Refrat+nefropati

37
Disusun Oleh: Daksa Pradhana 030.03.051 Azhani Haliyati Pembimbing: dr Bambang Wiratno Sp.Pd Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Periode 30 Maret – 6 Juni 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Transcript of Refrat+nefropati

Page 1: Refrat+nefropati

Disusun Oleh:

Daksa Pradhana 030.03.051

Azhani Haliyati

Pembimbing:

dr Bambang Wiratno Sp.Pd

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

Rumah Sakit Umum Pusat FatmawatiPeriode 30 Maret – 6 Juni 2009

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta

Page 2: Refrat+nefropati

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya kami dapat

menyelesaikan referat yang berjudul “Nefropati Diabetik”. Referat ini disusun dalam rangka

memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUP Fatmawati, Jakarta.

Dengan selesainya referat ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada dr. Bambang Wiratno , SpPD. Selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan

waktu, tenaga dan pikirannya sehingga referat ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam pengumpulan data dan penulisan referat ini masih

terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat terbuka untuk menerima segala kritik

dan saran yang diberikan demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Jakarta, Mei 2009

Penulis

Page 3: Refrat+nefropati

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein yang kronik. Kerusakan atau kekurangan respon sekresi insulin menyebabkan

gangguan penggunaan karbohidrat sehingga mengakibatkan hiperglikemi yang

merupakan gejala khas dari diabetes melitus. Secara genetis dan klinis termasuk

heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah

berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia

puasa dan postprandial, aterosklerotik, neuropati dan penyakit vaskular mikroangiopati

(retinopati dan nefropati). Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-

tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dengan

kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi

glukosa) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolik diabetes.

Dari berbagai penelitian epidemiologis sudah jelas terbukti bahwa insidensi DM

meningkat menyeluruh di semua tempat di dunia. Penelitian epidemiologis yang di

Indonesia dan terutama di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia menunjukkan

kecenderungan serupa. Peningkatan insidensi DM di kota besar yang eksponensial ini

tentu diikuti juga oleh insidensi dari komplikasi kronik diabetes. Retinopati merupakan

penyebab utama kebutaan pada penderita DM. Semakin banyak pula penyandang DM

yang memenuhi ruang dialysis. DM memberikan pengaruh terhadap terjadinya

komplikasi kronik melalui adanya perubahan pada sistem vaskuler. Semakin banyaknya

perubahan biologis vaskuler pada penyandang DM semakin banyak kemungkinan

komplikasi yang akan terjadi. Rata-rata gejala komplikasi kronik DM terjadi 15 hingga

20 tahun setelah terjadinya hiperglikemi.

Penyakit ginjal (nefropati) merupakan merupakan penyebab utama kematian dan

kecacatan pada DM. Sebaliknya DM juga penyebab tersering gagal ginjal kronik

terutama di Negara-negara barat. Sekitar 50% gagal ginjal tahap akhir di AS disebabkan

Page 4: Refrat+nefropati

nefropati diabetik.5,6 Kira-kira 35% penderita DM tipe 1 menderita nefropati diabetik.

Prevalensi pada DMM tipe 2 bervariasi antara 15 hngga 60% tergantung dari latar

belakang etnis. Indian Pima mempunyai angka tertinggi sedangkan orang Eropa paling

rendah. Mungkin nefropati juga dipengaruhi oleh latar belakang genetic pasien. Pada

sebagan keluarga berpenyakit DM ada yang sedikit menderita nefropati. Sedangkan pada

keluarga penyandang DM yang lain ada yang sebagian besar anggotanya mengidap

nefropati diabetic.

Mengingat adanya berbagai kemajuan dalam bidang ilmu biologi kedokteran dan

teknologi informasi, para klinis dan para peneliti ditantang untuk selalu menambah

khasanah pengetahuannya dan menerapkan apa yang diketahuinya sedemikian rupa

sehingga bermanfaat untuk efisiensi dan keberhasilan pengelolaan kesehatan terutama

untuk penyandang DM. Dengan demikian pengetahuan mengenai diabetes dan

komplikasinya baik mengenai mekanisme terjadinya, metode deteksi dini maupun

strategi pengelolaannya sangat penting untuk dimengerti dan diketahui. Hal tersebut

diharapkan akan dapat mengurangi beban biaya yang harus dipikul pasien ketimbang bila

harus mengelola komplikasi yang ada.

Page 5: Refrat+nefropati

BAB II

MEKANISME TERJADINYA KOMPLIKASI KRONIK DM

Jika dibiarkan tidak dikelola dekelola dengan baik, DM akan menyebabkan

terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati.

Adanya pertumbuhan dan kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya

komplikasi kronik pada DM. Perubahan dasar atau disfungsi tersebut terutama terjadi

pada endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel mesangial

ginjal. Semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kesintasan sel, yang

kemudian pada gilirannya akan menyebabkan komplikasi vaskuler diabetes. Pada

retinopati diabetic proliferatif terjadi didapatkan hilangnya sel perisit dan terbentuknya

mikroaneurisma. Di samping itu juga terjadi hambatan pada aliran pembuluh darah dan

kemudian terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan

kelainan mikrovaskuler berupa lokus iskemik dan hipoksia lokal. Sel retina kemudian

merespon dengan meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskuler

( Vascular Endothelial Growth Factor = VEGF) dan selanjutnya memicu timbulnya

neovaskularisasi pembuluh darah. Pada nefropati diabetic terjadi peningkatan tekanan

glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi dan kemudian

terjadi perubahan yang mengarah kepada terjadinya glomerulosklerosis.

Patogenesis terjadinya kelainan vaskuler pada DM terjadinya kelainan vaskuler

pada DM meliputi terjadinya imbalans metabolic maupun hormonal. Pertumbuhan sel

otot polos pembuluh darah maupun sel mesangial keduanya distimulasi oleh sitokin.

Kedua macam sel tersebut juga berespon terhadap berbagai substansi vasoaktif dalam

darah, terutama angiotensin 2. Di pihak lain hiperinsulinemi seperti yang tampak pada

DM tipe 2 atau pemberian insulin eksogen ternyata akan memberikan stimulus mitogenik

yang akan menambah perubahan yang terjadi akibat pengaruh angiotensin pada sel otot

Page 6: Refrat+nefropati

polos pembuluh darah maupun pada sel mesangial. Jelas baik faktor hormonal maupun

metabolik berperan dalam patogenesis terjadinya kelainan vaskuler diabetes.

Jaringan kardiovaskuler, demikian juga dengan jaringanlain yang rentan terhadap

terjadinya komplikasi kronik DM (jaringan saraf, sel endotel pembuluh darah dan sel

retina serta lensa mata) mempunyai kemampuan untuk memasukkan glukosa dari

lingkungan sekitar ke dalam sel tanpa memerlukan insulin (insulin independent) , agar

dengan demikian jaringan yang sangat penting tersebut akan diyakinkan mendapat cukup

pasokan glukosa sebelum glukosa tersebut digunakan untuk energi di otot maupun untuk

disimpan disimpan sebagai cadangan lemak. Tetapi pada keadaan hiperglkemia kronik,

tidak cukup terjadi down regulation dari sistem transportasi glukosa yang insulin

independent ini, sehingga sel akan kebanjiran masuknya glukosa; suatu keadaan yang

disebut sebagai hiperglisolia.

Hiperglisolia kronik akan mengubah homeostasis biokimiawi sel tersebut yang

kemudian berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik

diabetes, yang meliputi beberapa jalur biokimiawi seperti jalur reduktase aldosa, jalur

stres oksidatif sitoplasmik, jalur pleiotropik protein kinase C dan terbentuknya spesies

glikosilasi jalur intraseluler.

Jalur Reduktase

Pada jalur reduktase aldosa ini, oleh enzim reduktase aldosa, dengan adanya

coenzim NADPH, glukosa akan diubah menjadi sorbitol. Kemudian oleh sorbitol

dehidrogenase dengan memanfaatkan nikotiamid adenin dinukleotida teroksidasi (NAD),

sorbitol akan dioksidasi menjadi fluktosa. Sarbitol dan fluktosa keduanya tidak

terfosforilisasi, tetapi bersifat sangat hidrofilik, sehingga lamban penetrasinya melalui

membran lipit bilayer. Akibatnya terjadi akumulasi poliol intraselular, dan sel akan

kembang, bengkak akibatnya masuk air ke dalam sel karena proses osmotik. Sebagai

akibat lain keadaan tersebut, akan terjadi pula imbalans ionik dan imbalans metabolit

yang secara keseluruhan akan mengakibatkan terjadinya kerusakan sel terkait.

Page 7: Refrat+nefropati

Altivitas jalur poliol akan menyebabkan meningkatnya trun over NADPH, diikuti

dengan menurunnya rasio NADPH sitosol bebas terhadap NADP+. Rasio sitosol NADPH

terhadap NADP+ ini sangat penting dan kritikal untuk fungsi pembuluh darah.

Menurunya rasio NADPH sitosol terhadap NADP+ ini dikenal sebagai keadaan

pseudohipoksia. Hal lain yang penting pula adalah bahwa sitosolik NADPH juga sangat

penting dan diperlukan untuk proses defens antioksidans. Glutation reduktase juga

memerlukan sirosolik NADPH untuk menetrallisasikan sebagai oksidans interaselular.

Menurunnya rasio NADPH dengtan demikian menyebabkan terjadinya stres oksidarif

yang lebih besar. Terjadinya hipergliksolia melalui jalur sorbitol ini juga memberikan

pengaruh pada beberapa jalur metabolik lain seperti terjadinya glikasi nonenzimatik

intraselular dan aktivasi protein kinase C.

Jalur Pembentukan Produk Akhir Glikasi Lanjut

Proses glikasi protein non-enzimatik terjadi baik intra maupun ektraselular. Proses

glikasi ini dipercepat oleh adanya stres oksidatif yang meningkat akibat berbagai keadaan

dan juga oleh peningkatan aldosa. Modifikasi protein oleh karena proses glikasi ini akan

menyebabkan terjadinya perubahan pada jaringan dan perubahan pada sifat sel melalui

terjadinya cross linking protein yang terglikosilasi tersebut. Perubahan ini akan

menyebabkan perubahan fungsi sel secara langsung , dapat juga secara tidak langsung

melalui perubahan pengenalan oleh reseptornya atau perubahan pada tempat

pengenalannya sendiri.

Pengenalan produk glikasi lanjut yang berubah oleh reseptor AGE ( RAGE =

Receptor for Advence Glycation End Product ) mungkin merupakan hal penting untuk

kemudian terjadinya komplikasi kronik diabetes. Segera setelah perikatan antara RAGE

dan ligandnya, akan terjadi aktivasi mitogen acrivated protein kinase ( MAPK) dan

tranformasi inti dari faktor transkipsi gen target terkait dengan mekanisme proinflamatori

dan molekul perusak jaringan.

Page 8: Refrat+nefropati

Jalur Protein Kinase

Hiperglikemia intraselular (hiperglisolia) akan menyebabkan meningkatnya

diasilgliserol (DAG) intraselular, dan kemudian selanjutnya peningkatan protein Kinase

C, terutama PKC Beta. Perubahan tersebut kemudian akan berpengaruh pada sel endotel,

menyebabkan terjadinya perubahan vasoreaktivasi melalui keadaan meningkatnya

endotelin 1 dan menurunnya e-NOS. Peningkatan PKC akan menyebabkan proliferasi sel

otot polos dan juga menyebabkan terbentuknya sitolin serta berbagai faktor pertumbuhan

seperti TGF Beta dan VEGF. Protein kinase C juga akan berpengaruh menurunkan

aktivasi fibronolis. Semua keadaan tersebut akan menyebabkan perubahan- perubahan

yang selanjutnya akan mengarah kepada proses angiopati diabelik.

Jalur Stres Oksidatif

Stress oksidatif terjadi apabila ada peningkatan pembentukan radikal bebas dan

menurunnya sistem pentralan dan pembuangan radikal bebas tersebut. Adanya

peningkatan stress oksidatif pada penyandang diabetes akan menyebabkab terjadinya

proses autooksidasi gkukosa dan berbagai substrat lain seperti asam amino dan lipid.

Peningkatan stress oksidatif juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan proses

glikasi protein yang kemudian berlanjut dengan meningkatnya produk glikasi lanjut.

Peningkatan stres oksidatif pada gilirannya akan menyebabkan pengaruh langsung

maupun tidak langsung terhadap sel endotel pembuluh darah yaitu dengan terjadinya

perokdidasi membran lipid, akrifasi faktor transkripsi (NF-κB), peningkatan oksidasi

LDL dan kemudian juga pembentukan produk glikasi lanjut.

Memang didapatkan saling pengaruh antara produk glikasi lanjut dan spesies

oksigen reaktif (reactive oxygen spesies = ROS). Produk glikasi lanjut akan memfasilitasi

pembentukan spesies oksigen reaktif akan memfasilitasi pembentukan produk glikasi

lanjut. Spesies oksigen reaktif akan merusak lipid dan protein melalui proses oksidasi,

Page 9: Refrat+nefropati

cross linking dan fragmentasi yang kemudian memfasilitasi pembentukan ROS, melalui

perubahan stuktural dan perubahan fungsi protein (pembuluh darah, membrab sel dsb ).

Seperti telah dikemukakan, proses selanjutnya setelah berbagai jalur biokimiawi

yang mungkin berperan pada pembentukan komplikasi kronik DM melibatkan berbagai

proses patobiologik terjadinya komplikasi kronik DM.

Inflamasi

Dari pembicaraan diatas tampak bahwa berbagai mekanisme dasar mungkin

berperan dalam terbentuknya komplikasi kronik DM yaitu antara lain aktivasi jalur

reduktase aldosa, stes oksidatif, terbentuknya jalur akhir glikasi lanjut atau prekursornya

serta aktifasi PKC, yang semua itu akan menyebabkan terjadinya disfungsi endotel,

mengganggu dan merubah sifat berbagai protein penting dan kemudian akan memacu

terbentuknya sitokin proinflamasi serta faktor pertumbuhan seperti TGF-B dan VEGF.

Berbagai macam sitokin seperti molekul adhesi (ICAM,VICAM, E-selectin, P-selectin

dsb.) dengan jelas sudah terbukti meningkat jumlahnya pada penyandang DM. Prototipe

petanda adanya proses inflamasi yaitu CPR dan NF-κB pada penyandang DM juga jelas

meningkat seiring dengan meningkatnya kadar A1c. Jelas bahwa proses inflamasi penting

pada terjadinya komplikasi kronik DM.

Peptida Vasoktif

Berbagai peptida berpengaruh pada pengaturan pembuluh darah, dan disangka

mungkin berperan pada terjadinya komplikasi kronik DM. Insulin merupakan peptida

pengatur yang terutama mengatur kadar glukosa darah. Insulin juga mempunyai peran

pengatur mitogenik. Pada kadar yang biasa didapatkan pada penyandang DM dan

hipertensi, insulin dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi sel seperti sel otot polos

pembuluh darah. Insulin juga mempunyai pengaruh lain yaitu sebagai hormon vasoaktif.

Insulin secara fisiologis melalui NO dari endotel mempunnyai pengaruh terhadap

Page 10: Refrat+nefropati

terjadinya vasodilatasi pembuluh darah. Pengaruh ini bergantung pada banyaknya insulin

dalam darah (dose dependent). Pada keadaan resistensi insulin dengan adanya

hiperinsulinemia pengaruh insulin untuk terjadinya vasodilatasi akan menurun.

Peptida vasoaktif yang lain adalah angiotensin II, yang dikenal berperan pada

patogenesis terjadinya pertumbuhan abnormal pada jaringan kardiovaskular dan jaringan

ginjal. Pengaruh angiotensin II dapat terjadi melalui 2 macam reseptor yaitu reseptor

AT1 dan reseptor 2. Sebagian besar respons fisiologis terhadap angiotensin berjalan

melalui reseptor AT1. Penghambatan terhadap kerja angiotensin II memakai Aceinhibitor

terbukti dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit kardiovaskular.

Prokoagulan

Segera setelah terjadi aktivasi PKC akan terjasi penurunan fungsi fibrinolisis dan

kemudian akan menyebabkan meningkatnya keadaan prokoagukasi yang kemudian pada

gilirannya akan menyebabkan kemungkinan penyumbatan pembukuh darah. Pada

penyandang DM denga adanya hiperglikemia melalui berbagai mekanisme akan

menyebabkan terjadinya gangguan terhadap pengaturan berbagai macam fungsi

trombosit, yang kemudian juga akan menambah kemungkinan terjadinya keadaan

prokoagulasi pada penyandang DM. Dengan demikian jelas adanya peran faktor

prokoagulasi pada kemungkinan terjadinya komplikasi kronik DM.

PPAR

Ekspresi PPAR didapatkan pada berbagi jaringan vaskular dan berbagai kelainan

vascular, terutama pada sel otot polos, endotel dan monosit. Ligand terhadap PPAR alpha

terbukti mempunyai efek inflamasi. Pada tikus percobaan yang tidak mempunyai PPAR

alpha didapatkan respons inflamasi yang memanjang jika tikus tersebut distimulasikan

dengan berbagai stimulus. Pada sel otot polos pembuluh darah, asam fibrat, ( suatu ligand

PPAR) terbukti dapat menghambat signal proinflamotori akibat rangsangan sitolin dari

NF-kB dan AP1. Dari beberapa kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa PPAR

terkait juga sebab terjadinya komplikasi kronik DM.

Page 11: Refrat+nefropati

Setelah melihat berbagai kemungkinan jalur mekanisme terjadinya kompikasi

kronik DM serta kelanjutan keterlibatan berbagai proses patobiologik lain, tampak bahwa

yang terpenting pada pembentukan dan kemudian lebih lanjut progresi komplikasi

vascular diabetes adalah hiperglikemia, resistensi insulin, sitokin dan substrat vasoaktif.

Tampak pula bahwa apapun jalur mekanisme yang terjadi dan proses lain yang terlihat

yang terpenting adalah adanya hiperglikemia klonik dan selanjutnya peningkatan glukosa

sitosolik (hiperglisolia). Apakah dengan menurunkan dan memperbaiki keadaan

hiperglikemia ini kemudian dapat terbukti akan menurunkan komplikasi kronik DM.

Beberapa penelitian epidemiologis dalam skala besar dan jangka lama seperti

UKPDS telah dapat membuktikan dengan sangat baik bahwa dengan memperbaiki

hiperlikemia melalui berbagai cara dapat secara bermakna menurunkan komplikasi

kronik DM, terutama komplikasi mikrovaskular, yang merupakan komplikasi kronik khas

DM akibat hiperglikemia. Sedangkan untuk komplikasi makrovaskular walaupun jelas

didapatkan penurunan tetapi penurunan tersebut tidak bermakna. Kemungkinan besar

karena untuk terjadinya komplikasi makrovakular banyak sekali faktor lain selain

hiperglikemia yang juga berpengaruh, seperti faktor tekanan darah dan juga faktor lipid.

Pada UKPDS jelas didapatkan bahwa menurunnya tekanan darah tinggi dapat

memberikan pengaruh yang nyata bermakna teryhadap penurunan komplikasi

makrovaskular DM. Berbagai faktor lain terkait komplikasi kronik DM , termasuk

merokok tentu saja harus diperhatikan dalam usaha menurunkan tingkat kejadian

berbagai komplikasi kronik DM. Pada pembicaraan berikut akan dikemukakan hal-hal

yang perlu dikerjakan untuk berbagai faktor terkait komplikasi DM tersebut, yaitu untuk

diagnosis dini dan strategi pengelolaannya.

Page 12: Refrat+nefropati

BAB III

NEFROPATI DIABETIK

1. Pendahuluan

Pada umumnya nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien

DM yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 ig/menit)

pada 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.

Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal

terminal. Angka kejadian nefropati diabetik pada DM tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi

insidens pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1 karena jumlah kasus baru DM tipe

2 lebih banyak daripada tipe 1. Di Amerika nefropati diabetik merupakan penyebab

kematian kedua tertinggi kedua diantara semua komplikasi DM. Penyebab kematian

nomor satu adalah komplikasi kardiovaskular.

Secara epidemiologis, ditemukan perbedaan terhadap kerentanan untuk timbulnya

nefropati diabetik, antara lain dipengaruhi etnis, umur, dan jenis kelamin serta umur saat

DM timbul.

2. Klasifikasi

Perjalanan penyakit pada serta kelainan ginjal pada DM tipe 1 lebig banyak

dipelajari ketimbang DM tipe 2. Oleh mogensen dibagi menjadi 5 tahapan.

Tabel 1. Tahapan Nefropati Diabetik Oleh Mogensen

Tahap

Kondisi Ginjal AER LFG TD Prognosis

1 Hipertrofi/Hiperfungsi N ↑ N Reversible2 Kelainan struktur N ↑ ↑/N Mungkin reversible3 Mikroalbuminuria

persisten20 – 200

mg/mnt↑/N ↑ Mungkin reversible

4 Makroalbuminuria >200 mg/mnt Rendah Hipertensi Mungkin bisa

Page 13: Refrat+nefropati

persisten stabilsasi5 Uremia Tinggi/Rendah < 10 ml/mnt Hipertensi Kesintasan 2 th 50%Ket : AER = Albumin Excretion Rate, LFG = Laju Filtrasi Glomerulus, N = Normal, TD = Tekanan DarahSumber: Mogensen CE : Nephropathy and hypertension in diabetic patient, 2000.

Tahap 1 Terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis ditegakkan. LFG

meningkat.

Tahap 2 Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, LFG meningkat, AER dan

tekanan darah normal. Terdapat perubahan histologis awal berupa penebalan membrana

basalis yang tidak spesifik. Terdapat pula peningkatan volume mesangium fraksional

(dengan peningkatan matriks mesangium).

Tahap 3 Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati insipien. LFG

meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. AER dalam urin adalah 20-200

ig/menit (30-300 ig/24 jam). Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis,

didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis dan volume mesangium fraksional

dalam glomerulus.

Tahap 4 Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis lebh jelas,

juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik sering ditemukan

pada tahap ini. LFG menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini

berhubungan dengan tingginya tekanan darah.

Tahap 5 timbulnya gagal ginjal terminal.

Disamping klasifikasi dari Mogensen, ada beberapa pembagian pembagian lain

seperti oleh National Kidney Foundation (NKF) (dalam kelompok Diabetic Kidney

Disease), kementrian kesehatan Jepang dan lan-lain yang umumnya bertujuan untuk

menyeragamkan serta memudahkan diagnosis dan tatalaksana.

3. Mikroalbuminuria

Mikroalbuminuria umumnya didefnisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30

mg/ hari dan dianggap sebagai prediktor penting tmbulnya nefropati diabetik.

Page 14: Refrat+nefropati

Tabel 2. Laju Ekskres Albumin Urin

Kondisi Laju Ekskresi Albumin Urin Perbandngan Albumin Urin – Kreatinin (ug/mg)

24 jam (mg/hari) Sewaktu

Normoalbuminuria

<30 <20 <30

Mikroalbumnuria 30-300 20-200 30-300 (299)

Makroalbuminuria

>300 >200 >300

Sumber : International Society of Nephrology

Perlu dingat bahwa banyak penyebab mikroalbuminuria di samping DM. Penyebab proteinuria lain yang sering ditemukan adalah tekanan darah tinggi umur lanjut, kehamilan, asupan protein yang tinggi, stres, infeksi sistemk atau saluran kemih, dekompensasi metabolik akut, demam, latihan berat dan gagal jantung.

Diagnosis ditegakkan jika 2 dari 3 pemeriksaan berturut-turut dalam 3 bulan menunjukkan adanya mikroalbuminuria. (gambar 1)

Ada beberapa kondisi yang berhubungan dengan mikroalbuminuria antara lain : 1.) mikroangiopati diabetik; 2.) penyakit kardiovaskuler; 3.) hipertensi; 4.) hiperlipidemia karena itu jika ditemukan mikroalbuminuria maka perlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan lain. (gambar 2)

4. Patofisiologi

Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Bremmer dkk pada hewan menunjukkan bahwa saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi dari nefron yang sehat lambat launakan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.

Page 15: Refrat+nefropati

Mekanisme terjadinya peningkatan laju fltras glomerulus pada nefropati diabetikini mash belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai hormon vasoaktif IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler. Hiperglikemi kronik dapat menyebabkanterjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein (reaksi Mallard dan Browning). Pada awalnya glukosa akan mengikat residu asam amino secara non enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlangsung terus akan terjadi Advance Glycation End Products (AGEs) yang irreversible. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adhesion molecules yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel,sintesa sel matriks ekstraseluler, serta inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjad ekspansi sesuai tahap-tahap pada mogensen. Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien DM. Penelitian pada hewan DM menunjukkan adanya vasokonstriksi arteriol sebagai akibat kelainan renin/angiotensin sistem. Diperkirakan bahwa hipertensi pada DM terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau intraglomerulus.

Secara ringkas, faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetic adalah :

Kurang terkendalinya kadar gula darah ( gula darah puasa >140-160 mg/dl [7,7-

8,8mmol/l]) A1C > 7-8%.

Faktor-faktor genesis

Kelainan hemodimatik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus,

peningkatan tekanan intraglomerulus)

Hipertensi sistematik

Sindrom resistensi insulin ( sindroma metabolik )

Keradangan Perubahan permeabilitas pembuluh darah Asupan protein berlebih

Page 16: Refrat+nefropati

Gangguan ,metabolic ( gangguan metabolism polyol,pembentukan advance glycation end products , peningkatan produksi sitokin)

Pelepasan growth factor Kelainan metabolism karbohidrat / lemak / protein Kelainan struktural (hipertropi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan

membrana basalis glomerulus) Gangguan ion pumps ( peningkatan na+ -H+ pump dan penurunan Ca²+ - ATPase

pump) Hiperlipidemia ( hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia) Aktivasi protein kinase C

Urinalisis rutin untuk deteksi protein

Gambar 1. Penapisan untuk mikroalbuminuria. ( disadur dari DenFronzo Diabetic Nephropaty, ADA, 2004 )

Negatif Positif

Tes untuk mikroalbumin

(30-300mg/hari)

Nefropati yang jelas

Tentukan jumlah eskskresi protein

Memulai terapi

Jika tes mikroalbumin

Positif, ulang dua kali

Dalam 3 bulan

Jika 2 dari 3 tes positif, diagnosis mikroalbuminuria ditegakan

Memulai Terapi

Page 17: Refrat+nefropati

Gambar 2. Pemeriksaan lanjutan mikroalbuminuria. (Disadur dari Vora JP & Ibrahim AA : Clinical Manifestations and Natural History of Diabetic Nephropathy, 2003)

Pantau kreatinin serum

mikroalbuminuria

Periksa adanya penyakit pembuluh darah perifer

Periksa dab obati hipertensi secara agresif Periksa profil lemak

Perketat kendali gula darah

Periksa adanya kelainan penyakit jantung skemik

Stop merokok

Periksa adanya retinopati

Cari penyebab lain kelainan ginjal

Metabolik

Glukosa

Advenced

glycation

Extracellular Matrik

(ECM) cross- linking ↑

Genetik

Protein

Kinase Cb

Hormon-hormon vasoaktif

(mls. Angiotensin II, endotelin

Aliran /tekanan

Sitokin

Tranforming Vascular

Growth Endhothelial

ECM ↑ Permeablitas

Pembuluh darah ↑Penimbunan ECM

Hemodinamik

Proteinuria

Page 18: Refrat+nefropati

Gambar 3. Patogenesis nefropati diabetik. (Disadur dari Cooper ME, Gilbert RE: Pathogenesis, Prevention, and Treatment of Diabetic Nephropathy, 2003)

5. PATOLOGI

Secara histologist gambaran utama yang tampak adalah penebalan membran basalis, ekspansi

mesangium ( berupa akumulasi matriks ekstra selular; penimbunan kolagen tipe IV, laminin dan

fibronektin) yang kemudian akan menimbulkan glomerulosklerosis noduler dan / atau difus

( Kimmelstiel – Wilson), hyalinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulo – interstisial ( Tabel

3).

Tabel 3. Karakteristik Nefropati Diabetik

Peningkatan material matriks mesangium Penebalan membran basalis glomerulus Hialinosis arteriol aferen dan eferen Atrofi tubulus Fibrosis interstisial

6. TATA LAKSANA

Evaluasi. Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakan, kemungkinan adanya

penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani

pengobatan rutin. Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Assaciation

(ADA) adalah pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kretinin

serum dan klirens kretinin (Table 4).

Untuk mempermudah evaluasi, NKF menganjurkan perhitungan laju filtrasi

glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault yaitu :

Page 19: Refrat+nefropati

( 140 – umur ) x Berat badan

Klirens Kreatinin * = ------------------------------------------- x ( 0,85 untuk wanita )

72 Kreatinin Serum

* Glumerular Filtration Rate / laju filtrasi glomerulus (GFR) dalam ml/menit/1,73m².

Sebagian besar kasus proteinuria yang timbul pada pasien diabetes adalahg

diabelik nefropati. Tetapi harus tetap disadari bahwa ada kasus-kasus tertentu yang

memerlukan evaluasi lebih lanjut, terutama bila ada gambaran klinis dab hasil

pemeriksaan laboratorium yang mengarah kepada penyakit-penyakit glomerulus non-

diabetik ( hematuria makroskopik, cast sel darah merah dll), atau kalau timbul azotemia

bermakna dengan proteinuria derajat sangat rendah, tidak ditemukannya retinopati

( terutama pada diabetes mellitus tipe 1), atau pada kasus proteinuria yang timbul sangat

mendadak serta tidak melalui tahapan perkembangan nefropati. Pada kasus-kasus seperti

ini, dianjurkan pemeriksaan melalui biopsy ginjal ( Gambar 4).

Tabel 4. Pemantauan Fungsi Ginjal pada Pasien Diabetes

Enrollment in local colleges, 2005

Tes Evaluasi awal Follow-up*

Undergraduate

Penentuan Mikroalbuminuria

Sesudah pengendalian gula darah awal (dalam 3 bulan diagnosis ditegakkan)

Diabetes tipe 1 : Tiap tahun setelah 5 tahun

Diabetes tipe 2 : Tiap tahun setelah diagnosis ditegakkan.

Page 20: Refrat+nefropati

Klirens Kreatinin Saat awal diagnosis ditegakkan

Tiap 1-2 tahun sampai LFG <100 ml/men/1,73m2, kemudian tiap tahun atau lebih sering

Klirens serum Saat awal diagnosis ditegakkan

Tiap tahun atau lebih sering tergantung dari laju penurunan fungsi ginjal

Singkirkan infeksi saluran kemih

Sedimen urin : cast eritrosit, leukosit

Hitung proteinuria kualitatif

Nefropati Diabetik yang “khas”

DM tipe 1 > 10 tahun

Retinopati

Mikroalbumminuria sebelumnya (+)

Proteinuria yang tidak “khas”

DM tipe 1 < 10 tahun

Tidak ada retinopati

Prokteinuria (nefrotik) tanpa

Melalui Mikroalbumminuria

Tidak “khas”

Azotemia dengan proteinuria <

1 g / hari Nekrosis papiler

(piuria, hematuria) penyakit

Renovaskular ( penyakit

Tak perlu biopsi ginjal ginjal

Biopsy ginjal ginjal Tak perlu biopsi ginjal ginjal

Proteinuria pada Diabetik

Page 21: Refrat+nefropati

Gambar 4. Evaluasi klinis nefropati diabelik. (disadur dari Vora JP & Ibrahim AA : Clinical manifestation

and natural history of diabetic nephropathy, 2003)

Terapi. Tatalaksana nefropati diabetic tergantung pada tahapan-tahapan apakah masih

normoalbuminuria, sudah terjadi mikroalnuminuria atau makroalbuminurial, tetapi pada

prinsipnya, pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetic adalah melalui :1).

Pengendalian gula darah (olahraga, diet,obat anti diabetes); 2). Pengendalian tekanan

darah (diet rendah garam, obat antihipertensi); 3). Perbaikan fungsi ginjal ( diet rendah

protein, pemberian Angiotensin Receptor Blocker [ARB]; 4). Pengendalian faktor-faktor

ko-morbiditas lain (pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas dll).

Terapi non farmakologis nefropati diabetic berupa gaya hidup yang sehat meliputi

olahraga rutin, diet, menghentikan rokok serta membatasi kosumsi alcohol. Olahraga

rutin yang dianjurkan ADA adalah berjalan 3-5 km/ hari dengan kecepatan sekitar 10-12

menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu. Pembatasan asupan garam adalah 4-5g/hari ( atau

68-85 meq/hari) serta asupan protein hingga 0,8g/kg/berat badan ideal/hari.

Target tekanan darah pada nefropati diabetic adalah < 130/80 mmHg (Tablee 5 ).

Obat antihipertensi yang dianjurkan adalah ACE-I atau ARB, sedangkan pilihan lain

adalah diuretika, kemudian beta-blocker atau calcium-channel blocker.

Page 22: Refrat+nefropati

Table 5. Pengobatan pasien Diabetes dengan atau tanpa Mikroalbuminuria atau dengan Nefropati

Diabetik yang jelas.

Tanpa Mikroalbuminuria

Mikroalbuminuria Albuminuria Klinis/

Insufisiensi Ginjal

A1C

TD sistolik/diastolik (mmHg)

Mean Arterial Preassure (mmHg)

Asupan Protein (g/kg/hari)

<6-7% <6-7% <7-6%

120-130/80 120-130/80 120-130/80

90-95 90-95 90-95

>1,0-1,2 0,8-1,0 0,6-0,8↑

Jika tekanan darah pasien diabetes diketahui sebelumnya dan <120-130/80-85 mmHg, nilai ini

dipakai sebagai end-point terapi.↑ Jika pasien mendapat ACE-I, asupan diet bisa lebih tinggi (0,8-1,0g/kg/hari) [ADA]

Walaupun pasien nefropati diabetik memiliki tekanan darah normal, penelitian

muktahir menunjukan bahwa pemberian ACE-I dan ARB dapat mencegah laju penurunan

fungsi ginjal. Diperkirakan bahwa efek ini dicapai akibat penurunan tekanan darah,

penurunan tekanan intraglomerulus, peningkatan aliran darah ginjal, penurunan

proteinuria, efek natriuretik serta pengurangan proliferasi sel, hipertrofi, ekspansi

matriks, sitokin dan sintesa growth factor, disamping hambatan altivasi, proliferasi dan

migrasi makrofag, serta perbaikan sensitivitas tergadap insulin.

Pada pasien-pasien yang penurunan fungsi ginjalnya berjalan terus, maka saat laju

filtrasi glomerulus mencapai 10-12 ml/menit (setara dengan klirens kreatinin < 15

ml/menit atau serum kreatinin > 6 mg/dl) dianjurkan untuk memulai dialysis

( hemodialisis atau peritoneal dialisis), walaupun masih ada perbedaan pendapat

mengenai kapan sebaiknya terapi pengganti ginjal ini dimulai . Pilihan pengobatan gagal

Page 23: Refrat+nefropati

ginjal terminal yang lain adalah cangkok ginjal, dan pada kasus nefropati diabetik di

negara maju sudah sering dilakukan cangkok ginjal dan pankreas sekaligus.

Rujukan : Baik ADA maupun ISN dan NKF menganjurkan rujukan kepada seorang

dokter yang ahli dalam perawatan nefropati diabetik jika laju filtrasi glomerulus

mencapai < 60ml/men/1,73m², atau jika kesulitan dalam mengatasi hipertensi atau

hiperkalemi, serta rujukan kepada konsultan nefrologi jika LFG mencapai <30

ml/men/1,73 m2, atau lebih awal jika pasien berisiko mengalami penurunan fungsi ginjal

yang cepat atau diagnosis dan prognosis pasien diragukan.

Page 24: Refrat+nefropati

BAB IV

KESIMPULAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein yang kronik. Kerusakan atau kekurangan respon sekresi insulin menyebabkan

gangguan penggunaan karbohidrat sehingga mengakibatkan hiperglikemi yang

merupakan gejala khas dari diabetes melitus.

Jika dibiarkan tidak dikelola dekelola dengan baik, DM akan menyebabkan

terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati.

Adanya pertumbuhan dan kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya

komplikasi kronik pada DM. Penyakit ginjal (nefropati) merupakan merupakan penyebab

utama kematian dan kecacatan pada DM. Di Amerika nefropati diabetik merupakan

penyebab kematian kedua tertinggi kedua diantara semua komplikasi DM. Penyebab

kematian nomor satu adalah komplikasi kardiovaskular.

Usaha pencegahan terjadinya komplikasi kronik DM seyogyanya dilakukan secara

cermat dan sedini mungkin, yaitu dengan melakukan pengelolaan DM sedemikian rupa

sehingga tercapai sasaran pengendalian metabolik DM secara komprehensif dan holistik.

Kemungkinan terjadinya komplikasi kronik DM harus diantisipasi sedini mungkin

dengan usaha deteksi dini, dan kemudian komplikasi yang sudah timbul segera dikelola

sebaik-baiknya dengan memanfaatkan berbagai sarana dan cara yang mungkin dilakukan

baik cara yang non-invasif atau invasif.

Page 25: Refrat+nefropati

DAFTAR PUSTAKA

1. Coolins, Kumar, Cotran. Robbins Pathologic Basis of Disease. 6th edition. United States

of America. 1999 : 913 – 926

2. Prince, Sylvia A. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6, buku 2.

Jakarta :EGC 2002. :1259-1267

3. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI :

1868-1869

4. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s Principles of Internal

Medicine. Vol 11.16th edition . United States of America : mc graw hill. 2125-2180

5. Koch, K. M.; Stein, Gunther. Pathogenetic and Therapeutic Aspects of Chronic Renal

Failure. CRC Press 1997. 45-51.

6. Mogensen CE : Nephropathy and hypertension in diabetic patient, 2000.

7. DeFronzo. Diabetic Nephropathy, ADA, 2004

8. Vora JP &Ibrahim AA: Clinical Manifestation and Natural History of Diabetic

Nephropathy,2003

9. Cooper ME, Gilbert RE: Pathogenesis, Prevention, and Treatment of Diabetic

Nephropathy, 2003

Page 26: Refrat+nefropati