REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

21
PEMERIKSAAN FISIK MORBUS HANSEN Pervinder Singh, S.Ked Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang I. PENDAHULUAN ` Morbus Hansen (MH) atau kusta adalah penyakit infeksi kronik granulomatosa dan sekuele yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae terutama mengenai saraf perifer dan kulit, namun boleh mengenai organ atau jaringan lain seperti mata, mukosa traktus respiratorius atas, otot, tulang, sendi dan testis. 1 Gejala klinis dari penyakit MH meliputi lesi kulit hipopigmentasi atau eritem, mati rasa pada bagian tubuh atau pada lesi tertentu dan rasa nyeri pada persarafan. 5 Gejala tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Tanda cardinal MH merupakan anestesia pada daerah yang terkena, penebalan saraf tepi, lesi kulit hipopigmentasi atau eritematosa), dan terdapat bakteri tahan asam (BTA). 6 1

description

REFRAT

Transcript of REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

Page 1: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

PEMERIKSAAN FISIK MORBUS HANSEN

Pervinder Singh, S.Ked

Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin

Palembang

I. PENDAHULUAN

` Morbus Hansen (MH) atau kusta adalah penyakit infeksi kronik

granulomatosa dan sekuele yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae

terutama mengenai saraf perifer dan kulit, namun boleh mengenai organ atau

jaringan lain seperti mata, mukosa traktus respiratorius atas, otot, tulang, sendi

dan testis.1 Gejala klinis dari penyakit MH meliputi lesi kulit hipopigmentasi

atau eritem, mati rasa pada bagian tubuh atau pada lesi tertentu dan rasa nyeri

pada persarafan.5 Gejala tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang lama.

Tanda cardinal MH merupakan anestesia pada daerah yang terkena, penebalan

saraf tepi, lesi kulit hipopigmentasi atau eritematosa), dan terdapat bakteri tahan

asam (BTA).6

Menurut WHO, jumlah penderita MH baru di dunia pada tahun

2012 adalah sekitar 232.857 orang dan di Indonesia 22.390 orang. Jumlah kasus

penderita MH di Kota Palembang yang terdata oleh Dinas Kesehatan Kota

Palembang tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 sebanyak 170 kasus dengan

penemuan penderita kasus tertinggi tahun 2011 dengan 43 kasus dan terendah

dengan jumlah 7 kasus.4 Penyakit MH merupakan masalah kesehatan masyarakat

di dunia.2 Kurangnya pemahaman dan kepercayaan yang keliru mengenai penyakit

MH dan deformitas yang ditimbulkan menyebabkan ketakutan bagi masyarakat.

1

Page 2: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

Saraf tepi merupakan fokus utama infeksi penyakit MH dimana

pemeriksaan saraf tepi juga termasuk dalam salah satu tanda kardinal MH serta

banyaknya pasien yang terkadang datang setelah mengalami gangguan pada saraf

tepi yang tanpa disadari sebelumnya dan telah mengalami kecacatan. Pemeriksaan

saraf tepi pada pasien MH yang tepat diharapakan akan banyak membantu dengan

cepat menegakan diagnosis pasien MH yang memiliki manifestasi klinis yang

masih meragukan atau belum memenuhi tanda kardinal MH sehingga dapat segera

mendapat penatalaksanaan yang adekuat guna menurunkan angka morbiditas dan

kecacatan yang terjadi.

Oleh itu, pada refrat ini akan dibahas mengenai pemeriksaan fisik pada

MH yang bertujuan agar dapat lebih memahami tentang cara pemeriksaan fisik

pada pasien MH.

II PEMBAHASAN

Definisi

Morbus hansen merupakan penyakit infeksi yang kronik yang

disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Bakteri ini bersifat intraselular obligat.

Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius

bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.

Etiologi

Bakteri penyebab MH adalah Myocobacterium leprae yang ditemukan

oleh G.A Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. Bakteri tersebut sampai sekarang

tidak dapat dibiakkan dalam media artifisial. Myocobacterium Leprae berbentuk

basil dengan ukuran 3-8 Um x 0.5 Um, tahan asam dan alkohol serta Gram-

positif.

2

Page 3: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

Gambar 1 : Mycobacterium Leprae pada pewarnaan Ziehl-Neelsen

Klasifikasi

Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada

penyakit lepra yang terdiri atas berbagai tipe, yaitu:

TT: tuberkuloid polar, bentuk yang stabil

Ti: tuberkuloid indefinite

BT: borderline tuberculoid

BB: mid borderline bentuk yang labil

BL: borderline lepromatous

Li: lepromatosa indefinite

LL: lepromatosa polar, bentuk yang stabil

Tipe 1 (indeterminate) tidak termasuk dalam spektrum. Tuberkuloid

indefinite adalah tipe tuberkuloid polar, yakni tuberkuloid 100%, tipe yang

stabil. Jadi tidak mungkin berubah tipe. Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa

polar, yakni lepromatosa 100%. Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut tipe

borderline atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa.

Borderline lepromatous adalah tipe campuran 50% tuberkuloid dan 50%

lepromatosa. Borderline tuberculoid dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya, sedang

BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe-tipe campuran ini adalah tipe

3

Page 4: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

yang labil, berarti dapat beralih tipe, baik ke arah TT maupun LL. Zona

spektrum MH menurut berbagai klasifikasi dapat dilihat dibawah.

Tabel 1: Zona spektrum kusta menurut macam klasifikasi

Morbus Hansen PB adalah MH dengan Batang Tahan Asam (BTA)

negatif pada pemeriksaan kerokan kulit, yaitu tipe I, BT dan TT menurut

klasifikasi Ridley-Jopling. Sedangkan MH MB adalah semua penderita tipe

BB, BL dan LL atau apapun klasifikasi klinisnya degan BTA positif.

Tabel 2: Bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995)

Pausibasiler Multibasiler

Lesi kulit ( makula datar,

papul yang meninggi,

nodus)

- 1-5 lesi

- Hipopigmentasi/

eritema

- Distribusi yang tidak

simetris

- Hilangnya sensasi

yang jelas

- >5 lesi

- Distribusi yang

simetris

- Hilangnya sensasi

kurang jelas

Kerusakan saraf

(menyebabkan hilangnya

sensasi/kelemahan otot yang

dipersarafi oleh saraf yang

terkena)

- Hanya satu cabang

saraf

- Banyak cabang

saraf

4

Klasifikasi Zona Spektrum Kusta

Ridley & Jopling TT BT BB BL LL

Madrid Tuberkuloid Borderline Lepromatosa

WHO Pausibasilar (PB) Multibasilar (MB)

Puskesmas PB MB

Page 5: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

PEMERIKSAAN FISIK MORBUS HANSEN

Berbagai masalah bisa timbul pada pasien MH, keluarga ataupun masyarakat

sekitar pasien. Bila ada keraguan pada diagnosis, pasien harus berada dibawah

pengamatan hingga timbul gejala-gejala yang jelas mendukung bahwa penyakit ini

benar-benar merupakan suatu penyakit MH. Diagnosis MH dan klasifikasi harus dilihat

secara menyeluruh dari klinis, bakteriologis, immunologis dan histopatologis namun

untuk diagnosis MH di lapangan cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis

(pemeriksaan fisik dan saraf tepi).3

Anamnesis

Setiap pemeriksaan yang dilakukan dimulai dengan anamnesis. Pada pasien MH

ditanya tentang keluhan pasien berobat, kelainan kulit, adanya rasa mati rasa atau

gangguan pada fungsi saraf. Selain itu, riwayat kontak lama dengan pasien MH yang

lain, latar belakang keluarga dan keadaan social ekonomi juga ditanyain pada pasien.

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi : Inspeksi dimulai pada saat berinteraksi dengan penderita dan

dilanjutkan dengan pemeriksaan lebih lanjut. Ruangan

membutuhkan cahaya yang adekuat (terang) diperlukan agar

petugas dapat membedakan warna dan bentuk tubuh. Dengan

penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan juga

kerusakan kulit.

: Kelainan kulit, nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus khususnya

pada tangan dan kaki.

: Kelainan saraf

5

Page 6: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

PEMERIKSAAN SARAF TEPI

Pemeriksaan saraf tepi, yang diperlukan ialah untuk memerhatikan apakah

terjadi pembesaran, konsistensi dan nyeri atau tidak. Beberapa saraf yang diperiksa

yaitu Nervus(n)ulnaris, Nervus (n)medianus, Nervus(n).peroneus, Nervus(n).aurikularis

magnus, Nervus(n).fasialis, Nervus(n).poplitea lateralis dan Nervus(n).tibialis posterior.

Pada pemeriksaan saraf tepi juga dibandingkan saraf bagian kiri dan kanan

Nervus Ulnaris

Lokasi saraf di belakang siku. Pemeriksa berhadapan dengan pasien, untuk

memeriksa saraf ulnaris kiri, tangan kiri pemeriksa bersalaman dengan tangan kiri

pasien, siku kiri pasien sedikit dibengkokan; raba dibawah siku penderita dengan tangan

kanan pemeriksa, jari tangan kanan memeriksa saraf di sekitar belakang siku dari arah

luar lengan kedalam. Pemeriksa akan menemukan saraf ulnaris di cekungan pada sisi

median (dalam) pada sulkus ulnaris. Raba pembesaran saraf dengan ujung jari, tidak

terlalu kuat karena pasien akan merasa kesakitan, lakukan sebaliknya untuk memeriksa

saraf ulnaris lengan kanan

Nervus Medianus

Untuk memeriksa saraf medianus, pegang pergelangan tangan penderita dengan

telapak tangannya menghadap ke atas; raba hati-hati di tengah-tengah pergelangan.

Saraf medianus mungkin tidak teraba, tapi ada tidaknya nyeri tekan tetap dapat

terditeksi.8

Nervus Peroneus

Untuk meraba saraf peroneus kanan, minta penderita duduk di kursi dan

kemudian pemeriksa duduk atau berlutut di depannya. Gunakan tangan kiri pemeriksa

untuk meraba saraf di sisi luar betis sedikit di bawah lutut dan lekukan sekitar tulang di

bawah lutut. Gunakan tangan kanan pemeriksa untuk memeriksa saraf peroneus kiri.

Letak saraf ini tepat dibawah lutut.8,11

6

Page 7: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

Nervus Aurikularis Magnus

Putar kepala pasien ke satu sisi, maka saraf akan teregang melewati

sternomastoid.10 Pasien disuruh menoleh kesamping semaksimal mungkin, maka saraf

yang terlihat akan terdorong oleh otot di bawahnya sehingga sudah bisa terlihat bila

saraf membesar. Dua jari pemeriksa diletakkan di atas persilangan jalannya saraf

tersebut dengan arah otot. Bila ada penebalan, maka pada perabaan secara seksama akan

menemukan jaringan seperti kabel atau kawat, jangan lupa membandingkan antara yang

kiri dan yang kanan.

Fungsi Saraf Sensorik

Dilakukan pemeriksaan fungsi saraf sensorik pada telapak tangan, daerah yang

disarafi oleh n. ulnaris dan n. medianus pada daerah telapak kaki untuk daerah yang

disarafi oleh n. tibialis posterior.8,9,10

1.) Tes raba

Alat : Kapas yang dilancipkan

Cara : Dengan kapas dilancipkan menyinggung kulit. Bercak-bercak dikulit

harus diperiksa ditengahnya dan jangan dipinggirnya. Perlihatkan

kepada pasien apa yang akan dilakukan. Sentuh dengan lembut kulit

pasien. Minta pada pasien untuk menunjuk kulit yang disentuh.

Kemudian minta pasien untuk menutup mata sehingga tidak melihat

yang dilakukan pemeriksa. Sentuh dengan lembut bagian tengah lesi,

minta pasien menunjuk tempat yang disentuh. Ulangi lagi pada kulit

normal dan pada bercak yang sama. Jika bercak tidak terasa tanda ada

gangguan sensorik (sensibilitas).

2.) Tes nyeri

Alat : Jarum atau pena

7

Page 8: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

Cara : Diperiksa dengan memakai jarum atau pena. Pemeriksa menusuk kulit

pasien dengan ujung jarum/pena yang tajam dan dengan pangkal

tungkainya yang tumpul. Pasien dalam keadaan sambil menutup mata

harus mengatakan tusukan mana yang tajam dan yang mana yang

tumpul.

Fungsi Saraf Motorik

Gangguan fungsi motorik diperiksa dengan menggunakan Voluntary Muscle Test

(VMT)11

1. Nervus Fasialis dengan memeriksa kekuatan penutupan bola mata

Kerusakan mata pada pasien MH dapat primer dan sekunder. Primer

mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata (madarosis), juga

dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan oleh

rusaknya n. fasialis yang dapat membuat paralisis n. orbikularis

palpebrum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang

selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian-bagian mata lainnya. Secara

sendiri-sendiri atau bergabung akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.

Pasien diminta untuk menutup mata, adanya gangguan pada n.

orbikularis palpebrum mengakibatkan mata pasien tetap terbuka

(lagoftalmus).

2. Nervus Ulnaris dengan memeriksa kekuatan Musculus abductor pollicis minimi

Periksa fungsi saraf ulnaris dengan merapatkan jari kelingking pasien.

Peganglah jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis pasien, lalu mintalah

pasien untuk merapatkan jari kelingkingnya, tarulah kertas diantara jari

kelingking dan jari manis, mintalah pasien untuk menahan kertas

tersebut. Bila pasien mampu menahan coba tarik kertas tersebut perlahan

untuk mengetahui kekuatan ototnya.

3. Nervus medianus dengan memeriksa kekuatan Musculus abductor pollicis brevis

8

Page 9: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

Periksa fungsi saraf medianus dengan meluruskan ibu jari ke atas. Minta

pasien mengangkat ibu jarinya keatas. Perhatikan ibu jari pasien apakah

benar-benar bergerak ke atas dan jempolnya lurus. Jika pasien dapat

melakukannya, kemudian tekan atau dorong ibu jari pada bagian

telapaknya.

4. Nervus radialis dengan memeriksa kekuatan fleksi dorsal pergelangan tangan

Periksa fungsi saraf radialis dengan meminta pasien untuk menggerakan

pergelangan tangan ke belakang. Uji kekuatan otot dengan mencoba

menahan gerakan tersebut.

5. Nervus peroneus dengan memeriksa kekuatan fleksi dorsal pergelangan kaki

baik pada daerah eversi maupun inverse

Periksa fungsi saraf peroneus communis dengan meminta pasien

melakukan gerakan fleksi pada pergelangan kaki dan minta juga pasien

untuk melakukan gerakan ke lateral, lalu nilai kekuatan ototnya dengan

mencoba untuk menahan gerakan tersebut.

6. Nervus tibialis posterior dengan memeriksa kekuatan otot truceps surae, tibialis

posterior, flexor hallucis longus dan flexor digitorum longus. 8,9,10

Fungsi Saraf Otonom

Fungsi otonom diperiksa dengan memegang tangan atau kaki penderita untuk

menilai kebasahan telapak tangan maupun kaki (fungsi kelenjar keringat). Pemeriksaan

bersama dengan gerak olahraga. 8,9,10

Merupakan tes anhidrosis (gangguan berkeringat pada lesi MH):

1. Tes pensil tinta (tes Gunawan)

Cara menggoresnya mulai dari tengah lesi kearah kulit normal. Bila ada

gangguan, goresan pada tengah lesi akan lebih tebal bila dibandingkan dengan

9

Page 10: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

kulit normal, atau pada kulit normal tidak ada bekas tinta (bekas tinta

menyebar), sedang pada lesi akan nampak jelas.

2. Tes histamin (histamin subkutan)

Teteskan 0.001 % histamine acid phosphate pada daerah lesi dan teteskan juga

pada daerah kulit normal. Kulit ditusuk menggunakan jarum pada tiap tetesan

dalam waktu yang bersamaan, intensitas dan luas flare akan tampak setelah 10

menit kemudian. Pada kulit gelap tes ini mungkin sulit untuk dilakukan.10

3. Tes Pilokarpin

Daerah kulit pada lesi dan perbatasannya disuntik 0.1ml pilokarpin 0.06 % dan

juga pada daerah kulit normal. Setelah beberapa menit tampak daerah kulit

normal berkeringat sedangkan daerah anhidrosis tetap kering (tampak kulit

normal berkeringat, sebaliknya pada lesi MH tidak berkeringat).10

GAMBARAN LESI MORBUS HANSEN

Tabel 3: Gambaran klinis, Bakteriologik, Imunologik Kusta Multibasile (MB)

SIFAT LL BL BB

Lesi

Bentuk

Jumlah

Makula, Infiltrat

Difus, Papul, Nodul

Tidak terhitung,

praktis tidak ada

kulit sehat

Makula, Plakat,

Papul

Sukar dihitung,

masih ada kulit

sehat

Plakat, Dome

Shaped (Kubah),

Punched Out

Dapat dihitung,

kulit sehat jelas ada

Asimetris

10

Page 11: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

Distribusi

Permukaan

Batas

Anestesia

Simetris

Halus Berkilat

Tidak Jelas

Biasanya Tak Jelas

Hampir simetris

Halus Berkilat

Agak Jelas

Tak Jelas

Agak Kasar/berkilat

Agak Jelas

Lebih Jelas

BTA

Lesi kulit

Sekret hidung

Banyak (ada globus)

Banyak (ada globus)

Banyak

Biasanya Negatif

Agak Banyak

Negatif

Tes

Lepromin

Negatif Negatif Biasanya negatif

Tabel 4: Gambaran klinis, Baakteriologik, Imunologik Kusta Pausibasiler (PB)

SIFAT TT BT I

Lesi

Bentuk

Jumlah

Distribusi

Makula saja, makula

dibatasi infiltrat

Satu, dapat beberapa

asimetris

Makula dibatasi

infiltrat

Beberapa, atau

satu dengan satelit

Masih asimetris

Hanya makula

Satu atau beberapa

variasi

11

Page 12: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

Permukaan

Batas

Anestesia

kering bersisik

Jelas

Biasanya Tak Jelas

Kering bersisik

Jelas

Tak Jelas

halus agak berkilat

jelas/tidak

tidak ada sampai

tidak jelas

BTA

Lesi kulit

Sekret hidung

Negatif

Banyak (ada globus)

Negatif/positif 1

Biasanya Negatif

Biasanya negatif

Negatif

Tes

Lepromin

Positif kuat (3+) Positif lemah Positi lemah sampai

negatif

KESIMPULAN

Morbus Hansen (MH) atau kusta adalah penyakit infeksi kronik granulomatosa

dan sekuele yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae terutama mengenai saraf

perifer dan kulit, namun dapat juga mengenai organ atau jaringan lain seperti mata,

mukosa traktus respiratorius atas, otot, tulang, sendi dan testis. Diagnosis penyakit MH

dibangun dengan ditemukannya tiga tanda kardinal, yaitu : lesi kulit yang mati rasa,

penebalan saraf tepi, dan terdapat bakteri tahan asam (BTA).

Pemeriksaan pada pasien MH dimulai dengan anamnesis dan dilanjutkan

dengan pemeriksaan fisik yang mencakup pemeriksaan saraf tepi termasuk fungsi saraf

sensorik, fungsi saraf motorik, dan fungsi saraf otonom.

Pemeriksaan saraf tepi yang termasuk dalam salah satu tanda cardinal MH

sangat membantu penegakan diagnosis yang cepat dan tepat sehingga pasien yang

terdiagnosis MH dapat segera mendapat penatalaksanaan yang dapat menurunkan angka

morbiditas dan kecacatan yang terjadi.

12

Page 13: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

REFERENSI

1.) Fitzpatrick TB, dkk. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 8th

edition. New York: McForaw-Hill Companies.

2.) Prasad PVS. All About Leprosy. New Delhi: Jaypee Brother Medical Publisher,

2005.

3.) Kosasih A, Wisni IM, Sjamsoe-Daili E, Mendali SL. Kusta. Dalam: Djuanda A,

Hamza M, Aisah S, editor, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ketiga.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. Hal.73-88.

4.) Dinas Kesehatan Kota Palembang: Profil Kesehatan Kota Palembang Tahun

2012, (Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan, 2013).

13

Page 14: REFRAT LITMIN HOPEFULLY FIX.docx

5.) Lockwood DNJ. Leprosy. In: Burns Tony, Breathnach Stephen, Cox Nail and

Griffiths Christopher (editor). Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Vol. 2.

Wiley Blackwell, 2010: 29.1-32.19.

6.) Rook’s textbook of Dermatology, seventh edition, Chapter 29 Leprosy

7.) Daili, dkk. 2003. Kusta. UI PRES. Jakarta.

8.) Djuanda A., Menaldi SL., Wisesa TW., dan Ashadi LN. (1997). Kusta :

9.) Prof Soenarto. 2012. Sepuluh Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri

10.) Sjamsoe-Daili, Emmy, dkk. 2003. Kusta Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Hal 22-23

11.) Putz R, Pabts R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobota: Tabel Otot, Sendi, dan

Saraf. Edisi 22. Jilid 1 dan 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

14