Integumen Edit

download Integumen Edit

of 24

description

sfd

Transcript of Integumen Edit

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusa pada umumnya terdapat di negara-negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara itu dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa India KHUSTA, dikenal sejak 1400 rahun sebelum masehi. Kata lepra disebut dalam kitab injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa penyakit kulit lainnya. Ternyata bahwa berbagai deskripsi penyakit ini sangat kabur, apabila dibandingkan dengan kusta yang kita kenal sekarang. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan atau pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya. Dengan kemajuan teknologi dibidang promotif, pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan dibidang penyakit kusta, maka penyakit kusta sudah dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masalah kesehatan masyarakat. Akan tetapi mengingat kompleksnya penyakit kusta, maka diperlukan program penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal pemberantasan, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan pemasyarakatan mantan penderita kusta. Penyebab penyakit kusta adalah suatu uman yang disebut mycobakterium leprae. Sumber penularan penyakit ini adlah penderita kusta multi basilier atau kusta basah.Di indonesia, penderita kusta terdapat hampir di seluruh daerah denagn penyebaran yang tidak merata. Sutu kenyataan, indonesia bagian timur terdapat angka kesakitan kusta yang lebih tinggi. Penderita kusta 90% tinggal diantara keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal di rumah sakit kusta, koloni penampungan atau penampungan kusta. Suatu kenyataan bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita bila tidak ditangani secara cermat dapat menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi halangan bagi penderita kusta dalam kehidupan bermasyaratkat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan serta dalam pembangunan bangsa dan negara.

1.2 Rumusan Masalah1. Apa definisi dari penyakit kusta ?2. Bagaimanakah anatomi dan fisiologis kulit ?3. Bagaimanakah etiologi penyakit kusta ? 4. Apa sajakah klasifikasi dari penyakit kusta ?5. Bagaimanakah patofisiologis dari kusta ?6. Bagaimana woc dari penyakit kusta ?7. Bagaimanakah manifestasi klinis dari penyakit kusta ?8. Apakah komplikasi yang mungkin muncul ?9. Bagaimanakah cara pencegahan penyakit kusta ?10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien kusta ?

1.3 Tujuan1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang penyakit kusta.2. Mahasiswa mampu membuat dan mengaplikasikan proses pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan kusta.

1.4 ManfaatMahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada kasus kusta.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1PengertianKusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan yang menyebabkan adalah mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (Adhi Djuanda, dkk, 2005)Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta mycobakterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan ersifat tahan asam. Masa belah diri kuman kusta adalh memerlukna waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Hal ini merupakan salah satu penyebab masa tunas yang lama yaitu rata-rata 2-5 tahun.Morbus Hansen (kusta, lepra) adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi (primer), kulit dan jaringan tubuh lainnya, kecuali susunan syaraf pusat. Kuman penyebabnya adalah mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. M. leprae bebentuk hasil ukuran 3-8 um x 0,5 Um, tahan asam, dan alcohol. (Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2011)

2.2Anatomi Fisiologi KulitKulit terdiri atas tiga lapisan, yang masing-masing memiliki berbagai jenis sel dan memiliki fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut adalah epidermis, dermis, dan subkutis.

a. EpidermisEpidermis merupakan struktur lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis terus mengalami mitosis, dan berganti dengan yang baru sekitar 30 hari. Epidermis mengandung resptor-resptor sensorik untuk sentuhan suhu, getaran, dan nyeri. Komponen utama epidermis adalah protein keratin, yang di hasilkan oleh sel-sel yang disebut keratinosit. Keratin adalah bahan yang kuat dan memiliki daya tahan tinggi, dan tidak larut dalam air. Keratin mencegah hilangnya air tubuh dan melindungi epidermis dari iritan atau mikroorganisme penyebab infeksi. Keratin adalah komponen utama apendiks kulit : rambut dan kuku. Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanocit mensintasis dan mengeluarkan melanin sebagai respon terhadap rangsangan hormon hopofisis anterior, hormon perangsang melanocit (melanocih stimulating hormone, MSH). Melanocit merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin gelap warnanya. Sebagian besar orang yang berkulit gelap dan bagian-bagian kulit yang berwarna gelap pada orang yang berkulit cerah (misalnya puting susu) megandung pigmen ini dalam jumlah yang lebih banyak. Warna kulit yang normal begantung pada ras dan bervariasi dari merahmuda yang cerah hingga coklat. Penyakit sistemik juga akan mempengaruhi warna kulit. Sebagai contoh, kulit akan tampak kebiruan bila terhadi oksigenasi darah yang tidak mencukupi, berwarna kuning-hijau pada penderita ikterus, atau merah atau telihat flushing bila terjadi inflamasi atau demam. Melanin di yakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dan dengan demikian akan melindungi seseorang terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet dalam sinar matahari yang berbahaya.Sel-sel imun, yang disebut sel langerhans, terdapat di seluruh epidermis. Sel langerhands mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit dan membangkitkan suatu serangan imun. Sel langerhans mungkin bertanggung jawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik atau neoplastik. Sel langerhans secara fisik behubungan dengan seraf simpatis, yang mengisyaratkan adanya hubungan antara sistem saraf dan kemampuan kulit melawan infeksi atau mencegah kanker kulit. Stres dapat mempengaruhi fungsi sel langerhans dengan meningkatkan rangsang simpatis. Radiasi ultraviolet dapat merusak sel langerhans, mengurangi kemampuannya mencegah kanker.b. DermisDermis atau kutan (cutaneus) merupakan lapisan kulit dibawah epidermis yang membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit. Lapisan papila dermis berada langsung dibawah epidermis dan tersusun terutama dari sel-sel firoblast yang dapat menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu suatu komponen baru suatu jaringan ikat. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah dan limfe, serabut syaraf, kelenjar keringat dan sebasea, serta akar rambut. Suatu bahan mirip gel, asam hialuromat diekskresikan oleh sel-sel jaringan ikat. Bahan ini memgelilingi protein dan menyebabkan kulit menjadi elastis dan memiliki turgor(tegangan). Pada seluruh dermis dijumpai pembuluh darah, saraf sensoris dan simpatis, pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringat dan palit(sebasea). Sel mast, yang mengeluarkan histamin selama cidera atau peradangan, dan makrofag, yang memfagositosis sel-sel mati dan mikroorganisme,juga terdapat di dermis. Pembuluh darah di dermis menyuplai makanan dan oksigen pada dermis dan epidermis, serta membuang produk-produk sisa. Aliran darah dermis memungkinkan tubuh mengontrol temperaturnya. Pada penurunan suhu tubuh, saraf-saraf simpatis ke pembuluh darah meningkatkan peningkatan norepinefrin. Pelepasan norepineprin menyebabkan konstruksi pembuluh sehingga panas tubuh dapat dipertahankan. Apabila suhu tubuh terlalu tinggi, maka rangsangan simpatis terhadap pembuluh darah dermis berkurang sehingga terjadi dilatasi pembuluh sehingga panas tubuh akan dipindahkan ke lingkungan. Hubungan arteriovena(AV), yang disebut anastomosis, dijumpai pada sebagian pembuluh darah. Anastomosis AV mempermudah pengaturan suhu tubuh oleh kulit dengan memungkinkan darah melewati bagian atas dermis pada keadaan yang sangat dingin. Saraf simpats ke dermis juga mempersyarafi kelenjar keringat,kelenjar sebasea,serta folikel rambut. c. SubkutisLapisan subkutis kulit terletak di bawah dermis. Lapisan ini terdiri atas lemak dan jaringan ikat dimana berfungsi untuk memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang, serta sebagai peredam kejut dan insulator panas. Jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas tubuh. Lemak yang bertumpuk dan tersebar menurut jenis kelamin seseorang secara parsial akan menyebabkan perbedaan bentuk tubuh laki-laki dengan perempuan. Makan yang berlebihan akan meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.

Kelenjar pada KulitKelenjar sebasea menyertai folikel rambut. Kelenjar ini mengeluarkan bahan berminyak yang disebut sebum ke kelenjar kesaluran disekitarnya. Kelenjar sebasea yang sekretnya akan melumasi rambut dan membuat rambut menjadi lunak, serta lentur. Kelenjar sebasea terdapat diseluruh tubuh, terutama diwajah, dada, dan punggung. Kelenjar keringat ditemukan pada kulit disebagian besar permukaan tubuh. Terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi dua kategori, yaitu kelenjar merokrin dan apokrin. Klenjar merokrin di temukan pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin terdapat di daerah aksila, anus, skrotum dan labia mayora.

Fungsi KulitSecara umum beberapa fungsi kulit adalah sebagai berikut :1. ProteksiKulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki kekebalan satu atau dua mm yang memberikan perlindungan yang sangan efektif terhadap trauma fisik, kimia, dan biologis dari infasi bakteri.2. Sensasi Fungsi utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindra suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan (atau sentuhan yang berat). Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap stimuli yang berbeda.3. TermoregulasiPeran kulit dalam pengaturan panas meliputi sebagai penyekat tubuh, vasokontriksi (yang mempengaruhi aliran darah dan hilangnya panas ke kulit), dan sensasi suhu.4. Metabolisme, sintesis vitamin DMeskipun sinar matahari yang kuat dapat merusak sel sel epitel dan jaringan, tetapi sinar matahari dengan jumlah yang dapat ditoleransi sangat diperlukan tubuh manusia. Ketika radiasi sinar ultraviolet memberikan paparan, maka sel sel epildermal didalam stratum spinosum dan stratum germinativum akan mengonversi pelepasan steroid kolestrol menjadi vitamin D3, atau kolekalsiferol 5. Keseimbangan airStratum korneum memiliki kemampuan menyerap air dan dengan demikian akan mencegah kehilangan air serta elekrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembapan dalam jaringan subkutan.6. Penyerapan zat atau obatBerbagai senyawa lipid (zat lemak ) dapat diserap lewat stratum korneum, termasuk vitamin (A dan D) yang larut lemak dan hormon hormon steroid. Obat obat dan substansi dapat memasuki kulit lewat epidermis melalui jalur transepidermal atau lewat lubang lubang folikel.7. Penyimpanan nutrisi

2.3EtiologiKuman penyebab adalah mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A. HANSEN pada tahun 1874 di norwegia, yang samapai sekarang belum dapat dibiakkan dalam media artificial. M.leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan alcohol serta positif gram. (Adhi Djuanda, dkk, 2005)Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basilier (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyait kusta dapat ditularkan melalui pernapadan dan kulit.Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain :1. Faktor sumber penularanSumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita inipun tidak akan menularkan kusta, apabila berobat teratur.2. Faktor kuman kustaKuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan. 3. Faktor daya tahan tubuhSebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). 2.4Klasifikasia. Reaksi Tipe 1Terjadi karena meningkat atau menurunnya respon imunitas seluler. Keadaan ini dapat terjadi pada : Spontan tanpa penyebab yang jelas Pemberian obat obat anti kusta Pemberian antigen seperti tuberculin atau lepromin Keadaan cuaca dimana banyak terjadi pada cuaca panas dan pada perubahan musimDapat terjadi pada kusta bentuk subpolar (BT,BB,BL ) terutama tipe BB karena mempunyai kondisi imunologi yang paling tidak stabil. Tanda klinis yang menyolok meliputi : Lesi kulit yang telah ada menjadi lebih eritematus dan bahkan dapat timbul lesi baru, lebih besar, nyeri dan mengalami infiltrasi Saraf tepi membesar dan nyeri yang kadang-kadang sampai menimbulkan paralysis otot. Organ lain : iritis, orchitis, epistaxis sampai laring oedem

b. Reaksi Tipe 2Terjadi pada dasarnya karena reaksi komplek imun. Beberpa keadaan yang dapat merangsang timbulnya reaksi ini adalah : Fokal infeksi Stress Vaksinasi Obat obatan anti kusta dsb.Terutama terjadi pada tipe LL yang kita sebut sebagai E.N.L dengan tanda tanda klinis sebagai berikut : Lesi kulit berupa nodul nodul yang ukurannya bervariasi, lokasinya ada tendensi simetris, nyeri dan pada perabaan terasa panas. Nodul ini terutama pada daerah fleksor pada tangan, muka dan badan jarang atau hamper tidak pernah ditemukan pada aksila, kepala dan perineum Saraf tepi membengkak dan nyeri tekan Gejala sistemik berupa malaise, hipertermi, sakit kepala dan kelemahan otot Organ lain : rhinitis, epistaxis, iridocyclitis, glumerulo nephritis

2.5PatofisiologiPada tahun 1960 shepard berhasil menginokulasi M.leprae pada kaki mencit, dan berkembang biak disekitar tempat suntikan. Dari bebagai specimen, bentuk lesi maupun Negara asal penderita, ternyata tidak ada perbedaan spesies. Agar dapat tumbuh diperlukan jumlah minimum M.Leprae yang disuntikan dan kalau melampaui jumlah maksimum tidak berarti meningkatkan perkembangbiakkan.Inokulasi pada mecit yang telah diambil timusnya dengan diikuti radiasi (900 r), sehingga kehilangan respons imun selularnya, akan menghasilkan granuloma penuh basil terutama dibagian tubuh yang relative dingin, yaitu hidung, cuping telinga, kaki dan ekor. Basil tersebut selanjutnya dapat diinokulasikan lagi, berarti memenuhi salah satu postulat koch, meskipun belum seluruhnya dapat dipenuhi.Sebenarnya M.Leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita yang memiliki kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sebagai penyakit imunologik Perjalanannya belum jelas, diduga merupakan peningkatan atau berkurangnya respon jaringan secara tiba tiba yang diakibatkan oleh pelepasan kuman atau produk produknya di dalam jaringan yang mekanisme terjadinya berbeda tergantung tipe reaksi.Secara inspeksi, penyakit ini mirip penyakit lain, ada tidaknya anastesi local sangat membantu penentuan dignosis, meskipun tidak selalu jelas. Teknik untuk menilai adanya anestesi local adalah dengan cara menggoreskan ujung jarum suntik ke sisi tengah lesi kea rah kulit normal. Apabila pasien tidak mengalami sensasi nyeri pada area goresan, maka tes anestesi local di nyatakan positif. Cara menggoresnya mulai dari tengah lesi kea rah kulit normal.Respon pada syaraf perifer akan terjadi pembesaran dan nyeri n. ulnaris, n. aurikularis magnus, n. poplitea leteralis, n. tibialis posterior,m n, medianus, n. radialis, dan n. fasialis.Respon kerusakan syaraf ulnaris memberikan manifestasi anesthesia pada ujung jari bagian anterior kelingking dan jari manis, clawing kelingking dan jari manis, atrofi, hipotenar, dan otot interoseus dorsalis pertama.Respon kerusakan medianus memberikan manifestasi anesthesia pada ujung jari bagian anterior, ibu jari, telunjuk, jari tengah, dan ibu jari kontraktur.Respon kerusakan saraf radialis memberikan menifestasi anesthesia dorsum manus tangan gantung (wirst drop), tidak mampu ekstensi jari-jari ata pergelangan tanagan.

2.6 WOC

Mycobacterium LepraeKontak dengan kulitMasuk dalam pembuluh darah dermis & Sel SchwanSistem imun selulerFagositosisPembentukan EpitelPembentukan TuberkelLesi bercak 1-5Lesi bercak > 5Penebalan saraf tepi dengan gangguan pada 1 sarafPenebalan saraf tepi dengan gangguan pada > 1 sarafPausi Basilier (PB)Multi Basilier (MB)Gangguan saraf tepiSaraf sensorik mengalalami fibrosisPenebalan sarafAnestesiaTerjadi trauma atau cideraTerjadi lesi/lukaSaraf otonomGangguan kelenjar produksi minyak, keringat dan aliran darahKulit mengkilap, bersisik dan gatalMK : Gangguan rasa nyaman nyeriMK : Kerusakan Integritas KulitMK : Gangguan citra tubuh

2.7 Manifestasi Klinisa. Lepra indeterminate merupakan manifestasi paling awal, tampak pada sebagian kecil pasien; lesi kecil pucat pada bagian tubuh manapun, tanpa gangguan sensorik, dan menyembuh secara spontan. Pasien lain mengalami salah satu dibawah ini.b. Lepra tuberkuloid1. Satu atau beberapa macula hipopigmentasi (eritematosa pada kulit pucat) hipoanestetik yang berbatas tegas di tubuh, yang berlanjut menjadi tepi yang meninggi dengan cekungan di sentral dan anesthesia.2. Penebalan saraf terutama saraf ulnaris dan radialis superficial, sering pula mengenai saraf peroneus dan aurikula mayor3. Keterlibatan saraf mungkin terjadi tanpa gejala lain.c. Lepra lepromatosa1. Sejumlah lesi kulit, macula, berbentuk plak atau nodular, dengan batas tidak tegas-terdistribusi simetris2. Biasa terdapat di wajah, telinga, pergelangan tangan, siku, bokong, dan lutut3. Kulit mengalami penebalan difus dan pembengkakan, biasanya di wajah, hidung, dan bibir4. Anestesia pada lesi kulit lebih jarang terjadi5. Kongesti nasal dan keratitis sering terjadi6. Neuritis perifer yang meningkat menyebabkan gangguan sensorik difusd. Lepra borderline1. Berada diantara tuberkuloid dan lepromatosa, de3ngan gambaran klinis campuran2. Keadaan penyakit tidak stabil dan dapat berubah kearah kedua tipe tersebut.

2.8 Komplikasi1. Ulkus neuropatik, deformitas wajah dan ekstremitas.2. Amiloidosis sekunder pada pasien lepromatosa.3. Ginekomastia, pembentukan jaringan parut di testis.4. Reaksi reversal (reaksi lepra tipe 1): disebabkan oleh peningkatan respons imunitas selular pada penyakit borderline yang menyebabkan masuknya sel-sel inflamasi kedalam lesi yang sudah ada. Lesi kulit menjadi membengkak dan merah; gejala neuritik dan paralitik meningkat. Dapat terjadi anesthesia kornea.5. Eritema nodosum leprosum (reaksi lepra tipe 2): disebabkan oleh vaskulitis, kemungkinan dicetuskan oleh infiltrasi neutrofilik yang diperantarai oleh tnf. Terjadi pada keadaan lepromatosa dan lepromatosa borderline. Timbul nodul subkutan yang nyeri tekan disertai dengan demam dan artralgia. Mungkin terjadi iridosiklitis dan gejala neuritik.

2.9 Pencegahan 1. Periksa secara teratur anggota keluarga dan anggota dekat lannya untuk tanda-tanda lepra. 2. Vaksin Bacille Calmette-Guerin memberikan suatu perlindungan terhadap lepra.

2.10 Pengobatan1. Lepra multibasiler (lepromatosa, lepromatosa borderline): kombinasi rifampisin, klofazimin, dan dapson selama 2 tahun.2. Lepra pausibasiler (tuberkuloid, tuberkuloid borderline): rifampisin dan dapson selama 6 bulan3. Pengobatan harus dilanjutkan selama terjadinya tipe reaksi apapun, yang ditambah dengan:a. Tipe 1: kortikosteroidb. Tipe 2: ringan-aspirin atau klorokuin; berat-kortikosteroid, talidomid (tidak diberikan pada usia reproduksi)4. Pembedahan untuk deformitas dan rehabilitasi.

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian3.1.1 IdentitasKaji secara lengkap tentang umur ; penyakit kusta dapat menyerang semua usia, jenis kelamin ; rasio pria dan wanita 2,3 : 1,0. Paling sering terjadi pada daerah dengan social ekonomi yang rendah dan insidensinya meningkat pada daerah tropis/ subtropis. Kaji pula secara lengkap jenis pekerjaan klien untuk mengetahui tingkat social ekonomi, resiko trauma pekerjaan, dan kemungkina kontak dengan penderita kusta.3.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan1. Keluhan utamaPasien sering datang dengan keluhan adanya bercak putih yang tidak terasa atau datang dengan keluhan kontraktur pada jari jari.2. Riwayat penyakit sekarangKaji kapan lesi atau kontraktur tersebut timbul, sudah berapa lama timbulnya, dan bagaimana proses perubahannya, baik warna kulit maupun keluhan lainnya. Pada beberapa kasus ditemukan keluhan gatal, nyeri, panas, atau rasa tebal. Kaji juga apakah klien pernah menjalani pemeriksaan laboratorium. Ini penting untuk mengetahui apakah klien pernah menderita tertentu sebelumnya. Pernahkah klien memakai obat kulit yang dioles atau diminum? Pada beberapa kasus, reaksi obat dapat menimbulkan perubahan warna kulit dan reaksi alergi lain. Perlu ditanyakan apakah keluhan ini pertama kali dirasakan. Jika sudah pernah, obat apa yang diminum ? Teratur atau tidak?3. Riwayat penyakit dahuluSalah satu penyebab kusta adalah daya tahan tubuh menurun. Akibatnya, mikrobacterium leprae dapat masuk didalam tubuh. Perlu dikaji adakah riwayat penyakit kronis atau penyakit lain yang pernah diderita.4. Riwayat penyakit keluargaKusta bukan penyakit keturunan, tetapi jika anggota keluarga atau tetangga menderita penyakit kusta, resiko tinggi tertular sangan mungkin terjadi. Perlu dikaji adakah anggota keluarga yang menderita atau memiliki keluhan yang sama baik masih hidup atau meninggal.5. Riwayat psikosialKusta terkenal sebagai penyakit yang menakutkan dan menjijikkan ini disebabkan adanya deformitas atau kecacatan yang ditimbulkan. Perlu dikaji bagaimana konsep diri klien dan respon masyarakat disekitarnya.

3.1.3 Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi dan pemeriksaan sederhan menggunakan jarum, kapas, tabung reaksi (masing masing dengan air panas dan es ), pensil tinta. Inspeksi dilakukan untuk menetapkan ruang yang ada pada kulit. Biasanya, dapat ditemukan adanya macula hipopigmentasi/hiperpigmentasi dan eritematosa dengan permukaan yang kasar atau licin dengan batas yang kurang jelas atau jelas, bergantung pada tipe yang dideritaPada tipe tuberkuloid , ditemukan gangguan saraf kulit yang disertai dengan penebalan serabut saraf, nyeri tekan akibat peradangan atau reaksi fibrosis, anhidrasi, dan kerontokan rambut (sering pada rambut alis dan bulu mata). Pada kusta tipe lepromatus dijumpai hidung pelana dan wajah singa (leonin face). Selain itu, ada pula kelainan otot berupa atrofi disuse otot yang ditandai dengan kelumpuhan otot otot, diikuti kekakuan sendi atau kontraktur sehingga terjadi clow hand, drop foot dan drop hand. Kelainan pada tulang berupa osteomielitis dan resorbsi tulang mengakibatkan pemendekan dan kerusakn tulang (ujung bengkok), terutam jari tangan dan kaki. Dapat ditemukan kelainanpada mata akibat kelumpuhan m. orbicularis oculi sehingga terjadi lagopthalmus atau mata tidak dapat dipejamkan. Akibatnya., mata menjadi kering dan berlanjut kerititis, ulkus kornea, iritis, iridosiklitik, dan berakhir kebutaan. Pada testis dapat terjadi atrofi mengakibatkan ginekomastia . Kecacatan disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepid an neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta, juga cedera akibat anesthesiaPada palpasi ditemukan penebalan serabut saraf, macula anestetika pada tipe T, dan macula non anestetika pada tipe L , serta permukaan lesi yang kering dan kasar.

3.1.4 Pemeriksaan penunjanga. Uji kulitUji ini paling sering dilakukan dan caranya mudah. Pertama jelaskan tentang prosedur pengujian secara jelas. Penggunaan jarum untuk mengetahui rasa nyeri dilakukan dengan meminta klien menyebutkan tempat mana yang lebih sakit atau lebih terasa. Kita dapat pula menggunakan kapas atau bulu ayam untuk sensasi raba. Jika masi belum jelas, lakukan dengan sensasi suhu, yaitu panas dan dingin.b. Uji keringatPada penderita kusta, ditemukan anhidrosis karena rusaknya kelenjar keringat. Uji ini dilakukan dengan cara menggores lesi dengan pensil tinta mulai dari beberpa sentimeter diluar lesi melewati permukaan lesi dan keluar batas lesi. Hasilnya, pada bagian luar lesi goresan pensil akan mengembang berwarna ungu, sedangkan didaerah lesi tidakc. Uji lepromintDilakukan untuk menentukan diagnosis dan klasifikasi penyakit kusta. Tipe I,T dan BT : uji lepromin positif. Tipe BB, BL, LL : uji lepromin negative

3.1.5 Penatalaksanaan1. Memperbaiki keadaan umum penderita.2. Mengobati penyakit penyerta yang mempengaruhi timbulnya reaksi.3. Meneruskan, mengurangi atau menghentikan sama sekali obat anti kusta tergantung keadaan umum penderita.4. Pemberi obat anti reaksi :a. Tergantung berat ringannya reaksi, untuk reaksi ringan diberikan aspirin 1tablet 3-4x sehari atau chloroquin 1 tablet 3x sehari.b. Untuk reaksi berat atau reaksi yang disertai neuritis dapat diberikan kortikosteroid dalam hal ini dexametason atau triamsinolon 3-4x 2tablet perhari sampai terjadi perbaikan klinis yang kemudian diturunkan secara perlahan lahan.

3.2 Diagnosa1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi2. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan3. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh

3.3 Intervensi1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasiTujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan berangsur-angsur sembuh.Kriteria hasil : Menunjukkan regenerasi jaringan Mencapai penyembuhan tepat waktu pada lesi

IntervensiRasional

Observasi 1. Kaji/ catat warna lesi, perhatikan jika ada jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka

Mandiri 2. Berikan perawatan khusus pada daerah yang terjadi inflamasi

3. Bersihkan lesi dengan sabun pada waktu direndam.

4. Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi perhatikan adakah penyebaran pada jaringan sekitar5. Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan

1. Memberikan informasi dasar tentang terjadi proses inflamasi dan atau mengenai sirkulasi daerah yang terdapat lesi.

2. Menurunkan terjadinya penyebaran inflamasi pada jaringan sekitar3. Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan khusus untuk mempertahankan kebersihan lesi4. Mengevaluasi perkembangan lesi dan inflamasi dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.5. Tekanan pada lesi bisa maenghambat proses penyembuhan

2. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringanTujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan berangsur-angsur hilangKriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi dapat berkurang dan nyeri berkurang dan beraangsur-angsur hilangIntervensiRasional

Observasi 1. Observasi lokasi, intensitas dan penjalaran nyeri.

2. Observasi tanda-tanda vital

Mandiri3. Atur posisi senyaman mungkin

Edukasi4. Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik distraksi dan relaksasi

Kolaborasi5. kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi

1. Memberikan informasi untuk membantu dalam memberikan intervensi.2. Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan pasien

3. Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri

4. Dapat mengurangi rasa nyeri

5. Menghilangkan rasa nyeri

3. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuhTujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam waktu 2 x 24 jam citra diri pasien meningkatKriteria hasil : Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi. Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.IntervensiRasional

Observasi:1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi berhubungan dengan derajat keidakmampuan.

2. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada pasien.

Mandiri 3. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau pertisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.

4. Monitor gangguan tidur, peningkatan kesulitan kosentrasi, dan letargi

Edukasi 5. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan pasien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya.

Kolaborasi 6. Kolaborasi untuk pemberian regimen MDT1. Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.2. Beberapa pasien dapat menerima secara efektif pada kondisi perubahan fungsi yang dialaminya, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan dalam menerima perubahan fungsi yang di alaminya sehingga memberikan dampak pada kondisi koping maladaptif.

3. Pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.

4. Dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.

5. Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri, serta mempengaruhi proses rehabilitasi.

6. Multi Drug Therapy (MDT) diberikan selama 6-9 bulan dan di minum di depan petugas

BAB IVPENUTUP

4.1 KesimpulanKusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan yang menyebabkan adalah mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (Adhi Djuanda, dkk, 2005)

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi,dkk. 2005. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUIDwi Rahariani, Loetfia. 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan System Integument. Jakarta : EGCMandal, dkk. 2006. Lecture Notes Penyakit Infeksi Ed. 6. Jakarta : AirlanggaMuttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba Medika

23