Refrat Prediabetes
description
Transcript of Refrat Prediabetes
BAB I
PENDAHULUAN
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel
beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan
regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersamaan
dengan hormon glukagon yang juga disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.1,2
Pradiabetes adalah suatu kondisi di mana kadar glukosa darah atau tingkat HbA1C
mencerminkan dan menggambarkan nilai yang lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi
untuk diagnosis sebagai penderita diabetes. Kondisi prediabetes ini dapat didiagnosis secara pasti
dengan menggunakan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Setelah melakukan puasa 8 hingga 12
jam, glukosa darah seseorang diukur sebelum dan 2 jam setelah minum larutan yang
mengandung glukosa. Dengan gangguan toleransi glukosa Seseorang akan menghadapi risiko
yang lebih besar terkena diabetes dan penyakit kardiovaskular. Mengobati gangguan toleransi
glukosa dapat membantu mencegah perkembangan diabetes dan menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular. 1,2
Pradiabetes menjadi kondisi yang lebih umum di Indonesia. Laporan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa
prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia diatas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi
terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan
Kalimanatan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu
(TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat. Pada
negara Amerika Serikat, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan memperkirakan
bahwa setidaknya 86 juta orang dewasa AS usia 20 atau lebih tua memiliki pradiabetes di tahun
2012. 1,2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyebab Gangguan Toleransi Glukosa
Penyebab pasti dari pradiabetes tidak diketahui, meskipun terdapat adanya sejarah
genetika dalam keluarga memegang peranan yang penting. Para peneliti telah menemukan
beberapa gen yang terkait dengan resistensi insulin. Kelebihan dan kekurangan lemak – lemak
dalam tubuh terutama lemak dalam perut serta aktivitas seseorang yang tidak aktif dan jarang
juga tampaknya menjadi faktor penting dalam perkembangan pradiabetes. 1,2
Hal yang jelas adalah orang yang memiliki pradiabetes tidak dapat mengelola gula darah
(glukosa) dengan tepat dan dengan baik seperti seseorang yang normal. Hal ini menyebabkan
gula darah menumpuk dalam aliran darah, dimana seharusnya gula darah ini bekerja secara
normal dengan memberikan kontribusi sebagai sumber energi terhadap sel-sel yang terdapat di
dalam otot dan jaringan lain. 1,2
Sebagian besar glukosa dalam tubuh seseorang berasal dari makanan yang dimakan,
khususnya makanan yang mengandung karbohidrat. Setiap makanan yang mengandung
karbohidrat dapat meningkatkan kadar gula darah seseorang, tidak hanya berasal dari makanan
yang manis. Selama proses pencernaan makanan, gula memasuki aliran darah seseorang, dan
dengan bantuan insulin, memasuki sel-sel tubuh di mana ia digunakan sebagai sumber energi.1-3
Insulin adalah hormon yang berasal dari kelenjar pankreas. Ketika seseorang makan
maka pancreas akan mengeluarkan insulin ke dalam aliran darah. Insulin yang beredar dalam
aliran darah tersebut bertindak seperti sebuah kunci yang membuka pintu mikroskopis yang
memungkinkan gula darah untuk memasuki sel-sel tubuh. Sehingga insulin dapat menurunkan
jumlah gula atau glukosa dalam aliran darah seseorang. 1-3
Apabila tingkat gula darah seseorang menurun, maka sekresi insulin dari pankreas juga
akan menurun. Bila Anda memiliki pradiabetes, maka proses ini mulai bekerja tidak benar. Gula
atau glukosa dapat menumpuk dalam aliran darah seseorang. Hal ini terjadi ketika pankreas tidak
membuat cukup insulin atau sel-sel dalam tubuh telah menjadi resisten terhadap aksi insulin atau
bahkan keduanya dapat terjadi. 1-3
2
Prediabetes Mengarah pada Diabetes Mellitus Tipe 1
Pada penderita prediabetes yang mengarah pada diabetes mellitus tipe 1 (Insulin
Dependent Diabetes Mellitus), lebih dari 90% sel pankreas yang memproduksi insulin
mengalami kerusakan secara permanen. Oleh karena itu, insulin yang diproduksi hanya sedikit
atau tidak dapat diproduksikan. Namun, hanya sekitar 10% dari semua penderita Diabetes
Mellitus menderita Diabetes Tipe 1. Kebanyakan Diabetes Tipe 1 memunculkan tanda dan gejala
sebelum usia 30. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan seperti infeksi virus atau faktor
gizi pada masa kanak-kanak atau pada awal dewasa dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh
menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Faktor genetik dapat membuat sebagian orang
lebih rentan terhadap ancaman faktor lingkungan.
Defisiensi insulin pada prediabetes yang mengarah pada daiabetes tipe-1 akan
mengurangi ambilan glukosa oleh otot, jaringan lunak, jaringan splanikus dan akan terjadi
peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Kadar gula darah akan meningkat dan
mengakibatkan peningkatan osmolalitas cairan ekstra selular. Peningkatan osmolalitas yang
melebihi ambang batas ginjal akan menyebabkan glukosa dikeluarkan melalui urin. Glukosa
yang ada akan menarik air dan elektrolit lain sehingga pasien mengeluh sering kencing atau
poliuria. Dengan demikian tubuh akan selalu dalam keadaan haus dan mengakibatkan banyak
minum (polidipsia). Polifagia disebabkan glukosa di dalam darah tidak dapat dipakai pada
jaringan-jaringan perifer sehingga tubuh akan kekurangan glukosa (proses kelaparan starvation)
yang menyebabkan pasien banyak makan. Selain itu defisiensi insulin pada pasien DM tipe-1
juga mengakibatkan berkurangnya ambilan asam amino dan sintesis protein, sehingga
pemenuhan nitrogen otot kurang. Katabolisme protein juga meningkat, sehingga secara klinis
massa otot dijaringan perifer berkurang mengakibatkan penurunan berat badan.
Pada penderita prediabetes diperlukan perhatian pada tanda dan gejala yang mungkin
muncul dan dapat mengarah pada diabetes mellitus tipe 1 yakni:
Rasa haus yang berlebihan
Frekuensi BAK yang meningkat
Rasa lapar yang berlebihan
Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya
3
Penderita prediabetes yang mengarah pada diabetes mellitus tipe 1 mengalami kerusakan
sel beta pankreas yang tidak dapat dicegah dalam memproduksi insulin, sehingga yang dapat
dilakukan adalah dengan mengontrol pola makan dan melakukan latihan jasmani secara teratur
agar gula darah ditubuh dapat terkontrol dengan baik serta melakukan control yang rutin.
Prediabetes Mengarah pada Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada penderita prediabetes yang mengarah pada diabetes tipe 2 (Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus), fungsi pankreas berjalan secara normal dan dapat terus menghasilkan insulin,
bahkan kadang-kadang lebih tinggi dari kadar yang normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten
terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Terjadi resistensi sel
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada penderita toleransi glukosa terganggu.
Diabetes tipe 2 jarang sekali terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi menjadi lebih umum pada
jaman ini karena gaya hidup dan kurangnya aktivitas. Namun, diabetes tipe 2 biasanya bermula
pada pasien yang umurnya lebih dari 30 dan menjadi semakin lebih sering seiring dengan
peningkatan usia. Sekitar 15% dari orang yang berusia lebih dari 70 tahun menderita diabetes
tipe 2. 2-5
Prediabetes Mengarah pada Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional disebabkan karena resistensi insulin selama kehamilan. Pada
kehamilan, terjadi resistensi insulin secara fisiologis akibat peningkatan hormon-hormon
kehamilan seperti progesterone, kortisol, prolaktin, dan sebagainya yang mencapai puncaknya
pada trimester ketiga kehamilan. Hal tersebut merupakan mekanisme tubuh dalam menjaga
asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik dapat terjadi sebelum kehamilan dengan ibu-ibu
yang mengalami obesitas, akan tetapi kebanyakan wanita dengan diabetes gestasional memiliki
4
resistensi insulin secara fisiologis. Kondisi ini akan membaik segera setelah partus dan akan
kembali ke kondisi awal setelah selesai masa nifas. 2-5
Diabetes gestasional jarang terdapat adanya gejala dan dapat hanya terdeteksi oleh
pemeriksaan penunjang. Beberapa metode skrining untuk diabetes gestasional telah diusulkan
tapi sejauh ini tidak ada metode yang optimal yang telah berlaku secara umum dan rekomendasi
bervariasi dalam kriteria tertentu. Secara tradisional, dokter kandungan telah mengandalkan
faktor risiko dan resiko klinis untuk mengidentifikasi pasien yang paling mungkin untuk
mengalami diabetes gestasional. Potensi dan faktor resiko diabetes gestasional meliputi: 2-5
Seseorang yang relatif dengan keturunan diabetes
Obesitas (di atas 120% berat badan ideal)
Berat bayi sebelum yang berlebih (lebih besar dari persentil ke-90)
Kematian neonatus atau bayi yang lahir mati tetapi tidak dapat dijelaskan
Sejarah adanya diabetes pada periode sebelumnya (misalnya selama kehamilan
sebelumnya menderita diabetes gestasional).
Metode skrining selektif dapat dilakukan berdasarkan faktor risiko potensial yang ada
dalam hubungannya dengan diabetes gestasional dengan melakukan pengukuran kadar glukosa
darah sewaktu maupun glukosa darah puasa. Diagnosis diabetes gestasional dapat ditegakkan
berdasarkan pada hasil TTGO yang telah diukur. Metode skrining tersebut masih disukai di
sebagian rumah sakit. Skrining selektif juga sebagai metode yang digunakan di sebagian besar
pusat rumah sakit di Hongkong. Pada beberapa populasi, hampir setengah dari semua pasien
dengan diabetes gestasional kekurangan atau memiliki faktor risiko potensial tertentu yang
minimal sehingga skrining secara umum menjadi jarang untuk dilakukan. American Diabetes
Association telah merekomendasikan bahwa semua wanita yang hamil dan belum teridentifikasi
adanya gangguan toleransi glukosa harus di lakukan skrining pada awal kehamilan dengan 1 jam
50 g TTGO dengan tes yang dilakukan antara 24 dan 28 minggu kehamilan. Nilai glukosa
plasma ≥ 7,8 mmol / L harus digunakan sebagai ambang batas dan indikasi untuk kebutuhan
untuk 3 jam 100 g TTGO. Hal ini direkomendasi dan juga didukung oleh Workshop Konferensi
Ketiga Diabetes Gestasional Internasional. The American Congress of Obstetricians &
5
Gynecologist merekomendasikan skrining dilakukan pada semua wanita yang hamil dan berusia
lebih dari 30 tahun, atau pada wanita muda jika adanya faktor risiko yang timbul. 2-5
Prediabetes Mengarah pada Diabetes Terkait Malnutrisi
Pada penderita pradiabetes yang cenderung mengarah pada diabetes mellitus terkait
kekurangan gizi (MRDM) merupakan jenis langka diabetes yang dikaitkan dengan kekurangan
gizi jangka panjang. Jenis diabetes ini ditandai dengan adanya insulinopenia, resistensi insulin,
hiperglikemia dan kegagalan pada sel beta pankreas. Pasien-pasien dengan keluhan ini memiliki
gejala khas berupa kurus, berusia muda, dengan kondisi hiperglikemia, tetapi berbeda dengan
IDDM. Pada diabetes jenis ini membutuhkan dosis tinggi insulin untuk melakukan control
ditambah dengan terapi gizi medis dan terapi jasmani. 2-5
Toleransi glukosa terganggu diamati dalam kasus kwashiorkor dan dapat dijelaskan oleh
respon fungsional sel beta pankreas yang buruk karena tingkat sintesis protein yang berkurang
oleh karena defisiensi asam amino. Selain respon awal yang buruk dari sel beta pankreas, kasus
kwashiorkor menunjukkan sekresi C peptide rendah yang berkelanjutan setelah dilakukannya
pemeriksaan dan uji laboratorium. Hal tersebut menunjukkan adanya antagonisme insulin di atas
respon fungsional yang tidak memadai lamban dari sel beta pankreas. Bahkan, temuan ini juga
diperparah dengan kehadiran antagonis insulin seperti hormon pertumbuhan dan kortisol, yang
umumnya meningkat antara kasus PEM. Disfungsi pankreas diamati dalam kasus kekurangan
gizi, selain sekresi C peptide yang miskin, juga diwujudkan dengan rasio rendah C peptide
berbanding kadar glukosa darah setelah pemeriksaan tes laboratorium. Hal tersebut merupakan
perjanjian dengan sesame klinisi yang melaporkan rasio insulin berbanding glukosa yang rendah
dalam kasus-kasus kwashiorkor di situasi yang berbeda. 2-5
Langkah Diagnosis Gangguan Toleransi Glukosa
Pemeriksaan gula darah mandiri dapat memberikan informasi kepada para pradiabetesi
sejauh mana keberhasilan program pencegahan diabetes saat itu. Informasi ini sangat berguna
untuk membantu anda melakukan evaluasi terhadap asupan makanan, aktifitas dan kegiatan
jasmani yang digunakan, sehingga kadar gula darah dapat dijaga sebaik mungkin. Sangat penting
6
anda mengetahui gejala-gejala seperti keluar keringat dingin, rasa lemas, berdebar-debar, sangat
lapar sebagai reaksi akibat kadar gula darah yang terlalu rendah (hypoglycemia), sehingga
dengan pemeriksaan gula darah sesegera mungkin hasilnya dapat segera diketahui dan
pertolongan yang tepat dapat segera dilakukan.3-7
Pemeriksaan gula darah mandiri juga sangat penting dilakukan ketika seseorang dengan
prediabetes sedang sakit atau dalam keadaan stress, sehingga kadar gula darah yang tinggi dapat
segera diketahui dan penanganan dapat segera dioptimalkan dengan terapi gizi medis dan latihan
jasmani. Keakuratan hasil sangat tergantung kepada teknik pengambilan dan pemeriksaan serta
sistem dari glukometer yang bekerja dengan baik. 3-7
Glukosa Darah Sewaktu
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler
dengan glukometer. Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dapat dilihat pada table berikut ini. 3-7
Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Prediabetes3
Glukosa Darah Puasa
Seorang dokter dapat melakukan dua tes gula darah yang berbeda yakni glukosa plasma
puasa (GDP) tes dan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Kedua tes ini digunakan untuk
menentukan apakah seseorang memiliki pra-diabetes. Selama menguji GDP, kadar glukosa darah
diukur setelah 8-10 jam melakukan puasa terlebih dahulu, Tes ini dapat menentukan apakah
7
tubuh sedang memetabolisme glukosa dengan benar atau tidak. Jika kadar glukosa darah
seseorang normal setelah melakukan tes glukosa darah puasa (GDP), Seseorang tersebut bisa
dinyatakan apa yang disebut dengan "gangguan glukosa puasa," yang menunjukkan pra-diabetes.
Memahami Hasil Tes GDP dapat dilihat pada tabel berikut ini. 3-7
Tabel 2. Kadar Glukosa Darah Puasa pada Prediabetes3
Kadar HbA1C
Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1C), disebut juga glycohemoglobin atau
disingkat sebagai A1C, merupakan salah satu pemeriksaan darah yang penting untuk
mengevaluasi pengendalian gula darah. Hasil pemeriksaan A1C memberikan gambaran rata-rata
gula darah selama periode waktu enam sampai dua belas minggu dan hasil ini dipergunakan
bersama dengan hasil pemeriksaan gula darah mandiri sebagai dasar untuk melakukan
penyesuaian terhadap pengobatan prediabetes atau diabetes yang dijalani. 3-7
Hemoglobin adalah salah satu substansi sel darah merah yang berfungsi untuk
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ketika gula darah tidak terkontrol (yang berarti kadar
gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena
itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. Bila kadar
gula darah tinggi dalam beberapa minggu, maka kadar HbA1C akan tinggi pula. Ikatan HbA1C
yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan usia sel darah
merah). Kadar HbA1C akan mencerminkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3
bulan sebelum pemeriksaan. 3-7
Kadar HbA1C normal pada seseorang yang tidak menderita diabetes berkisar antara 4%
sampai dengan 6%. Beberapa studi menunjukkan bahwa diabetes yang tidak terkontrol akan
mengakibatkan timbulnya komplikasi, untuk itu pada penderita diabetes, kadar HbA1C
ditargetkan kurang dari 7%. Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko
8
timbulnya komplikasi, demikian pula sebaliknya. Diabetes Control and Complications Trial
(DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) mengungkapkan bahwa
penurunan HbA1C akan banyak sekali memberikan manfaat. Setiap penurunan HbA1C sebesar
1% akan mengurangi risiko kematian akibat diabetes sebesar 21%, serangan jantung 14%,
komplikasi mikrovaskular 37% dan penyakit vaskuler perifer 43%.3-7
Penyandang prediabetes dan diabetes direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan
HbA1C setiap tiga bulan untuk menentukan apakah kadar gula darah telah mencapai target yang
diinginkan. Pada penyandang diabetes dengan gula darah terkontrol baik maka frekuensi
pemeriksaan dapat dilakukan sedikitnya dua kali setahun. 3-7
Untuk seseorang yang tidak memiliki diabetes, tingkat A1C yang normal dapat berkisar
4-6 %. Seseorang yang memiliki diabetes yang tidak terkontrol untuk waktu yang lama mungkin
memiliki tingkat A1C di atas 8 %. Ketika tes A1C digunakan untuk mendiagnosa diabetes,
tingkat A1C sebesar 6,5 % atau lebih tinggi pada dua tes terpisah menunjukkan bahwa Anda
memiliki diabetes. Hasil antara 5,7 dan 6,4 % dianggap pradiabetes yang menunjukkan risiko
tinggi terjadinya diabetes. Bagi kebanyakan orang yang sebelumnya telah didiagnosis diabetes,
tingkat A1C dari 7 % atau kurang adalah target pengobatan umum. Target yang lebih tinggi
dapat dipilih pada beberapa individu. Jika tingkat A1C Anda di atas target, seorang dokter dapat
merekomendasikan perubahan dalam rencana pengobatan prediabetes dan diabetes yang telah
dijalani. Ingat, semakin tinggi tingkat A1C Anda, semakin tinggi risiko komplikasi diabetes. 3-7
Kadar Tes Toleransi Glukosa Oral
Tes lainnya yang dapat dilakukan adalah seorang dokter melakukan tes toleransi glukosa
oral. Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT) dilakukan pada kasus
hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110-
126 mg/dl, atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat diindikasikan pada
penderita yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes mellitus. Selama tes ini, gula darah
Anda diukur setelah melakukan puasa dan kemudian lagi 2 jam setelah minum minuman yang
mengandung sejumlah besar gula. 3-7
TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional).
Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita
9
gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil. Penting untuk menyelidiki dengan teliti
metabolisme glukosa pada waktu hamil yang menunjukkan glukosuria berulangkali, dan juga
pada wanita hamil dengan riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya janin pada
kehamilan, atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes hamil
sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 24 dan 28 minggu. Pada mereka dengan risiko
tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal. 3-7
Dua jam setelah minum, jika glukosa seseorang lebih tinggi dari normal, maka seseorang
tersebut dinyatakan apa yang disebut dengan "gangguan toleransi glukosa," yang menunjukkan
pra-diabetes. Memahami hasil tes TTGO dapat dilihat sebagai berikut, hasil tes toleransi glukosa
oral diberikan dalam miligram per desiliter (mg / dL) atau milimol per liter (mmol / L).
Jika seseorang sedang diuji untuk prediabetes dan diabetes tipe 2, dua jam setelah minum
larutan glukosa: 3-7
Tingkat glukosa darah normal lebih rendah dari 140 mg / dL (7,8 mmol / L).
Tingkat glukosa darah antara 140 mg / dL dan 199 mg / dL (7,8 dan 11 mmol / L)
dianggap gangguan toleransi glukosa, atau pradiabetes. Jika Anda memiliki pradiabetes,
seseorang berisiko untuk menjadi diabetes tipe 2. Orang tersebut juga berisiko
mengembangkan penyakit jantung, bahkan jika seseorang tidak menderita diabetes.
Tingkat glukosa darah dari 200 mg / dL (11,1 mmol / L) atau lebih tinggi mungkin
menunjukkan diabetes.
Jika hasil tes toleransi glukosa menunjukkan diabetes tipe 2, dokter mungkin mengulang
ujian pada hari lain atau menggunakan tes darah lain untuk mengkonfirmasikan diagnosis.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi keakuratan tes toleransi glukosa, termasuk penyakit,
tingkat aktivitas dan obat-obatan tertentu. 3-7
Jika seseorang sedang diuji untuk diabetes gestational, dokter akan mempertimbangkan
hasil setiap tes glukosa darah. 3-7
Jika kadar glukosa darah Anda lebih tinggi dari 140 mg / dL (7,8 mmol / L) setelah uji
satu jam, dokter akan merekomendasikan tes tiga jam.
10
Jika kadar glukosa darah Anda lebih tinggi dari 190 mg / dL (10,6 mmol / L) setelah uji
satu jam, Anda akan didiagnosis dengan diabetes gestasional.
Untuk tes tiga jam: 3-7
Tingkat glukosa darah puasa normal adalah lebih rendah dari 95 mg / dL (5,3 mmol /
L).
Satu jam setelah minum larutan glukosa, kadar glukosa darah normal lebih rendah dari
180 mg / dL (10 mmol / L).
Dua jam setelah minum larutan glukosa, kadar glukosa darah normal lebih rendah dari
155 mg / dL (8,6 mmol / L).
Tiga jam setelah minum larutan glukosa, kadar glukosa darah normal lebih rendah dari
140 mg / dL (7,8 mmol / L).
Jika salah satu tes lebih tinggi dari normal, Anda mungkin akan perlu menguji lagi dalam
empat minggu. Jika dua atau lebih dari tes yang lebih tinggi dari biasanya, Anda akan
didiagnosis dengan diabetes gestasional. Jika seorang wanita didiagnosis dengan diabetes
gestasional, Seseorang dapat mencegah komplikasi dengan hati-hati mengelola kadar gula darah
Anda sepanjang sisa kehamilan Anda. 3-7
Cara pelaksanaan TTGO menurut Perkeni: 3-7
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
11
Insulin C-Peptide Test
Sebuah tes C-peptide dilakukan untuk mengukur kadar peptide dalam darah. C-Peptide
umumnya ditemukan dalam jumlah yang sama dengan insulin. Hal ini dikarenakan insulin dan
C-peptide terkait ketika pertama kali dibuat oleh pankreas. Insulin membantu tubuh
menggunakan dan mengendalikan jumlah gula (glukosa) dalam darah. Insulin memungkinkan
glukosa untuk memasuki sel-sel tubuh yang digunakan dan yang memerlukan energi. Tingkat C-
peptide dalam darah dapat menunjukkan berapa banyak insulin sedang dibuat oleh pankreas. C-
peptide tidak mempengaruhi tingkat gula darah dalam tubuh.3-7
Sebuah tes C-peptide dapat dilakukan bila seorang pasien dengan prediabetes yang baru
saja terdiagnosa dan tidak jelas apakah prediabetes ini mengarah pada diabetes tipe 1 atau tipe 2.
Seseorang dengan kondisi dimana pankreas tidak dapat memproduksi insulin (diabetes tipe 1)
memiliki kadar insulin dan C-peptide yang rendah. Seseorang dengan diabetes tipe 2 dapat
memiliki kadar insulin dan C-peptide yang normal atau tinggi.3-7
Sebuah tes C-peptide juga dapat membantu menemukan penyebab gula darah rendah
(hipoglikemia), seperti penggunaan obat diabetes yang berlebihan untuk mengobati diabetes atau
pertumbuhan tumor di pankreas (insulinoma). Karena insulin buatan manusia atau insulin sintetis
tidak memiliki C-peptide, orang dengan kadar gula darah yang rendah yang mengambil terlalu
banyak insulin akan memiliki kadar C-peptide yang rendah tetapi memiliki kadar insulin yang
tinggi. Sebuah insulinoma menyebabkan pankreas untuk melepaskan insulin terlalu banyak, yang
menyebabkan kadar gula darah turun (hipoglikemia). Seseorang dengan insulinoma akan
memiliki kadar C-peptide yang tinggi dalam darah ketika mereka memiliki kadar insulin yang
tinggi.3-7
Referensi nilai normal tercantum hanya sebagai panduan. Rentang ini bervariasi dari
laboratorium A dan laboratorium B, dan masing-masing laboratorium mungkin memiliki kadar
normal yang berbeda-beda. Tingkat C-peptide dalam darah harus dibaca dengan hasil tes glukosa
darah. Kedua tes ini akan dilakukan pada waktu yang sama. Sebuah tes untuk mengukur tingkat
insulin juga dapat dilakukan. Kadar normal C-Peptide adalah 0.51 - 2.72 nanograms per milliliter
(ng/mL) or 0.17–0.90 nanomoles per liter (nmol/L).3-7
Kadar Tinggi3-7
12
Kadar tinggi dari kedua C-peptide dan glukosa darah ditemukan pada orang dengan
diabetes tipe 2 atau resistensi insulin.
Kadar tinggi C-peptide dengan kadar glukosa darah yang rendah mungkin berarti bahwa
tumor penghasil insulin dari pankreas (insulinoma) hadir atau penggunaan obat-obatan
diabetes oral tertentu seperti sulfonilurea (misalnya, glyburide) yang menyebabkan kadar
C-Peptide tinggi . Jika kadar C-peptide yang tinggi setelah insulinoma diambil, mungkin
berarti bahwa tumor telah kembali atau tumor telah menyebar ke bagian lain dari tubuh
(metastasis).
Kadar Rendah3-7
Rendahnya kadar kedua C-peptide dan glukosa darah ditemukan pada penyakit hati,
infeksi berat, penyakit Addison, atau terapi insulin.
Kadar rendah dari C-peptide dengan kadar glukosa darah yang tinggi ditemukan pada
orang dengan diabetes tipe 1.
Pembedahan lengkap dari pankreas (pancreatectomy) menyebabkan tingkat C-peptide
begitu rendah sehingga tidak bisa diukur. Tingkat glukosa darah akan tinggi, dan
insulin akan dibutuhkan agar orang tersebut untuk bertahan hidup.
13
14
Penatalaksanaan
Kita semua sepakat bahwa manajemen penatalaksanaan prediabetes harus dilakukan
secara intensif. Berbagai studi mengatakan bahwa prediabetes sampai saat ini dapat dikurangi
resikonya untuk menjadi diabetes dengan melakukan perubahan pola hidup yang berkaitan
dengan peningkatan resistensi insulin seperti menurunkan obesitas, mengatasi dislipidemia,
meningkatkan aktivitas fisik yang berkaitan dengan pembakaran kalori. Kesulitannya adalah
bahwa penyandang GDPT dan TGT yang mampu mempertahankan pola hidup yang diajarkan
secara baik dalam jangka waktu lama berlangsung dengan tidak baik. Terapi medika mentosa
saat ini hanya direkomendasikan apabila terdapat adanya kondisi disfungsi metabolik yang
menyertainya, misalnya :3,5-11
Mengatasi hipertensi
Mengatasi profil lipid
Mengatasi proteinuria
Mengatasi hiperurisemia
Beberapa studi mulai dilakukan untuk melakukan pendekatan pelaksanaan secara adekuat
dan berpegang pada prinsip gizi medis dan latihan jasmani pada kelompok prediabetes.
Pendekatan terapi tersebut saat ini berpegangan pada bagaimana mengatasi risiko yang mungkin
timbul pada pasien prediabetes apabila kelainannya menjadi progresif. Pendekatan terapi di masa
mendatang adalah : 3,5-11
Menurunkan resistensi insulin
Meningkatkan sekresi insulin di pankreas
Melakukan preservasi fungsi sel beta pankreas
Mengurangi berat badan dan obesitas sentral secara efektif
Modalitas yang ada pada penatalaksanaan prediabetes adalah dengan terapi non
farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan
yang dikenal sebagai terapi gizi medis dan meningkatkan aktivitas jasmani. 3,5-11
15
Terapi Gizi Medis
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi orang yang menyandang status prediabetes. Terapi gizi medis ini pada
prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi seseorang
dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Beberapa manfaat yang telah
terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain : 3,5-11
1. Menurunkan berat badan
2. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic
3. Menurunkan kadar glukosa darah
4. Memperbaiki profil lipid
5. Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin
Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan
kadar glukosa darah yang mendekati nilai normal dimana kadar glukosa darah puasa berkisar 90-
130 mg/dl, kadar glukosa darah 2 jam setelah makan kurang dari 180 mg/dl, dan kadar HbA1C
kurang dari 7 %.. Pada tekanan darah dijaga kurang dari 130/80 mmHg, kemudian pada profil
lipid dipertahankan kadar kolesterol LDL kurang dari 100 mg/dl, kolesterol HDL lebih dari 40
mg/dl, kadar trigliserida kurang dari 150 mg/dl. Berat badan penderita pradiabetes juga harus
dipertahankan senormal mungkin. 3,5-11
Pada tingkat individu, target pencapaian terapi gizi medis ini lebih difokuskan pada
perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup, pola makan, status nutisi dan faktor
lainnya yang perlu diberikan prioritas. Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum
melakukan perubahan pola makan adalah dengan memperhatikan kondisi: 3,5-11
Tinggi badan
Berat badan
Status gizi
Aktivitas fisik
16
Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi karbohidrat, protein,
dan lemak. Komposisi bahan makanan ini harus di perhatikan guna menghitung kebutuhan
kalori. 3,5-11
Karbohidrat
Sebagai sumber energi yang dibutuhkan pada seseorang. Karbohidrat yang diberikan
pada seseorang dengan pradiabetes tidak boleh lebih dari 55 % dari kebutuhan energi sehari.
Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori. Dalam menyajikan
makanan, gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan
karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. 3
Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15 % dari total kalori per
hari. Pada setiap gram protein terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori. Sumber protein
yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk
susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.3
Lemak
Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak
seperti vitamin A, D, E, dan K. Lemak dibagi dua yakni lemak jenuh dan lemak tidak jenuh.
Pembatasan asupan lemak jenuh harus dibatasi. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20 hingga 25%
kebutuhan kalori.Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Bahan makanan yang
perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu penuh (whole milk).3
Perhitungan Jumlah Kalori
Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan
kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat dipakai indeks massa tubuh ( IMT ) atau rumus
17
Brocca. IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan dalam kilogram yang dibagi dengan
tinggi badan dalam meter kuadrat. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT. 3,5-11
Berat badan kurang : <18.5
Berat badan normal : 18.5-22.9
Berat badan lebih : . 23.0
o Dengan resiko : 23-24.9
o Obesitas I : 25-29.9
o Obesitas II : > 29.9
Penentuan status gizi berdasarkan rumus Brocca adalah pertama-tama harus dilakukan
perhitungan berat badan idaman pada berdasarkan rumus berikut ini. 3,5-11
BBI (kg) = (TB (Cm)-100) -10%, menggunakan rumus ini apabila tinggi badan
pada laki-laki > 160 cm dan tinggi badan pada perempuan > 150 cm.
BBI (kg) = (TB (Cm)-100), menggunakan rumus ini apabila tinggi badan pada
laki-laki < 160 cm dan tinggi badan pada perempuan > 150 cm.
Penentuan status gizi dihitung dari berat badan aktual dibandingkan dengan berat badan
ideal yang sudah didapatkan. 3,5-11
Status gizi : ( BB actual : BB ideal ) x 100%
o Berat badan kurang : BB < 90% BBI
o Berat badan normal : BB 90-110 % BBI
o Berat badan lebih : BB 110-120% BBI
o Gemuk : BB > 120 % BBI
Penentuan kebutuhan kalori per hari dapat digunakan rumus Brocca sebagai berikut ini: 3,5-11
Kebutuhan basal laki-laki : BBI (kg) x 30 kalori
Kebutuhan basal perempuan : BBI (kg) x 25 kalori
Koreksi atau penyesuaian :
o Umur diatas 40 tahun : - 5%
18
o Aktivitas ringan : + 10 %
o Aktivitas sedang : + 20 %
o Aktivitas berat : + 30 %
o Berat badan gemuk : - 20 %
o Berat badan lebih : - 10 %
o Berat badan kurus : + 20 %
o Kehamilan trimester I & 2 : + 300 kalori
o Kehamilan trimester III & Menyusui : + 500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar yakni untuk makan pagi 20 %, makan siang
30 %, dan makan malam 25 %, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara makan besar. Pengaturan
makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dalam pengaturan jadwal makan dan
jumlah kalori. 3,5-11
Rekomendasi: 3,5-11
Modifikasi gaya hidup prediabetes termasuk manajemen berat badan, aktivitas fisik dan
makan sehat diet rendah lemak, lemak jenuh dan tinggi serat.
Makan sehat memberikan nutrisi yang memadai, mendorong pertumbuhan dan kesehatan
yang optimal, dan meminimalkanrisiko penyakit kronis yang berhubungan dengan nutrisi
seperti diabetes tipe 2.
Mengikuti International Food Guide akan membantu mengurangi risiko diabetes tipe 2.
Pilih berbagai makanan dari semua empat kelompok makanan.
Makanlah setidaknya satu hijau gelap dan satu jeruk sayur setiap hari.
Membuat setidaknya setengah dari produk biji-bijian Anda gandum setiap hari.
Pilih alternatif susu rendah lemak seperti yoghurt dan keju dengan lemak susu rendah
(MF) persentase.
Makanlah setidaknya dua porsi ikan setiap minggu.
Sertakan jumlah kecil, 2-3 sdm (30-45 ml), lemak tak jenuh setiap hari seperti minyak
zaitun, kacang-kacangan, biji, alpukat dan selai kacang alami.
Batasi mentega, margarin keras, lemak babi, dan produk siap saji.
19
Pilih produk makanan yang disiapkan dengan sedikit atau tanpa menambahkan lemak,
gula, atau garam.
Apabila haus, minum dengan air putih
Rekomendasi tambahan: 3,5-11
Makan makanan biasa sepanjang hari dan menambahkan makanan ringan bila diperlukan
untuk menghindari puasa.
Pilih teknik memasak rendah lemak sehat seperti mengukus, merebus dan memasak
lambat daripada memasak dengan panas yang tinggi dan tinggi lemak seperti
menggoreng.
Pilih karbohidrat yang tinggi serat atau dengan indeks glikemik rendah lebih sering
karena dapat membantu dalam manajemen berat badan dan kontrol glikemik.
Batasi lemak jenuh yang ditemukan dalam daging hewan, mentega, keju, dan minyak
tumbuhan tropis.
Batasi daging dan membuang semua lemak yang terlihat dan kulit dari daging hewan
termasuk unggas, daging merah, dan daging babi.
Latihan Jasmani
Pengelolaan prediabetes dalam melakukan aktivitas jasmani merupakan hal yang penting
untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Anjuran untuk melakukan kegiatan fisik bagi
penderita prediabetes telah dilakukan sejak lama. Kegiatan fisik pada prediabetes dapat
mengurangi resiko penyakit diabetes dan penyakit kardiovaskular. Kegiatan fisik juga dapat
meningkatkan rasa bugar dalam kebutuhan fisik tubuh. Mengingat hal ini, penderita prediabetes
dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik dengan baik dan teratur. 3,5-11
Bila seseorang sehat melakukan kegiatan fisik dinamik secara baik, maka kebutuhan
energi otot yang bekerja akan dipenuhi oleh proses pemecahan glikogen intramuscular dan juga
peningkatan sediaan glukosa hati. Ambilan glukosa oleh jaringan otot pada keadaan istirahat
membutuhkan insulin, sedangkan pada otot yang aktif walaupun terjadi peningkatan kebutuhan
glukosa, kadar insulin tubuh tidak meningkat. Hal ini disebabkan oleh karena peningkatan
kepekaan reseptor insulin otot dan penambahan reseptor insulin otot pada saat melakukan
20
jasmani. Kepekaan ini akan berlangsung lama, bahkan hingga latihan telah berakhir. Pada latihan
jasmani akan terjadi peningkatan aliran darah, menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler
terbuka hingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor insulin akan menjadi lebih
aktif. 3,5-11
Prinsip latihan jasmani bagi penderita prediabetes persis sama dengan latihan jasmani
secara umum, yaitu dengan memenuhi beberapa hal seperti frekuensi, intensitas, durasi dan jenis. 3,5-11
Frekuensi : Jumlah olahraga yang dilakukan perminggu sebaiknya dilakukan dengan
teratur sebanyak 3-5 kali per minggu.
Intensitas : Ringan dan sedang yakni 60-70 % maximum heart rate.
Durasi : 30-60 menit per latihan
Jenis : Latihan jasmani endurans ( aerobic ) untuk meningkatkan kemampuan
Kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda.
Latihan jasmani yang dipilih sebaiknya yang disenangi serta memungkinkan untuk
dilakukan dan hendaknya melibatkan otot-otot besar. Latihan jasmani sebaiknya dilakukan pada
pagi hari dan untuk menentukan intensitas latihan dapat digunakan rumus Maximum Heart Rate
(MHR) dan Target Heart Rate (THR) yaitu : 3,5-11
MHR : 220-umur seseorang
THR : Target biasanya ( 75%) x MHR
Untuk melakukan latihan jasmani, perlu diperhatikan beberapa hal yang harus dilakukan
guna membuat latihan jasmani menjadi aman tanpa cedera. 3,5-11
Pemanasan
Bagian kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki kegiatan yang sebenarnya dengan
tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh seperti menaikan suhu tubuh, meningkatkan
denyut nadi hingga mendekati intensitas latihan. Pemanasan dilakukan 10-15 menit untuk
menghindari cedera akibat latihan. 3,5-11
Latihan inti
21
Pada tahap ini diusahakan denyut nadi mencapai target THR agar mendapatkan manfaat
latihan. Bila THR tak tercapai, maka manfaat latihan tidak akan tercapai. Sedangkan apabila
lebih dari THR, maka bisa mendapatkan resiko yang tidak diinginkan. 3,5-11
Pendinginan
Setelah selesai dalam melakukan latihan jasmani, sebaiknya dilakukan tahap
pendinginan. Tahap ini dilakukan untuk mencegah penimbunan asam laktat yang dapat
menimbulkan rasa nyeri pada otot setelah melakukan aktivitas jasmani. Proses pendinginan dapat
dilakukan selama kurang lebih 5 hingga 10 menit, hingga denyut jantung mendekati denyut nadi
istirahat. 3,5-11
Pereganggan
Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang
masih teregang dan menjadikannya lebih elastis. Tahapan ini lebih bermanfaat terutama bagi
penderita prediabetes usia lanjut. 3,5-11
Edukasi
Penderita prediabetes yang mengarah pada terjadinya diabetes umumnya terjadi pada
saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan
diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan harus mendampingi penderita dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif pengembangan
ketrampilan dan motivasi. Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian
masalah merupakan inti perubahan perilaku yng berhasil. Perubahan perilaku hampir sama
dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi
dan evaluasi. 3,5-11
22
BAB III
PENUTUP
Tubuh manusia menyerap glukosa dan menggunakannya sebagai bahan untuk menjadi
energi. Resistensi insulin adalah suatu kondisi di mana tubuh menghasilkan insulin tetapi tidak
menggunakannya secara efektif. Resistensi insulin meningkatkan risiko diabetes tipe 2 dan
pradiabetes. Kontributor utama terhadap resistensi insulin adalah kelebihan berat badan, terutama
lemak pada daerah sekitar pinggang, dan aktivitas fisik yang tidak aktif. Prediabetes adalah suatu
kondisi di mana tingkat glukosa darah atau HbA1C mencerminkan tingkat-glukosa darah rata-
rata lebih tinggi dari normal tetapi tidak tinggi cukup untuk diagnosis diabetes. Studi dan
penelitian lanjutan yang dikonfirmasi oleh Program Pencegahan Diabetes mengatakan bahwa
orang-orang dengan pradiabetes bisa sering mencegah atau menunda diabetes jika mereka
kehilangan berat badan dengan membakar lemak dan melakukan kontrol asupan kalori dan
meningkatkan aktivitas fisik. Dengan menurunkan berat badan dan menjadi lebih aktif secara
fisik, orang dapat membuat resistensi insulin menjadi tidak resisten dan menurunkan angka
prediabetes sehingga mencegah atau menunda diabetes. Orang dengan resistensi insulin dan
prediabetes dapat menurunkan risiko mereka untuk menjadi diabetes dengan makan makanan
yang sehat dan mencapai serta mempertahankan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik dan
tidak merokok.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison's manual
of medicine. 18th ed. New York : Mc Graw Hill; 2013.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke 5. Jakarta : Interna publishing; 2009.h.1891-99, 2803-8.
3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe2 di Indonesia. Jakarta; 2011.
4. Barratt P, Marangou A, David T, Parsons R, et.al Western Australian Impaired fasting glucose /
impaired glucose tolerance consensus guidelines.Australia; 2005.
5. WHO, International Diabetes Federation. Definition and diagnosis of diabetes mellitus and
intermediate hyperglycemia. Geneva Switzerland : WHO Library Cataloguing-in-
Publication Data; 2006.p17-33.
6. Defronzo RA, Abdul-Ghani M. Assessment and treatment of cardiovascular risk in
prediabetes: impaired glucose tolerance and impaired fasting glucose. American Journal of
Cardiology 2011;108(suppl):3B–24B.
7. Gillies CL, Lambert PC, Abrams KR et al. Different strategies for screening and prevention
of type 2 diabetes in adults: cost effectiveness analysis. British Medical Journal
2008;336:1180–5.
8. Diunduh dari http://www.mayoclinic.org/tests-procedures/a1c-test/basics/definition/prc-
20012585 pada tanggal 5 july 2015.
9. Diunduh dari
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/prediabetes/basics/treatment/con-20024420
pada tanggal 5 july 2015.
24
10. Diunduh dari http://www.albertahealthservices.ca/hp/if-hp-ed-cdm-ns-5-1-1-
prediabetes.pdf pada tanggal 5 july 2015
11. Diunduh dari http://www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/Diabetes/insulin-
resistance-prediabetes/Documents/Insulin_Resistance_Prediabetes-508.pdf pada tanggal 5
july 2015
25