pertanian yang menyumbang hanya 14%
terhadap PDB menyerap angkatan kerja paling besar. Data ini menunjukkan adanya
ketimpangan struktural, antara ekonomi Indonesia yang sudah mulai berstruktur
industri yang tidak diimbangi dengan nilai-nilai kultur masyarakat Indonesia yang
masih didominasi oleh sektor agraris dan tradisional.
Struktur ekonomi dan nilai kultur pada masyarakat Indonesia yang masih
dominan agraris ini masih dicirikan dengan gejala-gejala ketimpangan secara
struktural dan kultural. Sektor-sektor pertanian, perdagangan, dan jasa di Indonesia
masih berciri subsisten, dan padat karya (labor intensive) yang diandalkan sebagai
sektor penyerap terbesar angkatan kerja berpendidikan rendah. Produktivitas
pekerja sektor subsisten ini jauh lebih rendah daripada mereka yang bekerja di
sektor industri. Sementara itu, sektor-sektor modern (industri pengolahan,
pertambangan, dan komunikasi, serta jasa) lebih bersifat padat modal (capital
intensive) sehingga lebih membutuhkan pekerja berkeahlian khusus dan profesional.
Tabel 3.7Proyeksi Penyerapan Tenaga Kerja (%)
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009
Sektor Industri 2004 2005 2007 2009
1. Pertanian 0.43 0.43 0.41 0.39
2. Pertambangan 0.01 0.01 0.01 0.01
3. Manufaktur 0.13 0.13 0.14 0.14
4. Utilitas 0.00 0.00 0.00 0.00
5. Bangunan 0.05 0.05 0.05 0.05
6. Perdagangan 0.19 0.19 0.20 0.20
7. Pengangkutan dan
Komunikasi
0.06 0.06 0.06 0.07
8. Keuangan 0.01 0.01 0.02 0.02
9. Jasa-Jasa 0.12 0.12 0.13 0.13
Jumlah 1.00 1.00 1.00 1.00
Sumber : diolah dari indikator ekonomi BPS
39
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 40/130
Walaupun nilai upah rata-rata para pekerja sektor moderen jauh lebih tinggi namun
jumlahnya belum dominan dibandingkan dengan jumlah pekerja sektor subsisten.
Struktur ekonomi Indonesia yang dominan agraris dan kurang produktif ini menjadi
faktor terbesar lambannya pertumbuhan ekonomi nasional.
Atas dasar permasalahan itu, perluasan dan pemerataan pendidikan yang
bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat harus ditempatkan pada prioritas
tertinggi dalam pembangunan pendidikan. Mutu dan relevansi pendidikan tercermin
dari kemampuan membentuk kecakapan (competencies) lulusan agar dapat menjadi
pekerja produktif dengan upah yang lebih tinggi. Kesempatan pendidikan keahlian,
keterampilan dan profesi harus besar dan merata dikaitkan dengan sentra-sentra
pengembangan ekonomi industri, pendayagunaan Iptek, dan peningkatan kecakapan
hidup yang sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hayat.
Salah satu dampak rendahnya kualitas pendidikan adalah rendahnya
kemampuan wirausaha dari lulusannya. Lulusan pendidikan menengah dan tinggi
masih cenderung memilih bekerja pada orang lain dibanding menciptakan pekerjaan
secara mandiri. Data menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan penduduk
semakin besar proporsi yang bekerja sebagai pekerja, buruh, atau karyawan. Dari
seluruh lulusan PT yang bekerja sebagai pekerja, buruh atau karyawan mencapai
sekitar 83,1%. Sebaliknya, pekerjaan yang mandiri lebih banyak diciptakan oleh
pekerja yang berpendidikan rendah (lulusan SD dan SMP sekitar 21,3% dan 22,4%)
(Susenas, BPS, 2004).
Tabel 3.8Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu
Menurut Status Pekerjaan Utama dan Pendidikan yang Ditamatkan (2004)
No.
PendidikanTertinggi
YangDitamatkan
BerusahaSendiriTanpa
Dibantu
BerusahaSendiriDenganDibantu
Berusaha Dengan
BuruhTetap
Pekerja/Buruh/
Karyawan
PekerjaBebas
Pertanian
PekerjaBebasNon-
Pertanian
PekerjaTidak
Dibayar
1. T/BPS 18,7 39,0 1,9 4,5 9,1 2,1 24,7
2. T/BT SD 20,8 33,0 2,5 8,9 8,8 3,5 22,5
3. SD 21.3 27,4 2,8 14,8 6,1 5,3 22,2
4. SMP 22,7 19,5 3,6 27,0 3,2 4,7 19,3
5. SMA 16,7 12,2 4,2 52,7 0,8 2,4 10,9
6. SMK 13,8 8,3 3,8 64,0 0,4 2,5 7,2
7. Diploma I/II 5,1 2,7 1,4 88,9 0,0 0,0 1,9
8. Diploma III 6,3 3,4 3,7 82,0 0,1 0,3 4,1
9. Universitas 5,8 3,4 4,9 83,1 0,0 0,5 2,2
Jumlah 19,5 23,0 3,2 27,2 4,7 4,0 18,5
Kegiatan penelitian dan pengembangan serta publikasi hasil-hasilnya masih
sangat terbatas. Di samping itu proses transfer pengetahuan dan teknologi juga
40
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 41/130
mengalami hambatan karena masih terbatasnya buku-buku teks dan jurnal-jurnal
internasional yang dapat diakses. Dengan kualitas dan kuantitas hasil penelitian dan
pengembangan yang belum memadai, sangat sedikit hasil penelitian dan
pengembangan yang dapat diterapkan oleh masyarakat dan masih sedikit pula yangsudah dipatenkan hak kekayaan intelektualnya.
D. Tata Kelola Departemen Pendidikan Nasional
Pemerintah telah melakukan perintisan dalam mengembangkan berbagai model
desentralisasi pengelolaan pendidikan sejak beberapa tahun terakhir. Sejumlah provinsi
dan kabupaten/kota menerapkan kebijakan pendidikan dalam kerangka desentralisasi,
misalnya melalui (a) penetapan formula dan mekanisme bantuan bagi perbaikan dan
pengembangan satuan pendidikan, (b) penguatan proses akuntabilitas dan education
governance, (c) penetapan sistem keuangan dan perencanaan sekolah, dan (d)
pengembangan kapasitas (capacity building) mulai dari tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, sampai dengan satuan pendidikan. Namun dalam
pelaksanaannya belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Salah satu kendalanya adalah
belum tersedianya sistem informasi manajemen yang akurat.
Dampak positif pengelolaan pendidikan dalam era desentralisasi mulai tampak
jelas. Pertama, sejumlah provinsi dan kabupaten/kota mengambil inisiatif sendiri dalam
melaksanakan perubahan organisasi untuk merespon peran dan fungsi yang berubah.
Kedua, tumbuhnya inisiatif dalam mengelola perubahan yang didorong oleh kekuataninternal pada tingkat satuan pendidikan dan masyarakat. Ketiga, pada tingkat pusat,
reformasi struktur organisasi Depdiknas lebih diarahkan pada semakin besarnya fungsi
manajemen mutu sebagai respon positif terhadap tuntutan perkembangan global dan
kebijakan desentralisasi.
Terdapat sejumlah pelajaran yang dapat diambil dari kajian terhadap dampak
awal pelaksanaan kebijakan desentralisasi. Bupati/walikota memiliki posisi penting
dalam merintis proses perubahan, namun perubahan tersebut tidak akan berdampak
positif jika kapasitas daerah dalam manajemen pendidikan masih rendah. Dampak positif
desentralisasi terhadap perubahan pendidikan akan berlangsung secara berkelanjutan
jika perubahan tersebut dilakukan atas dasar inisiatifnya sendiri, karena akan
mewujudkan komitmen daerah yang tinggi dalam pelaksanan kebijakan desentralisasi.
Oleh karena itu, setiap upaya sosialisasi kebijakan strategis nasional harus dilakukan
dengan keterlibatan langsung bupati/walikota, sehingga transparansi dan akuntabilitas
publik dalam pengelolaan pendidikan menjadi optimal.
Dampak positif lain adalah mulai tampak adanya kebutuhan legislasi dan regulasi
dalam pengelolaan pendidikan di daerah. Sebuah studi menunjukan bahwa implementasi
kebijakan dan program di daerah sangat bervariasi, sebagai akibat dari belum jelasnya
41
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 42/130
sistem insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan urusan wajib setiap tingkat
pemerintahan dalam pelayanan pendidikan. Oleh karena itu, tugas-tugas dekonsentrasi
provinsi sebagai wakil Pemerintah di daerah perlu diperjelas dan segera ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur urusan wajib dan urusan pilihan sesuaiUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Untuk sementara, urusan wajib kabupaten/kota
sudah diatur dalam standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004.
Dampak yang kurang positif dari desentralisasi adalah bahwa perencanaan dan
pelaksanaan program belum didukung oleh data dan informasi yang akurat pada berbagai
tingkatan pemerintahan. Di masa lalu, arus data dan informasi secara langsung
dikendalikan oleh pusat, sementara itu provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan hanya
bertindak sebagai saluran informasi, bukan sebagai pengguna akhir. Sampai saat ini,
setiap direktorat atau unit utama masih mengembangkan sistem informasi sendiri-sendiri
yang dilakukan secara terpusat. Oleh karena itu, perlu dibangun single database dan
dikembangkan sistem informasi yang terpadu dan terintegrasi. Peran dan fungsi masing-
masing unit jelas, disertai dengan penguatan daerah dalam penyediaan data dan
informasi.
Salah satu fungsi manajemen yang penting yaitu pengawasan terhadap berbagai
program dan kegiatan yang terkait dengan upaya pemerataan dan perluasan akses serta
peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan. Pengawasan yang dapat dilakukan
dengan cara monitoring dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitaspendayagunaan sumberdaya dalam pembangunan pendidikan dengan cara menekan
sekecil mungkin terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Pemberantasan KKN
merupakan isu strategis dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
sehingga tidak sampai dua bulan setelah menjadi presiden, Instruksi Presiden Nomor 5
Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi yang kemudian diperjelas
dengan Keputusan Sekretaris Kabinet Nomor 147/Seskab/04/2005 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi telah dikeluarkan.
Berkaitan dengan maraknya isu KKN dan berdasarkan data hasil pemeriksaan oleh
BPK, BPKP dan Inspektorat Jenderal sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2004, di
Departemen Pendidikan Nasional juga terindikasi adanya penyimpangan terhadap dana
pembangunan. Selama kurun waktu tersebut telah ditemukan sebanyak 8.817
temuan/kasus yang mengindikasikan adanya korupsi dalam bentuk uang yang jumlah
nominalnya cukup besar. Oleh sebab itu salah satu program penting Departemen
Pendidikan Nasional dalam lima tahun yang akan datang adalah percepatan
pemberantasan korupsi. Dengan demikian pengawasan dan monitoring menjadi sangat
penting dalam pembinaan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Departemen untuk
mencegah terjadinya KKN dan meningkatkan akuntabilitas Departemen.
42
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 43/130
Kapasitas pendidikan tinggi masih mengalami permasalahan, terutama dalam
masa transisi dari institusi perguruan tinggi yang sepenuhnya menjadi tanggungjawab
Pemerintah menuju masa otonomi satuan pendidikan tinggi yang diharapkan memiliki
keleluasan dan kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri. Perguruan tinggi yang sehatmemiliki kapasitas untuk mengelola sumberdaya pendidikan secara efisien untuk
mewujudkan pelayanan pendidikan yang bermutu. Perguruan tinggi yang sehat memiliki
kapasitas untuk merespon lingkungan yang berubah secara otonom dan unik.
Kapasitas perguruan tinggi ditentukan oleh kemampuannya dalam menelaah
informasi, memahami permasalahan, menentukan pemecahan masalah, mengambil
keputusan untuk memecahkan masalah, merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi terhadap hasil-hasil kerjanya. Oleh karena itu, kemampuan dalam
mengembangkan kebijakan dan program, misalnya, pada bidang keuangan, ketenagaan,
tata kelola, penjaminan mutu, serta rencana dan program infrastruktur, adalah
kapasitas yang perlu dimiliki oleh perguruan tinggi yang otonom dan sehat.
43
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 44/130
BAB IVBAB IVKEBIJAKANKEBIJAKAN POKOK PEMBANGUNANPOKOK PEMBANGUNAN
PENDIDIKAN NASIONALPENDIDIKAN NASIONAL
A. Pemerataan dan Perluasan Akses
Pemerataan dan perluasan akses pendidikan diarahkan pada upaya memperluas
daya tampung satuan pendidikan serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua
peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial,
ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta
kondisi fisik. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk Indonesia
untuk dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan daya saing bangsa di
era global, serta meningkatkan peringkat indeks pembangunan manusia (IPM) hingga
mencapai posisi sama dengan atau lebih baik dari peringkat IPM sebelum krisis. Untuk
itu, sampai dengan tahun 2009 dilakukan upaya-upaya sistematis dalam pemerataan
dan perluasan pendidikan, dengan mempertahankan APM-SD pada tingkat 95%,
memperluas SMP/MTs hingga mencapai APK 98,0% serta menurunkan angka buta aksara
penduduk usia 15 tahun ke atas hingga 5%.
Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun memperhatikan pelayanan yang adil dan
merata bagi penduduk yang menghadapi hambatan ekonomi dan sosial-budaya (yaitu
penduduk miskin, memiliki hambatan geografis, daerah perbatasan, dan daerahterpencil), maupun hambatan atau kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual
peserta didik. Untuk itu, diperlukan strategi yang lebih efektif antara lain dengan
membantu dan mempermudah mereka yang belum bersekolah, putus sekolah, serta
lulusan SD/MI/SDLB yang tidak melanjutkan ke SMP/MTs/SMPLB yang masih besar
jumlahnya, untuk memperoleh layanan pendidikan. Di samping itu, akan dilakukan
strategi yang tepat untuk meningkatkan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan,
khususnya pada masyarakat yang menghadapi hambatan tersebut.
Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun akan menambah jumlah lulusan
SMP/MTs/SMPLB setiap tahunnya, sehingga juga akan mendorong perluasan
pendidikan menengah. Dengan bertambahnya permintaan pendidikan menengah,
Pemerintah juga melakukan perluasan pendidikan menengah terutama bagi mereka
yang karena satu dan lain hal tidak dapat menikmati pendidikan SMA yang bersifat
reguler, melalui SMA Terbuka dan Paket C, sehingga pada gilirannya mendorong
peningkatan APM-SMA. Oleh karena SMA cenderung semakin meluas jauh di atas SMK,
maka Pemerintah lebih mempercepat pertumbuhan SMK diiringi dengan upaya
mendorong peningkatan program pendidikan kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang terus berubah.
44
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 45/130
Pemerintah akan memperluas akses pendidikan tinggi untuk menjawab
meningkatnya partisipasi sekolah menengah. Meningkatnya angka partisipasi PT
tersebut akan diiringi oleh kebijakan yang mengarah pada pencapaian daya saing
lulusan PT secara global. Secara bersamaan, dilakukan upaya untuk meningkatkanproporsi jumlah keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Salah satu
upaya untuk pemenuhan tersebut diantaranya melalui peningkatan jumlah keahlian
bidang vokasi melalui institusi politeknik. Selain itu, dikembangkan program
community college yang merupakan upaya harmonisasi antara pendidikan kejuruan di
SMK, pendidikan nonformal berkelanjutan, dan pendidikan vokasi. Di samping itu,
peningkatan APK PT dapat dicapai dengan memberikan kesempatan kepada anak-
anak berkebutuhan khusus untuk mendapat pelayanan pendidikan yang memadai.
Dengan mempertimbangkan keterbatasan kapasitas fiskal negara, strategi
pemerataan dan perluasan akses pendidikan tinggi lebih diarahkan pada peran
partisipasi swasta dalam mendirikan lembaga pendidikan tinggi baru. Namun, strategi
perluasan akan dikaitkan dengan pencapaian mutu yang lebih baik dalam rangka
peningkatan daya saing bangsa di era global. Untuk itu, pemerintah akan terus
membenahi peraturan dan perundang-undangan serta memperkuat kapasitas
kelembagaan yang terkait dengan fungsi pengendalian dan penjaminan mutu.
Kebijakan perluasan pendidikan tinggi juga dilakukan searah dengan upaya
membuka kesempatan bagi calon mahasiswa yang berasal dari penduduk di atas usia
ideal pendidikan tinggi (>24 th) seperti karyawan, guru, tenaga spesialis industri,termasuk dalam pendidikan nongelar dan pendidikan profesi yang mengutamakan
penguasaan pengetahuan, keterampilan dan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan
lapangan kerja industri.
Perluasan akses pendidikan tinggi juga dilakukan melalui pengembangan
kapasitas pembelajaran digital jarak jauh yang semakin luas dan efektif. Universitas
Terbuka dan institusi sejenis lainnya ditugaskan untuk mengimplementasikan strategi
ini, dengan memanfaatkan secara optimal TIK dalam proses pembelajaran,
pengelolaan, dan akses informasi. Dalam kaitan itu, Ditjen Pendidikan Tinggi
memprioritaskan investasi infrastruktur TIK untuk mendukung pelaksanaan
pembelajaran jarak jauh pada Universitas Terbuka dan perguruan tinggi lainnya serta
Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan.
Beberapa kebijakan strategis yang disusun dalam rangka memperluas
pemerataan dan akses pendidikan adalah sebagai berikut.
a. Memperluas akses bagi anak usia 0–6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan
untuk memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai
potensi yang dimiliki dan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan dalam
mengikuti pendidikan di SD/MI.
45
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 46/130
b. Menghapus hambatan biaya (cost barriers) melalui pemberian bantuan
operasional sekolah (BOS) bagi semua siswa pada jenjang Dikdas baik pada
sekolah umum maupun madrasah yang dimiliki oleh pemerintah atau
masyarakat, yang besarnya dihitung berdasarkan unit cost per siswa dikalikandengan jumlah seluruh siswa pada jenjang tersebut. Di samping itu, dilakukan
kebijakan pemberian bantuan biaya personal terutama bagi siswa yang berasal
dari keluarga miskin pada jenjang Dikdas melalui pemanfaatan BOS untuk tujuan
tersebut. Secara bertahap BOS akan dikembangkan menjadi dasar untuk
penentuan satuan biaya pendidikan berdasarkan formula (formula-based
funding) yang memperhitungkan siswa miskin maupun kaya serta tingkat kondisi
ekonomi daerah setempat.
c. Membentuk ”SD-SMP Satu Atap” bagi daerah terpencil yang berpenduduk jarang
dan terpencar, dengan menambahkan ruang belajar SMP di SD untuk
menyelenggarakan program pendidikan SMP bagi lulusannya. Untuk mengatasi
kesulitan tenaga pengajar dalam kebijakan ini dapat dilakukan dengan
memanfaatkan guru SD untuk mengajar di SMP pada beberapa mata pelajaran
yang relevan atau dengan meningkatkan kompetensi guru sehingga dapat
mengajar di SMP. Selain itu, dilakukan upaya memaksimalkan fasilitas yang
sudah ada, baik ruang kelas maupun bangunan sekolah dengan membuat jaringan
sekolah antara SMP dengan SD-SD yang ada di wilayah layanannya (catchment
areas) serta menggabungkan SD-SD yang sudah tidak efisien lagi.
d. Memperluas akses bagi anak usia sekolah 7–15 tahun, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak/belum terlayani di jalur pendidikan formal untuk
memiliki kesempatan mendapatkan layanan pendidikan di jalur nonformal
maupun program pendidikan terpadu/ inklusif bagi anak-anak yang berkebutuhan
khusus terutama untuk daerah-daerah yang tidak tersedia layanan pendidikan
khusus luar biasa. Di samping itu, untuk memperluas akses bagi penduduk usia
13-15 tahun dikembangkan SMP Terbuka melalui optimalisasi daya tampung dan
pengembangan SMP Terbuka model maupun melalui model layanan pendidikan
alternatif yang inovatif.
e. Memperluas akses bagi penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas baik laki-laki
maupun perempuan untuk memiliki kesempatan mendapatkan layanan
pendidikan keaksaraan melalui jalur pendidikan nonformal. Perluasan
kesempatan bagi penduduk buta aksara dilakukan dengan menjalin berbagai
kerjasama dengan stakeholder pendidikan, seperti organisasi keagamaan,
organisasi perempuan, dan organisasi lain yang dapat menjangkau lapisan
masyarakat, serta PT.
46
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 47/130
f. Memfasilitasi peran serta masyarakat dalam memperluas akses sekolah
menengah (SM), khususnya pada daerah-daerah yang memiliki lulusan SMP cukup
besar. Di sisi lain, juga mengembangkan SM terpadu, yaitu pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan umum dan kejuruan dalam satu satuanpendidikan. Bagi siswa yang berkebutuhan khusus, dilakukan kebijakan strategis
dalam melaksanakan program pendidikan inklusif.
g. Memperluas akses terhadap pendidikan di SMK sesuai dengan kebutuhan dan
keunggulan lokal. Perluasan SMK ini dilaksanakan melalui penambahan program
pendidikan kejuruan yang lebih fleksibel sesuai dengan tuntutan pasar kerja
yang berkembang. Di samping itu, dilakukan upaya penambahan muatan
pendidikan keterampilan di SMA bagi siswa yang akan bekerja setelah lulus.
h. Memperluas daya tampung PT yang ada dengan memberikan fasilitasi padaperguruan tinggi untuk membuka program-program keahlian yang dibutuhkan
masyarakat dan mengalihfungsikan atau menutup sementara secara fleksibel
program-program yang lulusannya sudah jenuh.
i. Memperluas kesempatan belajar pada perguruan tinggi yang lebih dititikberatkan
pada program-program politeknik, pendidikan tinggi vokasi dan profesi yang
berorientasi lebih besar pada penerapan teknologi tepat guna untuk kebutuhan
dunia kerja.
j. Memperluas kesempatan belajar sepanjang hayat bagi penduduk dewasa yang
ingin meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan hidup yang
relevan dengan kebutuhan masyarakat melalui program-program pendidikan
berkelanjutan. Perluasan kesempatan belajar sepanjang hayat dapat juga
dilakukan dengan mengoptimalkan berbagai fasilitas pendidikan formal yang
sudah ada sebagai bagian dari harmonisasi pendidikan formal dan nonformal.
k. Memperhatikan secara khusus kesetaraan gender, pendidikan untuk layanan
khusus di daerah terpencil dan daerah tertinggal, daerah konflik, perbatasan,
dan lain-lain, serta mengimplementasikannya dalam berbagai program secaraterpadu.
l. Melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE), serta advokasi kepada
masyarakat agar keluarga makin sadar akan pentingnya pendidikan serta mau
mengirimkan anak-anaknya ke sekolah dan/atau mempertahankan anaknya
untuk tetap bersekolah.
m. Melaksanakan advokasi bagi pengambil keputusan, baik di eksekutif
maupun legislatif dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk
memberikan perhatian yang lebih besar pada pembangunan pendidikan.
47
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 48/130
n. Memanfaatkan secara optimal sarana radio, televisi, komputer dan perangkat
TIK lainnya untuk digunakan sebagai media pembelajaran dan untuk pendidikan
jarak jauh sebagai sarana belajar alternatif selain menggunakan modul atau
tutorial, terutama bagi daerah terpencil dan mengalami hambatan dalamtransportasi, serta jarang penduduk.
Kebijakan untuk pemerataan dan perluasan akses pendidikan dilakukan
melalui penguatan program-program sebagai berikut:
1. Pendanaan biaya operasi Wajar Dikdas 9 Tahun; adalah kebijakan yang
menempati urutan prioritas tertinggi dalam lima tahun ke depan. Hal ini sudah
menjadi komitmen nasional seperti yang tertera pada Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. BOS dimaksudkan untuk
menutup biaya minimal operasi pembelajaran yang secara minimal memadaiuntuk menciptakan landasan yang kokoh bagi upaya peningkatan mutu secara
berkelanjutan. Dengan kebijakan BOS tersebut, pemerintah akan mewujudkan
“pendidikan dasar gratis”, yang diartikan sebagai bebas biaya secara bertahap.
2. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan wajar; merupakan kebijakan
strategis berikutnya, yang akan dilakukan untuk mendukung perluasan akses
dikdas dalam program Wajar Dikdas. Penyediaan sarana/prasarana
SD/MI/sederajat mencakup penambahan sarana untuk pendidikan layanan
khusus dan rehabilitasi serta revitalisasi sarana/prasarana yang rusak. Untuk
SMP/MTs/sederajat, kegiatan ini diarahkan untuk membangun unit sekolah baru
(USB), ruang kelas baru (RKB), laboratorium, perpustakaan, dan buku pelajaran,
yang diharapkan juga akan berdampak pada peningkatan mutu Dikdas.
Pembangunan USB/RKB diutamakan pada jenjang SMP/MTs/sederajat, untuk
mencapai ketuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun pada tahun
2008/2009.
3. Rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan; juga merupakan kebijakan
strategis untuk mendukung program Wajar Dikdas 9 tahun. Rekrutmen tersebut
dilakukan dengan mempertimbangkan kecukupan jumlah dan kualifikasi guruprofesional di berbagai jenjang dan jenis pendidikan, pemerataan penyebaran
secara geografis, keahlian, dan kesetaraan gender. Pemerataan secara geografis
mempertimbangkan pengaturan mekanisme penempatan dan redistribusi guru,
sistem insentif guru di daerah terpencil, pengangkatan guru tidak tetap secara
selektif, serta tenaga pendidikan lainnya seperti pamong belajar pada jalur
nonformal.
4. Perluasan pendidikan Wajar pada jalur nonformal; termasuk kebijakan
strategis untuk mendukung program Wajar. Kegiatan ini diharapkan dapat
meningkatkan angka partisipasi (APM/APK) Dikdas melalui program Paket A dan
48
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 49/130
Paket B. Program ini sangat strategis untuk menjangkau peserta didik yang
memiliki berbagai keterbatasan untuk mengikuti pendidikan formal, terutama
anak-anak dari keluarga tidak mampu, daerah terpencil, daerah tertinggal,
daerah konflik, atau anak-anak yang terpaksa bekerja.
5. Perluasan akses pendidikan keaksaraan bagi penduduk usia >15 tahun;
merupakan kebijakan dalam rangka memenuhi hak memperoleh pendidikan
bagi penduduk buta aksara. Hal ini dimaksudkan mendorong penduduk usia >15
tahun untuk mengikuti kegiatan keaksaraan fungsional agar memiliki
kemampuan membaca, menulis, berhitung sesuai dengan standar kompetensi
keberaksaraan. Melalui kebijakan strategis ini diharapkan akan menurunkan
jumlah penyandang tiga buta, yaitu buta aksara latin dan angka arab, buta
bahasa Indonesia dan buta pengetahuan dasar.
6. Perluasan akses SLB dan sekolah inklusif; merupakan kebijakan untuk
menyelenggarakan pendidikan khusus dan pendidikan inklusif sehingga
memperluas akses pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
belajar karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki potensi
bakat istimewa atau kecerdasan luar biasa.
7. Pengembangan pendidikan layanan khusus bagi anak usia Wajar Dikdas di
daerah (bermasalah) terpencil, daerah berpenduduk jarang dan terpencar,
daerah bencana, daerah konflik, serta anak jalanan; adalah kebijakan untuk
penduduk yang kesulitan akses karena faktor sosial ekonomi, geografis, sarana
transportasi dan komunikasi. Kelompok penduduk yang kurang beruntung karena
terisolasi atau hambatan lainnya, mendapat pelayanan khusus, antara lain
melalui SD/MI kecil/paket A, SMP/MTs kecil/paket B, SMP terbuka dan SD-SMP
“satu atap”, guru kunjung dan kelas layanan khusus di SD (KLK), termasuk
layanan dengan memanfaatkan TIK, seperti radio, televisi, komputer dan
internet.
8. Perluasan akses PAUD; merupakan kebijakan untuk mendorong
terselenggaranya pelayanan pendidikan bagi anak-anak usia 0-6 tahun baik padajalur pendidikan formal maupun nonformal. Kegiatan Pemerintah lebih
diarahkan untuk memberikan dukungan atau pemberdayaan bagi
terselenggaranya pelayanan PAUD yang bermutu oleh masyarakat secara merata
di seluruh pelosok tanah air. Hibah (blockgrants) atau imbal swadaya akan
diberikan untuk pengembangan PAUD, PAUD model, dan berbagai bentuk
integrasi PAUD ke dalam berbagai pelayanan anak usia dini lainnya.
9. Pendidikan kecakapan hidup; merupakan kebijakan strategis bagi peserta didik
yang orang tuanya miskin dan orang dewasa miskin dan/atau pengangguran.
Pendidikan ini akan memberikan kompetensi yang dapat dijadikan modal untuk
49
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 50/130
usaha mandiri atau bekerja, mengingat masih besarnya jumlah mereka, maka
kegiatan strategis ini menjadi sangat penting peranannya bagi penanggulangan
kemiskinan dan pengangguran.
10. Perluasan akses SMA/SMK dan SM terpadu; arah kebijakan ini lebih untuk
memperluas SMK untuk mencapai komposisi jumlah SMA dan SMK yang seimbang
pada tahun 2009. Perluasan SMA lebih ditekankan pada partisipasi swasta.
Kebijakan ini ditempuh setelah melihat kenyataan bahwa bagian terbesar (65%)
penganggur terdidik adalah lulusan pendidikan menengah (Sakernas, BPS 2004),
yang dapat diartikan sebagai kurangnya keterampilan lulusan pendidikan
menengah untuk masuk lapangan kerja.
11. Perluasan akses perguruan tinggi; pemerataan dan perluasan akses pendidikan
tinggi menargetkan pencapaian jumlah mahasiswa meningkat dari 14,3% (tahun2004) menjadi 18,0% pada tahun 2009. Investasi membangun institusi baru
untuk pendidikan tinggi akademik (umum) lebih didorong pada peran swasta,
sementara peran Pemerintah lebih pada pengembangan pendidikan vokasi dan
pendidikan profesi pada perguruan tinggi yang sudah ada. Pendidikan tinggi
akademik akan diperluas melalui penambahan ruang belajar, laboratorium,
ruang praktikum, serta perpustakaan dalam rangka menambah daya tampung.
12. Pemanfatan teknologi informasi dan komunikasi sebagai sarana
pembelajaran jarak jauh; kegiatan prioritas ini ingin mengembangkan sistem
pembelajaran jarak jauh (distance learning) di perguruan tinggi, pendidikan
formal dan pendidikan nonformal untuk mendukung perluasan dan pemerataan
pendidikan tinggi, pendidikan formal, dan pendidikan nonformal. Teknologi
informasi dan komunikasi akan dimanfaatkan secara optimal dalam fungsinya
sebagai media pembelajaran jarak jauh, dan juga untuk memfasilitasi
manajemen pendidikan.
13. Peningkatan peran serta masyarakat dalam perluasan akses SMA, SMK/SM
Terpadu, SLB, dan PT; kegiatan ini termasuk dalam prioritas kebijakan yang
didasarkan pada beberapa pertimbangan: pertama, bahwa kemampuankeuangan pemerintah masih terbatas untuk dapat memberikan pelayanan
pendidikan yang seluas-luasnya sementara itu ada potensi yang cukup besar
pada masyarakat; kedua, kecenderungan arah pembangunan pendidikan yang
ingin lebih banyak melibatkan partisipasi swasta di segala aspek
penyelenggaraan, termasuk investasi, pengelolaan, dan pengawasan; ketiga,
sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pemerintah Pusat akan lebih banyak memainkan perannya
sebagai fasilitator pelayanan publik yang bertugas membuat kebijakan-
kebijakan strategis, yang antara lain dilakukan melalui pengendalian dan
50
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 51/130
penjaminan mutu, pengembangan standar-standar, akreditasi, dan sertifikasi
dalam rangka desentralisasi pendidikan. Peran yang demikian ingin mendorong
terselenggaranya pelayanan pendidikan yang mandiri (otonom), baik oleh
pemerintah daerah maupun masyarakat (swasta). Dalam pemberian bantuanoperasi penyelenggaraan pendidikan, Pemerintah tidak lagi membedakan antara
kepemilikan negara dan masyarakat/swasta.
Program strategis yang ditetapkan dalam rangka pemerataan dan perluasan
akses pendidikan digambarkan pada grafik 4.1.
Grafik 4.1Kebijakan Dalam Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan
B. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing
Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing di masa depan diharapkan dapat
memberikan dampak bagi perwujudan eksistensi manusia dan interaksinya sehingga
dapat hidup bersama dalam keragaman sosial dan budaya. Selain itu, upaya
peningkatan mutu dan relevansi dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta
daya saing bangsa. Mutu pendidikan juga dilihat dari meningkatnya penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai humanisme yang meliputi keteguhan iman dan takwa serta
berakhlak mulia, etika, wawasan kebangsaan, kepribadian tangguh, ekspresi
estetika, dan kualitas jasmani. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan diukur
dari pencapaian kecakapan akademik dan nonakademik yang lebih tinggi yang
51
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 52/130
memungkinkan lulusan dapat proaktif terhadap perubahan masyarakat dalam
berbagai bidang baik di tingkat lokal, nasional maupun global.
Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian mutu
pendidikan yang semakin meningkat yang mengacu pada standar nasional pendidikan
(SNP). SNP meliputi berbagai komponen yang terkait dengan mutu pendidikan
mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik
dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Pemerintah mendorong dan
membimbing satuan-satuan dan program (studi) pendidikan untuk mencapai standar
yang diamanatkan oleh SNP. Standar-standar tersebut digunakan juga sebagai dasar
untuk melakukan penilaian terhadap kinerja satuan dan program pendidikan, mulai
dari PAUD, Dikdas, pendidikan menengah (Dikmen), PNf, sampai dengan pendidikan
tinggi (Dikti).
Peningkatan mutu pendidikan semakin diarahkan pada perluasan inovasi
pembelajaran baik pada pendidikan formal maupun nonformal dalam rangka
mewujudkan proses yang efisien, menyenangkan dan mencerdaskan sesuai tingkat
usia, kematangan, serta tingkat perkembangan peserta didik. Pengembangan proses
pembelajaran pada PAUD serta kelas-kelas rendah sekolah dasar lebih
memperhatikan prinsip perlindungan dan penghargaan terhadap hak-hak anak dengan
lebih menekankan pada upaya pengembangan kecerdasan emosional, sosial, dan
spiritual dengan prinsip bermain sambil belajar. Peningkatan mutu pendidikan padajenjang pendidikan yang lebih tinggi semakin memperhatikan pengembangan
kecerdasan intelektual dalam rangka memacu penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi di samping memperkokoh kecerdasan emosional, sosial, dan spritual
peserta didik.
Upaya peningkatan mutu dan relevansi pendidikan secara berkelanjutan akan
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan satuan pendidikan secara
terpadu yang pengelolaannya dikoordinasikan secara terpusat. Dalam pelaksanaannya
koordinasi tersebut didelegasikan kepada gubernur atau aparat vertikal yang
berkedudukan di provinsi. Manajemen mutu tersebut akan dilaksanakan melalui
kebijakan strategis sebagai berikut.
1. Mengembangkan dan menetapkan standar nasional pendidikan sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagai dasar untuk melaksanakan penilaian pendidikan, peningkatan
kapasitas pengelolaan pendidikan, peningkatan sumberdaya pendidikan,
akreditasi satuan dan program pendidikan, serta upaya penjaminan mutu
pendidikan.
52
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 53/130
2. Melaksanakan evaluasi pendidikan melalui ujian sekolah oleh sekolah dan ujian
nasional yang dilakukan oleh sebuah badan mandiri yaitu Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Ujian nasional mengukur ketercapaian kompetensi siswa/
peserta didik berdasarkan standar kompetensi lulusan yang ditetapkan secaranasional (benchmark). Hasil ujian nasional tidak merupakan satu-satunya alat
untuk menentukan kelulusan siswa pada setiap satuan pendidikan tetapi
terutama sebagai sarana untuk melakukan pemetaan dan analisis mutu
pendidikan yang dimulai dari tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
provinsi sampai tingkat nasional.
3. Melaksanakan penjaminan mutu (quality assurance) melalui suatu proses analisis
yang sistematis terhadap hasil ujian nasional dan hasil evaluasi lainnya yang
dimaksudkan untuk menentukan faktor pengungkit dalam upaya peningkatan
mutu, baik antarsatuan pendidikan, antarkabupaten/kota, antarprovinsi, atau
melalui pengelompokan lainnya. Analisis dilakukan oleh Pemerintah bersama
pemerintah provinsi yang secara teknis dibantu oleh Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) pada masing-masing wilayah. Berdasarkan analisis itu,
diberikan intervensi terhadap satuan dan program (studi) pendidikan di
antaranya melalui: pendidikan dan pelatihan terutama pengembangan proses
pembelajaran efektif, pemberian bantuan teknis, pengadaan dan pemanfaatan
sumberdaya pendidikan, serta pemanfaatan ICT dalam pendidikan. Di samping
itu untuk mempercepat tercapainya pemerataan mutu pendidikan dilakukan
pemberian bantuan yang diarahkan pada satuan pendidikan yang belummencapai standar nasional.
4. Melakukan tindakan afirmatif dengan memberikan perhatian lebih besar
pada satuan pendidikan yang kualitasnya rendah, baik dilihat dari input,
proses, maupun outputnya.
5. Melaksanakan akreditasi satuan dan/atau program pendidikan untuk menentukan
status akreditasinya masing-masing. Penilaian dilakukan setiap lima tahun
dengan mengacu pada SNP. Akreditasi juga dapat menggunakan rata-rata hasil
ujian nasional dan/atau ujian sekolah sebagai dasar pertimbangan dalam
penentuan status akreditasi tersebut. Hasil akreditasi dijadikan sebagai landasan
untuk melakukan program pengembangan kapasitas dan peningkatan mutu setiap
satuan atau program pendidikan. Pelaksanaan akreditasi ini dilakukan secara
independen oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Badan
Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah (BAN-SM), dan Badan Akreditasi
Nasional Pendidikan Nonformal (BAN-PNF).
Kebijakan untuk peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan
dilakukan melalui penguatan program-program sebagai berikut:
53
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 54/130
1. Implementasi dan penyempurnaan SNP dan penguatan peran Badan SNP;
merupakan Kebijakan strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Dengan adanya SNP dan BSNP, penataan berbagai aspek yang menunjang
perbaikan mutu akan disusun, diuji coba dan diterapkan serta dikembangkansecara bertahap pada setiap satuan, jenis, jenjang, dan jalur pendidikan
nasional.
2. a.Pengawasan dan penjaminan mutu secara terprogram dengan mengacu
pada SNP; untuk mewujudkan sistem pengawasan dan penjaminan mutu secara
berkelanjutan. Karena itu perlu dikembangkan dan dikelola mekanisme
pengawasan dan pengendalian mutu pendidikan yang mengacu pada standar
nasional pendidikan. Kegiatan utamanya antara lain: pembentukan BAN-SM, BAN-
PNF, BAN-PT; menyusun dan menetapkan mekanisme pengawasan dan
penjaminan mutu pendidikan; menyusun dan menetapkan mekanisme
pengawasan; evaluasi; dan ujian nasional untuk mengukur ketercapaian standar
pendidikan yang telah ditetapkan; serta pengembangan kapasitas pengelolaan
pendidikan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, serta satuan pendidikan.
2. b.Survai benchmarking mutu pendidikan terhadap standar internasional;
bertujuan untuk membandingkan kemampuan peserta didik Indonesia dengan
anak di negara-negara lain dalam kemampuan/keterampilan matematika, sains,
dan membaca sehingga mutu dan daya saing tingkat internasional peserta didik
dapat ditingkatkan secara kompetitif.
3. Perluasan dan peningkatan mutu akreditasi oleh BAN-SM, BAN-PNF dan BAN-
PT; akreditasi merupakan kebijakan strategis dalam penilaian kelayakan
program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
dalam rangka peningkatan mutu dan relevansi pendidikan di setiap satuan
pendidikan, kabupaten/kota, dan provinsi. Hasil penilaian akreditasi digunakan
sebagai salah satu faktor untuk menentukan bentuk dan besarnya bantuan yang
perlu diberikan kepada satuan pendidikan dan pemerintah daerah.
4. a.Pengembangan guru sebagai profesi; merupakan kebijakan yang strategisdalam rangka membenahi persoalan guru secara mendasar. Sebagai tenaga
profesional, guru harus memiliki sertifikat profesi dari hasil uji kompetensi.
Sesuai dengan usaha dan prestasinya, guru akan memperoleh imbal jasa,
insentif, dan penghargaan, atau sebaliknya, disinsentif atas tidak terpenuhinya
standar profesi oleh seorang guru. Pendidikan profesi guru dan sistem sertifikasi
profesi pendidik akan dikembangkan baik untuk calon guru ( pre service) maupun
untuk guru yang sudah bekerja (in service). Standar profesi guru akan
dikembangkan sebagai dasar bagi penilaian kinerja guru yang dilakukan secara
54
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 55/130
berkelanjutan atas dasar kinerjanya baik pada tingkat kelas maupun satuan
pendidikan.
4. b.Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan
nonformal; kebijakan yang strategis dalam rangka membenahi persoalan
pendidik dan tenaga kependidikan nonformal. Sebagai tenaga profesional yang
harus memiliki sertifikat profesi dari hasil uji kompetensi, sesuai dengan usaha
dan prestasinya untuk memperoleh imbal jasa, insentif, dan penghargaan, atau
sebaliknya, disinsentif atas tidak terpenuhinya standar profesi. Standar profesi
pendidikan nonformal (tutor dan tenaga lapangan pendidikan nonformal) akan
dikembangkan sebagai dasar bagi penilaian kinerjanya, yang dilakukan secara
berkelanjutan.
5. Pengembangan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan; peningkatankualitas pendidik dan tenaga kependidikan dilaksanakan dengan pemetaan profil
kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dikaitkan dengan SNP, analisis
kesenjangan kompetensi, serta penyusunan program dan strategi peningkatan
kompetensi menuju pada tercapainya SNP.
6. Perbaikan dan pengembangan sarana dan prasarana; merupakan kegiatan
strategis yang ditujukan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana
pendidikan yang rusak terutama pada Dikdas untuk meningkatkan
keamanan/keselamatan, kenyamanan, dan kualitas proses pembelajaran. Untuk
mencapai mutu pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan
dikembangkan sarana dan prasarana pendidikan terutama buku pelajaran dan
buku penunjang laboratorium, perpustakaan, ruang praktek, sarana olah raga,
sarana ibadah, dan sarana pendidikan lainnya.
7. Perluasan pendidikan kecakapan hidup; merupakan kegiatan strategis dalam
peningkatan mutu dan relevansi pendidikan yang mencakup pengembangan
pendidikan kecakapan hidup yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik
dalam rangka pengembangan kompetensi, kepribadian, kewarganegaraan,
intelektual, estetika, dan kinestik pada berbagai satuan, jenis, jenjang, danjalur pendidikan. Tujuannya agar keluaran pendidikan memiliki keterampilan
untuk menghadapi tantangan kehidupan yang terus berkembang secara mandiri.
8. Pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap kabupaten/kota;
perluasan satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal oleh pemerintah
daerah dilaksanakan dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang secara bertahap akan
dikembangkan pada setiap provinsi dan kabupaten/kota. Dalam lima tahun ke
depan, diharapkan terdapat sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan di setiap
jenis, jenjang, dan jalur pendidikan di setiap kabupaten/kota.
55
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 56/130
9. Pembangunan sekolah bertaraf internasional di setiap provinsi/kabupaten
/kota; untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan sekolah
bertaraf internasional pada tingkat kabupaten/kota melalui kerja sama yang
konsisten antara Pemerintah dengan pemerintah kabupaten/kota yangbersangkutan, untuk mengembangkan SD, SMP, SMA dan SMK yang bertaraf
internasional sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia.
10.Mendorong jumlah jurusan di PT yang masuk dalam 100 besar Asia atau 500
besar Dunia; melalui investasi yang signifikan pada sumber-sumber daya
pendidikan yang utama seperti dosen, laboratorium, penelitian dan
pengembangan, publikasi, perpustakaan yang memadai, serta manajemen
pelayanan yang efektif dan akuntabel, sehingga pada tahun 2009 jumlah jurusan
yang masuk dalam 100 besar di Asia atau 500 besar dunia dapat dicapai.
11.Akselerasi jumlah program studi kejuruan, vokasi, dan profesi; investasi
dilakukan untuk pengembangan satuan pendidikan pada perguruan tinggi dan
sekolah-sekolah menengah kejuruan, dan pendidikan nonformal. Pendidikan
kejuruan, advokasi, profesi membutuhkan kualifikasi kompetensi untuk
memasuki pasar tenaga kerja, sehingga perlu ada penguatan agar selalu dapat
mengacu dan memenuhi tuntutan lapangan kerja, standar kualifikasi kerja,
profesionalisme, dan produktifitas kerja yang terus berkembang dalam
memenuhi standar nasional dan internasional.
12.a. Peningkatan jumlah dan mutu publikasi ilmiah dan HAKI; kegiatan ini
berkaitan dengan peran perguruan tinggi yang memiliki otonomi keilmuan
dengan melakukan penelitian dan pengembangan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perguruan tinggi didorong untuk
mampu memberikan pemikiran dan temuan/inovasi yang bermanfaat, baik untuk
kepentingan pembangunan maupun untuk pengembangan pengetahuan.
12. b.Peningkatan kreativitas, entrepreneurship, dan kepemimpinan mahasiswa;
Pemberian bekal kepemimpinan serta jiwa entrepreneur yang memadai bagi
mahasiswa yang mandiri untuk menghadapi tantangan dan kemajuan iptek, sertapeka terhadap peluang dan perubahan.
13.Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan;
kegiatan ini berupa pengembangan sistem, metode, dan materi
pembelajaran dengan menggunakan TIK. Kegiatan ini juga akan
mengembangkan sistem jaringan informasi sekolah, infrastruktur dan SDM
untuk mendukung implementasinya, baik untuk kepentingan manajemen
pendidikan maupun proses pembelajaran. Dengan menggunakan TIK dalam
pendidikan siswa pada sekolah reguler, warga belajar pada pendidikan
56
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 57/130
nonformal dan siswa yang memerlukan layanan pendidikan khusus, secara
adil dapat memperoleh pendidikan yang bermutu dan relevan.
Program strategis peningkatan mutu dan relevansi pendidikan secara
keseluruhan dapat digambarkan pada grafik 4.2.
C. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik
Tujuan jangka panjang Depdiknas adalah mendorong kebijakan sektor agar mampu
memberikan arah reformasi pendidikan secara efektif, efisien dan akuntabel.
Kebijakan ini diarahkan pada pembenahan perencanaan jangka menengah dengan
menetapkan kebijakan strategis serta program-program yang didasarkan pada urutan
prioritas. Di samping itu, disusun pula pola-pola pendanaan bagi keseluruhan sektor
berdasarkan prioritas, baik dari sumber Pemerintah, orang tua maupun stakeholder
lain di setiap tingkat pemerintahan.
Pengelolaan pendidikan nasional menggunakan pendekatan secara menyeluruh
dari sektor pendidikan (sector-wide approach) yang bercirikan (a) program kerja
disusun secara kolaboratif dan sinergis untuk menguatkan implementasi kebijakan pada
57
Grafik 4.2Kebijakan Dalam Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing
2.13
Pe
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 58/130
semua tingkatan, (b) reformasi institusi dilaksanakan secara berkelanjutan yang
didukung program pengembangan kapasitas, dan (c) perbaikan program dilakukan
secara berkelanjutan dan didasarkan pada evaluasi kinerja tahunan yang dilaksanakan
secara sistematis dan memfungsikan peran-peran stakeholder yang lebih luas.
Pemerintah melaksanakan pengembangan kapasitas institusi pendidikan
secara sistemik dan terencana dengan menggunakan pendekatan keseluruhan sektor
tersebut di atas. Strategi pengembangan kapasitas lebih diarahkan pada proses
manajemen perubahan secara endogeneous atau perubahan yang didorong secara
internal. Perubahan yang didorong secara internal akan lebih menjamin terjadinya
perubahan secara berkelanjutan, menumbuhkan rasa kepemilikan, kepemimpinan,
serta komitmen bersama.
Kebijakan tata kelola dan akuntabilitas meliputi sistem pembiayaan berbasis
kinerja baik di tingkat satuan pendidikan maupun pemerintah daerah, dan
manajemen berbasis sekolah (MBS), untuk membantu Pemerintah dan pemerintah
daerah dalam mengalokasikan sumberdaya serta memonitor kinerja pendidikan
secara keseluruhan. Di samping itu, peran serta masyarakat dalam perencanaan,
pengelolaan, dan pengawasan kinerja pendidikan ditingkatkan melalui peran komite
sekolah/satuan pendidikan dan dewan pendidikan.
Pemerintah bertekad mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN
serta memberikan pelayanan yang lebih bermutu, efektif, dan efisien sesuai
kebutuhan masyarakat. Pemerintahan yang bersih dari KKN diwujudkan melalui
internalisasi etos kerja serta disiplin kerja yang tinggi sebagai bentuk akuntabilitas
aparatur negara serta perwujudan profesionalisme aparatur. Untuk itu, segenap
aparatur yang ada di Departemen Pendidikan Nasional perlu meningkatkan kinerjanya
untuk mewujudkan pelayanan yang bermutu, merata dan adil di dalam suatu tata
kelola pemerintahan yang sehat. Aparatur juga perlu mengubah mindset atas
perilaku dan sikap seorang birokrat menjadi pelayan masyarakat yang profesional.
Kebijakan perwujudan tata kelola pemerintahan yang sehat dan akuntabel
dilakukan secara intensif melalui sistem pengendalian internal (SPI), pengawasan
masyarakat, serta pengawasan fungsional yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Pemerintah mengembangkan dan melaksanakan SPI pada masing-masing satuan kerja
dalam mengelola kegiatan pelayanan pendidikan sehari-hari. Pengawasan fungsional
dilakukan oleh Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Keuangan RI, dan BPKP
terhadap hasil pembangunan pendidikan, sedangkan pengawasan masyarakat
58
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 59/130
dilakukan langsung oleh individu-individu atau anggota masyarakat yang mempunyai
bukti-bukti penyalahgunaan wewenang.
Sejalan dengan pembagian kewenangan antartingkat pemerintahanberdasarkan otonomi dan desentralisasi, pemerintah pusat mengkoordinasikan
manajemen mutu pendidikan, sedangkan pemerintah daerah berperan dalam
manajemen sarana/prasarana dan operasional layanan pendidikan. Untuk
peningkatan efisiensi dan mutu layanan, diperlukan pengembangan kapasitas daerah
serta penataan tata kelola pendidikan yang sehat dan akuntabel, baik pada tingkat
satuan pendidikan maupun tingkat kabupaten/kota. Dalam kaitan itu, pemerintah
daerah lebih berperan dalam mendorong otonomi satuan pendidikan melalui
pengembangan kapasitas dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang bermutu.
Berdasarkan pembagian kewenangan tersebut di atas terdapat fungsi-fungsi
baru yang harus dijalankan oleh pusat maupun daerah. Untuk itu dikembangkan
mekanisme yang akan mengatur berbagai fungsi baru yang telah diidentifikasi tersebut
dalam suatu struktur, sistem dan mekanisme yang baru didukung oleh peraturan
perundangan yang sesuai. Berbagai identifikasi dan kajian mengenai pentingnya fungsi
dan institusi baru yang diperlukan untuk pelayanan pendidikan dalam masa otonomi
dan desentralisasi dilakukan secara komprehensif oleh Depdiknas.
Sesuai dengan kerangka pengaturan dan kerangka institusional, disusun
kebijakan untuk mendorong terjadinya penguatan kapasitas satuan pendidikan dan
program pada setiap tingkatan pemerintahan. Penguatan kapasitas satuan
pendidikan atau program pendidikan diorientasikan untuk mencapai status kapasitas
tertinggi, yaitu dapat memenuhi atau di atas SNP. Pengembangan kapasitas dilakukan
untuk mendorong agar sebagian besar satuan pendidikan yang masih berada di bawah
SNP secara bertahap akan diperkuat sehingga mampu melampaui SNP. Bagi satuan
pendidikan yang sudah memenuhi SNP, akan didorong untuk memacu mutunya lebih
tinggi lagi hingga dapat mencapai standar internasional. Pada tahun 2009,
Pemerintah akan mendorong peningkatan proporsi satuan pendidikan untuk dapat
mencapai sama atau di atas SNP setidak-tidaknya mencapai 25% SD/MI, 40% SMP/MTs,
50% SMA/MA, dan 50% SMK/MAK pada tahun 2009.
Pengembangan kapasitas diarahkan pada peningkatan kemampuan
Kabupaten/kota secara sistematis untuk memberikan pelayanan pendidikan yang
efektif dan akuntabel sesuai dengan SNP. Untuk meningkatkan kinerja pengelolaan
pendidikan pada kabupaten/kota dikembangkan dan diremajakan indikator-indikator
59
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 60/130
kinerja pengelolaan layanan pendidikan, baik pada jalur formal maupun nonformal
yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Dalam jangka menengah diperkuat kapasitas
pengelolaan layanan pendidikan terhadap kabupaten/kota sehingga dapat menambah
kabupaten/kota yang memiliki kapasitas pelayanan sesuai dengan SNP.
Penguatan kapasitas pendidikan tinggi dilakukan melalui pengembangan
mekanisme untuk mewujudkan kesehatan organisasi dan otonomi masing-masing
perguruan tinggi. Secara keseluruhan, upaya tersebut dilakukan dengan menetapkan
sistem, mekanisme, norma-norma, dan standar yang relevan yang dapat dijadikan
acuan bagi masing-masing perguruan tinggi untuk meningkatkan kesehatan
institusinya. Pada tahun 2009, diharapkan mekanisme kerja institusi dan aturan
perundangan yang diperlukan sudah dapat diselesaikan.
Pengembangan kapasitas bagi setiap tingkat pemerintahan harus diarahkan
pada peningkatan efisiensi pendidikan sebagai berikut.
1. Pada tingkat Pemerintah, prioritas pengembangan kapasitas mencakup penataan
kelembagaan, penguatan sistem advokasi strategis dan monitoring, perbaikan
sistem informasi kinerja dalam memetakan pencapaian SNP oleh satuan
pendidikan dan pemerintah daerah.
2. Pada tingkat provinsi, pengembangan kapasitas harus lebih diarahkan pada
peningkatan institusi pengelola dalam melaksanakan fungsi dekonsentrasi, yaitu
kemampuan provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam mengelola
pelaksanaan kegiatan yang menjadi wewenang pusat, misalnya pengendalian
mutu, penjaminan mutu, evaluasi dan monitoring program, serta akreditasi.
Kapasitas provinsi juga perlu ditingkatkan dalam melakukan koordinasi
pelaksanaan kegiatan antarkabupaten/kota.
3. Pada tingkat kabupaten/kota, perlu penguatan kapasitas dalam menyusunkebijakan, rencana strategis dan operasional, sistem informasi dan sistem
pembiayaan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan.
Kabupaten/kota berfungsi sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan dan
otonomi yang lebih luas bagi satuan pendidikan dalam upaya mencapai
kemandirian.
4. Pada pendidikan tinggi, terutama dalam masa transisi dari sentralisasi menuju
masa desentralisasi, pengembangan kapasitas dilakukan untuk mewujudkan
perguruan tinggi yang memiliki keleluasaan dalam pelayanan pendidikan tinggi
60
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 61/130
yang bermutu secara sehat dan akuntabel. Perguruan tinggi yang sehat memiliki
kapasitas untuk merespon lingkungan yang berubah secara otonom dan unik.
5. Pada satuan pendidikan, penguatan kapasitas tercermin dari kemampuan satuanpendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran efektif untuk mencapai
standar nasional pendidikan. Untuk itu, perlu ditingkatkan kemampuan kepala
sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan lainnya dalam memanfaatkan
sumber daya pendidikan agar mendorong kegiatan belajar peserta didik secara
optimal.
Dalam rangka peningkatan akuntabilitas satuan pendidikan, sistem monitoring
dan evaluasi ditata melalui mekanisme pelaporan kinerja satuan pendidikan.
Peningkatan akuntabilitas dilakukan melalui pemberian bantuan bagi kabupaten/kota
untuk melakukan monitoring kinerja pada satuan pendidikan. Melalui suatu tata
kelola, sistem audit kinerja akan lebih difokuskan pada pelaksanaan block grants
yang tepat sasaran. Block grants dilengkapi dengan dana pendamping dari penerima
sehingga dapat menimbulkan rasa kepemilikan dari suatu program pembangunan.
Dengan strategi-strategi tersebut di atas akuntabilitas publik dapat
diwujudkan secara sehat melalui peningkatan fungsi kontrol dari stakeholder
pendidikan dalam rangka meningkatkan efisiensi layanan pendidikan. Diharapkan
dalam lima tahun yang akan datang (tahun 2009) informasi tentang kinerja satuan
pendidikan dapat diakses oleh keluarga dan masyarakat. SMK dan pendidikan tinggi
vokasi didorong untuk menyediakan layanan informasi tentang penempatan kerja
lulusannya sebagai bagian dari akuntabilitas satuan pendidikan.
Penerapan ICT akan dimanfaatkan secara optimal untuk membantu
merealisasikan manajemen pendidikan yang transparan dan akuntabel. Model
penerapannya dapat diwujudkan melalui media on-line yang memuat informasi dan
laporan perencanaan dan pelaksanaan kebijakan kepada publik atau stakeholder
pendidikan lainnya. Dengan media tersebut, partisipasi masyarakat dalam bentuk
usulan, kritik, atau informasi lainnya dapat diakomodasi secara lebih mudah dan
terbuka kepada pembuat kebijakan.
Kebijakan dalam rangka peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan
pencitraan publik pendidikan secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Peningkatan sistem pengendalian internal berkoordinasi dengan BPKP
dan BPK; untuk mewujudkan pengelolaan pendidikan yang bersih efektif, efisien,
61
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 62/130
produktif dan akuntabel. Sistem pengendalian internal sangat penting
dikembangkan guna mendeteksi penyimpangan secara dini dan menumbuhkan
tanggung jawab melalui proses evaluasi diri. Sistem ini tidak hanya dikembangkan
dalam pengelolaan pendidikan di tingkat pusat, tetapi hingga tingkat provinsi dan
kabupaten/kota. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pembangunan
pendidikan juga ditingkatkan.
2. Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat Inspektorat Jenderal;
pada tahapan ini, menetapkan program pengembangan aparat pengawas, menjadi
fokus utama di samping pengembangan sistem pengawasan Inspektorat Jenderal
Depdiknas. Standar kompetensi auditor telah disusun dan direncanakan digunakan
sebagai standar untuk mengukur kompetensi auditor dan mendisain pengembangan
kompetensi melalui pendidikan formal atau nonformal. Pengembangan sistem
pengawasan dilakukan melalui pengembangan teknik pengawasan dan pendekatan
pengawasan. Audit kinerja sebagai suatu teknik pengawasan dan kemitraan sebagai
suatu pendekatan audit yang dikembangkan untuk meningkatkan kapasitas
pengawasan yang lebih baik. Pada saat ini audit kinerja dilaksanakan pada
pengawasan perguruan tinggi.
3. Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat perencanaan dan
penganggaran; kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas nasional
dalam perencanaan, pengelolaan, dan penyelenggaraan pelayanan pendidikan
berbasis kinerja, melalui: (a) perbaikan kapasitas untuk merancang dan
melaksanakan kebijakan, strategi, dan program-program Renstra Diknas 2005-2009;
(b) pengembangan strategi manajemen kurikulum, bahan ajar dan manajemen
pembelajaran untuk identifikasi, advokasi, dan penyebarluasan praktek-praktek
terbaik (best practices) dalam pengelolaan pendidikan tingkat kabupaten/kota
dan/atau satuan pendidikan; dan (c) mengembangkan sistem kerja sama untuk
perencanaan, pengelolaan, dan monitoring kinerja sistem pendidikan secaramenyeluruh. Program pengembangan kapasitas pusat/provinsi bertujuan untuk
memberikan bantuan teknis, monitoring kinerja, dan manajemen strategis kepada
kabupaten/kota dan satuan pendidikan.
4. Peningkatan kapasitas dan kompetensi managerial aparat; untuk
meningkatkan akuntabilitas pengelolaan pendidikan perlu dilakukan pengembangan
kapasitas aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Pengembangan
kapasitas para pengelola pendidikan dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu
pengembangan kapasitas pengelola pendidikan pada tingkat pemerintahan (pusat,
62
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 63/130
provinsi dan kabupaten/kota) dan pengelola pelayanan pada tingkat satuan
pendidikan. Pengembangan kapasitas pengelola dimaksudkan untuk mengembangkan
kemampuan pengelola dalam pelayanan pendidikan yang efektif, inovatif, efisien,
dan akuntabel.
5. Peningkatan ketaatan pada peraturan perundang-undangan; beberapa
kegiatan untuk mendorong dan mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi
peningkatan kedisiplinan, kinerja, dan akuntabilitas seluruh aparat pengelola
pendidikan, melalui peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara.
6. Penataan regulasi pengelolaan pendidikan dan penegakkan hukum di
bidang pendidikan; menjawab berbagai permasalahan dan tantangan masa depan
pendidikan, instrumen peraturan perundang-undangan, kebijakan, pedoman,
standar, dan aturan pelaksanaan teknis lainnya menjadi prioritas yang tidak kalah
penting untuk terus disempurnakan dan dikembangkan serta penegakkan hukum di
bidang pendidikan ditingkatkan.
7. Peningkatan citra publik; di samping terus melakukan dan memantau
program, kebijakan, dan kegiatan pembangunan nasional, Depdiknas juga perlu
melakukan sosialisasi kepada publik tentang apa yang direncanakan, yang telah
dilakukan, dan bagaimana melakukan perbaikan. Selain untuk melakukan
sosialisasi, paparan kepada publik juga dapat menjadi sarana peningkatan citra
Depdiknas dan Sisdiknas itu sendiri. Melalui paparan tersebut, diharapkan ada
masukan dari seluruh masyarakat, khususnya pemerhati pendidikan nasional.
8. Peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola pendidikan; pada
era desentralisasi pendidikan ada gejala penurunan kualitas dan kompetensi
pengelola pendidikan baik yang berada di pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan
satuan pendidikan. Untuk ini, berbagai bentuk dan model pendidikan dan
pelatihan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut akan dikembangkan.
9. Pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan KKN; sebagai wujud pelaksanaan Inpres Nomor 5, maka
Departemen Pendidikan Nasional telah menyusun Tim Rencana Aksi Nasional
Percepatan Pemberantasan Korupsi dengan Surat Mendiknas Nomor 027/P/2005.
Rencana aksi ini dilakukan dengan melibatkan secara aktif unit utama Departemen
untuk secara dini merencanakan aktifitas kegiatan untuk mencegah dan
memberantas korupsi. Selanjutnya diikuti dengan kegiatan monitoring dan
63
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 64/130
evaluasi yang berkesinambungan, atas pelaksanaan rencana aksi yang telah
ditetapkan.
10. Intensifikasi tindakan-tindakan preventif oleh Inspektorat Jenderal;kegiatan ini dilakukan melalui pengawasan dini yaitu pengawasan oleh Inspektorat
Jenderal untuk memeriksa program dan kegiatan yang akan berjalan dari unit
kerja di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, dan bertujuan untuk
mendeteksi program yang telah disusun, apakah dapat mencapai sasaran yang
telah ditentukan, dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku.
11. Intensifikasi dan ekstensifikasi pemeriksaan oleh Itjen, BPKP, dan
BPK; kegiatan intensifikasi pengawasan dilakukan dengan meninggalkan konsep
pengawasan internal tradisional, dimana akuntansi dipandang sebagai perhatian
utama pengawasan internal, menuju konsep pengawasan modern, dimana
pengawasan merupakan bagian dari manajemen yang menuntut peran yang lebih
daripada sebagai kontrol tetapi juga sebagai supervisor. Penggunaan dan
pengembangan teknik pengawasan juga menjadi prioritas dalam program
pengawasan Inpektorat Jenderal. Pengawasan kinerja menjadi tekanan
pengawasan sesuai dengan basis pengelolaan keuangan negara yang berdasarkan
kinerja. Kegiatan ekstensifikasi dilakukan melalui peningkatan jumlah aparat
pengawasan (auditor pendidikan), perluasan jumlah sasaran pengawasan, dan
lama hari pengawasan.
12. Penyelesaian tindak lanjut temuan-temuan pemeriksaan Itjen,
BPKP, dan BPK; pengawasan tidak akan ada maknanya apabila pemeriksaan tidak
ditindaklanjuti. Untuk itu diperlukan pemantauan terhadap tindak lanjut yang
telah dilakukan oleh obyek pemeriksaan, untuk mengetahui apakah tindak lanjut
yang dilaksanakan telah sesuai dengan rekomendasi pemeriksa. Selanjutnya
ditentukan pencapaian jumlah dan kualitas atas tindak lanjut/penyelesaian
temuan tersebut.
13. Pengembangan aplikasi SIM secara terintegrasi (keuangan, aset,
kepegawaian, dan data lainnya); sangat disadari bahwa data-data (keuangan,
program, aset, SDM, dan sebagainya) yang ada saat ini seolah-olah saling
terpisah. Padahal seyogyanya data itu merupakan bagian yang terintegrasi dan
tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Membangun sistem yang dapat
mengintegrasikan semua data yang dibutuhkan dalam mengelola Departemen
64
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 65/130
menjadi hal yang sangat mendesak untuk dilakukan. Selain untuk memperkecil
terjadinya kesalahan manusia (human error ), sistem tersebut dapat mengurangi
pengulangan kegiatan pencatatan.
Program strategis penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik
sebagaimana digambarkan pada Grafik 4.3.
Berdasarkan analisis situasi dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program
sampai dengan tahun 2004 telah diidentifikasi sejumlah permasalahan, tantangan dan
peluang untuk membangun pendidikan yang lebih demokratis dan bermutu dalam
kurun waktu lima tahun ke depan. Untuk itu, perlu dirumuskan kebijakan strategis
dan kebijakan operasional yang dijadikan sebagai landasan dalam penyusunan
program dan sasaran pembangunan pendidikan nasional, sehingga pendekatan yang
dilakukan bisa lebih efektif.
Renstra 2005-2009 ini disusun dengan menggunakan pendekatan sektor secara
keseluruhan (sector-wide approach) dalam rangka mewujudkan integrasi dan
harmonisasi antar program. Keterkaitan antar program pembangunan pendidikan
sangat diperlukan agar dicapai efisiensi dan produktivitas sektor secara optimal.
65
Grafik 4.3Kebijakan dalam Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik
3.9Pel
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 66/130
BAB VBAB VRENCANA PEMBANGUNANRENCANA PEMBANGUNAN
PENDIDIKAN NASIONAL JPENDIDIKAN NASIONAL JANGKA PANJANGANGKA PANJANG
TAHUN 2005--2025TAHUN 2005--2025
Rencana pembangunan pendidikan jangka panjang ini dimaksudkan sebagai
pedoman bagi penentuan penekanan pelaksanaan kebijakan pembangunan
pendidikan nasional jangka menengah, dalam memastikan tercapainya visi dan misi
departemen dengan penurunan program kerja yang realistis, terintegrasi, dan
berkesinambungan.
Dalam rencana pembangunan jangka panjang Departemen Pendidikan Nasional
2005 – 2025, digunakanlah empat tema strategis pembangunan pendidikan, yaitu (1)peningkatan kapasitas dan modernisasi, (2) penguatan pelayanan, (3) daya saing
regional, dan (4) daya saing internasional.
Setiap tema strategis pembangunan pendidikan jangka panjang di atas, akan
diturunkan dalam program kerja Departemen sesuai kebijakan pembangunan jangka
menengah yang menekankan pada 3 tantangan utama, yaitu: (1) pemerataan dan
perluasan akses; (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; dan (3) peningkatan
tata kelola, akuntabilitas dan citra publik.
Berikut adalah jabaran mengenai rencana pembangunan jangka panjang yang
telah ditetapkan untuk periode 2005-2025.
A. Periode 2005 – 2010: Peningkatan Kapasitas dan Modernisasi
Lima tahun pertama dalam rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) guna
terciptanya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif dalam tatanan masyarakat
lokal dan global difokuskan pada peningkatan daya tampung satuan pendidikan yang
ada. Terlihat dalam analisa situasi pendidikan nasional sampai dengan saat ini bahwa
kebutuhan/demand melebihi sediaan/supply sarana dan prasarana pendidikan.Terlebih jika diperbandingkan antara pola sebaran penduduk Indonesia dan
keberadaan infrastruktur pendidikan yang masih menuntut perhatian lebih. Apabila
telah terjadi keseimbangan yang efektif antara kuantitas manusia Indonesia dengan
kapasitas pendidikan nasional maka poin utama dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa telah tercapai.
Salah satu kendala dalam pemerataan pendidikan di Indonesia adalah cakupan
geografisnya yang luas. Hal ini memerlukan modernisasi pada sistem dan jaringan
informasi menggunakan TIK yang memadai. Luasnya wilayah kedaulatan Republik
66
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 67/130
Indonesia dan luasnya sebaran penduduknya dapat dipersatukan dengan jaring-jaring
teknologi informasi.
Modernisasi dengan menggunakan TIK juga dapat meningkatkan sistem
pengawasan pada implementasi program-program pendidikan. Dilengkapi dengan
sistem informasi manajemen yang tangguh, tantangan untuk mewujudkan sistem tata
kelola yang sehat, efisien, dan akuntabel akan lebih mudah tercapai. Citra Depdiknas
sebagai salah satu institusi pemerintah pun dapat terangkat.
Tema pokok pembangunan pendidikan nasional periode tahun 2005-2010 ini
yang berkonsentrasi pada kapasitas dan modernisasi sangat mendukung program
pemerintah, yaitu Pendidikan untuk Semua. Pemerataan akses pendidikan ke seluruh
lapisan masyarakat dan ke seluruh pelosok negeri akan mempertinggi APS dan
mengurangi angka buta aksara sehingga IPM Indonesia akan semakin baik.Perencanaan, proses, dan evaluasi kerja yang sesuai dan berkesinambungan akan
mewujudkan transformasi rakyat Indonesia menuju masyarakat yang berbasis
pengetahuan. Kesepakatan dan komitmen terhadap tata nilai, terbentuknya sistem
dan prosedur kerja, tersusun dan tertatanya produk hukum dan struktur organisasi,
meningkatnya akuntabilitas publik, dan sasaran-sasaran lainnya yang relevan akan
sangat diperlukan guna mendukung tema strategis pada periode ini.
B. Periode 2010 – 2015: Penguatan Pelayanan
Tema strategis pada periode tahun 2010-2015 ditekankan pada pembangunan
penguatan pelayanan. Setelah rasio kebutuhan dan sediaan sarana dan prasarana
pendidikan nasional menjadi optimal, fokus selanjutnya adalah bagaimana
meningkatkan mutu pendidikan agar relevan dan berdaya saing. Sasaran dan
program-program kerja yang terkait harus mampu menjawab tuntutan mutu dari
kapasitas pendidikan yang semakin besar dan desentralisasi fiskal serta otonomi
daerah yang semakin dewasa.
Strategi penguatan pelayanan ini merupakan milestone peralihan fokus atau
penekanan dari pembangunan aspek kuantitas kepada aspek kualitas. Didampingiakses pendidikan yang semakin mudah dan akuntabilitas publik yang semakin
transparan, tema mutu layanan pendidikan ini akan menciptakan para penggerak
pembangunan menuju visi negara dan bangsa Indonesia yang aman, adil, dan
sejahtera. Sasaran-sasaran pendukungnya antara lain implementasi dan operasi yang
optimal terhadap tata nilai, Sisdur, dan koordinasi kerja yang telah terstruktur. Pada
periode ini pula, Departemen Pendidikan Nasional diharapkan menjadi benchmark
technocracy atau teladan di antara institusi pemerintah lainnya.
67
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 68/130
C. Periode 2015 – 2020: Daya Saing Regional
Salah satu elemen pada deklarasi visi pendidikan nasional tahun 2025 adalah
kompetitif pada tingkatan global. Oleh karena itu, pada periode pembangunan tahun
2015-2020 difokuskan pada kualitas pendidikan yang memiliki daya saing regional
pada tingkat ASEAN terlebih dahulu. Standar mutu yang berkesinambungan pada
periode ini diharapkan relevan dengan pasar regional ASEAN. Standar tersebut harus
berdasarkan pada benchmarking yang obyektif dan realistis.
Program kerja yang berdasarkan pemahaman terhadap perkembangan
kebutuhan pasar regional menjadi faktor yang sangat penting dalam mencapai daya
saing yang diinginkan. Kegagalan dalam menciptakan mutu pendidikan yang tinggi
sesuai dengan kebutuhan atau yang tidak memiliki daya saing hanya akan mencetak
angka pengangguran baru.
Program manajemen pendidikan melalui standarisasi, penjaminan mutu,
kemudian akreditasi satuan atau program pendidikan yang telah mulai dilakukan
sebelumnya akan lebih difokuskan dalam periode ini. Semua itu dilakukan tanpa
mengesampingkan program-program sebelumnya yang berhubungan dengan
kemudahan akses pendidikan dan akuntabilitas publik dalam pelaksanaannya.
Sasaran-sasaran pembangunan yang melandasi kebijakan strategis pada
periode ini meliputi terbentuk dan beroperasinya sistem layanan dengan standar
tingkat ASEAN, citra Depdiknas yang telah lintas negara ASEAN, kerja sama antara
negara-negara ASEAN terutama dalam bidang pendidikan yang semakin mantap, dan
hal-hal lain yang relevan. Harapannya manusia Indonesia pada akhir periode ini sudah
bisa menjadi titik pusat gravitasi sosial ASEAN sebagai sebuah entitas sosiokultural.
D. Periode 2020 – 2025: Daya Saing Internasional
Menjelang perwujudan visi rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) yang
ditargetkan terwujud pada tahun 2025 ini, maka dalam periode pembangunan
pendidikan nasional tahun 2020-2025 dicanangkan pencapaian nilai kompetitif secarainternasional. Setelah pada RPJM lima tahunan sebelumnya, pencapaian tingkatan
mutu pendidikan nasional Indonesia telah relevan dan memiliki daya saing di tingkat
regional ASEAN, maka pada periode ini tingkatan yang ingin dicapai telah berkelas
dunia.
Semakin mengglobalnya industri dan jasa, termasuk jasa pendidikan maka
sudah seharusnya Depdiknas dapat menyelenggarakan program pendidikan skala
nasional dengan mutu internasional, sehingga pendidikan nasional bangsa Indonesia
minimal menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. Aspek sosial, budaya, ekonomi,
dan politik dapat terus terjaga keasriannya di negeri sendiri. GATS adalah contoh
68
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 69/130
komitmen bangsa-bangsa di dunia dalam menyelenggarakan globalisasi perdagangan
jasa dan industri termasuk pula jasa pendidikan.
Dengan menuju terciptanya standar mutu pendidikan berkelas internasional,
Depdiknas harus mempunyai sistem layanan standar internasional, citra yang kuat
dan mewakili visi pembangunan bangsa Indonesia, dan kerja sama yang erat dengan
bangsa-bangsa lain terutama di bidang pendidikan. Sasaran-sasaran tersebut dan
lainnya yang dijabarkan dari kebijakan strategis pada periode ini akan membawa
kepada perwujudan visi Depdiknas di tahun 2025.
Tonggak-tonggak keberhasilan (milestones) dalam rentang waktu lima
tahunan merupakan bagian dari rencana jangka panjang pembangunan pendidikan
tahun 2005 sampai dengan 2025. Tonggak-tonggak keberhasilan mengejewantahkan
kebijakan strategis proses perencanaan, implementasi, dan evaluasi yangberkesinambungan sesuai dengan kondisi yang ada (existing condition) untuk
mewujudkan kondisi yang diharapkan (excepted condition). Semua tantangan dari
segi akses, mutu, dan akuntabilitas pun dapat terjawab oleh program-program kerja
yang relevan dengan kebijakan pada tiap periode. Dengan demikian, visi insan
Indonesia cerdas dan kompetitif berdasarkan sistem pendidikan yang berkeadilan,
bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat lokal dan global dapat terwujud
pada tahun 2025.
69
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 70/130
BAB VIBAB VIRENCANA PEMBANGUNANRENCANA PEMBANGUNAN
PENDIDIKAN NASIONAL JANGKA MENENGAHPENDIDIKAN NASIONAL JANGKA MENENGAH
TAHUN 2005--2009TAHUN 2005--2009
Program pembangunan pendidikan nasional tahun 2005--2009 mengacu pada
RPJM 2004--2009 dalam rangka Peningkatan Akses Masyarakat terhadap pendidikan
yang berkualitas. Pembangunan pendidikan jangka menengah dalam dokumen RPJM
Nasional dilaksanakan melalui 15 program, terdiri atas 10 program pada fungsi
pendidikan dan 5 program pada fungsi pelayanan pemerintahan umum dan fungsi
perlindungan sosial.
Program pada fungsi pendidikan adalah program pendidikan anak usia dini,program wajar pendidikan dasar 9 tahun, program pendidikan menengah, program
pendidikan tinggi, program pendidikan nonformal, program peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan, program manajemen pelayanan pendidikan,
program penelitian dan pengembangan pendidikan, program penelitian dan
pengembangan iptek, dan program pengembangan budaya baca dan pembinaan
perpustakaan.
Lima program pada fungsi pelayanan pemerintahan umum dan fungsi
perlindungan sosial, yaitu program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas
aparatur negara, program penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan
kepemerintahan, program pengelolaan sumber daya manusia aparatur, program
peningkatan sarana prasarana aparatur, dan program penguatan kelembagaan
pengarusutamaan gender dan anak.
Program pembangunan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005--2009
diarahkan dalam rangka mewujudkan kondisi yang diharapkan pada tahun 2009, yaitu
pemerataan dan perluasan akses pendidikan; peningkatan mutu, relevansi, dan daya
saing; dan penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik. Kondisi umum
pendidikan saat ini dan yang diharapkan tercapai pada tahun 2009 melalui programpembangunan sebagaimana tercermin pada grafik 6.1 berikut.
70
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 71/130
Das Sein Das Sollen
A k s e s P en d i d i k an
1. Indeks Pembangunan Manusia 110(2005)
2. Anak tidak bersekolah 3.2% untukusia 7-12 dan 16.5% untuk usia13-15
3. APK SMP/MTs = 81.22%; APK
PerguruanTinggi 14.62% (2004)
4. Terjadi kesenjangan akses pendidikan
menurut kategori perkotaan &pedesaan; serta mampu dan tidakmampu secara ekonomis.
5. Angka kesenjangan cenderung naik ditingkat pendidikan menengah danperguruan tinggi
6. Penduduk ≥ 15 tahun yang butaaksara 15,4 juta atau 10,21%.
1. Program PendidikanAnak Usia Dini(PAUD)
2. Program WajibBelajar PendidikanDasar 9 Tahun
3. Program PendidikanMenengah
4. Program PendidikanTinggi
5. Program Pendidikan
Nonformal
6. Program
Peningkatan MutuPendidik dan
TenagaKependidikan
7. ProgramManajemenPelayananPendidikan
8. Program Penelitiandan PengembanganPendidikan
9. Program Penelitiandan PengembanganIptek
10. ProgramPengembanganBudaya Baca danPembinaanPerpustakaan
Program-programLainnya11. Program Penguatan
KelembagaanPengarus-utamaanGender dan Anak
• Menurunkan angka buta aksarapenduduk usia > 15 hingga 5%
• APK SMP/MTs= 98%; APK Perguruan
Tinggi= 18%
• Memberi kesempatan yang samapada seluruh peserta didik dariberbagai golongan menurutkategori tingkat ekonomi, gender,wilayah, tingkat kemampuanintelektual dan kondisifisik
• Memperluas daya tampung satuanpendidikan sesuai dengan prioritasnasional
• PenggunaanTIK untukmenjangkau
daerahterpencil/sulitdijangkau
M u t uP en d i d i k an
Peringkat Internasional Indonesia (12dari12) terkait dengan tingkat relevansisistem pendidikan Indonesia dengankebutuhan pembangunan. Beberapapenyebab:
• Kesiapan fisik siswa yang cenderungminim (akibat kekurangan gizi)
• 40% tenaga pengajar memilikikeahlian yang tidak sesuai denganbidang pengajarannya Ketidaklayakan tenaga pengajar (kualitasdan kuantitas) ditingkat dasar hinggamenengah
• 23.3% ruang belajar SD rusak berat,34.6% rusak ringan
• Alokasi biaya pendidikan dari APBN <9%
• Rendahnya kemampuan wirausaha,82.2% lulusan Perguruan Tinggimenjadi karyawan
• Kebutuhan guru 218.000 orang(2005)
• Peningkatan mutu pendidikan yangmengacu pada Standar NasionalPendidikan (SNP)
• Peningkatan taraf hidupmasyarakat dan daya saing tenagakerja Indonesia
• Metoda pembelajaran formal dan
nonformal yang efisien,menyenangkan dan mencerdaskan
• Seimbang antara pengembangankecerdasan rasional (berorientasipada pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi) dankecerdasan emosional, sosial,
spritual• 70% dosen dengan berpendidikan
S2/S3
• 50% sarana sekolah memenuhi SNP
• AnggaranpendidikandariAPBN = 20%
• 5 prodi PT masuk dalam100 besar
PT di Asia atau 500 besar dunia
71
RENCANA STRATEGISDepartemen Pendidikan Nasional Tahun
2005-2009
Grafik 6.1Program Pendidikan Nasional
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 72/130
12. ProgramPeningkatanPengawasan danAkuntabilitasAparaturNegara
13. Program
PenyelenggaraanPimpinanKenegaraandanKepemerintahan
14. ProgramPengelolaan SumberDayaManusiaAparatur
15. ProgramPeningkaan Saranadan PrasaranaAparatur Negara
T a t aK e l o l aD e p d i k n a s
• 8.817 temuan/kasus penyimpangan
sumber dana pembangunan (1997-
2004)
• Desentralisasi pendidikan
• Kendali pemerintah yang belumberjalan optimal karena kurang
ditunjang oleh sistem informasi
manajemen yang terbangun dengan
baik
• SNP mulai dikembangkan
• Laporan Keuangan dengan opini
disclaimer dari BPK
• Manajemen perubahan secarainternal yang menjamin terjadinyaperubahan secara berkelanjutan
• Sistem pembiayaan berbasiskinerja (ditingkat satuanpendidikan dan pemerintah
daerah)
• Manajemen berbasis sekolah (MBS)
mulai SD sampai dengan SM
• Disiplin kerja tinggi melaluiinternalisasi etos kerja
• Satuan dan program pendidikanyang ada pada setiap tingkatanpemerintahan mencapai statuskapasitas tertinggi dan memenuhistandar SNP
• Penerapan TIK secara optimal pada
manajemen pendidikan yangtransparan dan akuntabel
• Laporan Keuangan dengan opiniWTS dari BPK
72
Sumber: Laporan Capaian Depdiknas 21 Oktober 2005 dan Hasil olah tim
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 73/130
A. Program Pendidikan Anak Usia Dini
Program ini bertujuan agar semua anak usia dini (usia 0-6 tahun), baik laki-
laki maupun perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimal
sesuai dengan potensi yang dimilikinya, dan sesuai tahap-tahap perkembangan atau
tingkat usia mereka. Pendidikan anak usia dini (PAUD) juga merupakan pendidikan
persiapan untuk mengikuti jenjang pendidikan sekolah dasar. Secara lebih spesifik,
program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan
melalui jalur formal seperti taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA) dan
bentuk lain yang sederajat, serta jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok
73
Tabel 6.1Sasaran Jumlah Peserta Didik
4.556,5
9.065,9
12.202,7
27.678,8
229.366,7
164.605,0
25.311,9
13.073,7
12.440,2
23.910,0
12.076,3
16.335,2
4.240,44.088,03.940,03.796,43.671,8-PT/PTA/PTK
8.413,87.800,37.279,36.845,16.508,9-SMA/SMK/MA & yangsederajat
12.604,611.717,311.238,110.858,610.476,3-SMP / MTs& yangsederajat
27.827,628.121,228.533,028.813,829.075,1-SD / MI & yangsederajat
JumlahPesertaDidik
226.766,6224.196,0221.654,3219.141,8216.415,1- Total JumlahPenduduk
161.638,2158.707,2155.816,6152.961,4149.956,3-Usia
15 Tahun Keatas
25.322,525.324,525.318,125.306,625.112,3-Usia
19 –24 Tahun
12.961,312.845,012.725,112.601,612.631,6-Usia
16 –18 Tahun
12.603,912.769,112.934,113.100,713.033,7-Usia
13 –15 Tahun
24.218,624.528,324.835,725.144,023.308,6-Usia
7 –12 Tahun
11.955,011.828,411.697,911.561,411.859,4-Usia
4 –6 Tahun
16.350,916.363,016.370,216.374,316.256,6-Usia
0 –3 Tahun
JumlahPenduduk
2009/102008/092007/082006/072005/062004/05
TahunAjaranKOMPONEN
(ribuorang
)
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 74/130
bermain (KB), taman penitipan anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat, dan jalur
informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat.
PAUD bertujuan menjaga dan memperhatikan kelangsungan hidup serta
memfasilitasi tumbuh berkembang anak usia dini melalui pengasuhan, stimulasi
pendidikan, stimulasi kecerdasan, serta layanan gizi dan kesehatan dalam rangka
melejitkan perkembangan kecerdasan jamak.
1. Pemerataan dan Perluasan Akses
Pemerataan dan perluasan akses akan diupayakan bersama-sama oleh pemerintah,
swasta, dan masyarakat. Pemerintah lebih berkonsentrasi pada pendidikan formal
TK/RA serta mendorong peran serta swasta dan masyarakat untuk melakukanperluasan PAUD nonformal (KB, TPA). Perluasan oleh pemerintah antara lain juga
dilakukan dengan mendirikan model-model atau rintisan penyelenggaraan PAUD yang
disesuaikan dengan kondisi daerah/wilayah. Pada tahun 2009 pemerintah
menargetkan APK TK/RA mencapai 40%, sedangkan APK PAUD nonformal usia 2-4
tahun 35% atau sekitar 4,3 juta orang. Perluasan akses PAUD akan dilaksanakan
melalui kegiatan-kegiatan berikut.
Penyediaan sarana/prasarana PAUD oleh pemerintah dilaksanakan dengan
pembangunan USB TK, dan mengembangkan model atau rintisan penyelenggaraan
PAUD yang sesuai dengan kondisi lokal. Target yang akan dicapai lembaga PAUD
formal pada tahun 2009 sekurang-kurangnya satu TK, termasuk TK Pembina di setiap
kecamatan. Sedangkan target lembaga PAUD nonformal, sekurang-kurangnya satu
PAUD (taman penitipan anak atau kelompok bermain atau satuan PAUD sejenis) di
setiap desa.
Penyediaan biaya operasional pendidikan diberikan dalam bentuk subsidi
kepada penyelenggara PAUD baik negeri maupun swasta, terutama pada lembaga
yang peserta didiknya sebagian besar berasal dari keluarga miskin. Target yang ingin
dicapai pada tahun 2009 adalah lebih dari 50% lembaga PAUD yang siswanya berasaldari keluarga miskin dapat dibiayai oleh pemerintah.
Mendorong peran serta masyarakat dilakukan untuk menumbuhkan minat
masyarakat (demand side) dalam menyelenggarakan lembaga PAUD, termasuk
bekerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat, organisasi keagamaan,
organisasi lain, serta PT melalui subsidi imbal swadaya, kemudahan perizinan, dan
bantuan fasilitas.
74
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 75/130
Pengembangan TK-SD Satu Atap; bagi SD yang memiliki fasilitas mencukupi
didorong untuk membuka lembaga TK yang terintegrasi dengan SD (TK-SD Satu Atap)
melalui subsidi pembiayaan secara kompetitif.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing
Peningkakan mutu, relevansi, dan daya saing PAUD akan dilaksanakan melalui
kegiatan-kegiatan berikut.
Pengembangan menu generik pembelajaran dan penilaian merupakan kegiatan
yang menyangkut pengembangan kurikulum, khususnya materi bahan ajar, model-
model pembelajaran, dan penilaian. Pengembangan disesuaikan dengan tahap-tahap
perkembangan anak didik, perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, estetika, dan
etika, peningkatan kualitas dan kreativitas peserta didik dan pendidik PAUD.Termasuk dalam kegiatan ini ialah pengembangan proses pembelajaran melalui
pengadaan alat belajar, alat bermain, dan alat pendidikan, serta penyelenggaraan
akreditasi khususnya untuk TK. Muatan pendidikan pada anak usia dini ditekankan
pada seluruh aspek kecerdasan termasuk emosi, mental, dan spiritual, yang
diarahkan pada penghayatan atas nilai-nilai dan karakter positif, serta kesiapan
masuk sekolah.
Pengembangan program PAUD model sebagai rujukan bagi pengembangan
PAUD yang diselenggarakan oleh swasta yang kualitasnya masih di bawah standar.
Target pada tahun 2009 sekurang-kurangnya satu program PAUD Model setiap
kabupaten/kota.
Peningkatan kapasitas institusi dan sumberdaya penyelenggara dan satuan
PAUD. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan manajemen secara
efektif dan efisien, sehingga mampu memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan
anak secara optimal.
Pengembangan mutu dan keunggulan pendidikan anak usia dini, juga
disertai dengan program peningkatan kualitas jasmani dan pengembangan
sekolah sehat. Dengan demikian dapat tercipta siswa yang sehat dan bugar,
serta sekolah yang memenuhi standar sekolah sehat.
Pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan PAUD. Pemerintah
mentargetkan sekitar 59 ribu orang telah terlatih sebagai tenaga pengelola dan
pendidik PAUD, dan sebanyak lebih dari 6.000 orang yang terdiri atas guru, kepala
TK, dan pembina akan mendapat pendidikan dan pelatihan sampai dengan tahun
2009. Di samping itu, diberikan bantuan bagi tenaga pendidik PAUD nonformal satu
orang di setiap lembaga perintisan.
75
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 76/130
3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik
Peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik di bidang PAUD
diarahkan pada partisipasi masyarakat dalam melakukan kontrol dan evaluasi kinerja
PAUD dapat mengambil peran makin nyata dan efektif. Untuk itu akan dilakukan
peningkatan advokasi, sosialisasi/pemasyarakatan dan pembudayaan pentingnya
PAUD kepada orangtua, masyarakat dan pemerintah daerah. Penyediaan data dan
sistem informasi PAUD, serta peningkatan kerja sama stakeholder pendidikan,
merupakan faktor pendukung untuk membangun kesamaan persepsi, pencitraan yang
positif, dan kebersamaan tanggung jawab dalam pengelolaan PAUD yang akuntabel.
B. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan perluasan
pelayanan pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau, baik melalui jalur formal
maupun nonformal yang mencakup sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI)
serta PNf kesetaraan sekolah dasar atau bentuk lain yang sederajat, serta SMP, MTs
dan SMP terbuka, dan pendidikan nonformal kesetaraan SMP, atau bentuk lain yang
sederajat, sehingga seluruh anak usia 7–15 tahun baik laki-laki maupun perempuan,
dan anak-anak yang memerlukan perhatian khusus dalam memperoleh pendidikan,
dapat memperoleh pendidikan setidak-tidaknya sampai sekolah menengah pertama
atau sederajat.
1. Pemerataan dan Perluasan Akses
Pemerataan dan perluasan akses akan dilakukan dengan mengupayakan
menarik semua anak usia sekolah yang sama sekali belum pernah sekolah, menarik
kembali siswa putus sekolah dan lulusan yang tidak melanjutkan pendidikan.
Berbagai kegiatan berikut akan dilaksanakan dalam rangka melaksanakan program
pemerataan dan perluasan.
Pemberian bantuan biaya operasional. Bantuan biaya operasional pendidikan
diberikan dalam rangka membantu sekolah mencapai proses pembelajaran secara
optimal. Bantuan pembiayaan tidak membedakan sekolah negeri maupun swasta,
madrasah maupun sekolah umum. Target pada tahun 2009 setiap siswa pada satuan
Dikdas memperoleh bantuan biaya operasional.
Penyediaan perpustakaan, buku teks pelajaran maupun nonteks pelajaran
yang tidak membedakan sekolah negeri dan swata, sekolah umum dan madrasah.
Target pada tahun 2009 diharapkan setiap siswa pada satuan pendidikan memperoleh
buku teks pelajaran dan satuan pendidikan memperoleh buku nonteks pelajaran.
76
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 77/130
Rehabilitasi ruang kelas yang rusak, merupakan upaya melaksanakan
penyediaan sarana penunjang pendidikan yang layak untuk pendidikan dasar (SD dan
SMP). Target rehabilitasi pada tahun 2007 mencapai sekitar 200 ribu ruang kelas yang
rusak berat dan 300 ribu ruang kelas yang rusak ringan pada SD; sekitar 9500 ruangkelas yang rusak berat dan lebih dari 23 ribu ruang kelas rusak ringan pada SMP.
Unit sekolah baru dan RKB. Penyediaan prasarana pendidikan termasuk
pembangunan unit sekolah baru (USB) dan ruang kelas baru (RKB) diupayakan dalam
rangka pemerataan dan perluasan di tingkat SMP/MTs, untuk menampung
peningkatan jumlah lulusan SD/MI. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan di
tingkat SD dilakukan dengan memanfaatkan layanan pendidikan yang sudah ada.
Perintisan pendidikan dasar 9 tahun satu atap, merupakan langkah untuk
mendirikan SD-SMP satu atap atau SMP Khusus, yaitu penambahan tingkat kelas(extended classes) untuk penyelenggaraan pendidikan menengah pertama pada
setiap SD negeri yang ada di daerah terpencil, serta berpenduduk jarang atau
terpencar. Untuk itu akan dilakukan pemetaan sekolah agar program Dikdas satu atap
dan SMP Terbuka dapat lebih optimal. Pada pendidikan luar biasa (PLB) upaya
pemerataan dan perluasan akses dilakukan dengan pengembangan sekolah terpadu
(SMP dan SMPLB) melalui pendidikan inklusif.
Penyelenggaraan kelas layanan khusus di sekolah dasar, merupakan layanan
pendidikan bagi anak usia sekolah dasar (7-12 tahun) yang putus sekolah atau sama
sekali belum pernah sekolah dasar sampai tamat. Layanan pendidikan dilaksanakan
selama kurang satu tahun di luar kelas reguler pada sekolah dasar yang ada sebagai
transisi untuk memasuki kelas reguler. Target pada tahun 2009 ialah setiap penduduk
usia sekolah dasar memperoleh layanan Dikdas.
Upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan pada tingkat SD
dilaksanakan untuk mencapai target meningkatnya APS penduduk usia 7-12 tahun dari
99,12% (2005) menjadi 99,57% pada tahun 2009. APM SD/Paket A/MI/SDLB diusahakan
akan meningkat dari 94,3% (2005) menjadi 95,0% pada tahun 2009.
Pada tingkat SMP, target yang akan dicapai yaitu meningkatnya APS penduduk
usia 13-15 tahun dari 83,32% (2005) menjadi 96,64% pada tahun 2009. APK
SMP/MTs/SMPLB dan Paket B diusahakan meningkat dari 85,22% (2005) menjadi 98%
pada tahun 2009. APM SMP-MTs tahun 2005 sebesar 63,67% diusahakan meningkat
menjadi 75,46% pada tahun 2009 sehingga dalam kurun waktu lima tahun akan
terjadi kenaikan sebesar 14,79%. Sementara itu, pada PLB target sasaran yang akan
dicapai yaitu meningkatnya APK-PLB dari 5% tahun 2005 menjadi 10% pada tahun
2009.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing
77
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 78/130
Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing Dikdas akan dilaksanakan melalui
kegiatan-kegiatan berikut.
Bagian dari kegiatan yang mendasar dan sistematis dalam peningkatan mutu
pendidikan adalah pengembangan kurikulum, metode pembelajaran, dan sistem
penilaian. Pengembangan model kurikulum perlu memperhatikan potensi peserta
didik, karakteristik daerah, serta akar sosiokultural komunitas setempat,
perkembangan Iptek, dinamika perkembangan global, lapangan kerja, lingkungan
budaya dan seni, dan lain-lain. Pada jenjang Dikdas muatan kecakapan dasar (basic
learning contents) perlu ditekankan pada kecakapan berkomunikasi (membaca,
menulis, mendengarkan, dan menyampaikan pendapat, dan sebagainya), kecakapan
intrapersonal (pemahaman diri, penguasaan diri, evaluasi diri, tanggung jawab, dan
sebagainya), kecakapan interpersonal (bersosialisasi, bekerja sama,
mempengaruhi/mengarahkan orang lain, bernegosiasi, dan sebagainya), kemampuan
mengambil keputusan (memahami masalah, merencanakan, analisis, menyelesaikan
masalah, dan sebagainya). Dalam rangka perluasan pendidikan kecakapan hidup,
perlu dilaksanakan berbagai kegiatan yang mendukung pengenalan dasar
kewirausahaan dan kepemimpinan, pengenalan dan pengembangan etika, penanaman
dasar apreasi terhadap estika dan lingkungan hidup.
Kapasitas profesi pendidik juga akan ditingkatkan agar mereka mampu
membawakan proses pembelajaran efektif, sesuai dengan standar kompetensi
pendidik yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran efektif diselenggarakan secarainteraktif, inspiratif, memotivasi, menyenangkan, dan mengasyikkan untuk
mendorong peserta didik berpartisipasi aktif, berinisiatif, kreatif, dan mandiri, sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan kematangan psikologis.
Pengembangan mutu dan keunggulan pendidikan dasar, juga disertai
dengan program peningkatan kualitas jasmani dan pengembangan sekolah
sehat. Dengan demikian dapat tercipta siswa yang sehat dan bugar, serta
sekolah yang memenuhi standar sekolah sehat.
Sarana dan bahan belajar seperti perpustakaan, media pembelajaran,laboratorium bahasa/IPA/matematika, alat peraga pendidikan, buku pelajaran, dan
buku nonteks pelajaran/buku bacaan lain yang relevan perlu dikembangkan.
Pemerintah akan melaksanakan pengembangan naskah buku pendidikan dan
melakukan pengendalian mutu buku teks pelajaran dan buku nonteks
pelajaran/bacaan lainnya yang relevan. Dengan mempertimbangkan pesatnya
perkembangan pemanfaatan ICT dalam berbagai sektor kehidupan, pemerintah akan
terus mengembangkan pemanfaatan ICT untuk sistem informasi persekolahan dan
pembelajaran termasuk pengembangan pembelajaran secara elektronik (e-learning).
Hingga tahun 2009, langkah-langkah yang akan dilakukan adalah (a) merancang
sistem jaringan yang mencakup jaringan internet, yang menghubungkan sekolah-
78
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 79/130
sekolah dengan pusat data dan aplikasi, serta jaringan intranet sebagai sarana dan
media komunikasi, dan informasi intern sekolah; (b) merancang dan membuat
aplikasi database, yang menyimpan dan mengolah data dan informasi persekolahan,
manajemen persekolahan, konten-konten pembelajaran; (c) merancang dan
membuat aplikasi pembelajaran berbasis portal, web, multimedia interaktif, yang
terdiri atas aplikasi tutorial dan learning tool; (d) mengoptimalkan pemanfaatan TV
edukasi sebagai materi pengayaan dalam rangka menunjang peningkatan mutu
pendidikan; dan (e) mengimplementasikan pemanfaatan TIK secara bertahap untuk
memudahkan manajemen pendidikan pada SMP dan sekaligus untuk mendukung
proses pembelajaran di seluruh wilayah Indonesia.
Karena keterbatasan dana pemerintah, program wajib belajar belum dapat
ditingkatkan sampai jenjang pendidikan menengah. Oleh karena itu, pendidikan
kecakapan hidup (keterampilan praktis) diberikan kepada lulusan SMP/MTs yang tidak
dapat melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi agar mereka dapat bekerja dan
melakukan kegiatan produktif di masyarakat.
Pengembangan sekolah berkeunggulan pada Dikdas menargetkan paling tidak
satu SD dan satu SMP pada masing-masing kabupaten/kota akan menjadi sekolah
berkeunggulan lokal pada tahun 2009, dan target yang sama untuk sekolah bertaraf
internasional. Sementara itu, dalam kaitan dengan pengembangan kecakapan
berbahasa pada jenjang SMP, dilakukan upaya pengembangan program bilingual
dengan sasaran sebanyak 430 buah sekolah hingga tahun 2009.
3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik
Pengembangan kapasitas dewan pendidikan (DP) dan komite sekolah (KS),
serta komite PLS merupakan kegiatan yang akan terus dilakukan dalam rangka
pemberdayaan partisipasi masyarakat untuk ikut bertanggungjawab mengelola
Dikdas. Berfungsinya kedua kelembagaan tersebut secara optimal akan memperkuat
pelaksanaan prinsip good governance dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan.
Pengembangan kapasitas juga akan terus dilakukan terhadap para pengurus
sekolah atau satuan pendidikan nonformal lainnya untuk meningkatkan kemampuan
manajerial dan leadership menuju otonomi pengelolaan. Kegiatan ini, bersamadengan penguatan DP/KS/komite PLS, merupakan bagian dari upaya penerapan MBS
dan manajemen berbasis masyarakat (MBM) secara maksimal.
Pengembangan EMIS (education management information systems) sebagai
sistem pendukung manajemen akan dilakukan untuk menunjang keberhasilan upaya
mengukur sejumlah indikator penting perluasan, mutu, dan efisiensi sesuai dengan
standar nasional Dikdas. Termasuk dalam kemampuan EMIS ialah menggunakan
indikator-indikator tersebut untuk memetakan SD/SMP atau satuan pendidikan
lainnya yang masuk dalam kategori sekolah di atas SNP sesuai dengan SNP, dan di
bawah SNP pada masing-masing daerah dan wilayah. Selain itu, EMIS bermanfaat
79
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 80/130
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas data dan informasi pendidikan. Kondisi
in sangat kondusif untuk pelaksanaan fungsi komunikasi publik dalam rangka
mengembangkan pencitraan yang positip.
C. Program Pendidikan Menengah
Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan
pendidikan menengah yang bermutu dan terjangkau bagi semua penduduk, laki-laki
dan perempuan, melalui pendidikan formal yaitu SMA, SMK, MA, MAK, atau bentuk
lain yang sederajat. Program pendidikan menengah didorong untuk mengantisipasi
meningkatnya lulusan sekolah menengah pertama sebagai dampak positif
pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, serta penguatan pendidikan
vokasional baik melalui sekolah/madrasah umum maupun sekolah/madrasah kejuruan
dan pendidikan nonformal, guna mempersiapkan lulusan yang tidak melanjutkan ke
jenjang pendidikan tinggi untuk masuk ke dunia kerja.
1. Pemerataan dan Perluasan Akses
Berbagai kegiatan berikut dilakukan dalam rangka melaksanakan program
pemerataan dan perluasan akses pendidikan menengah.
Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan dilakukan melalui
pembangunan USB, RKB, laboratorium, perpustakaan, buku pelajaran buku nonteks
pelajaran/bacaan lainnya dan sarana belajar. Perluasan USB SMA akan lebihdiarahkan untuk lebih banyak dilakukan oleh penyelenggara pendidikan swasta
dengan tetap memperhatikan standar nasional pendidikan.
Sejalan dengan itu, penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang lebih
merata, bermutu, serta penyediaan biaya operasional pendidikan dan beasiswa
kepada anak yang kurang beruntung tetapi berprestasi, juga akan dilakukan untuk
mendukung perluasan.
Untuk daerah yang mampu mencapai APM SMP di atas 95% dan bermutu,
pemerintah mendorong daerah tersebut untuk proaktif melakukan inisiasi program
dan fasilitasi pendidikan universal 12 tahun dalam rangka memperluas partisipasi
pendidikan menengah. Target pada tahun 2009 sekurang-kurangnya satu
kabupaten/kota setiap provinsi melakukan perintisan pendidikan universal 12 tahun.
Pengembangan model layanan alternatif pendidikan akan dilakukan khusus
untuk daerah terpencil, daerah pedalaman, dan daerah tertinggal sebagai fasilitas
untuk menampung lulusan SMP di daerah tersebut. Perluasan penyelenggaraan
pendidikan kejuruan yang dilaksanakan dengan menggunakan berbagai bentuk SMK,
yaitu SMK besar di kawasan Industri, SMK kelas jauh di pesantren/institusi lain, SMK
di daerah perbatasan, SMK kecil di daerah terpencil dan perdesaan, SMA terbuka,
dan sekolah menengah terpadu.
80
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 81/130
Target APS pendidikan menengah diusahakan mencapai 69,91% atau sebesar
7,5 juta orang pada tahun 2009, naik dari 56,04% pada tahun 2005. APK
SMA/SMK/Paket C/MA/SMALB sebesar 52,2% (tahun 2005) akan ditingkatkan menjadi
68,20% pada tahun 2009, termasuk peningkatan APK SMLB.
Program pemerataan dan perluasan akses pendidikan juga diusahakan agar
dapat menurunkan angka putus sekolah, angka mengulang kelas, dan meningkatnya
proporsi siswa SMA/SMK/MA/MAK dan yang sederajat yang lulus ujian nasional.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja menengah di sektor
manufaktur, industri pengolahan, konstruksi, pertambangan, perdagangan, jasa
kemasyarakatan, pariwisata, TIK, pertanian, serta teknologi dan seni (konservatori
budaya) pemerintah akan meningkatkan jumlah peserta didik SMK, yang
diproyeksikan akan meningkat secara signifikan sampai dengan tahun 2009.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing
Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pada jenjang pendidikan
menengah akan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
Pemerintah mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi, bahan ajar,
model pembelajaran, dan sistem evaluasi/penilaian menuju standar nasional dan
internasional. Semua bagian dari sistem dan muatan pembelajaran dikembangkanuntuk mencapai pembelajaran yang bermakna dan efektif. Pada jenjang pendidikan
menengah, penekanan muatan kecakapan dasar (basic learning contents) mendapat
porsi yang menurun, sedangkan muatan akademik dan keterampilan hidup
meningkat.
Dalam rangka meningkatkan mutu buku pendidikan, pemerintah akan
mengembangkan buku pendidikan yang bermutu dengan melakukan peningkatan
sistem penilaian perbukuan.
Dalam rangka pendidikan kecakapan hidup, pemerintah akan melaksanakan
berbagai kegiatan yang mendukung tumbuhnya pribadi siswa, yang berjiwa
kewirausahaan, kepemimpinan, beretika, serta memiliki apresiasi terhadap estetika
dan lingkungan hidup.
Guna mendorong siswa berprestasi, pemerintah juga akan melaksanakan
program pembinaan dan fasilitasi untuk mempersiapkan anak-anak yang berprestasi
istimewa mengikuti kompetisi tingkat nasional/internasional seperti olimpiade sains
dan matematika bagi siswa SMA, sedangkan bagi siswa SMK berprestasi mengikuti
promosi keterampilan siswa (PKS) tingkat nasional, Asian Skill Competition (ASC)
tingkat regional dan World Skill Competition (WSC) tingkat internasional.
81
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 82/130
Terkait dengan peningkatan mutu juga perlu dilakukan perbaikan kondisi
ruang belajar. Berdasarkan data tahun 2003, jumlah ruang belajar yang rusak ringan
pada SMA sekitar 4.400 ruang dan SMK sekitar 4.800 ruang, serta yang rusak berat
pada SMA sekitar 1.600 ruang dan SMK sekitar 3.000 ruang.
Pemerintah juga akan melakukan peningkatan jumlah SMK secara proporsional
termasuk upaya penataan bidang keahlian dan program studi di SMK serta fasilitas
magang agar relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Penataan ini dilakukan agar
lulusan sekolah menengah kejuruan dapat makin memadai untuk memenuhi
kebutuhan dunia kerja.
Pengembangan mutu dan keunggulan sekolah menengah juga diarahkan untuk
mendorong sekolah potensial menuju kategori di atas SNP. Sekolah seperti ini akan
terus dikembangkan menjadi sekolah berkeunggulan nasional dan internasional.Pengembangan sekolah berkeunggulan pada pendidikan menengah ditargetkan paling
tidak satu SMA/SMK pada masing-masing kabupaten/kota menjadi sekolah
berkeunggulan lokal dan internasional pada tahun 2009. Pemerintah akan bekerja
sama dengan pemerintah daerah untuk pengembangan keunggulan lokal, dan dengan
luar negeri dalam pengembangan kurikulum dan standar kompetensi untuk
mengembangkan kompetensi lulusan agar dapat bersaing secara global. Salah satu
orientasi pencapaian standar internasional adalah mendorong sekolah untuk dapat
memperoleh sertifikat ISO.
Pengembangan mutu dan keunggulan sekolah menengah juga disertai dengan
program peningkatan kualitas jasmani dan pengembangan sekolah sehat. Dengan
demikian, dapat tercipta siswa yang sehat dan bugar, serta sekolah yang memenuhi
standar sekolah sehat.
Untuk mengantisipasi banyaknya lulusan SMA yang tidak dapat meneruskan ke
pendidikan tinggi, pendidikan kecakapan hidup akan diberikan pada siswa SMA. Untuk
peserta yang berasal dari keluarga miskin tetapi berpotensi, pemerintah akan
memberikan subsidi beasiswa.
Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan menengah kejuruan dilakukan
dengan mengembangkan program studi/jurusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia
kerja, antara lain teknologi pengolahan dan pengemasan makanan, teknologi
otomotif modern, telematika, hotel dan restoran, bidang kelautan, seni etnik dan
kerajinan, industri manufaktur, serta teknologi pertanian nilai tinggi. SMK di setiap
daerah juga didorong untuk mengembangkan program studi yang berorientasi pada
keunggulan lokal, baik pada aspek keterampilan maupun kewirausahaan. Pendidikan
kewirausahaan akan diberikan untuk membekali lulusan SMK mampu mengembangkan
sendiri lapangan kerja bagi dirinya. Pengembangan kecakapan berwirausaha akan
dilakukan seluas-luasnya untuk mendorong tumbuhnya wiraswastawan sebanyak-
banyaknya, yang selain menjadi wahana kemandirian berusaha bagi pelaku-
82
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 83/130
pelakunya, juga memberikan dampak makro yang sangat positip bagi pengembangan
ekonomi nasional.
Dengan mempertimbangkan pesatnya perkembangan pemanfaatan TIK dalam
berbagai sektor kehidupan, pemerintah akan terus mengembangkan pemanfaatan TIK
untuk sistem informasi persekolahan dan pembelajaran termasuk pengembangan e-
Learning. Hingga tahun 2009, langkah-langkah yang akan dilakukan adalah (a)
merancang dan membuat aplikasi database, yang menyimpan dan mengolah data dan
informasi persekolahan, manajemen persekolahan, muatan (content) pembelajaran;
(b) merancang dan membuat aplikasi pembelajaran berbasis portal, web, multimedia
interaktif, yang terdiri atas aplikasi tutorial dan learning tool; (c) mengoptimalkan
pemanfaatan TV edukasi sebagai materi pengayaan dalam rangka menunjang
peningkatan mutu pendidikan; dan (d) mengimplementasikan pemanfaatan TIK
secara bertahap untuk memudahkan manajemen pendidikan pada SMA dan SMK dan
sekaligus untuk mendukung proses pembelajaran di seluruh wilayah Indonesia.
3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik
Seperti pada jenjang Dikdas, peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan daya
saing dilakukan dalam kerangka sistem dan mekanisme yang sama dalam isu-isu
partisipasi masyarakat, MBS (DP/KS), pengembangan kapasitas, dan pengembangan
EMIS. Perluasan partisipasi masyarakat akan didorong lebih luas dengan melibatkan
dunia usaha dan industri dalam pengelolaan pendidikan kejuruan.
Mengingat pendidikan menengah belum menjadi program wajib belajar,partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan akan diupayakan, baik dalam
rangka perluasan maupun peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu, kemampuan dan
kemauan untuk melakukan pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel,
sangat strategis untuk memberikan citra kelembagaan yang positip, yang selanjutnya
akan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pengelola. Masyarakat juga
diharapkan untuk proaktif dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi anggaran
penyelenggaraan pendidikan.
D. Program Pendidikan Tinggi
Program pembangunan PT bertujuan pertama, meningkatkan pemerataan dan
perluasan akses bagi semua warga negara melalui program-program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor; kedua, meningkatkan mutu,
relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi dalam rangka menjawab kebutuhan pasar
kerja, serta pengembangan Iptek, untuk memberikan sumbangan secara optimal bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa; ketiga, meningkatkan
kinerja perguruan tinggi dengan jalan meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan
akuntabilitas dalam pengelolaan layanan pendidikan tinggi secara otonom melalui
Badan Hukum Pendidikan Tinggi (BHPT).
83
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 84/130
1. Pemerataan dan Perluasan Akses
Program pemerataan dan perluasan akses pendidikan tinggi akan dilaksanakan
dengan kegiatan-kegiatan berikut.
Pemberian bantuan pembiayaan untuk kelompok masyarakat yang miskin
tetapi potensial agar dapat belajar di perguruan tinggi, melalui skema (a) program
beasiswa (scholarship) dengan target penerima yang bervariasi dari aspek-aspek
kemampuan ekonomi, gender, bakat khusus, dsb; (b) program pinjaman dana lunak
melalui bunga rendah dan/atau tenggang pembayaran; dan (c) program voucher yang
membebaskan beberapa jenis biaya pendidikan, yang variasinya terus dikembangkan
sesuai kebutuhan.
Membangun kemitraan antara LPTK dengan sekolah, untuk memperluas
kapasitas dalam menghasilkan guru yang dapat mencukupi kebutuhan jumlah danmutu, khususnya untuk menunjang keberhasilan program Wajar Dikdas dan program
perluasan jalur/jenjang/jenis pendidikan lainnya.
Pengembangan pembelajaran jarak jauh (distance learning) di perguruan
tinggi, dengan proyek percontohan pada beberapa perguruan tinggi dan pusat
pelatihan hingga tahun 2009, yaitu ITB, ITS, UGM, IPB, UI, UNRI, UNDANA, UNHAS,
PENS, dan POLMAL. Diseminasi proyek ini akan dikembangkan pada UNLAM, UM,
UNY, UNP, UNHALU, UNCEN dan PT-PT lainnya.
Pemerataan dan perluasan akses pendidikan tinggi mentargetkan pencapaianjumlah mahasiswa sebesar 4,5 juta orang pada tahun 2009. Sementara itu, APK
diharapkan dapat ditingkatkan dari 14,62% pada tahun 2004 menjadi 18,00% pada
tahun 2009.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing
Program peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi akan
dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan berikut.
Peningkatan pelayanan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepadamasyarakat sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi. Penerapan otonomi keilmuan
dimaksudkan untuk mendorong perguruan tinggi melaksanakan tugasnya sebagai
pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan kualitas/kuantitas
dan diversifikasi bidang penelitian di lingkungan perguruan tinggi.
Pengembangan kurikulum dan pembelajaran efektif dalam kelompok mata
kuliah: iman dan takwa serta akhlak mulia, Iptek, estetika, serta kepribadian.
Kelompok mata kuliah iman dan takwa serta akhlak mulia dimaksudkan untuk
meningkatkan potensi keimanan sehingga dapat memiliki ketakwaan personal dan
sosial. Kelompok mata kuliah Iptek dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi
84
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 85/130
pemanfaatan Iptek dan pengembangannya; kelompok mata kuliah/kegiatan estetika
dimaksudkan untuk meningkatkan sensitifitas estetis dan humanisme; dan kelompok
mata kuliah kepribadian dimaksudkan untuk mencerahkan kesadaran kepribadian.
Peningkatan iman dan takwa, akhlak mulia, etika dan kepribadian, serta wawasankebangsaan, diintegrasikan dalam proses pembelajaran semua mata kuliah.
Pengembangan community college akan dilakukan untuk mengenalkan model
pendidikan kejuruan/vokasi yang fleksibel menjawab kebutuhan pasar. Community
college memfasilitasi eksistensi program kejuruan/vokasi berbasis keunggulan lokal,
dengan penyediaan tenaga terampil untuk industri lokal, nasional, multi-nasional,
serta pengembangan kewirausahaan. Pengembangan community college yang ada
harus bersinergi dengan industri, politeknik, maupun lembaga pendidikan yang
relevan. Selain itu didorong untuk peningkatan APK PT serta untuk mengurangi
jumlah pengangguran pada kabupaten/kota atau provinsi bersangkutan.
Target-target yang ingin dicapai dalam pelaksanaan program peningkatan
mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi adalah sebagai berikut.
a. Peningkatan jumlah program studi di perguruan tinggi yang akreditasi A atau B,
dari jumlah 1000 program studi pada tahun 2005 menjadi sebanyak 3000
program studi pada tahun 2009. Akan dikembangkan pula program studi/jurusan
bertaraf internasional, dengan menargetkan tercapainya 32 program
studi/jurusan sampai dengan tahun 2009, dengan memperhatikan kepentingan
pengembangan ilmu, pelestarian budaya, serta persaingan keahlian di forumantarbangsa. Selain itu, untuk keperluan peningkatan efisiensi akan diupayakan
agar tidak ada lagi perguruan tinggi yang jumlah mahasiswanya kurang dari 100
orang.
b. Peningkatan efektivitas waktu studi sehingga angka kelulusan tepat waktu
mencapai 80% untuk PTN dan 50% untuk PTS.
c. Mengupayakan untuk tercapainya rasio keluaran terhadap jumlah mahasiswa
(enrollment) secara keseluruhan menjadi 20% untuk program sarjana dan 30%
untuk program diploma.
d. Lama waktu tunggu lulusan dalam mencari dan mendapatkan pekerjaan untuk
bidang-bidang keahlian tertentu diharapkan dapat dipersingkat, yaitu yang
tidak lebih dari 6 bulan dapat mencapai 40%.
e. Peningkatan kualitas daya saing di tingkat Asia dengan memunculkan minimal 4
perguruan tinggi yang masuk dalam 100 besar perguruan tinggi di Asia atau 500
besar perguruan tinggi dunia.
85
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 86/130
f. Peningkatan status perguruan tinggi menjadi 50% yang berbadan hukum
pendidikan tinggi negeri pada tahun 2009, dan 40% berbadan hukum pendidikan
tinggi swasta.
g. Penataan proporsi bidang ilmu IPA: IPS/Humaniora yang pada tahun 2004
berbanding sebagai (30:70) diupayakan untuk pada tahun 2009 menjadi (50:50)
di lingkungan PTN dan (35:65) di lingkungan PTS.
h. Peningkatan kualifikasi dosen berpendidikan S2/S3 yang baru mencapai 54,55%
untuk PTN dan 34,50% untuk PTS pada tahun 2004, menjadi 85% untuk PTN dan
55% untuk PTS pada tahun 2009. Di samping itu jumlah guru besar yang baru
mencapai 3% pada tahun 2004 diupayakan dapat mencapai 10% dari jumlah
dosen yang ada pada PTN pada tahun 2009.
i. Pelatihan tenaga teknis di perguruan tinggi pada jangka waktu 5 tahun ke depan
diupayakan mencapai 100 jenis pelatihan fungsional, yang menjangkau 7.500
personil pendidikan tinggi dengan rincian 70% dari PTN dan 30% dari PTS.
j. Pelaksanaan penelitian untuk 5 tahun ke depan diusahakan dapat mencapai 10%
dari seluruh anggaran Ditjen Dikti, dan menghasilkan berbagai hak atas
kekayaan intelektual termasuk permohonan patent mencapai 50 buah dan hak
cipta mencapai 200 judul, baik di tingkat nasional maupun internasional, serta
mendorong penelitian untuk penyelesaian masalah-masalah sosial.
k. ICT literacy (kemampuan akses, memanfaatkan dan menggunakan radio,
televisi, komputer dan internet) 80% untuk kalangan mahasiswa dan dosen.
l. Pengendalian jumlah dan ragam program studi yang sesuai dengan
kebutuhan di pendidikan tinggi.
m. Pembangunan dan penambahan infrastruktur pendidikan tinggi sehingga
tercapai pemenuhan kriteria rasio ruang kuliah 2m2 per mahasiswa, rasio ruang
laboratium 9 m2 per mahasiswa, dan ruang dosen 9 m2 per dosen.
n. Peningkatan kapasitas dan efektivitas layanan perpustakaan kepada citivas
akademika kampus melalui peningkatan penyediaan bahan bacaan wajib mata
kuliah mencapai 80% dari mata kuliah yang ditawarkan perguruan tinggi, dan
layanan kepustakaan sekurang-kurangnya mencapai 40 jam per minggu.
3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik
Program peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan Citra Publik akan
dilaksanakan melalui penyusunan perangkat hukum operasional dalam pengembangan
perguruan tinggi untuk mencapai status BHPT, sebagai perguruan tinggi otonom dan
86
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 87/130
akuntabel, serta bersifat nirlaba. Ditargetkan sebanyak 50% PTN dan 40% PTS akan
berstatus BHPT pada tahun 2009. Dalam rangka peningkatan akuntabilitas publik,
penyelenggaraan pendidikan tinggi perlu mengembangkan vitalisasi internal audit.
Salah satu manfaat yang akan diperoleh dengan model BHPT adalah terbangunnyakelembagaan yang lebih kondusif untuk menciptakan keterbukaan pengelolaan,
sehingga menjadi lebih transparan dan akuntabel. Kondisi ini akan mengembangkan
pencitraan yang positip di mata masyarakat, dalam rangka mendorong peningkatan
partisipasi melalui pembiayaan, kontrol, dan pengelolaan.
Peningkatan kapasitas satuan perguruan tinggi dilakukan melalui berbagai
program hibah kompetisi yang diselenggarakan oleh pemerintah, seperti program
hibah kompetisi, program kemitraan, hibah penelitian, pusat pengembangan
pendidikan dan aktivitas instruksional (P3AI). Peningkatan kapasitas pengelolaan juga
akan ditunjang dengan penerapan TIK, seperti pengembangan sistem informasi
pendidikan tinggi.
E. Program Pendidikan Nonformal
Program ini diarahkan untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada warga
masyarakat yang belum sekolah, tidak pernah sekolah atau buta aksara, putus
sekolah dan warga masyarakat lainnya yang kebutuhan pendidikannya tidak dapat
terpenuhi melalui jalur pendidikan formal. Dengan demikian, pendidikan nonformal
bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan kepada semua warga masyarakat,
baik laki-laki maupun perempuan, agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan
potensi diri dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
vokasional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sehingga
pendidikan nonformal dapat pula berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Di masa mendatang program pendidikan nonformal dapat menjadi pendidikan
alternatif yang dapat memenuhi standar nasional maupun internasional.
Program ini bertujuan untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada wargamasyarakat yang tidak/belum pernah sekolah atau buta aksara, putus sekolah, dan
warga masyarakat yang mengalami hambatan lainnya baik laki-laki maupun
perempuan, agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dengan
penekan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup (life skills),
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sehingga pendidikan
nonformal dapat pula berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang
hayat, sehingga dapat menjadi pendidikan alternatif yang dapat memenuhi standar
nasional maupun internasional.
87
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 88/130
Dalam usaha mencapai tujuan tersebut, berbagai program PNf yang
dikembangkan terdiri atas; (1) pendidikan kesetaraan yang diarahkan pada anak usia
Wajar Dikdas 9 tahun untuk mendukung suksesnya Wajar Dikdas beserta
tindaklanjutnya (setara SMU); (2) pendidikan keaksaraan yang diarahkan padapendidikan keaksaraan fungsional serta penurunan penduduk buta aksara usia 15
tahun ke atas secara signifikan pada akhir tahun 2009; (3) peningkatan pembinaan
kursus dan pelatihan untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat di berbagai
bidang keterampilan yang dibutuhkan; (4) pendidikan kecakapan hidup, yang dapat
diintegrasikan dalam berbagai program pendidikan nonformal sebagai upaya agar
peserta didik mampu hidup mandiri; (5) pendidikan pemberdayaan perempuan yang
diarahkan pada peningkatan kecakapan hidup dan pengarusutamaan gender di bidang
pendidikan; (6) peningkatan budaya baca masyarakat sebagai upaya untuk
memelihara dan meningkatkan kemampuan keaksaraan peserta didik yang telah
bebas buta aksara melalui penyediaan taman bacaan masyarakat; dan (7)
memperkuat dan merevitalisasi kelembagaan unit pelaksana teknis pusat dan daerah
(BP-PLSP, BPKB, dan SKB) sebagai tempat pengembangan model program PNf. Di
samping hal-hal di atas, PNf juga akan melaksanakan berbagai komitmen dunia
seperti Pendidikan Untuk Semua, pengarusutamaan gender, perawatan dan
pendidikan pada anak-anak yang tergolong tidak beruntung.
1. Pemerataan dan Perluasan Akses
Berbagai langkah kegiatan untuk memperluas akses pendidikan nonformaladalah (a) peningkatan sosialisasi dan promosi melalui berbagai media mengenai
pentingnya PNf dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat dari
usia dini hingga usia lanjut, yang disertai menu-menu program yang dapat
menggugah, menarik, dan membangkitkan semangat untuk belajar dan/atau
berperan dalam penyelenggaraan PNf; (b) mendorong dan memberdayakan
masyarakat melalui berbagai organisasi sosial masyarakat (Orsosmas) dan lembaga
swadaya masyarakat (LSM) yang berorientasi pada kegiatan sosial, ekonomi, dan
budaya serta kelompok masyarakat terdidik, untuk dapat berperan dalam
penyelenggaraan PNf; (c) memberikan bantuan pembiayaan sampai pada
kabupaten/kota, untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya PNf bagi
Pemda kabupaten/kota, sehingga terdorong untuk menyediakan anggaran PNf yang
memadai melalui APBD; (d) mendorong terbentuknya berbagai organisasi
kemasyarakatan di berbagai tingkatan yang dapat berperan sebagai mitra dalam
pengembangan PNf; (e) memperluas kerja sama dengan instansi terkait dalam
penyelenggaraan PNf; (f) penyediaan, pemberian dan penyaluran block grants yang
dilaksanakan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak-
pihak yang berperan dalam penyelenggaraan berbagai program PNf ; dan (g) menjalin
kemitraan dengan lembaga-lembaga luar negeri yang terkait dengan pengembangan
program PNf .
88
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 89/130
Pengembangan pendidikan kesetaraan, yang diarahkan pada anak usia Wajar
Dikdas 9 tahun melalui Paket A setara SD, dan Paket B setara SMP, serta
pengembangan pendidikan menengah melalui Paket C setara SMA. Pengembangan
paket kesetaraan dilakukan melalui pembukaan kelompok-kelompok belajar padasasaran yang terfokus, yaitu pada daerah yang APK-nya sangat rendah. Hingga tahun
2009, target Paket A untuk siswa putus SD kelas 4 sampai dengan 6 sebanyak kurang
lebih 25% dari DO SD, dan target Paket B setara SMP akan menjangkau sekitar 50%
dari lulusan SD tidak melanjutkan dan 50% dari putus SMP, dan target
penyelenggaraan program Paket C setara SMA akan menjangkau sekitar 50% dari
lulusan SMP tidak melanjutkan dan 25% dari putus SMA.
Dalam rangka pemerataan dan perluasan akses pendidikan kesetaraan
dilakukan berbagai strategi, antara lain (a) sosialisasi pendidikan kesetaraan melalui
kampanye dan pertemuan forum kesetaraan, serta perluasan akses pendidikan
kesetaraan dengan pemberdayaan masyarakat melalui layanan home schooling, kelas
berjalan (mobile education services); dan (b) pemberdayaan pondok pesantren dan
kerja sama dengan instansi terkait; (c) penajaman pelayanan khusus pendidikan
kesetaraan, antara lain melalui pelayanan daerah terbelakang dan daerah bencana,
pendidikan kesetaraan di luar negeri, dan pembantu rumah tangga anak (PRTA).
Penurunan angka buta aksara dan pengembangan keaksaraan fungsional
merupakan kegiatan untuk meningkatkan intensifikasi akses perluasan dan kualitas
pendidikan keaksaraan fungsional bagi penduduk buta aksara tanpa diskriminasigender baik di perkotaan maupun di perdesaan dengan prioritas pada daerah yang
menjadi kantong-kantong buta aksara. Target pada tahun 2009 adalah menurunnya
persentase penduduk buta aksara dari 10,21% (Susenas, BPS 2003) menjadi 5% pada
akhir tahun 2009, atau secara kuantitas target yang akan dijangkau sekitar 7,7 juta
orang (usia 15 tahun ke atas).
Dalam rangka penurunan buta aksara (PBA) dilakukan berbagai strategi antara
lain (a) program reguler PBA melalui UPT PLS dan berbagai satuan PLS lain, yaitu
PKBM, kelompok belajar, dan satuan PNf sejenis; (b) gerakan nasional percepatan
pemberantasan buta aksara, baik melalui strategi vertikal dengan penerbitan Inpres
Gerakan Penuntasan Wajib Belajar dan Keaksaraan (GN-PWK) maupun strategi
horizontal melalui intensifikasi kerja sama dengan organisasi sosial dan keagamaan,
PT, dan sekolah; dan (c) pengembangan kerja sama dengan lembaga/organisasi
keagamaan, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, organisasi lain yang dapat
menjangkau masyarakat, dan pemberantasan buta aksara melalui jalur pemerintahan
daerah.
Pembinaan pendidikan kecakapan hidup dan kursus bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan, kecakapan, dan profesionalitas warga belajar untuk
89
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 90/130
bekerja dan/atau berusaha secara mandiri, serta mengembangkan kapasitas
kelembagaan kursus dan pelatihan agar memiliki daya saing internasional. Strategi
yang dilakukan antara lain (a) perluasan kursus yang berorientasi pada kecakapan
hidup yang mencakup sasaran sektoral dan dalam tiga spektrum, yaitu perdesaan,perkotaan, dan peningkatan kecakapan bagi penduduk bekerja (refitting) melalui
program pengembangan kursus dan pelatihan; (b) penyediaan beasiswa pada peserta
didik yang tergolong kurang beruntung secara bertahap dalam rangka pemerataan
pendidikan; (c) perluasan PKBM terutama di daerah yang rendah partisipasi
pendidikan dasar dan tinggi sasaran PNf; (d) perluasan pendidikan kecakapan hidup
bekerja sama dangan lembaga penyelenggara PNf, mitra, dan instansi terkait; dan e)
intensifikasi sosialisasi dan promosi kursus dan lembaga PNf melalui berbagai media
dalam rangka perluasan kursus yang berorientasi kecakapan hidup.
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan nonformal perlu
ditumbuhkan melalui pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) dan perintisan pusat
sumber belajar (PSB).
Pemerintah akan menyediakan biaya operasional bagi peserta didik yang
kurang beruntung, serta memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat
untuk melaksanakan pendidikan informal melalui pembentukan kegiatan belajar
secara mandiri dan berkelompok. Biaya operasional dapat diberikan melalui kegiatan
magang, penyelenggaraan kursus yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, atau
dengan beasiswa.
Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dilakukan dengan sasaran
tersedianya sarana, prasarana, pendidikan dan pelatihan tenaga kependidikan
nonformal yang bermutu secara memadai.
Pengembangan budaya baca diselenggarakan di berbagai kegiatan
pembelajaran dengan target pelembagaan 2.500 taman bacaan masyarakat (TBM)
pada tahun 2009.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing
Dalam rangka peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing akan dilaksanakan
melalui kegiatan-kegiatan berikut.
Pendidikan kesetaraan dilakukan melalui beberapa strategi, antara lain (a)
pengembangan standar penyelenggaraan pendidikan kesetaraan (kompetensi, isi,
proses, dan penilaian) bersama dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP);
(b) pengorganisasian kurikulum pendidikan kesetaraan secara tematis; (c)
penyusunan substansi bahan ajar yang menekankan pendekatan kecakapan hidup
90
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 91/130
(life skills); dan (d) pengembangan model pembelajaran yang bersifat induktif,
kesetaraan unggulan, serta penerapan sistem ujian kompetensi dan tes penempatan.
Penurunan angka buta aksara dan pengembangan keaksaraan fungsional
dilakukan melalui beberapa strategi, antara lain (a) mengembangkan standar
keaksaraan dan (b) standardisasi, penilaian (assesment), pendataan serta pemberian
insentif untuk mempercepat pemberantasan buta aksara sesuai dengan target
sasaran tahunan yang telah ditetapkan.
Sampai dengan tahun 2009, ditargetkan jumlah peserta pendidikan kecakapan
hidup berusia lebih dari 15 tahun mencapai 15% atau 1,5 juta orang. Untuk mencapai
target tersebut, program pendidikan kecakapan hidup dan kursus dilakukan melalui
beberapa strategi, antara lain (a) pengembangan dan penetapan standar nasional
kursus dan lembaga PNf bekerja sama dengan BSNP dan Badan Nasional SertifikasiProfesi Nasional (BNSP) sebagai dasar untuk peningkatan kapasitas pengelola,
peningkatan sumber daya kursus dan kelembagaan, akreditasi lembaga dan program,
serta upaya penjaminan mutu; (b) pelaksanaan evaluasi pendidikan melalui ujian
nasional yang dilakukan oleh BSNP dan atau lembaga yang telah terakreditasi; (c)
pelaksanaan penjaminan mutu melalui proses analisa yang sistematis terhadap hasil
evaluasi bekerjasama dengan organisasi profesi, ahli, praktisi dan pengguna (user);
(d) pelaksanaan akreditasi lembaga dan/atau program, 5 tahun sekali dan mengacu
pada SNP (dilakukan oleh BAN PNf); (e) peningkatan kerja sama dengan dunia
usaha/kerja dalam rangka pengembangan kurikulum yang berbasis kompetensi; dan(f) pelaksanaan penataan perizinan pendirian kursus dan satuan lainnya dengan
mengikutsertakan organisasi profesi terkait.
Dalam pengembangan program PNf, dilakukan pula pengembangan format
dan kualitas program PNf agar bisa diterima sebagai pengganti kegiatan dan program
yang ada di satuan pendidikan formal. Mulai tahun 2006, ditetapkan 10 jenis dan
variasi program PNf yang berorientasi pada kecakapan hidup yang pengembangannya
akan didukung oleh pemerintah.
Pengembangan model PNf unggulan merupakan kegiatan untukmengembangkan model-model unggulan dan model kompetitif PNf dalam PAUD,
kesetaraan, keaksaraan, program budaya baca, dan kecakapan hidup sebanyak 25%
kabupaten/kota ditargetkan sudah memiliki model PNf unggulan pada tahun 2008.
Penyediaan materi pendidikan, sarana dan prasarana, serta media
pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan media pembelajaran dan teknologi
pendidikan termasuk peralatan peraga pendidikan, buku pelajaran dan buku bacaan
serta materi pelajaran yang memanfaatkan TIK, seperti radio, televisi, komputer dan
internet.
91
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 92/130
Pengembangan satuan-satuan PNf meliputi lembaga kursus dan pelatihan,
kelompok belajar, PKBM serta satuan pendidikan yang sejenis melalui standardisasi,
penjaminan mutu, akreditasi dan sertifikasi serta penguatan kemampuan manajerial
pengelolanya. Dilakukan pula pengembangan format dan kualitas program PNf sehingga bisa diterima sebagai pengganti mata pelajaran yang relevan dengan yang
ada di satuan pendidikan formal. Sampai dengan tahun 2009, ditargetkan jumlah
peserta pendidikan kecakapan hidup berusia lebih dari 15 tahun mencapai 15% atau
1,5 juta orang.
Pengembangan sertifikasi menyangkut sertifikasi lembaga kursus dan
pelatihan, dan pendidikan keterampilan/kecakapan hidup. Pengembangan sertifikasi
dan aspek-aspek mutu lainnya mengacu pada standar keahlian dan produktivitas
tenaga kerja Indonesia dalam kerangka WTO. Sertifikasi diharapkan memiliki civil
effect bagi peningkatan kehidupan dan produktivitas kerja pada peserta didik.
Sampai dengan tahun 2009, 20% lembaga dan program PNf ditargetkan telah
terstandarisasi.
Pengembangan model unggulan merupakan kegiatan untuk mengembangkan
model-model unggulan dan model kompetitif PNf dalam PAUD, kesetaraan,
keaksaraan, dan kecakapan hidup. Sebanyak 60% kabupaten/kota ditargetkan sudah
memiliki model PNf unggulan pada tahun 2008.
3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik
Prinsip fundamental dari penyelenggaraan pelayanan pendidikan nonformal
adalah aktifnya peran atau partisipasi masyarakat dalam kemandirian dan kreativitas
yang dinamis untuk membantu mengangkat derajat dan taraf hidup masyarakat yang
kurang beruntung. Oleh karenanya, berhasilnya penyelenggaraan PNf yang efektif,
efisien, dan akuntabel, berada pada tanggung jawab bersama antara masyarakat
penyelenggara dan pemerintah daerah setempat. Karena prinsip penyelenggaraan
yang partisipatif ini, pencitraan kelembagaan yang transparan dan akuntabel menjadi
kebutuhan mutlak yang harus dapat dipenuhi oleh setiap penyelenggara pendidikan
nonformal.
Dalam penyelenggaraan PNf yang lebih banyak melibatkan partisipasi
masyarakat, pemerintah pusat berperan memberikan fasilitasi dan
pengendalian/penjaminan mutu melalui bantuan pembiayaan dan program-program
sosialisasi dan pelatihan. Beberapa langkah Depdiknas dalam peningkatan tata kelola,
akuntabilitas, dan pencitraan penyelenggaraan PNf adalah sebagai berikut.
Penataan dan pengembangan sistem pendataan dan informasi manajemen
diperlukan untuk mendukung pengelolaan dan koordinasi PNf baik pada tingkat
pusat, daerah, maupun pengelola dan penyelenggara PNf , serta untuk memenuhi
92
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 93/130
kebutuhan masyarakat atas data dan informasi mengenai PNf . Usaha ini memerlukan
sinergi tripartit, yaitu ahli pendidikan, ahli substansi, dan ahli media/informatika.
Pengembangan kapasitas diberikan kepada pengelola dan penyelenggara PNf
di semua tingkatan, baik di pusat maupun daerah (BP-PLSP, BPKB, SKB, dan PKBM).
Sampai dengan tahun 2009, Ditjen PLS dan 5 (lima) BP-PLSP ditargetkan meraih
sertifikat ISO 9001. Advokasi, sosialisasi, dan fasilitasi; diperlukan untuk memberikan
informasi, kampanye, dan bantuan dalam rangka meningkatkan dan memperluas
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan PNf yang efektif dan akuntabel.
F. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan bertujuan untuk
meningkatkan kecukupan jumlah pendidik dan tenaga kependidikan, kemampuan
akademik, kemampuan melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan dan
pembelajaran pada setiap satuan pendidikan.
1. Pemerataan dan Perluasan Akses
Peningkatan pemerataan dan rasio pelayanan pendidik dan tenagakependidikan untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan nonformal, dilakukan melalui beberapa kegiatan berikut
(a) pengembangan sistem perencanaan berdasarkan kebutuhan dan ketersediaan
pendidik dan tenaga kependidikan; (b) pengembangan sistem dan mekanisme
rekrutmen dan penempatan pendidik dan tenaga kependidikan yang merata secara
geografis, tepat jumlah, tepat kualifikasi/keahlian, dan gender; (c) peningkatan
jumlah pendidik di wilayah/daerah yang kekurangan, seperti pengaturan mekanisme
penempatan dan redistribusi guru, penambahan guru baru, perubahan status pendidik
dari satu jenjang ke jenjang lain, integrasi guru/tutor mata pelajaran sejenis, pola
insentif guru di daerah terpencil, memberikan bantuan bagi guru tidak tetap (GTT)
swasta, pengawas/penilik/pamong belajar, dan guru daerah terpencil; (d) perluasan
jurusan LPTK pada bidang yang masih kekurangan seperti guru MIPA, Bahasa Inggris
dan teknologi kejuruan; (e) perluasan Program Akta bagi lulusan sarjana non-
kependidikan; (f) penambahan jumlah tenaga kependidikan secara proporsional,
seperti pengawas sekolah, penilik, pegawai tata-usaha, laboran, pustakawan,
pengembang sumber belajar, arsiparis, operator komputer, dsb, melalui penambahan
tenaga baru, penempatan tenaga non-kependidikan menjadi tenaga kependidikan di
sekolah atau lembaga pendidikan lain; dan (g) pemberian disinsentif pada pendidik
yang melanggar etika profesi.
93
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 94/130
Dalam rangka pemerataan dan perluasan akses, dilakukan pengadaan guru.
Untuk meningkatkan daya tarik penempatan guru di daerah-daerah sulit, perlu
dipikirkan skenario pemberian insentif bagi guru-guru tersebut; dibentuknya suatu
program penataran (upgrading) bagi guru-guru yang sudah ada (SD/MI) agar merekamemiliki kesempatan untuk mengajar di SMP atau sekolah-sekolah layanan khusus
pada SMP Khusus.
Sasaran yang akan dicapai dalam lima tahun ke depan adalah rasio peserta
didik per pendidik dan tenaga kependidikan relatif merata pada setiap
kabupaten/kota, dan akan diupayakan tercapainya standar nasional. Sementara itu,
dalam lima tahun mendatang akan dilakukan pengangkatan pengawas yang tepat
sasaran.
Pemerintah juga akan mengangkat guru baru, untuk mengatasi kekuranganguru sebagai pengganti guru yang akan pensiun, dan dalam rangka perluasan akses
untuk penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, serta perluasan pendidikan
menengah umum dan kejuruan.
Pengembangan pola manajemen pendidik dan tenaga kependidikan yang
mandiri dan berbeda dengan pola manajemen birokratis. Pola manajemen ini
diharapkan akan dapat mereposisi guru dari posisi periperal, yaitu posisi di kawasan
pinggiran atau terpinggirkan, menuju posisi sentral, memberikan perlindungan hukum
yang pasti dalam profesi, kesejahteraan, jaminan sosial, hak dan kewajiban.
Penjaminan mutu pendidik dilakukan melalui pengembangan sistem rekrutmen
yang lebih transparan, akuntabel, dan komprehensif sehingga dapat diperoleh tenaga-
tenaga pendidik dan kependidikan yang kompeten, berbakat, berminat dan profesional.
Peningkatan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan dengan pola
pengembangan program pendidikan D-4 dan/atau sarjana strata satu (S-1), termasuk
pola pendidikan jarak jauh dengan memanfatkan TIK. Pola pelatihan yang
dikembangkan perlu mengedepankan perubahan paradigma dari learning by teaching
menuju learning by experiencing.
Mengingat sasaran pendidikan nonformal di desa-desa cukup tinggi, perlu
diangkat tutor purnawaktu untuk desa-desa terpencil dan/atau desa-desa yang
konsentrasi sasaran PNf-nya besar. Untuk mendukung tugas penilik, selain dari
pengangkatan tutor secara bertahap diperlukan juga tenaga lapangan Dikmas (TLD)
tidak tetap, dengan rasio satu TLD setiap lima desa.
Selanjutnya untuk meningkatkan jangkauan pelayanan PNf secara bertahap
ditingkatkan jumlah pamong belajar kurang lebih 1.300 orang, sehingga mencapai
standar nasional pendidikan.
94
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 95/130
2. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing
Program peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing akan dilaksanakan
dalam kegiatan-kegiatan berikut (a) penyusunan rencana pengembangan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan; (b) pengembangan sistem dan pelaksanaan
penilaian kinerja, kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan pendidik dan
tenaga kependidikan; (c) penyelenggaraan sertifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan; (d) pengembangan dan pembinaan profesi dan karier pendidik dan
tenaga kependidikan; (e) pengembangan sistem dan dan peningkatan kualifikasi dan
kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan melalui pemetaan kompetensi secara
periodik, pendidikan berkelanjutan untuk mencapai standar kompetensi yang
ditunjukkan oleh hasil uji kompetensi, penghitungan angka kredit sebagai tenaga
fungsional; (f) peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan menuju
patok-duga (benchmark) regional dan internasional; (g) pengembangan sistem dan
pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan; (h) pemanfaatan hasil akreditasi
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal; (i) pengembangan
kemitraan dengan LPTK dan instansi/organisasi terkait dengan pendidikan prajabatan
( pre-service) dan pendidikan dan pelatihan dalam jabatan (in-service training) bagi
pendidik dan tenaga kependidikan; (j) pemanfaatan TIK dalam pendidikan untuk
peningkatan kompetensi guru dan pamong belajar dalam pembelajaran; dan (k)
pengembangan kapasitas sumberdaya pendidik dan tenaga kependidikan pada PPPG,
LPMP, BP-PLSP dan BPKB serta SKB.
3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik
Usaha meningkatkan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan dalam
pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan adalah (a) penyusunan kebijakan
pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan dan kebijakan pengelolaan satuan
kerja; (b) pengembangan sistem dan pelaporan kinerja satuan kerja di lingkungan
Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan; (c) sosialisasi dan
komunikasi kebijakan dan program peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan; (d) pengembangan sistem dan pengelolaan pendidik dan tenaga
kependidikan termasuk tutor dan pemong serta pamong belajar PNf secara
transparan dan akuntabel; (e) fasilitasi bantuan perlindungan hukum bagi pendidik
dan tenaga kependidikan; (f) penyelesaian secara tuntas masalah guru bantu dan
tenaga lapangan Dikmas (TLD); (g) sosialisasi Undang-Undang tentang Guru dan Dosen
beserta peraturan pelaksanaannya; dan (h) penyiapan rancangan peraturan
perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
G. Program Manajemen Pelayanan Pendidikan
95
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 96/130
Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga di
pusat dan daerah, mengembangkan mekanisme tata kelola, meningkatkan koordinasi
antartingkat pemerintahan, mengembangkan kebijakan, melakukan advokasi dan
sosialisasi kebijakan pembangunan pendidikan, serta meningkatkan partisipasimasyarakat dalam pembangunan pendidikan; (2) mengembangkan dan menerapkan
sistem pengawasan pembangunan pendidikan termasuk sistem tindak lanjut temuan
hasil pengawasan terhadap setiap kegiatan pembangunan pendidikan termasuk
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pendidikan; dan (3) menyempurnakan
manajemen pendidikan dengan meningkatkan otonomi satuan pendidikan dan
desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada pengelola pendidikan dalam
menyelenggarakan pendidikan secara efektif dan efisien, transparan, bertanggung
jawab, akuntabel serta partisipatif yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
Dalam rangka pengembangan sistem pengawasan, perlu dilakukan perbaikan
pelayanan kepada masyarakat dengan meningkatkan transparansi agar terhindar dari
citra aparat atas praktik-praktik pelayanan yang berindikasi korupsi, kolusi, dan
nepotisme sesuai dengan Intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004. Selama ini
dipersepsikan dengan sangat kuat oleh masyarakat bahwa sumber KKN terbesar
dianggap berada di instansi pelayanan masyarakat. Perbaikan pelayanan itu akan
dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
Pertama, untuk mencegah terjadinya kekeliruan persepsi atau kecurigaan
masyarakat terhadap berbagai kebijakan dan pelayanan pendidikan oleh pemerintah,perlu ditingkatkan penyebarluasan informasi kebijakan. Sebagai mitra pemerintah,
masyarakat perlu mendapatkan penyuluhan, pembinaan, dan ajakan untuk berperan
aktif dalam pendidikan.
Kedua, peningkatan kapasitas aparat pemerintah yang menitikberatkan dua
aspek, yaitu (1) perubahan pola pikir (mind-set), sikap mental dan perilaku sebagai
pelayan masyarakat yang bebas KKN; dan (2) aspek teknis untuk memberikan
kemampuan dan penguasaan terhadap tugasnya secara profesional dan handal. Dalam
usaha mengubah pola pikir, sikap mental dan perilaku, perlu dilakukan advokasi yang
menegaskan bahwa sebagai pelayan masyarakat, mereka dibiayai dengan uang rakyat
sehingga semangat profesionalisme atas dasar prinsip menerima dan memberi (take
and give) selalu melandasi kegiatan pelayanan sehari-hari. Di samping itu, perlu
ditekankan pula bahwa dalam era modernisasi/globalisasi, cara berpikir dan sikap
feodalistis sudah tidak relevan lagi.
Ketiga, penciptaan sistem pelayanan yang murah, cepat, terbuka dan
menyenangkan. Indikator keberhasilan pelayanan adalah kepuasan masyarakat atas
pelayanan yang murah (bahkan gratis), cepat, terbuka, ramah dan kooperatif. Untuk
96
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 97/130
itu, perlu dilakukan pemangkasan birokrasi dan penerapan prinsip-prinsip efisiensi
menuju pelayanan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan.
Keempat, penciptaan sistem pengawasan yang efektif dan objektif yang
dapat mencegah praktik-praktik pelayanan yang berindikasi KKN. Sistem yang
dimaksud harus mencakup pula rencana tindak-lanjut yang nyata dan efektif serta
dapat dilaksanakan.
Kelima, peningkatan sistem pengendalian intern (SPI), berkoordinasi dengan
BPKP dan BPK. Kegiatan pengembangan SPI dilakukan dengan membangun sistem dan
prosedur yang menggunakan TIK. Di samping itu, dilakukan perbaikan internal dengan
penataan, pemantapan, dan penerapan secara disiplin prosedur operasional standar
(POS), serta peningkatan koordinasi dengan pihak eksternal seperti BPK, BPKP, dan
Bawasda. Demikian pula kegiatan pengawasan terpadu yang disertai proses fasilitasipengawasan oleh Itjen kepada Bawasda, pengawas sekolah dan penilik pendidikan
luar sekolah serta satuan pengawas internal pada unit kerja yang diperiksa.
Keenam, pemberdayaan masyarakat untuk mendorong terciptanya pelayanan
yang baik. Usaha ini dapat dilakukan dengan memberikan peran tertentu kepada
masyarakat dalam pengawasan dan perumusan sistem pelayanan.
Ketujuh, pengembangan dan pemanfaatan ICT untuk mendukung peningkatan
peran dan fungsi pelayanan pendidikan. Sistem yang dikembangkan diusahakan untuk
dapat memenuhi dua hal, yaitu (a) kebutuhan manajemen atas sistem pendataan dan
informasi yang akurat, mutakhir (up-to-date), dan mudah diakses; (b) kebutuhan
masyarakat atas data dan informasi pelayanan pendidikan. Beberapa kegiatan yang
sifatnya pengembangan dan pemanfaatan ICT, antara lain sebagai berikut (1)
merancang dan mengimplementasikan sistem jaringan pendidikan nasional
(Jardiknas), yang mencakup jaringan intranet dan internet, yang terhubung ke semua
unit utama dan unit kerja Depdiknas di pusat, dinas pendidikan provinsi, dinas
pendidikan kabupaten/kota, satuan pendidikan/sekolah, UPT pendidikan lainnya
dengan pusat data dan aplikasi/IDC; (2) merancang dan membuat aplikasi pangkalan
data (database) yang menyimpan dan pengolah data dan informasi sistem danprosedur keuangan, sistem perencanaan dan sistem monitoring, sistem kepegawaian,
sistem pengawasan internal, sistem aset, sistem nomor pokok sekolah nasional
(NPSN), sistem nomor induk siswa nasional (NISN), sistem nomor induk mahasiswa,
sistem nomor induk guru nasional (NIGN), sistem nomor induk dosen, dan konten-
konten pembelajaran lainnya; (3) menyediakan dan meningkatkan pemanfaatan TV
edukasi sebagai materi pengayaan dalam rangka menunjang peningkatan mutu
pendidikan; dan (4) memfasilitasi pengumpulan/pemanfaatan media massa guna
peningkatan proses pembelajaran dan pengajaran.
97
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 98/130
Kedelapan, penataan sistem dan mekanisme inventarisasi dan dokumentasi
sarana, prasarana dan aset pendidikan, termasuk pengelolaan dokumen dan arsip
Depdiknas yang saat ini mengadapi kesulitan. Kegiatan ini dapat memanfaatkan peran
TIK yang dapat mentransformasikan pendataan dan kearsipan konvensional ke sistemdigital.
Kesembilan, peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola pendidikan untuk
menjawab adanya gejala penurunan kapasitas dan kompetensi pengelola pendidikan
dalam era desentralisasi pendidikan. Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan
pelatihan-pelatihan jangka pendek maupun pendidikan terstruktur/bergelar yang
relevan untuk penyelesaian masalah di daerah, termasuk pelatihan perencanaan dan
evaluasi yang melibatkan aparat pengelola pendidikan di daerah dan pusat.
H. Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Program penelitian dan pengembangan pendidikan bertujuan untuk (1)
mengembangkan konsepsi pembaruan sistem pendidikan nasional dan
memasyarakatkannya seiring dengan perkembangan dan persaingan di era globalisasi;
(2) melakukan penelitian kebijakan pada tingkatan makro dan pengembangannya
pada tingkat mikro serta mengembangkan inovasi pendidikan agar hasilnya dapat
menjadi acuan bagi pengembangan kebijakan dan/atau program pembangunan
pendidikan; (3) mengembangkan model-model kurikulum satuan pendidikan yang
relevan, layanan profesional pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan; (4)
mengembangkan dan mengimplementasikan sistem pendataan berbasis teknologi
informasi yang efisien dan efektif sebagai landasan perumusan kebijakan pendidikan;
(5) mengembangkan sistem penilaian dan pengendalian mutu pendidikan nasional; (6)
meningkatkan intensitas dan kualitas kerja sama nasional dan internasional di bidang
pendidikan yang berdasarkan kesetaraan dan mengarah kepada peningkatan kualitas
pendidikan nasional; (7) memfasilitasi berbagai lembaga independen di lingkungan
Depdiknas yang berkaitan dengan standar nasional pendidikan dan akreditasi; dan (8)meningkatkan kompetensi SDM dalam penelitian dan pengembangan serta pendataan.
Program penelitian dan pengembangan pendidikan dilaksanakan melalui tiga
pilar pembangunan pendidikan nasional sebagai berikut.
1. Pemerataan dan Perluasan Akses
Program strategis penelitian dan pengembangan pendidikan yang akan
dilaksanakan dalam rangka menunjang perluasan dan pemerataan pendidikan adalah
98
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 99/130
penelitian biaya dan pendanaan Wajar Dikdas 9 Tahun, bebas pungutan serta
perluasan akses PAUD, Dikmen, dan Dikti, termasuk inovasinya.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing
Program strategis penelitian dan pengembangan pendidikan yang akan
dilaksanakan dalam rangka menunjang peningkatan mutu dan relevansi pendidikan
antara lain adalah (1) layanan profesional pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan; (2) evaluasi pendidikan nasional untuk penjaminan mutu pendidikan; (3)
fasilitasi penyelenggaraan pelaksanaan tugas badan-badan independen, antara lain
BAN-S/M, BAN-PNF, BAN-PT, dan BSNP; dan (4) pengembangan sistem penilaian untuk
berbagai kepentingan pendidikan.
3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik
Program strategis penelitian dan pengembangan pendidikan yang akan
dilaksanakan dalam rangka menunjang peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan
pencitraan pendidikan antara lain adalah (1) peningkatan sarana dan prasarana IT
tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah; (2) penelitian dan inovasi
tentang pengelolaan SDM, prasarana dan sarana pendidikan sesuai SNP; (3)
pengembangan jaringan Litbang; (4) peningkatan sistem manajemen mutu; (5)
penyelenggaraan berbagai polling untuk mengukur citra Depdiknas; (6) penyusunan
RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP), Bahasa, Perbukuan, dan RUU lain serta
peraturan pemerintah berkaitan dengan pendidikan; dan (7) pengembangan lembaga
penilaian pada satuan pendidikan.
I. Program Penelitian dan Pengembangan Iptek
Program ini bertujuan untuk meningkatkan fokus dan mutu kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan dasar, terapan, dan
teknologi sesuai dengan kompetensi inti dan kebutuhan pengguna. Pelaksana program
ini terutama adalah Badan Penelitian dan Pengembangan, Ditjen Pendidikan Tinggi,
dan lembaga penelitian pada perguruan tinggi.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain adalah pertama,
penelitian dan pengembangan di bidang pangan, energi, manufaktur, bioteknologi
dan informatika; kedua, penelitian dan pengembangan program tematis; ketiga,
pengembangan teknologi proses untuk mendukung peningkatan produksi
/produktivitas; keempat, pengembangan riset dasar dalam rangka pengembangan
ilmu pengetahuan; kelima, penelitian dan pengembangan di bidang pengukuran,
standarisasi, pengujian dan mutu; keenam, penelitian untuk mendukung kebijakan
99
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 100/130
pemerintah di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum; ketujuh, pengkajian
dan penelitian hibah bersaing.
J. Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan
Program ini bertujuan untuk mendorong berkembangnya minat baca bagi
anggota masyarakat melalui perluasan taman bacaan masyarakat (TBM) dan
pembinaan perpustakaan, serta penyediaan bahan bacaan yang bermutu dan relevan
dengan kebutuhan masyarakat, sehingga pada gilirannya dapat mendorong
berkembangnya industri perbukuan.
Pengembangan budaya baca diselenggarakan di berbagai kegiatan
pembelajaran, dengan sasaran pelembagaan 2.500 taman bacaan masyarakat (TBM)pada tahun 2009. Selain itu, program ini diarahkan pada pengembangan budaya
baca, bahasa, sastra Indonesia dan daerah, pada masyarakat termasuk peserta didik
guna membangun masyarakat berpengetahuan, berbudaya, maju dan mandiri.
Beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain adalah sebagai berikut.
Pertama, kampanye dan promosi budaya baca melalui media masa dan cara-
cara lainnya dalam rangka meningkatkan budaya baca secara meluas, baik di
kalangan persekolahan maupun institusi pendidikan lain yang relevan, atau
masyarakat luas.
Kedua, perluasan dan peningkatan kualitas pelayanan perpustakaan dan TBM
melalui (a) penambahan dan pemeliharaan koleksi perpustakaan dan taman bacaan
masyarakat (termasuk koleksi pustaka elektronik); (b) pengadaan sarana dan
revitalisasi perpustakaan keliling dan perpustakaan masyarakat; (c) mendorong
tumbuhnya perpustakaan masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang
ada di masyarakat; (d) peningkatan peran serta masyarakat termasuk lembaga
swadaya masyarakat dan dunia usaha dalam menyediakan fasilitas membaca sebagai
sarana belajar sepanjang hayat; (e) pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan pengelola perpustakaan, termasuk perpustakaan yang berada di satuan
pendidikan; (f) peningkatan diversifikasi fungsi perpustakaan untuk mewujudkan
perpustakaan sebagai tempat yang menarik, terutama bagi anak dan remaja untuk
belajar dan mengembangkan kreativitas; (g) pemberdayaan tenaga pelayan
perpustakaan sebagai pusat sumber belajar (PSB) dengan mengembangkan jabatan
fungsional; dan (h) pengembangan berbagai model layanan perpustakaan seperti
pustakawan, digitalisasi, otomatisasi dan perpustakaan elektronik.
100
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 101/130
Ketiga, pemantapan sistem nasional perpustakaan dalam rangka mewujudkan
sistem perpustakaan yang memiliki kaitan fungsional dengan berbagai institusi
pendidikan.
Keempat, peningkatan sinergi antara perpustakaan nasional, provinsi,
kabupaten/kota dengan perpustakaan sekolah dan TBM melalui (a) peningkatan
jaringan perpustakaan dari tingkat pusat sampai daerah, satuan pendidikan, dan
taman bacaan masyarakat; dan (b) peningkatan kerja sama perpustakaan nasional,
perpustakaan daerah, dan taman bacaan masyarakat, dalam memberikan pelayanan
pada masyarakat berdasarkan standar kelayakan.
Kelima, pembinaan dan pengembangan bahasa untuk mendukung
berkembangnya budaya ilmiah, kreasi sastra, dan seni.
Program ini dilakukan dalam rangka pemartabatan bahasa kebangsaan dan
peningkatan daya saing yang ditempuh melalui (1) pembinaan dan pengembangan
bahasa sebagai sarana pengembangan ilmu dan teknologi serta seni untuk
meningkatkan martabat bahasa Indonesia sebagai lambang identitas bangsa dan
sarana pemersatu bangsa serta sebagai bahasa perhubungan luas antarbangsa; (2)
pembinaan dan pengembangan bahasa daerah sebagai bagian dari kebudayaan
nasional; (3) peningkatan mutu penguasaan bahasa asing sebagai sarana penguasaan
ilmu dan teknologi serta sebagai sarana pergaulan internasional.
K. Program-Program Lainnya
Beberapa program penunjang di luar fungsi pendidikan yang dikelola
Departemen Pendidikan Nasional adalah program-program yang keterkaitan dengan
fungsi pelayanan pemerintahan umum dan fungsi perlindungan sosial. Program pada
dua fungsi tersebut meliputi lima program sebagai berikut.
1. Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara
Program ini bertujuan untuk menyempurnakan dan mengefektifkan sistem
pengawasan, audit kinerja dan keuangan, serta sistem akuntabilitas dalam
mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel, dan bebas KKN. Berdasarkan
kebijakan yang baru, penyusunan indikator kinerja unit pengelola pendidikan
didasarkan pada standar nasional pendidikan sebagai sarana untuk melakukan
pengawasan yang efektif.
Program strategis dalam program ini termasuk dalam tema kebijakan
penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik, yaitu peningkatan SPI untuk
berkoordinasi dengan BPKP dan BPK, peningkatan kapasitas dan kompetensi
101
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 102/130
pemeriksaan aparat Itjen, pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang
percepatan pemberantasan KKN, intensifikasi tindakan-tindakan preventif oleh Itjen,
intensifikasi dan ekstensifikasi pemeriksaan oleh Itjen, BPKP dan BPK, serta
penyelesaian tindak lanjut temuan-temuan pemeriksaan Itjen, BPKP, dan BPK. Selainitu, program strategis yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas, kompetensi, dan
komitmen aparat adalah peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat dalam
perencanaan dan penganggaran, peningkatan ketaatan aparat pada peraturan
perundang-undangan, serta peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola
pendidikan.
2. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan
Program ini bertujuan untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas pimpinandan fungsi manajemen dalam penyelenggaraan kenegaraan dan kepemerintahan di
lingkungan Depdiknas. Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain meliputi
(a) penyediaan fasilitas kebutuhan kerja pimpinan; (b) peningkatan kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi kantor kenegaraan dan kepemerintahan seperti
penyediaan belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan, belanja modal, dan
belanja lainnya; (c) penyelenggaraan koordinasi dan konsultasi rencana dan program
kerja kementerian dan lembaga; (d) pengembangan sistem, prosedur dan standarisasi
administrasi pendukung pelayanan; dan (e) peningkatan fungsi manajemen pelayanan
yang efisien dan efektif.
3. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara
Program ini bertujuan menyediakan prasarana dan sarana pendukung
pelaksanaan tugas administrasi pemerintahan yang memadai pada unit kerja
penyelenggara negara. Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain (a)
meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung pelayanan; (b) meningkatkan
fasilitas pelayanan umum dan operasional termasuk pengadaan, perbaikan dan
perawatan gedung dan peralatan; dan (c) meremajakan dan memelihara alat
transportasi dinas operasional untuk mendukung mobilitas, ketepatan dan kecepatan
operasional pelayanan umum.
4. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur
Program ini bertujuan untuk meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas
sumber daya manusia aparatur sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas
kepemerintahan dan pembangunan. Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan
antara lain (a) menata kembali sumber daya manusia aparatur sesuai dengan
102
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 103/130
kebutuhan atas jumlah dan kompetensi, serta perbaikan distribusi PNS; (b)
menyempurnakan sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia aparatur
terutama pada sistem karir dan remunerasi; (c) meningkatkan kompetensi sumber
daya manusia aparatur dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya; (d)menyempurnakan sistem dan kualitas materi penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan pegawai negeri sipil; (e) menyiapkan dan menyempurnakan berbagai
peraturan dan kebijakan manajemen kepegawaian; dan (f) mengembangkan
profesionalisme pegawai negeri melalui penyempurnaan aturan etika dan mekanisme
penegakan hukum disiplin lainnya.
5. Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak
Program ini bertujuan untuk memperkuat sistem dan mekanisme kelembagaandan jaringan pengarusutamaan gender termasuk sistem pendataannya, meningkatkan
peran dan partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan perempuan di berbagai bidang
pembangunan di tingkat nasional dan daerah. Kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan antara sebagai berikut.
Pertama, pengembangan materi dan pelaksanaan komunikasi, informasi, dan
edukasi (KIE) tentang kesetaraan dan keadilan gender (KKG); kedua, peningkatan
kapasitas dan jaringan kelembagaan pemberdayaan perempuan dan anak di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota, termasuk pusat studi wanita/gender; ketiga, penyusunan
berbagai kebijakan dalam rangka penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender
(PUG) dan pengarusutamaan anak (PUA), di tingkat nasional dan daerah melalui
penyusunan position paper dan rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah (RAD)
PUG, yang merupakan integrasi dari penyusunan rencana aksi pendidikan untuk semua
(RAN-PUS); keempat, penyusunan mekanisme perencanaan, pemantauan, dan evaluasi
PUG dan PUA di tingkat nasional dan daerah; kelima, pengembangan model pendidikan
keluarga berwawasan gender dan anak (PKBG), bekerja sama dengan organisasi sosial
dan keagamaan serta organisasi masyarakat, termasuk lembaga swadaya masyarakat
(LSM); keenam, pengembangan model pendidikan sekolah berwawasan gender dan
anak (PSBG); ketujuh, pengembangan gender sebagai body of knowledge and science;
kedelapan, pengembangan pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan berwawasan
gender.
103
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 104/130
104
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 105/130
BAB VII
STRATEGI PEMBIAYANSTRATEGI PEMBIAYAN
Pendanaan pendidikan nasional disusun dengan mengacu pada aturan
perundangan yang berlaku, kebijakan Mendiknas, program-program pembangunan
pendidikan dan sasarannya, serta implementasi program dalam dimensi ruang dan
waktu. Dalam lima tahun ke depan, pelaksanaan program-program pembangunan
pendidikan masih akan menghadapi berbagai keterbatasan sumber daya, baik sarana-
prasarana, ketenagaan, maupun anggaran pendidikan baik dari sumber APBN maupun
APBD. Oleh karena itu, strategi pembiayaan disusun untuk menyiasati keterbatasan
sumber daya tersebut agar pelaksanaan program pembangunan pendidikan dapat
memberikan andil yang signifikan terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasionalseperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
Mengingat terbatasnya anggaran pemerintah untuk pendidikan, strategi
pembiayaan pendidikan nasional dalam lima tahun ke depan disusun dalam skala
prioritas. Penetapan prioritas pembangunan pendidikan didasarkan pada (a)
keberpihakan Pemerintah terhadap anak-anak dari keluarga yang kurang beruntung
karena faktor-faktor ekonomi, geografi, dan sosial-budaya, untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu; (b) tuntutan prioritas karena adanya perubahan kebijakan
pendidikan, termasuk dalam pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara pada
setiap satuan, jenjang dan jenis pendidikan baik pada jalur formal maupun
nonformal, serta untuk menjawab komitmen internasional dan kepentingan nasional;
dan (c) prediksi perkembangan kemampuan keuangan negara dan potensi kontribusi
masyarakat terhadap pendidikan.
Kebijakan desentralisasi pendidikan menuntut peningkatan kemampuan
daerah dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan pendidikan di daerahnya.
Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dapat menyusun strategi pembiayaan
untuk dapat mencapai target-target program yang disusun dalam perencanaan
pembangunan pendidikan untuk lima tahun ke depan. Peningkatan kapasitaspemerintah daerah dalam berbagai aspek manajemen penyelenggaraan pendidikan
itu merupakan bagian dari strategi implementasi Renstra Depdiknas. Renstra 2005-
2009 yang disusun oleh pemerintah pusat harus dijabarkan oleh setiap unit utama
yang ada di Depdiknas (empat Ditjen, Setjen, Itjen, dan Balitbang) menjadi Renstra
unit utama untuk lima tahun ke depan. Renstra unit utama memuat perencanaan
program yang akan dilaksanakan secara berkala setiap tahun untuk dapat mencapai
target 15 program RPJM pada tahun 2009 karena target-target tahunan unit utama
pada dasarnya merupakan penjabaran dari target lima tahun Renstra.
105
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 106/130
Selanjutnya, pemerintah daerah harus menjabarkan program-program
pemerintah pusat yang harus dilaksanakan di daerah dalam rencana strategis lima
tahun (Renstrada) 2005-2009. Berdasarkan Renstrada, pemerintah daerah membuat
perencanaan pembiayaan pembangunan pendidikan untuk lima tahun ke depan untuk
mencapai target-target program di daerahnya hingga tahun 2009. Strategi
pembiayaan disusun dengan memperhitungkan proyeksi (a) pendapatan asli daerah
(PAD); (b) dana perimbangan yang meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum
(DAU), dan dana alokasi khusus (DAK); (c) dana otonomi khusus dan penyeimbang;
dan (d) perkiraan alokasi belanja pemerintah pusat berupa dana dekonsentrasi dan
dana tugas pembantuan (DTP). Sumber pendanaan lainnya yang dapat diperhitungkan
adalah bantuan luar negeri, khususnya untuk pembiayaan program-program prioritas.
Karena keterbatasan keuangan pemerintah pusat dan juga kendala daerah
meningkatkan PAD, kesenjangan pendanaan ( fiscal gap) di daerah akan sangat
mungkin terjadi. Terjadinya kesenjangan itu diakibatkan oleh tidak terpenuhinyakebutuhan pendanaan untuk mencapai target-target program yang telah ditentukan.
Untuk menutup kesenjangan pendanaan, pemerintah daerah harus memperhitungkan
sumber-sumber pendanaan lain yang mungkin dapat diupayakan, seperti bantuan luar
negeri (donor) dan kontribusi masyarakat yang harus ditelaah per program. Semua
kemungkinan skenario pembiayaan tersebut harus tertuang dalam Renstrada 2005-
2009, sebagai pedoman pelaksanaan program pembangunan pendidikan di daerahnya,
dalam rangka mendukung pencapaian target-target nasional program pembangunan
jangka menengah 2005—2009.
A. Fungsi Pembiayaan Pendidikan 2005—2009
Pembiayaan pembangunan pendidikan disusun dalam rangka melaksanakan
ketentuan perundangan serta kebijakan Pemerintah dalam kurun waktu lima tahun
ke depan. Pembiayaan pendidikan dalam kurun waktu 2005—2009, disusun dalam
rangka melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut (1) memperjelas pemihakan
terhadap masyarakat miskin dan/atau masyarakat kurang beruntung lainnya; (2)
memperkuat otonomi dan desentralisasi pendidikan; dan (3) memberikan insentif dan
disinsentif bagi (a) perluasan dan pemerataan akses pendidikan, (b) peningkatan
mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan secara berkelanjutan, dan (c) penguatan
tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelola pendidikan.
1. Memperjelas Pemihakan terhadap Masyarakat Miskin
Pemihakan terhadap masyarakat miskin dilakukan dengan menghilangkan
berbagai hambatan biaya (cost barrier) bagi orangtua peserta didik, dalam rangka
meningkatkan jumlah peserta didik SD dan SMP yang berasal dari keluarga miskin
sehingga wajib belajar 9 tahun dapat diselesaikan. Hambatan tersebut terdiri atas
tiga jenis pembiayaan pendidikan yang selama ini dibebankan kepada orangtua
peserta didik, yaitu biaya operasi satuan pendidikan, biaya pribadi, dan biaya
investasi. Dengan semakin kecilnya hambatan biaya khususnya bagi keluarga miskin,
106
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 107/130
diharapkan seluruh anak usia sekolah dapat mengikuti pendidikan paling tidak sampai
dengan pendidikan dasar sembilan tahun.
Pemerintah akan mulai menghilangkan hambatan biaya seluruh item biaya
operasi satuan pendidikan di luar gaji pendidik dan tenaga kependidikan. Untuk
melaksanakan amanat Konstitusi dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003,
Pemerintah secara bertahap membebaskan seluruh beban biaya operasi satuan
pendidikan negeri dan swasta menuju pendidikan dasar bebas biaya. Walaupun
orangtua siswa dibebaskan dari biaya operasi satuan pendidikan, masih banyak
keluarga miskin yang tidak mampu memenuhi biaya pribadi untuk anaknya sehingga
tidak dapat pergi ke sekolah. Untuk mengantisipasi menurunnya APK SMP karena
hambatan biaya pribadi, Pemerintah menyediakan bantuan beasiswa yang disalurkan
melalui biaya satuan pendidikan ke sekolah untuk menutup biaya pribadi bagi siswa
miskin agar tidak terhambat masuk sekolah. Bantuan beasiswa juga dimaksudkan
untuk meningkatkan partisipasi sekolah (enrollment).
Hambatan biaya lainnya adalah biaya investasi seperti lahan, prasarana
pendidikan, sarana pendidikan, dan modal kerja yang diperlukan untuk menciptakan
lingkungan sekolah yang dapat mendorong terwujudnya mutu proses pembelajaran di
sekolah. Pada tahun 2005, pemerintah dan pemerintah daerah menanggung sebagian
besar dari biaya investasi satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah. Biaya
investasi tersebut difokuskan pada perbaikan prasarana dan sarana pendidikan
(gedung, ruang kelas, dan sarana belajar) yang mendesak untuk direhabilitasi agar
dapat melindungi guru dan siswa melaksanakan proses belajar dengan baik.
2. Penguatan Desentralisasi dan Otonomi Pendidikan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, antara lain mengatur sistem
pembiayaan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Menurut UU tersebut sumber
keuangan APBD adalah PAD, DAU, dan dana bagi hasil (DBH). Dengan
mempertimbangkan kemampuan yang berbeda antara daerah, DAU diberikan dengan
tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang dimaksudkan
untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah (equalizing funds)
melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.Selain itu, melalui instrumen pendanaan DAK, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan,
setiap departemen membantu pembiayaan pembangunan sektornya di daerah. Ketiga
pola pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat keuangan daerah, baik
dalam rangka pelaksanaan kebijakan khusus yang menjadi prioritas nasional (pola
DAK), maupun kewenangan pusat yang dilimpahkan dan ditugaskan ke daerah
(dekonsentrasi dan tugas pembantuan).
Fungsi pembiayaan pendidikan dalam kerangka desentralisasi dan otonomi
pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan
dan penyelenggaraan urusan pendidikan. Seperti disebutkan dalam Undang-undang
107
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 108/130
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sektor pendidikan adalah salah
satu yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Depdiknas akan terus membantu
provinsi dan kabupaten/kota dalam pembiayaan pembangunan sektor pendidikan
melalui ketiga pola pendanaan itu untuk mengatasi kekurangan kemampuan
pembiayaan bagi sektor pembangunan pendidikan, sampai tercapainya kondisi
pemerintah daerah mampu memenuhi kebutuhan pembiayaan melalui peningkatan
PAD, dan/atau peningkatan alokasi DAU.
Bersamaan dengan itu, komitmen dan kemampuan kabupaten/kota dalam
perencanaan dan pengelolaan pembangunan terus ditingkatkan melalui
pengembangan kapasitas. Bantuan pembiayaan dan pengembangan kapasitas pada
prinsipnya diarahkan untuk makin memperkuat pelaksanaan desentralisasi dan
kemandirian pemerintah kabupaten/kota (otonom). Pelaksanaan desentralisasi di
bidang pendidikan harus terus mendorong pemerintah daerah (dinas pendidikan) dan
satuan pendidikan untuk dapat mencapai otonomi pengelolaan pendidikan.
Pemerintah bersama pemerintah provinsi akan mengambil peran sebagai mitra
pemerintah kabupaten/kota dalam pembiayaan dengan pola dekonsentrasi, tugas
pembantuan dan pembiayaan bersama (cost sharing).
Dana dekonsentrasi pemerintah pusat diberikan kepada provinsi untuk
membiayai pelaksanaan kewenangan pusat yang dijalankan oleh provinsi sebagai wakil
pemerintah di daerah. Penggunaan dana dekonsentrasi dalam rangka pengendalian dan
penjaminan mutu pendidikan, termasuk kegiatan evaluasi, akreditasi, sertifikasi dan
pengembangan kapasitas.
Dana alokasi khusus (DAK) dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-
kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana
pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar nasional yang diharapkan.
Penggunaan DAK antara lain untuk pembiayaan dalam rangka pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi bangunan SD yang rusak berat yang akan diselesaikan pada tahun 2008, dan
pembangunan sarana untuk memperluas akses dalam rangka menuntaskan wajib
belajar 9 tahun. Pemberian DAK memerlukan dana pendamping dari daerah yang
bersangkutan sekurang-kurangnya 10% dari besarnya DAK. Tujuan menyertakan dana
pendamping adalah untuk menumbuhkan rasa kepemilikan daerah atas aset yang
dibangun dengan bantuan DAK tersebut.
Dana tugas pembantuan bertujuan untuk menjamin tersedianya dana bagi
pelaksanaan kewenangan pemerintah yang ditugaskan kepada daerah. Pelaksanaan
kewenangan yang harus berupa kegiatan fisik itu dijalankan oleh satuan kerja
perangkat daerah (SKPD) yang ditetapkan oleh gubenur, bupati/walikota. Sementara
itu, pembiayaan bersama merupakan komitmen antara pemerintah dan pemerintah
provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota dilakukan sesuai dengan kemampuan
daerah masing-masing.
108
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 109/130
Perimbangan pembiayaan (burden sharing) pendidikan antara pusat, provinsi,
kabupaten dan kota disepakati secara adil, proporsional, transparan, dan sesuai
dengan kemampuan fiskal dan potensi.
3. Fungsi Insentif dan Disinsentif bagi Peningkatan Akses, Mutu, dan Tata
Kelola
Pembiayaan pendidikan harus mampu menjadi insentif dan disinsentif bagi
upaya peningkatan akses, mutu, dan tata kelola. Kapasitas pemerintah daerah dan
satuan pendidikan dalam mengelola sumber-sumber daya pendidikan sangat
menentukan keberhasilan peningkatan akses, mutu, dan tata kelola. Fungsi insentif
dan disinsentif bagi peningkatan akses, mutu, dan tata kelola akan dilakukan oleh
pemerintah pusat untuk mendorong tumbuhnya prakarsa, kreativitas, dan aktivitas
pemerintah daerah dan satuan pendidikan dalam meningkatkan kapasitasnya untukmeningkatkan akses, mutu, dan tata kelola.
Insentif dan disinsentif diberikan dalam bentuk hibah (block grant)
berdasarkan kriteria seperti tujuan yang akan dicapai dalam pemenuhan standar
nasional pendidikan, efektifitas dan efisiensi pelaksanaan, akuntabilitas dalam
pengelolaan serta manfaat yang diperoleh. Evaluasi peningkatan akses, mutu, dan
tata kelola pendidikan akan dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang
mengacu pada standar nasional pendidikan. Depdiknas dapat bekerja sama dengan
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) atau lembaga akreditasi/sertifikasi dalam
menyusun sistem evaluasinya. Mengingat koordinasi tugas-tugas pengendalian dan
penjaminan mutu merupakan kewenangan pemerintah pusat, maka mekanisme
pemberian block grant untuk pelaksanaan fungsi insentif dan disinsentif dilaksanakan
melalui pola pendanaan dekonsentrasi dan/atau dana alokasi khusus.
B. Rencana Pembiayaan
Rencana pembiayaan yang akan dijelaskan dalam bagian ini mencakup
pendanaan pendidikan nasional untuk pembiayaan pembangunan pendidikan, baiksecara keseluruhan maupun hanya pada Depdiknas serta pembiayaan program
prioritas Depdiknas sesuai dengan RPJM. Skenario pendanaan pendidikan nasional
untuk pembiayaan pembangunan pendidikan serta untuk memenuhi amanat UUD 1945
pasal 31 ayat (4) menggunakan APBN dan sesuai dengan RPJMN 2004-2009.
Sementara itu, pembiayaan dengan pendekatan ideal digunakan untuk
memberikan gambaran besarnya anggaran yang sebenarnya diperlukan dalam
membangun pendidikan yang bermutu sesuai dengan tujuan reformasi pendidikan
dalam kerangka pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Hal ini menyangkut
konsekuensi upaya mencapai standar nasional pendidikan sesuai dengan Peraturan
109
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 110/130
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, seperti standar pengelolaan, standar kompetensi
guru, dan standar sarana/prasarana. Rencana pembiayaan pembangunan pendidikan
dan program prioritas sampai dengan tahun 2009 adalah sebagai berikut.
1. Pembiayaan Pembangunan Pendidikan
Pembiayaan pembangunan pendidikan dalam rangka pemerataan dan
perluasan akses; peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing; dan penguatan tata
kelola, akuntabilitas, dan citra publik, bersumber pada APBN, APBD dan dana
masyarakat.
Dengan menggunakan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang
dicanangkan pada RPJMN 2004-2009, total anggaran pendidikan pada tahun 2009
akan mencapai 212,64 triliun atau setara dengan 5,5% dari PDB pada tahun yangsama. Anggaran sektor pendidikan pada pemerintah pusat pada tahun 2009 akan
mencapai 127,34 triliun, sedangkan anggaran sektor pendidikan pada pemerintah
daerah akan mencapai 85,30 triliun. Persentase anggaran sektor pendidikan
pemerintah pusat terhadap belanja pemerintah pusat, tumbuh sesuai dengan
kesepakatan antara Pemerintah dan DPR yaitu dari 9,3% pada tahun 2005 menjadi
20,1% pada tahun 2009 dan ini untuk memenuhi UUD 1945 pasal 31 ayat (4). Skenario
pendanaan pendidikan nasional selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1
Skenario Pendanaan Pendidikan Nasional
Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009
1Pertumbuhan Ekonomi (APBN 2006 dan RPJM, dalam%)
5,7 6,2 6,7 7,2 7,6
2 Inflasi (APBN 2006 dan RPJM, dalam %) 8 7 5 4 3
3 PDB (dalam trilyun Rp) 2647,55 3.040,00 3.405,86 3.797,06 4.208,21
4Belanja Pemerintah Pusat dalam APBN (dalamtrilyun Rp)
411,67 427,60 479,06 534,09 591,92
5Belanja Pemerintah Daerah dalam APBN (dalamtrilyun Rp)
153,40 220,07 246,56 274,88 304,64
6Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah Pusat(Kesepakatan DPR RI dengan Pemerintah,persentase terhadap belanja pemerintah pusat)
9,3 12 14,7 17,4 20,1
7Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah Daerah(perkiraan, termasuk gaji guru, persentase terhadapbelanja pemerintah daerah)
20,1 22 24 26 28
8Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah Pusat(Kesepakatan DPR RI dengan Pemerintah, termasukgaji guru , dlm trilyun Rp)
42,79 56,81 76,75 100,21 127,34
9Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah Daerah(Perkiraan, termasuk gaji guru, dalam trilyun Rp)
46,5 48,42 59,17 71,47 85,30
10 Total Anggaran Sektor pendidikan (dalam trilyun Rp) 89,29 105,23 135,92 171,68 212,64
11Persentase Anggaran Sektor Pendidikan terhadapPDB
3,37 3,46 3,99 4,52 5,05
Besarnya pembiayaan pembangunan pendidikan di bawah Depdiknas yang
meliputi biaya operasional dan biaya investasi dihitung dengan menggunakan
110
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 111/130
perhitungan biaya operasional tahun 2005 serta menggunakan besarnya biaya satuan
per siswa per tahun menurut jenjang.
Tabel 7.2
Biaya Satuan Pendidikan Total (BSPT) Faktual Masing-masing Sekolah(dalam juta)
No Jenjang Pendidikan Negeri Swasta
1 SD 8,079 8,724
2 MI 10,198 6,682
3 SMP 10,682 9,828
4 MTs 12,002 7,587
5. SMA 13,220 11,505
6. MA 13,203 10,348
7. SMK 11,154 11,505
Rata-rata BSPT ideal antara 1,31 kali sampai dengan 1,48 kali rata BSPT
faktual. Perhitungan biaya operasional untuk tahun 2009 menggunakan besarnya
biaya satuan per siswa per tahun menurut jenjang pada sekolah dengan mutu yang
sangat baik.
Perhitungan biaya investasi didasarkan pada kebutuhan biaya untuk
pengadaan lahan, sarana dan prasarana, serta pengembangan sumberdaya manusia.
Seperti telah disinggung di depan, baik biaya operasional maupun biaya investasi
dihitung sesuai dengan komitmen Pemerintah untuk mengupayakan pencapaian
Standar Nasional Pendidikan. Hal ini berarti proyeksi pembiayaan telah
memperhitungkan optimalisasi penggunaan dana pemerintah dan kontribusi
masyarakat yang berorientasi pada peningkatan kualitas manajemen, termasuk
proporsi kontribusi masyarakat/pemerintah (non-government/ government shares)
yang makin tinggi pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi ( post-
basic education). Proyeksi juga memperhitungkan pengaruh variabel ekonomi makro.
Tabel 7.3 memuat skenario pendanaan Pendidikan di bawah Depdiknas
dengan rencana pembiayaan dengan metode perhitungan di atas. Nomor 1,merupakan jumlah nilai total biaya operasional dan biaya investasi yang merupakan
nilai total kebutuhan pembiayaan pembangunan pendidikan di bawah Depdiknas
dalam lima tahun ke depan. Masing-masing sudah memperhitungkan asumsi inflasi 7%
untuk biaya operasional, dan 10% untuk biaya investasi.
Sementara itu, anggaran Depdiknas tahun 2005 yang berasal dari APBN
sebesar 34,23 triliun (nomor 3), sedangkan konstribusi pendanaan pendidikan dari
masyarakat sebesar 43,1 triliun (nomor 2).
111
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 112/130
Tabel 7.3Skenario Pendanaan Pendidikan di bawah Depdiknas
Keterangan 2005 2006 2007 2008 20091 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pendidikan 108,3 122,7 138,7 163,2 183,4
2 Pendanaan Pendidikan oleh Masyarakat 43,1 49,1 55,5 62,4 70,0
3 Anggaran Depdiknas (dalam Trilyun Rupiah,80% terhadap No. 8 Tabel 7.1)
34,23 45,45 61,40 80,16 101,87
I. Gaji dan Tunjangan Pendidik (Guru danDosen) terdiri atas:
3,00
3,50
15,49 27,58
31,48
a. Gaji Pendidik 3,00
3,50 4,03 4,63 5,32
b. Tunjangan Fungsional Dosen Swasta danNegeri
- - 1,20 1,20 1,20
c. Tunjangan Fungsional Guru Swasta dan
Negeri - - 4,26 10,74 10,74d. Tunjangan Profesi Pendidik Guru - - 3,20 6,41 9,61
e. Tunjangan Profesi Pendidik Dosen - - 1,80 3,60 3,60
f. Tunjangan Pendidik Daerah Khusus - - 1,00 1,00 1,00
II. Anggaran Depdiknas diluar Gaji danTunjangan Pendidik (Guru dan Dosen)terdiri atas:
31,23 41,95 45,91
52,59
67,96
a. Anggaran Operasional non Gaji Pendidik
9,37 12,58 13,77 15,782
0,39
b. Dana Diskresi termasuk investasi2
1,86 29,36 32,14 36,814
7,58
Untuk mengetahui kemungkinan pemenuhan kekurangan dana, sumber-sumber
dana yang dapat diperhitungkan di luar pemerintah ialah tambahan pembiayaan dari
pemerintah daerah, masyarakat (untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi),
dan donor luar negeri.
Tabel 7.4 menampilkan skenario kemungkinan pemenuhan kekurangan dana
yang dapat Dipenuhi oleh masyarakat dan bantuan luar negeri atau donor tahun 2005-
2009. Nomor 1 adalah total kebutuhan pembiayaan di bawah Depdiknas; Nomor 2
merupakan perkiraan anggaran Depdiknas yang telah disepakati antara pemerintah
dan DPR. Nomor 3 adalah kekurangan kebutuhan dana, setelah dikurangi anggaran
hasil kesepakatan antara Pemerintah dan DPR. Nomor 4 merupakan asumsi besarnya
pemenuhan oleh donor luar negeri, sebesar 5% dari total kebutuhan pembiayaan
2005-2009 di bawah Depdiknas. Nomor 5 adalah perkiraan besarnya dana kontribusi
masyarakat pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi ( post-basic education).
Nomor 6 merupakan penjumlahan dari perkiraan donor luar negeri (Nomor 4), dan
perkiraan kontribusi dana masyarakat (Nomor 5).
112
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 113/130
Tabel 7.4Perkiraan Jumlah Kekurangan Dana yang mungkin dapat Dipenuhi oleh
Masyarakat dan Bantuan Luar Negeri (Donor) 2005-2009
No Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009
1Total Kebutuhan Pembiayaan dibawah Depdiknas
108,30 122,70 138,70 163,20 183,40
2 Anggaran Depdiknas 34,23 45,45 61,40 80,16 101,87
3 Kekurangan Kebutuhan 74,07 77,25 77,30 83,04 81,53
4 Perkiraan Donor Luar Negeri 5,415 6,135 6,935 8,16 9,17
5 Kontribusi dana Masyarakat 43,10 49,10 55,50 62,40 70,00
6 Jumlah 4 dan 5 48,52 55,24 62,44 70,56 79,17
Kekurangan (Fiscal Gap) 25,56 22,02 14,87 12,48 2,36
Dari jumlah pada nomor 6 (jumlah perkiraan kontribusi donor luar negeri dan
kontribusi masyarakat), diperoleh kekurangan dana ( fiscal gap) berturut-turut sebesar
(dalam Rupiah) 25,56 triliun (2005); 22,02 triliun (2006); 14,87 triliun (2007); 12,48
triliun (2008); dan 2,36 triliun (2009). Sejalan dengan meningkatnya kemampuan
keuangan dari berbagai sumber itu, fiscal gap juga makin membaik walaupun sampai
dengan tahun 2009 jumlahnya masih 2,36 triliun rupiah. Beberapa alternatif untuk
menutup kekurangan dana ialah dengan mengupayakan peningkatan sumber pendanaan
dari pemerintah daerah, partisipasi pendanaan yang makin besar dari masyarakat, atau
meningkatkan bantuan luar negeri (donor).
Komposisi pembiayaan pendidikan berdasarkan sumbernya sebagaimana
tercantum pada grafik 7.1 berikut.
113
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 114/130
Grafik 7.1Komposisi Pembiayaan Pendidikan Berdasarkan Sumbernya
43,10
25,56
100%
2. Rencana Pembiayaan Program Prioritas
Berdasarkan kesepakatan antara DPR dengan Pemerintah pada tahun 2004,
diperoleh skenario kenaikan secara bertahap anggaran pendidikan berdasarkan proyeksi
kapasitas fiskal pemerintah hingga mencapai 20% dari belanja pemerintah. Rencana
kenaikan tersebut berturut-turut (mulai 2006) adalah 12%, 14,7%, 17,4%, dan 20,1%.
Setiap program pembangunan pendidikan yang tercantum dalam RPJM memiliki
tingkat prioritas yang berbeda. Prioritas anggaran, selain ditentukan untuk mengatasi
masalah yang mendesak, juga dimaksudkan untuk melanjutkan upaya yang telah
dilakukan sebelumnya dalam mengembangkan dasar-dasar bagi pencapaian tahapan
berikutnya, sesuai rencana pembangunan pendidikan jangka panjang. Prioritas program
dijabarkan lebih lanjut dalam kegiatan strategis sesuai dengan kebijakan Departemen
Pendidikan Nasional. Depdiknas telah menetapkan 39 kegiatan strategis yang terbagi
dalam tiga tema pembangunan pendidikan, yaitu pemerataan dan perluasan akses (13
kegiatan), mutu, relevansi, dan daya saing (13 kegiatan), dan tata kelola, akuntabilitas,
dan Citra Publik (13 kegiatan). Dalam pelaksanaan anggaran, pembiayaan 39 kegiatan
strategis dibebankan pada 15 program pembangunan pendidikan.
Sampai dengan tahun 2009, sebagai wujud komitmen pemerintah dalam
menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, pendanaan biaya operasional wajib
114
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 115/130
belajar pendidikan dasar 9 tahun menempati prioritas pertama. Total anggaran untuk
program Wajar Dikdas 9 tahun pada tahun 2005 adalah sekitar 12,1 triliun rupiah. Adapun
alokasi perinciannya adalah untuk: pembiayaan bantuan operasional satuan pendidikan
SD/MI-SMP/MTs sederajat; penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, termasukperbaikan gedung/ruang kelas; perluasan akses SLB dan sekolah inklusif; serta
pengembangan sekolah wajar layanan khusus.
BOS dimaksudkan untuk menutup biaya minimal operasi pembelajaran yang
secara minimal memadai untuk menciptakan landasan yang kokoh bagi upaya
peningkatan mutu secara berkelanjutan. Komponen pembiayaan yang termasuk
dalam BOS adalah uang formulir pendaftaran, buku, pemeliharaan, ujian sekolah dan
ulangan, honor guru/tenaga kependidikan honorer, serta kegiatan kesiswaan. Secara
bertahap, BOS dikembangkan menjadi school funding formulation yang
memperhitungkan kemampuan masyarakat kaya dan miskin, serta harga setempat.
Dengan kebijakan BOS tersebut, pemerintah akan mewujudkan pendidikan dasar
bebas biaya terbatas. Selain itu, pemerintah tetap akan memberikan bantuan biaya
personal bagi siswa dan bagi sekolah yang sebagian besar siswanya berasal dari
keluarga miskin dan daerah bermasalah.
Program PAUD dianggarkan sekitar 253 miliar (2005), diperuntukkan bagi
kebijakan strategis yang termasuk dalam tema pemerataan dan perluasan akses,
yaitu perluasan akses PAUD. Anggaran tersebut berangsur-angsur meningkat
signifikan hingga tahun 2009. Pendidikan menengah dianggarkan sekitar 2,8 triliun(2005) dan akan ditingkatkan terus hingga tahun 2009, yang antara lain untuk
membiayai kebijakan strategis yang termasuk dalam tema pemerataan dan perluasan
akses pendidikan, serta peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, yaitu perluasan
akses SMA/SMK dan SM terpadu; perluasan pendidikan kecakapan hidup;
pengembangan sekolah berkeunggulan (lokal dan internasional); akselerasi jumlah
program studi kejuruan, vokasi, dan profesi.
Anggaran Wajar Dikdas 9 Tahun diperuntukkan juga untuk penyediaan sarana
dan prasarana pendidikan. Penyediaan sarana/prasarana SD/MI/sederajat mencakup
rehabilitasi dan revitalisasi sarana/prasarana yang rusak. Sekitar 200 ribu unit akan
selesai direhabilitasi tahun 2008, sementara sekitar 300 ribu unit ruang kelas yang
rusak ringan dibebankan kepada APBD kabupaten/kota. Untuk SMP/MTs/sederajat,
kegiatan penyediaan sarana/prasarana antara lain diarahkan untuk membangun unit
sekolah baru dan ruang kelas baru. Pembangunan USB/RKB hanya dilakukan pada
jenjang SMP/MTs/sederajat, untuk lebih mendorong peningkatan APM
SMP/MTs/sederajat makin mendekati angka APM SD/MI/sederajat yang sudah lebih
baik.
115
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 116/130
Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang
dianggarkan sekitar 3,1 triliun (2005), selain untuk rekrutmen guru dalam rangka
program Wajar Dikdas, juga akan digunakan untuk pembiayaan kebijakan strategis
yang termasuk dalam tema peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, yaitupengembangan guru sebagai profesi dan pengembangan kompetensi pendidik dan
tenaga kependidikan serta pengembangan organisasi profesi pendidik dan tenaga
kepemendidikan. Kebijakan yang strategis untuk membenahi persoalan guru tersebut
akan terus berlanjut hingga tahun 2009.
Program pendidikan non-formal dianggarkan sekitar 348 miliar (2005) yang
antara lain digunakan untuk pembiayaan kebijakan strategis berikut, baik yang
termasuk dalam tema pemerataan dan perluasan akses pendidikan, maupun
peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing. Kebijakan yang dimaksud ialah
perluasan akses pendidikan wajar nonformal dan Pendidikan Keaksaraan bagi
penduduk usia 15 tahun ke atas, serta perluasan pendidikan kecakapan hidup , yang
merupakan bagian dari 39 program strategis. Kebijakan strategis pendidikan
keaksaraan ingin mendorong penduduk usia >15 tahun yang memiliki tiga buta, yaitu
buta aksara latin dan angka arab, buta bahasa Indonesia dan buta pengetahuan
dasar, mengikuti pendidikan keaksaraan fungsional. Program ini menargetkan
penurunan penduduk buta aksara menjadi 5% penduduk pada tahun 2009. Jumlah
penduduk buta aksara akan dikurangi sekitar 7,5 juta orang selama lima tahun, atau
rata-rata sebanyak 1,5 juta orang setiap tahunnya. Untuk itu, diperlukan dana
sebesar 2,6 triliun untuk melaksanakan program keaksaraan fungsional selama limatahun, atau membutuhkan dana sekitar 500 miliar setiap tahun.
Program pendidikan tinggi yang dianggarkan 6,4 triliun (2005), diperuntukkan
bagi kebijakan strategis yang termasuk dalam tema pemerataan dan perluasan akses,
yaitu program perluasan akses PT dan pemanfaatan TIK sebagai media pembelajaran
jarak jauh, serta tema peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, yaitu program
yang mendorong jumlah program studi untuk masuk dalam 100 besar Asia, dan
peningkatan jumlah dan mutu publikasi ilmiah dan hak atas kekayaan intelektual
(HaKI). Anggaran pendidikan tinggi terus ditingkatkan secara signifikan hingga tahun
2009.
Program manajemen pelayanan pendidikan dianggarkan sekitar 392,5 miliar
(2005), digunakan untuk pembiayaan kebijakan strategis yang termasuk dalam tema
Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik, yaitu peningkatan kapasitas dan
kompetensi aparat dalam perencanaan dan penganggaran; serta peningkatan
kapasitas dan kompetensi manajerial aparat. Program yang penting dalam
peningkatan kemampuan pengelolaan pendidikan ini akan terus ditingkatkan
anggarannya hingga tahun 2009.
116
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 117/130
Program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara yang
dianggarkan 28,5 miliar pada tahun 2005 akan terus ditingkatkan hingga tahun 2009.
Anggaran program akan digunakan untuk pembiayaan kebijakan strategis yang
termasuk dalam tema Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik, yaitu peningkatanSPI yang berkoordinasi dengan BPKP dan BPK; peningkatan kapasitas dan kompetensi
pemeriksaan aparat Itjen; pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan KKN; intensifikasi tindakan-tindakan preventif oleh Itjen; intensifikasi
dan ekstensifikasi pemeriksaan oleh Itjen, BPKP, dan BPK; serta penyelesaian tindak
lanjut temuan-temuan pemeriksaan Itjen, BPKP, dan BPK.
Program penelitian dan pengembangan pendidikan yang dianggarkan 86,4
miliar (2005), dan akan terus meningkat hingga tahun 2009, dan diharapkan dapat
meningkatkan mutu penelitian untuk mendukung kebijakan. Anggaran program-
program lainnya (2005), yaitu program penelitian dan pengembangan Iptek (40miliar), pengembangan budaya baca dan pembinaan perpustakaan (70,3 miliar),
penguatan kelembagaan PUG dan anak (17,3 miliar), pengelolaan sumber daya
manusia aparatur (5 miliar), peningkatan sarana prasarana aparatur (112,2 miliar)
serta penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan (432,5 miliar), juga
ditingkatkan bertahap hingga tahun 2009, agar dapat memberikan dukungan yang
makin efektif untuk berhasilnya program-program lainnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Kebijakan strategis lainnya yang belum disebutkan di atas, yaitu peningkatan
peran serta masyarakat dalam perluasan akses SMA/SMK/SM terpadu, SLB, dan PT,
serta penerapan telematika dalam pendidikan, sudah termasuk dalam pola-pola
pendanaan beberapa program yang relevan pada jenis dan jenjang pendidikan masing-
masing.
117
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 118/130
118
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 119/130
BAB VIIIBAB VIIISISTEM PEMANTAUAN DAN EVALUASISISTEM PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Sistem pemantauan dan evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Renstra ini. Sistem ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pencapaian dan
kesesuaian antara rencana yang telah ditetapkan dalam Renstra Depdiknas 2005-2009
dengan hasil yang dicapai berdasarkan kebijakan yang dilaksanakan melalui kegiatan
dan/atau program pendidikan nasional di setiap satuan, jenjang, jenis, dan jalur
pendidikan secara berkala.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan dalam konteks desentralisasi pendidikan,
yang ditempuh melalui proses perencanaan dan pelaksanaan pendidikan di tingkat
pusat dan daerah. Proses ini sekaligus sebagai upaya pemberdayaan sekaliguspeningkatan kapasitas dan kapabilitas aparat yang melakukan pemantauan dan
evaluasi di berbagai tingkatan secara sinergis dan berkesinambungan, sehingga
desentralisasi pendidikan dapat dilaksanakan dengan baik dalam waktu lima tahun
yang akan datang.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan oleh unit utama di lingkungan
Departemen Pendidikan Nasional, dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan
kabupaten/kota, cabang dinas pendidikan kecamatan, satuan pendidikan, BSNP, BAN-
SM, dan LPMP.
Acuan utama dalam mengukur kesesuaian standarisasi yang tercantum dalam
Renstra dan/atau Renstrada 2005-2009 adalah Standar Nasional Pendidikan. Apabila
dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi ditemukan masalah atau penyimpangan,
maka secara langsung dapat dilakukan bimbingan, saran-saran dan cara mengatasinya
serta melaporkannya secara berkala kepada stakeholders.
Stakeholders dalam penyelenggaraan pendidikan nasional adalah pemerintah
pusat, pemerintah daerah, orangtua siswa, masyarakat luas, dewan pendidikan,
komite sekolah, satuan pendidikan, LSM, dan para donatur baik pemerintah maupunswasta dan birokrat dari berbagai tingkat pemerintahan serta dari luar negeri.
Melalui pemantauan dan evaluasi dapat diketahui berbagai hal yang berkaitan dengan
tingkat pencapaian tujuan (keberhasilan), ketidakberhasilan, hambatan, tantangan,
dan ancaman tertentu dalam mengelola dan menyelenggarakan sistem pendidikan
nasional di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan satuan
pendidikan.
119
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 120/130
A. Prinsip Pelaksanaan
Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
sebagai berikut (1) kejelasan tujuan dan hasil yang diperoleh dari pemantauan dan
evaluasi; (2) pelaksanaan dilakukan secara objektif; (3) dilakukan oleh petugas yang
memahami konsep, teori dan proses serta berpengalaman dalam melaksanakan
pemantauan dan evaluasi agar hasilnya sahih dan terandal; (4) pelaksanaan
dilakukan secara terbuka (transparan), sehingga pihak yang berkepentingan dapat
mengetahui dan hasilnya dapat dilaporkan kepada stakeholders melalui berbagai
cara; (5) melibatkan berbagai pihak yang dipandang perlu dan berkepentingan
secara proaktif (partisipatif); (6) pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan
secara internal dan eksternal (akuntabel); (7) mencakup seluruh objek agar dapat
menggambarkan secara utuh kondisi dan situasi sasaran pemantauan dan evaluasi
(komprehensif); (8) pelaksanaan dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan dan pada saat yang tepat agar tidak kehilangan momentum yang sedang
terjadi; (9) dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan; (10) berbasis indikator
kinerja, yaitu kriteria/indikator yang dikembangkan berdasarkan tiga tema
kebijakan Depdiknas; dan (11) efektif dan efisien, artinya target pemantauan dan
evaluasi dicapai dengan menggunakan sumber daya yang ketersediaannya terbatas
dan sesuai dengan yang direncanakan.
B. Sistematika Pemantauan dan Evaluasi
Organizing for business excellence (Orbex) mengarahkan para pemimpin
dalam membentuk (shape), menyelaraskan (align), dan menyetel (attune) eksistensi
organisasi mereka. Pemaknaan yang sama atas visi, misi, nilai-nilai, strategi, gaya,
infrastruktur, dan hasil menjadi pemersatu dan pemberi semangat bagi semua orang
yang terlibat. Perhatian dan langkah-tindak mereka dapat diarahkan, dipantau, dan
dievaluasi secara sistematik, periodik maupun spesifik.
Evaluasi hasil menunjukkan perlunya dilakukan salah satu dari tiga jenistransformasi–retooling, revitalisasi atau redirection. Retooling dilakukan ketika
penelaahan terhadap hasil yang dicapai organisasi menemukan bahwa infrastruktur
dan gaya kepemimpinan menjadi kunci utama. Revitalisasi dilakukan apabila strategi
dan tata nilai organisasi perlu untuk ditinjau ulang agar mendapatkan hasil yang lebih
maksimal. Redirection hanya dilakukan apabila dianggap keberadaan organisasi perlu
dikaji lebih lanjut. Ketiga tahapan ini merupakan tingkatan dalam melakukan
organisasi.
120
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 121/130
Skema sistematika pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Renstra
dapat dilihat dalam bagan paradigma sistematis pengelolaan organisasi, seperti pada
Grafik 8.1.
C. Mekanisme Pelaksanaan
Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi mencakup aspek (1) pemerataan dan
perluasan akses; (2) penjaminan mutu, relevansi, dan daya saing; (3) tata kelola,akuntabilitas, dan citra publik. Pemantauan dan evaluasi dapat dilakukan oleh
pemerintah, BSNP, LPMP, dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan
kabupaten/kota, cabang dinas pendidikan kecamatan, dan satuan pendidikan.
Skema mekanisme pelaksanaan mencakup siklus perencanaan, pemantauan,
dan evaluasi seperti pada Grafik 8.2 berikut.
Grafik 8.2
121
Grafik 8.1Paradigma Sistematis Pengelolaan Organisasi
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 122/130
Siklus Perencanaan, Pemantauan, dan Evaluasi
1. Pemantauan dan Evaluasi oleh Pemerintah
Sesuai dengan undang-undang dan peraturan pemerintah, pemantauan dan
evaluasi dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah serta institusi lain
yang berkompeten. Dalam konteks pemerintah, pemantauan dan evaluasi
dimaksudkan untuk menggali masukan, data, dan informasi yang dijadikan dasar
dalam perumusan kebijakan nasional. Kebijakan nasional itu terutama yang berkaitan
dengan hal-hal sebagai berikut:
a. pengembangan dan penetapan acuan nasional untuk penyusunan
kurikulum;
b. pengembangan dan perumusan standardisasi mutu dan relevansi
pendidikan;
c. pengembangan dan pelaksanaan pemeratan serta perluasan
kesempatan memperoleh pendidikan;
d. peningkatan daya saing keluaran pendidikan di tingkat regional
maupun internasional;
e. pengembangan dan perumusan kebijakan mekanisme pemantauan dan
evaluasi;
f. pemberian masukan bagi Pemda tentang kelebihan dan kekurangan
dalam implementasi kebijakan nasional yang tertuang dalam Renstrada 2005-
2009;
122
n
D
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 123/130
g. peningkatan kapabilitas dan kapasitas aparat daerah dalam
menjabarkan Renstra Depdiknas menjadi Renstrada 2005-2009, yang
implementasinya disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan kebutuhan daerah.
Dengan demikian, Pemda dan satuan pendidikan dapat melaksanakan rencanastrategis selama lima tahun ke depan dan mampu mengelola program secara
efektif, efisien, akuntabel, transparan, dan produktif;
h. penyusunan anggaran pendidikan yang memihak pada orang miskin dan
satuan pendidikan. Untuk itu, pemerintah berkewajiban melakukan pemantauan
dan evaluasi atas anggaran yang berasal dari APBN yang berbentuk dana alokasi
khusus (DAK), dana tugas pembantuan (DTP), dan dana dekonsentrasi (Dekon);
i. perwujudan aparatur pemerintah, pemerintah daerah dan satuan
pendidikan yang bebas dari KKN, yang ditandai oleh menurunnya jumlah kasusKKN yang terjadi; dan
j. peningkatan citra publik pemerintah Indonesia terutama dalam bidang
pendidikan.
Selain itu, hasil pemantauan dan evaluasi juga dapat digunakan sebagai
masukan bagi BSNP, BAN-SM, BAN-PT, BAN-PNf, dan lembaga sertifikasi kompetensi
untuk meningkatkan kinerja badan-badan tersebut dalam melaksanakan standarisasi,
akreditasi, penjaminan dan pengawasan mutu, pemantauan dan evaluasi program,
kegiatan serta hasil belajar tingkat nasional.
2. Pemantauan dan Evaluasi oleh Dinas Pendidikan Tingkat Provinsi
Bagi pemerintah provinsi, pemantauan dan evaluasi dapat digunakan untuk
(a) mengukur tingkat pencapaian target pembangunan pendidikan provinsi
bersangkutan sesuai dengan Renstrada 2005-2009; (b) memperbaiki kinerja aparatur
Pemda kabupaten/kota, kecamatan, dan satuan pendidikan agar kapabilitas dan
kapasitas dalam penyelenggaraan pendidikan makin meningkat; (c) meningkatkan
efektivitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas sistem pengelolaan program dan
kegiatan pendidikan untuk meningkatkan prestasi kerja aparatur Pemda dan menekan
sekecil mungkin terjadinya KKN; dan (d) meningkatkan kemampuan dan kesanggupan
aparatur Pemda provinsi dalam melaksanakan tugas pemantauan dan evaluasi.
Di samping itu, pemantauan dan evaluasi juga dimaksudkan untuk menyusun
laporan berkala (triwulanan, semesteran, dan tahunan) berdasarkan data dan
informasi yang diperoleh dari pemantauan dan evaluasi yang dilakukan aparatur
Pemda provinsi terhadap kinerja seluruh kabupaten/kota yang ada dalam provinsi
tersebut dengan berdasarkan laporan dari kabupaten/kota kepada Pemda provinsi.
123
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 124/130
Semua itu merupakan masukan penting bagi Depdiknas dalam menyusun laporan dan
kebijakan Departemen Pendidikan Nasional.
Pemantauan dan evaluasi terhadap peningkatan mutu dan relevansi yang
dicapai oleh setiap kabupaten/kota dilaksanakan oleh BAN-SM, BAN-PNf, yang
difasilitasi oleh dinas pendidikan provinsi dan dewan pendidikan tingkat provinsi.
Acuan utama dalam melaksanakan standarisasi, akreditasi, penjaminan mutu,
pengawasan mutu dan pemantauan dan evaluasi adalah Standar Nasional Pendidikan
(Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005) beserta peraturan pemerintah lainnya
yang telah dijelaskan di atas.
Tim pemantauan dan evaluasi tingkat provinsi merupakan unsur utama dalam
pengembangan dan implementasi sistem informasi pendidikan provinsi, yang juga
merupakan bagian dari jaringan sistem informasi pendidikan nasional.
3. Pemantauan dan Evaluasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota
Tujuan pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota adalah untuk (a) mengukur tingkat pencapaian target pembangunan
pendidikan pada kabupaten/kota tersebut sesuai dengan Renstrada kabupaten/kota
2005-2009; (b) memperbaiki kinerja aparatur Pemda kecamatan dan satuan
pendidikan agar kapabilitas dan kapasitas dalam penyelenggaraan pendidikan makin
meningkat; (c) meningkatkan efektivitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitassistem pengelolaan program dan kegiatan pendidikan untuk meningkatkan prestasi
kerja aparatur Pemda serta untuk menekan sekecil mungkin terjadinya KKN; dan (d)
meningkatkan kemampuan dan kesanggupan aparatur Pemda kabupaten/kota dalam
melaksanakan tugas pemantauan dan evaluasi.
Di samping itu, pemantauan dan evaluasi juga dimaksudkan untuk menyusun
laporan berkala dinas pendidikan kabupaten/kota (triwulanan, tengah tahunan, dan
tahunan) kepada dinas provinsi. Data dan informasinya diperoleh dari hasil
pemantauan dan evaluasi yang dilakukan aparatur Pemda kabupaten/kota terhadap
kinerja seluruh aparatur pemerintah di tingkat kecamatan dan dari laporan dinas
pendidikan kecamatan.
Peran dinas pendidikan kabupaten/kota adalah sebagai pelaksana utama
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Renstrada kabupaten/kota untuk bidang
pendidikan. Dinas pendidikan secara berkala melakukan pemantauan implementasi
kebijakan teknis dan administratif bidang pendidikan, sehingga diketahui secara
cepat berbagai hal yang terjadi di wilayahnya. Dalam melaksanakan pemantauan
dan evaluasi dinas pendidikan perlu menyertakan berbagai pihak yang terkait, seperti
dewan pendidikan, para camat, dan komite sekolah/PLS dalam kabupaten/kota
124
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 125/130
tersebut. Dinas pendidikan kabupaten/kota juga berkewajiban untuk melaporkan hasil
pemantauan dan evaluasi dan memberikan saran-saran untuk perbaikan yang
dipandang perlu kepada bupati/wali kota, stakeholders dan pihak lain yang terkait.
Pemantauan dan evaluasi tingkat kabupaten/kota harus mampu menyajikan data,informasi dan peta pendidikan secara aktual, lengkap dan rinci di setiap kecamatan
maupun informasi dan data pendidikan secara keseluruhan di kabupaten/kota
tersebut.
Tim pemantauan dan evaluasi tingkat kabupaten/kota merupakan unsur penting
dalam penyusunan dan implementasi sistem informasi pendidikan kabupaten kota dan
merupakan bagian dari sistem informasi pendidikan provinsi yang secara proaktif dan
berkala memberikan data dan informasi ke sistem informasi provinsi.
Pemantauan dan evaluasi terhadap peningkatan mutu dan relevansi yangdicapai oleh setiap satuan pendidikan di tingkat kecamatan dilakukan oleh BAD-SM dan
BAD-PNF dengan difasilitasi oleh dinas pendidikan di kabupaten/kota tersebut. Acuan
utama dalam melaksanakan standarisasi, akreditasi, penjaminan mutu, pengawasan
mutu dan pemantauan dan evaluasi adalah Standar Nasional Pendidikan (Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005) beserta peraturan pemerintah lainnya yang telah
dijelaskan di atas.
4. Pemantauan dan Evaluasi oleh Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan
Bagi cabang dinas pendidikan kecamatan, pemantauan dan evaluasi dapat
digunakan untuk (a) mengukur tingkat pencapaian target pembangunan pendidikan
pada kecamatan tersebut sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam Renstrada
kabupaten/kota 2005-2009; (b) memperbaiki kinerja satuan pendidikan agar
kapabilitas dan kapasitas dalam penyelenggaraan pendidikan makin meningkat; (c)
meningkatkan efektifitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas sistem pengelolaan
program dan kegiatan pendidikan untuk meningkatkan prestasi kerja aparatur Pemda
serta untuk menekan sekecil mungkin terjadinya KKN; dan (d) meningkatkan
kemampuan dan kesanggupan aparatur Pemda cabang dinas pendidikan kecamatandalam melaksanakan tugas pemantauan dan evaluasi.
Di samping itu, pemantauan dan evaluasi juga dimaksudkan untuk menyusun
laporan berkala cabang dinas pendidikan kecamatan (triwulanan, tengah tahunan, dan
tahunan) kepada Dinas Pendidikan kabupaten/kota. Data dan informasinya diperoleh
dari pemantauan dan evaluasi yang dilakukan aparatur Pemda kecamatan terhadap
kinerja seluruh aparatur di setiap satuan pendidikan dan berasal dari laporan petugas
di setiap satuan pendidikan.
125
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 126/130
Pemantauan dan evaluasi di tingkat kecamatan ditekankan agar dapat
menyajikan data dan informasi pendidikan secara aktual, lengkap dan rinci di setiap
desa/satuan pendidikan serta, data dan informasi pendidikan secara keseluruhan di
kecamatan tersebut.
Tim pemantauan dan evaluasi kecamatan secara berkala dan proaktif
memberikan data dan informasi pendidikan di kecamatan tersebut ke sistem informasi
pendidikan tingkat kabupaten/kota.
5. Pemantauan dan Evaluasi oleh Satuan Pendidikan
Peran satuan pendidikan dalam pemantauan dan evaluasi ada tiga hal, yaitu
sebagai (a) pelaku utama dalam mengevaluasi satuan pendidikan yang hasilnya dikemas
dalam bentuk perkembangan data dan informasi pendidikan; (b) pemberi masukan danpenyusun laporan kepada dinas pendidikan kecamatan tentang kondisi di satuan
pendidikannya; dan (c) pelaku utama dalam menindaklanjuti hasil pemantauan dan
evaluasi dalam bentuk program nyata di satuan pendidikan bersangkutan. Fungsi
pemantauan dan evaluasi dalam satuan pendidikan adalah untuk mengetahui kelebihan
dan kekurangan pada satuan pendidikan yang bersangkutan secara berkala, yang
hasilnya dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja.
Laporan dari masing-masing tingkat pemerintahan merupakan
pertanggungjawaban hasil kinerja tahunan sebagai bentuk akuntabilitas publik atas
pencapaian kinerja dalam tahun tertentu atau dari tahun ke tahun, yang secara
keseluruhan merupakan pencapaian target Renstra Depdiknas 2005-2009 selama lima
tahun. Sistem pemantauan dan evaluasi yang ada di setiap tingkat pemerintahan
sampai dengan satuan pendidikan merupakan satu kesatuan pemantauan dan evaluasi
yang saling menentukan kualitas dan saling tergantung satu dengan lainnya. Oleh sebab
itu, pemantauan dan evaluasi yang bersifat top down perlu dijaga mutunya karena
akan menentukan kualitas pemantauan dan evaluasi di setiap tingkat pemerintahan
dan kualitas sistem pendataan dan informasi Departemen Pendidikan Nasional.
6. Pemantauan dan Evaluasi oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) merupakan mitra sejajar
Departemen Pendidikan Nasional dalam pengembangan, pemantauan, dan
pengendalian mutu pendidikan nasional. BSNP merupakan badan independen dan
mandiri yang berkedudukan di pusat yang bertugas melaksanakan penilaian pencapaian
standar nasional pendidikan melalui ujian nasional.
126
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 127/130
Pemantauan yang dilakukan BSNP bertujuan untuk mengevaluasi capaian
Standar Nasional Pendidikan. Sedang pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan adalah untuk mendapatkan pemetaan capaian
standar nasional yang dijadikan dasar dalam mengembangkan model interfensi, untukmeningkatkan kualitas pendidikan sehingga mencapai standar nasional serta
membantu BAN-SM, BAN-PNf, dan BAN-PT dalam mengakreditasi satuan pendidikan.
Pemantauan dan evaluasi mencakup aspek (a) pemerataan dan perluasan akses;
(b) penjaminan mutu, relevansi pendidikan dan daya saing; dan (c) penguatan tata
kelola, akuntabilitas dan citra publik. Lembaga-lembaga yang melaksanakan
pemantauan dan evaluasi yaitu lembaga-lembaga penjaminan mutu seperti BSNP, BAN,
LPMP, aparat Pemerintah (Depdiknas), aparat pemerintah daerah (dinas pendidikan
provinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota), serta satuan pendidikan itu sendiri.
Namun demikian, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga independen lainnya yang
peduli terhadap pendidikan juga diperkenankan untuk melakukan pemantauan dan
evaluasi, baik bekerja sama dengan pemerintah dan pemerintah daerah maupun
mandiri.
Pemantauan dan evaluasi untuk meningkatkan mutu, relevansi, dan daya saing
pendidikan dilakukan oleh lembaga-lembaga yang secara khusus dibentuk untuk
melaksanakan tugas tersebut, yaitu BSNP, BAN-SM, BAD-SM, BAN-PNF, BAD-PNF, BAN-
PT dan LPMP.
Evaluasi terhadap kompetensi peserta didik lulusan dari pendidikan tingi,
pendidikan formal, pendidikan kejuruan, vokasi, PNf dilaksanakan atas kerja sama
dengan lembaga sertifikasi profesi (LSP) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP). Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar tingkat relevansi lulusan dengan
lapangan kerja yang tersedia semakin tinggi karena standar yang digunakan oleh LSP
dan BNSP merupakan standar kompetensi nasional dan internasional.
D. Indikator Kinerja Pendidikan Nasional
Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap kinerja satuan organisasi pengelola
dan penyelenggara pendidikan yang mencakup aspek teknis, administrasi dan
pengelolaan kegiatan dan/atau program pendidikan tersebut. Pemantauan dan evaluasi
yang dilakukan pada hakekatnya untuk mengukur kesesuaian pencapaian indikator
kinerja atau target kerja yang ditetapkan dalam rencana jangka menengah (2005-2009),
dengan target yang dapat dicapai melalui strategi pelaksanaan tertentu. Oleh sebab itu,
indikator kinerja yang digunakan memiliki kriteria yang berlaku spesifik, jelas, relevan,
dapat dicapai, dapat dikuantifikasikan, dan dapat diukur secara obyektif serta fleksibel
terhadap perubahan/penyesuaian.
127
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 128/130
Mengingat bidang pendidikan mempunyai program pembangunan pendidikan
yang beragam, maka indikator kinerja yang diukur dapat bersifat fisik (misalnya:
pembangunan prasarana dan sarana fisik, angka partisipasi siswa, angka mengulang
kelas, dan angka putus sekolah) maupun nonfisik, misalnya, peningkatan nilai UN,serta kecerdasan dan perilaku peserta didik. Berdasarkan sifat dari masing-masing
jenis indikator kinerja maka diperlukan cara dan alat ukur yang berbeda sesuai
dengan sifat dan bentuk indikator yang akan diukur.
Program dan/atau kegiatan pendidikan yang baik memiliki lima kriteria
yang bisa disingkat dengan SMART (specific, measurable, achievable,
realistic, timebound ). Kriteria tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam
mengembangkan indikator kinerja pendidikan yang terukur dan yang dapat
dicapai sebagai target/sasaran masing-masing program. Secara umum,
terdapat empat jenis indikator kinerja yang biasa digunakan sebagai acuandalam pemantauan dan evaluasi atau pengukuran kinerja organisasi, yaitu:
1. Indikator masukan, antara lain mencakup kurikulum, siswa, dana, sarana
dan prasarana belajar, data dan informasi, pendidik dan tenaga kependidikan,
gedung sekolah, kelompok belajar, sumber belajar, motivasi belajar, kesiapan
anak (fisik dan mental) dalam belajar, kebijakan dan peraturan serta
perundang-undangan yang berlaku.
2. Indikator proses, antara lain mencakup lama waktu belajar, kesempatan
mengikuti pembelajaran, lama mengikuti pendidikan, jumlah yang putus
sekolah, efektivitas pembelajaran, mutu proses pembelajaran, dan metode
pembelajaran yang digunakan.
3. Indikator keluaran, antara lain mencakup jumlah siswa yang lulus atau naik
kelas, nilai-rata-rata ujian, mutu lulusan yang naik kelas, dan jumlah siswa
yang menyelesaikan pembelajaran/naik kelas berdasarkan jenis kelamin.
4. Indikator dampak, yang antara lain berupa kemampuan/jumlah siswa yang
melanjutkan sekolah, jumlah siswa yang bisa bekerja di perusahaan atauusaha mandiri, jumlah angkatan kerja berdasarkan tingkat pendidikan, dan
pengaruh para lulusan terhadap mutu angkatan kerja/lingkungan sosial, peran
serta siswa dalam pembangunan lingkungan dan pengaruh atau peran lulusan
pendidikan dan pelatihan terhadap kehidupan masyarakat secara luas.
Indikator kinerja yang diukur dalam pemantauan dan evaluasi meliputi tiga
tema kebijakan nasional pendidikan, yang selanjutnya diklasifikasi dalam lima aspek.
Lima aspek tersebut yaitu: perluasan, pemerataan, mutu dan daya saing, relevansi,
dan governance dan citra publik. Dari lima aspek tersebut diuraikan menjadi indikator
128
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 129/130
kunci/prioritas untuk mengukur keberhasilan dalam mencapai target Renstra
Depdiknas 2005-2009 (Tabel 8.1).
Tabel 8.1Tabel 8.1Indikator Kunci dan Targetnya untuk Mengukur Keberhasilan dalam ImplementasiIndikator Kunci dan Targetnya untuk Mengukur Keberhasilan dalam Implementasi
Kebijakan, Program dan KegiatanKebijakan, Program dan Kegiatan
NO.NO. SASARANSASARAN INDIKATOR KUNCIINDIKATOR KUNCI
KONDISI DAN TARGETKONDISI DAN TARGET
20042004 20052005 20062006 20072007 20082008 20092009
1.1. PerluasanPerluasan AksesAkses PendidikanPendidikan
• Angka Partisipasi KasarAngka Partisipasi Kasar (APK)(APK) Prasekolah (PAUD, TPQ, TK, RA)Prasekolah (PAUD, TPQ, TK, RA)
39,09%39,09% 42,34%42,34% 45,19%45,19% 48,07%48,07% 50,47%50,47% 53,90%53,90%
•AAngka Partisipasi Murni (APM)ngka Partisipasi Murni (APM)
SD/MI/SDLB/Paket ASD/MI/SDLB/Paket A
94.12%94.12% 94.30%94.30% 94.48%94.48% 94.66%94.66% 94.81%94.81% 95.00%95.00%
•APK SMP/APK SMP/MTs/SMPLB/Paket BMTs/SMPLB/Paket B81.22%81.22% 85.22%85.22% 88.50%88.50% 91.75%91.75% 95.00%95.00% 98.00%98.00%
•APK SMA/APK SMA/MA/ SMK/SMALB/MA/ SMK/SMALB/
Paket CPaket C
48.25%48.25% 52.20%52.20% 56.20%56.20% 60.20%60.20% 64.20%64.20% 68.20%68.20%
•APK PTAPK PT/PTA/PTA14.62%14.62% 15.00%15.00% 15.57%15.57% 16.38%16.38% 17.19%17.19% 18.00%18.00%
•• Prosentase Buta Aksara > 15 thProsentase Buta Aksara > 15 th 10.21%10.21% 9.55%9.55% 8.44%8.44% 7.33%7.33% 6.22%6.22% 5.00%5.00%
22 PemerataanPemerataan
AksesAkses PendidikanPendidikan
•• Disparitas APK PAUD antara kabDisparitas APK PAUD antara kab
dan kotadan kota
6.16.144 55.52.52 44.82.82 4.4.2222 33.62.62 33.02.02
•• Disparitas APK SD/MI/SDLBDisparitas APK SD/MI/SDLB antara kab dan kotaantara kab dan kota
2.492.49 2.492.49 2.402.40 2.302.30 2.152.15 2.002.00
•• Disparitas APK SMP/MTs/SMPLBDisparitas APK SMP/MTs/SMPLB antara kab dan kotaantara kab dan kota
25.1425.14 25.1425.14 23.0023.00 19.0019.00 16.0016.00 13.0013.00
•Disparitas APK SMA/Disparitas APK SMA/MA/SMK/MA/SMK/
SMALB antara kab dan kotaSMALB antara kab dan kota
33.1333.13 33.1333.13 31.0031.00 29.0029.00 27.0027.00 25.0025.00
•Disparitas gender APKDisparitas gender APK jenjangjenjang
pendidikan menengahpendidikan menengah
6,166,16 6,076,07 5,985,98 5,895,89 5,805,80 5,715,71
•Disparitas gender APKDisparitas gender APK jenjangjenjang
pendidikan tinggipendidikan tinggi
9,909,90 9,629,62 9,339,33 9,059,05 8,768,76 8,488,48
•DisparitasDisparitas gender persentasegender persentase
buta aksarabuta aksara
7.327.32 6.596.59 5.865.86 5,135,13 4.404.40 3.653.65
33 PeningkatanPeningkatan
Mutu danMutu dan Daya SaingDaya Saing PendidikanPendidikan
•• Rata-rata nilai UN SD/MIRata-rata nilai UN SD/MI -- -- -- -- 5.005.00 5.505.50
•• Rata-rata nilai UN SMP/MTsRata-rata nilai UN SMP/MTs 5.265.26 6.286.28 6.546.54 6.726.72 7.007.00 7.007.00
•Rata-rata nilai UN SMA/Rata-rata nilai UN SMA/MA/SMKMA/SMK5.315.31 6.526.52 6.686.68 6.846.84 7.007.00 7.007.00
•GGuru yg memenuhi kualifikasiuru yg memenuhi kualifikasi
S1/D4S1/D4
30%30% 30%30% 32%32% 34%34% 37.5%37.5% 40%40%
•DDosen yosen ygg memenuhi Kualifikasimemenuhi Kualifikasi
S2/S3S2/S3
50%50% 50%50% 55%55% 60%60% 65%65% 70%70%
•Pendidik yangPendidik yang memiliki sertifikasimemiliki sertifikasi
pendidikpendidik
-- -- -- 5%5% 20%20% 40%40%
•Jumlah ProJumlah Pro
gram studi PT yggram studi PT yg
masuk 100 besar Asia, 500 besarmasuk 100 besar Asia, 500 besar
-- 11 33 44 55 1010
129
5/13/2018 Renstra Depdiknas Bb1 8 Versi 061106 Edit An - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/renstra-depdiknas-bb1-8-versi-061106-edit-an 130/130
NO.NO. SASARANSASARAN INDIKATOR KUNCIINDIKATOR KUNCIKONDISI DAN TARGETKONDISI DAN TARGET
20042004 20052005 20062006 20072007 20082008 20092009
Dunia, atau akreditasi taraf Dunia, atau akreditasi taraf OECD/ InternasionalOECD/ Internasional
•Perolehan medaliPerolehan medali emas padaemas pada
Olimpiade InternasionalOlimpiade Internasional
1313 1515 1717 1919 2020 2020
•• Jumlah Paten yg diperolehJumlah Paten yg diperoleh 55 1010 2020 3030 4040 5050
•SekolahSekolah/Madrasah Bertaraf /Madrasah Bertaraf
InternasionalInternasional
-- -- 5050 8585 120120 155155
•SekolahSekolah/Madrasah berbasis/Madrasah berbasis
keunggulan lokalkeunggulan lokal
-- 200200 320320 441441 441441
•KenaikanKenaikan Publikasi InternasionalPublikasi Internasional5.0%5.0% 7.5%7.5% 10%10% 20%20% 30%30% 40%40%
44 PeningkatanPeningkatan
RelevansiRelevansi PendidikanPendidikan
•Rasio Jumlah Murid SMK :Rasio Jumlah Murid SMK :
SMASMA/MA/MA
30:7030:70 32:6832:68 34:6634:66 36:6436:64 38:6238:62 40:6040:60
•APK PTAPK PT/PTA vokasi/PTA vokasi
(D2/D3/D4/Politeknik)(D2/D3/D4/Politeknik)
1.47%1.47% 1.50%1.50% 1.70%1.70% 1.80%1.80% 1.90%1.90% 2.00%2.00%
•• Rasio Jumlah mahasiswa ProfesiRasio Jumlah mahasiswa Profesi terhadap jumlah lulusan S1/D4terhadap jumlah lulusan S1/D4
10%10% 10%10% 15%15% 17.5%17.5% 20%20% 20%20%
•Persentase peserta pendidikanPersentase peserta pendidikan
life skill terhalife skill terhadap lulusandap lulusan SMP/MTs atau SMA/MA/SMK yangSMP/MTs atau SMA/MA/SMK yang tidak melanjutkan.tidak melanjutkan.
5.0%5.0% 6.5%6.5% 8.6%8.6% 10.7%10.7% 12.8%12.8% 15.0%15.0%
•• Jumlah sertifikat kompetensiJumlah sertifikat kompetensi yang diterbitkan:yang diterbitkan:
oo Jenjang pendidikanJenjang pendidikan
menengahmenengah-- -- -- 30300.0000.000 325325.000.000 35350.0000.000
oo Jenjang pendidikan tinggiJenjang pendidikan tinggi
(vokasi dan profesi)(vokasi dan profesi)-- -- -- 10.00010.000 1515.000.000 2525.000.000
oo
Pendidikan nonformalPendidikan nonformal -- -- 30.00030.000 35.00035.000 40.00040.000 45.00045.000
55 PenguatanPenguatan Tata Kelola,Tata Kelola, Akuntabili-Akuntabili-
tas, dantas, dan CitraCitra PublikPublik PendidikanPendidikan
•OpiniOpini BPK atas Laporan KeuanganBPK atas Laporan Keuangan
PemerintahPemerintah
DisDis--
claimerclaimerDisDis--
claimerclaimerWWajarajar DDgngn CCatatanatatan
WWajarajar TTanpaanpa SySyaratarat
WWajarajar TTanpaanpa SySyaratarat
WWajarajar TTanpaanpa SySyaratarat
•Persentase temuanPersentase temuan BPK ttgBPK ttg
penyimpangan di Pemerintahpenyimpangan di Pemerintah terhadap obyek yang diperiksaterhadap obyek yang diperiksa
1~0,5%1~0,5% 1~0,5%1~0,5% 1~0,5%1~0,5% <0.5%<0.5% <0.5%<0.5% <0.5%<0.5%
•Persentase temuanPersentase temuan Itjen ttgItjen ttg
penyimpangan di Pemerintahpenyimpangan di Pemerintah terhadap obyek yang diperiksaterhadap obyek yang diperiksa
1~0,5%1~0,5% 1~0,5%1~0,5% 1~0,5%1~0,5% <0.5%<0.5% <0.5%<0.5% <0.5%<0.5%
•• Aplikasi SIMAplikasi SIM -- -- 2 aplikasi2 aplikasi 14 aplikasi14 aplikasi -- --
•SertifikatSertifikat ISO yg diraih unitISO yg diraih unit
utama Depdiknasutama Depdiknas
-- -- -- -- -- 80% unit80% unit utamautama
memper-memper-oleh ISOoleh ISO 9001:20009001:2000
• SertifikatSertifikat ISO yg diraihISO yg diraih
LPMP/PPPG/BPPLSP (kumulatif)LPMP/PPPG/BPPLSP (kumulatif)
-- 99 ISOISO
90019001:2000:2000
2525 ISOISO
9001:20009001:2000
4343 ISOISO
90019001:2000:2000
447 ISO7 ISO
90019001:2000:2000--
---
130