Refleksi Kasus Acne Vulgaris

39
REFLEKSI KASUS AKNE VULGARIS Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSD dr. Soebandi Jember Oleh: Anre Hernadia Inas, S.Ked 092011101049 Pembimbing: dr. Gunawan Hostiadi, Sp.KK SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSD dr. SOEBANDI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

Transcript of Refleksi Kasus Acne Vulgaris

REFLEKSI KASUS

AKNE VULGARIS

Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik

SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:Anre Hernadia Inas, S.Ked

092011101049

Pembimbing:

dr. Gunawan Hostiadi, Sp.KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSD dr. SOEBANDI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2013

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

1.1 PENDAHULUAN

Akne vulgaris merupakan kelainan dari struktur

pilosebasea yang biasanya dapat sembuh sendiri dan sering

dialami pada masa remaja. Kebanyakan akne vulgaris muncul

dalam bentuk lesi yang bervariasi meliputi komedo, papula,

pustula, dan nodul. Sering kali meskipun akne vulgaris dapat

sembuh sendiri, namun perjalanan penyakitnya akan

menimbulkan jaringan parut pada wajah. Hampir 30% pasien

akne vulgaris harus berobat ke dokter untuk mendapatkan

pengobatan sehubungan dengan keparahan akne vulgaris yang

dialaminya dan 2-7% diantaranya akne vulgaris yang mengalami

jaringan parut menetap.

1.2 DEFINISI

Akne vulgaris merupakan suatu keradangan kronis dari folikel pilosebasea

yang sitandai dengan komedo, papula, kista dan pustula pada daerah-daerah

predileksi (muka, bahu, lengan atas, dada, dan punggung). Akne vulgaris adalah

penyakit kulit yang sering menyerang manusia (85-100%).

1.3 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi akne vulgaris lebih sering didapati pada usia

pubertas. Akne vulgaris sendiri merupakan salah satu

manifestasi/tanda-tanda memulai masa pubertas. Pada wanita

remaja, munculnya akne vulgaris biasanya terjadi 1 tahun

mendahului menarche dan prevalensinya akan cenderung

meningkat seiring pertambahan usia menjadi remaja akhir.

Selanjutnya saat memasuki dewasa, prevalensi akne vulgaris

akan semakin menurun. Namun demikian pada wanita kejadian

akne vulgaris dapat terus berlanjut hingga usia dekade ketiga

atau lebih lama lagi. Pada usia 45 tahun ditemukan prevalensi

akne vulgaris sekitar 5%. Akne vulgaris nodulokistik dilaporkan

lebih sering terjadi pada pria kulit putih dibandingkan kulit hitam

dan cenderung lebih berat pada pasien dengan genotipe XYY.

Akne vulgaris merupakan penyakit yang mempunyai

prevalensi tinggi. Pada wanita Kaukasia berumur 12-25 tahun,

prevalensi akne vulgaris berkisar 75-85%. Suatu penelitian di

Singapura pada populasi penduduk Asia dilaporkan bahwa pada

remaja usia 13-19 tahun bahwa hampir 88% diantaranya

mengalami akne vulgaris. Dari jumlah tersebut, 51,4%

diklasifikasikan sebagai akne vulgaris ringan, 40% akne vulgaris

derajat sedang dan 8,6% akne vulgaris derajat berat.

Akne vulgaris merupakan penyakit dermatologi dengan

angka diagnosis tertinggi di Amerika Serikat (AS), dengan 10,2

juta kasus baru didiagnosis setiap tahunnya dan angka tersebut

merupakan 25,4% dari keseluruhan diagnosis penyakit kulit di

AS. Pada tahun 1996-1998, survei di AS menunjukkan bahwa

didapati 6,5 juta penulisan resep baru untuk kasus akne vulgaris

dengan nilai totalnya mencapai 1 miliar dolar US. Secara global,

biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan akne vulgaris, baik

sistemik atau topikal mencapai 12,6% dari keseluruhan biaya

yang dikeluarkan untuk kasus dermatologi.

1.4 FISIOLOGI KELENJAR SEBASEA

Kelenjar sebasea merupakan kelenjar holokrin dan

sekresinya terjadi akibat desintegrasi komplit dari kelenjar

glandular. Fungsi utama dari kelenjar sebasea adalah

memproduksi sebum dan peningkatan ekskresi sebum

merupakan salah satu keadaan yang terjadi pada akne vulgaris.

Gambar 1. Kelenjar sebasea

Telah diketahui luas bahwa kelenjar sebasea manusia

mengekspresikan beberapa macam reseptor neuropeptida

biologis. Neuropeptida merupakan suatu kelompok peptida aktif

biologis yang muncul secara alami di sistem saraf baik sistem

saraf pusat atau sistem saraf perifer. Reseptor neuropeptida

yang diekspresikan sebasea antara lain adalah Corticotropin

Releasing Hormone (CRH), melanocortin, β endorphine, vasoaktif

intestinal polipeptida, Neuropeptide Y (NPY) dan calcitonin gene-

related peptide. Reseptor-reseptor ini memodulasi produksi

berbagai sitokin inflamasi, proliferasi, diferensiasi, lipogenesis,

dan metabolisme androgen pada sebosit.

Kelenjar sebasea terdiri dari dua sel penting yaitu

keratinosit dan sebosit. Kedua jenis sel ini mempunyai peranan

dalam sistem imun. Propionibacterium acnes dapat merubah

ekspresi keratinosit dan sebosit melalui Toll Like Receptor-3

(TLR3), Cluster of Differentiation-14 (CD14) dan molekul CD1,

serta dapat mengenali produksi sebum/lipid yang berlebih oleh

kelenjar sebasea dan diikuti dengan produksi sitokin-sitokin

inflamasi ke daerah tersebut.

1.5 PATOGENESIS AKNE VULGARIS

Terdapat beberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis

akne vulgaris, namun secara umum ada 4 mekanisme utama

yang mempunyai peran terbesar yaitu (1) hiperproliferasi

folikuler epidermal, (2) produksi sebum yang berlebihan, (3)

proses inflamasi dan (4) aktivitas dari P. acnes.

Hiperproliferasi folikuler epidermal mengakibatkan

terbentuknya lesi primer akne vulgaris yaitu mikrokomedo. Epitel

folikel rambut bagian atas akan menjadi hiperkeratotik dan

mengalami peningkatan kemampuan kohesi antar keratinosit.

Jumlah sel yang berlebihan disertai dengan pembentukan sekret-

sekret akan mengakibatkan penyumbatan di ostium folikuler.

Sumbatan ini akan mengakibatkan penumpukan keratin, sebum,

dan bakteri di dalam folikel. Stimulus terhadap hiperproliferasi

keratinosit mencakup pengaruh hormon androgen, penurunan

kadar asam linoleat, dan peningkatan aktivitas IL-1.

Dihidrotestosterone (DHT) adalah androgen yang paling

poten dalam merangsang hiperproliferasi keratinosit.

Dihidrotestosterone merupakan hasil konversi dari

dehydroepiandrosterone sulfate (DHEA-S) yang diperantarai oleh

kerja enzim 17β-hydroxysteroid dehydrogenase dan 5α-

reductase. Peranan regulator lain dalam proses proliferasi

keratinosit adalah asam linoleat. Asam linoleat adalah suatu

asam lemak esensial yang jumlahnya diketahui lebih sedikit di

kulit pasien akne vulgaris. Jumlah dari asam linoleat akan dapat

dinormalkan melalui terapi isotretinoin. Kadar asam linoleat yang

rendah dapat merangsang hiperproliferasi keratinosit folikuler

dan menghasilkan sitokin proinflamasi. Kadar asam linoleat di

kulit dilaporkan akan semakin berkurang bila didapati

peningkatan produksi sebum. Peran mediator lain yang telah

cukup banyak diteliti adalah peranan mediator inflamasi IL-1

yang dapat merangsang hiperproliferasi keratinosit folikuler dan

pembentukan mikrokomedo.

Proses kedua yang memegang peranan kunci dalam

patogenesis akne vulgaris adalah produksi sebum oleh kelenjar

sebasea yang berlebihan. Pasien akne vulgaris terbukti

mempunyai laju eksresi sebum yang lebih besar dibandingkan

orang normal, walaupun kualitas dari sebumnya sendiri adalah

sama. Salah satu materi penyusun sebum yaitu trigliserida yang

akan mengalami konversi menjadi asam lemak bebas oleh

P.acnes di dalam unit kelenjar sebasea. Asam lemak bebas ini

akan mengakibatkan peningkatan kolonisasi P.acnes,

memperberat inflamasi dan bersifat komedogenik.

Hormon androgen selain berperan besar dalam memicu

hiperproliferasi keratinosit folikuler, juga mempunyai pengaruh

penting terhadap aktivitas sel sebosit dalam memproduksi

sebum. Sedangkan peranan estrogen sendiri sampai saat ini

masih belum begitu jelas. Setidaknya ada 3 peranan estrogen

dalam proses pembentukan sebum yaitu (1) secara langsung

bersifat inhibisi terhadap kerja androgen di kelenjar sebasea, (2)

inhibisi produksi androgen oleh jaringan gonad melalui efek

’negative feed back mechanism’ terhadap produksi Gonadotropin

Releasing oleh hipofisis dan (3) mengatur kerja gen-gen yang

menekan produksi dan pertumbuhan kelenjar sebasea.

Androgen yang terpenting dalam stimulasi produksi sebum

adalah testosteron dan akan dirubah menjadi bentuk aktif yaitu

5α-DHT oleh enzim type I-5α reductase. Adanya korelasi antara

peningkatan produksi sebum dengan munculnya akne vulgaris

sudah umum diketahui dan hal ini menjelaskan mengapa akne

vulgaris biasanya muncul bersamaan dengan saat memasuki

usia pubertas. Peningkatan produksi sebum dapat terjadi secara

primer akibat peningkatan kadar androgen, atau akibat

peningkatan respon sebosit terhadap rangsangan androgen atau

akibat peningkatan aktivitas enzim type I-5α reductase.

Akne vulgaris terjadi akibat hiperproliferasi dan diferensiasi

sebosit, yang muncul di bawah pengaruh androgen. Hal ini

terjadi dengan perantaraan reseptor Peroxisome Proliferator

Activated Receptor (PPAR), suatu molekul yang berperan dalam

hal lipogenesis. Reseptor PPAR akan memicu lipogenesis pada

sel sebosit yang matur dalam rangka memproduksi sebum.

Growth Hormone diketahui juga mempunyai peranan besar

dalam produksi sebum oleh kelenjar sebasea. Growth Hormone

diproduksi di kelenjar hipofisis dan bekerja sama memproduksi

IGF atau somatomedin. Insulin-like Growth Factor sendiri

mempunyai dua bentuk yaitu IGF-1 (lebih besar jumlah dan

fungsinya) dan IGF-2. Diduga kuat, ada peranan IGF-1 dalam

serum dengan patogenesis akne vulgaris.

Apabila hiperproliferasi keratinosit dan produksi sebum

yang berlebihan berlanjut, maka akan terjadi penumpukan

mikrokomedo, yang berujung pada terjadinya ruptur dari dinding

folikuler. Ruptur ini dalam waktu singkat akan memicu reaksi

inflamasi yang diperantarai oleh limfosit CD4+ dan CD8+.

Selanjutnya akibat pelepasan dari mediator-mediator inflamasi

oleh limfosit CD4+ dan CD8+, akan terjadi penumpukan neutrofil

di sekitar komedo yang mengalami sumbatan.

Satu sampai dua hari setelah ruptur, maka akan terjadi

pergerakan neutrofil menuju ke tempat inflamasi dan pada

akhirnya semakin memperberat inflamasi yang telah terjadi.

Dahulu diduga bahwa inflamasi terjadi sebagai akibat terjadinya

pembentukan dan ruptur komedo. Tetapi fakta terbaru

menunjukkan bahwa inflamasi pada unit pilosebasea telah ada

sebelum terjadinya ruptur komedo. Hal ini dibuktikan dengan

telah ditentukannya tanda-tanda inflamasi pada biopsi kulit

normal pada wajah dan akan semakin menunjukkan pemberatan

inflamasi pada saat biopsi dilakukan dengan kondisi komedo

sudah terbentuk.1,21

Proses tersebut akan semakin diperberat dengan munculnya

faktor keempat dalam patogenesis akne vulgaris, yaitu P.acnes.

Propionibacterium acnes akan mengakibatkan semakin hebatnya

reaksi inflamasi dalam kelenjar pilosebasea sehingga akne

vulgaris akan dipenuhi oleh sel-sel lekosit polimorfonuklear

(PMN) dan pelepasan sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-

8, IL-12 dan Tumor Necrotizing Factor-α (TNF-α).

Propionibacterium acnes merupakan jenis bakteri gram

positif, anaerob, dan mikroaerobik yang dijumpai pada folikel

kelenjar sebasea. Populasi pasien akne vulgaris dewasa

mempunyai pertumbuhan P.acnes lebih besar pada kelenjar

pilosebasea dibandingkan dengan populasi normal. Namun

belum dijumpai adanya hubungan antara derajat keparahan akne

vulgaris dengan progresifitas kolonisasi P.acnes pada kelenjar

pilosebasea.

Dinding sel P.acnes mengandung antigen karbohidrat yang

menstimulasi pembentukan antibodi. Pasien-pasien akne vulgaris

berat mempunyai kadar antibodi terhadap P. acnes yang lebih

tinggi dibandingkan dengan derajat keparahan ringan ataupun

sedang. Antibodi terhadap P.acnes akan memicu respon

inflamasi dengan mengaktivasi sistem komplemen dan proses

kaskade reaksi inflamasi. Propionibacterium acnes juga

mengakibatkan terjadinya inflamasi melalui reaksi

hipersensitivitas tipe lambat dan memproduksi lipase, protease,

hialuronidase dan faktor-faktor kemotaktik lainnya.

Propionibacterium acnes mempunyai kemampuan

tambahan untuk meningkatkan produksi sitokin proinflamasi

dengan berikatan dengan TLR2 pada monosit dan pada PMN di

sekitar folikel sebasea. Setelah berikatan dengan TLR2, maka

akan dilepaskan sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-

12 dan TNF-α.

Keempat faktor yang menjadi mekanisme terjadi akne

vulgaris tersebut berlangsung melalui tahapan-tahapan yang

bisa terjadi secara simultan ataupun bertahap. Semua jenis

pengobatan pada penyakit akne vulgaris mempunyai target pada

keempat mekanisme tersebut di atas. Dengan mengetahui

keempat dan elemen patogenesis pada akne vulgaris, maka

upaya-upaya pengobatan terhadap akne vulgaris akan semakin

terarah dan menyeluruh.

1.6 KLASIFIKASI

Klasifikasi akne diperlukan untuk mengetahui berat ringannya penyakit

serta pengobatan yang dilakukan. Banyak sekali penggolongan akne, salah

satunya adalah klasifikasi akne menurut Plewig dan Kligman :

1. Akne Komedonal

- Tingkat I : kurang dari 10 komedo tiap sisi muka

- Tingkat II : 10 – 25 komedo tiap sisi muka.

- Tingkat III : 25 – 50 komedo tiap sisi muka.

- Tingkat IV : lebih dari 50 komedo tiap sisi muka.

2. Akne papulopustuler

- Tingkat I : kurang dari 10 lesi beradang tiap sisi muka.

- Tingkat II : 10 – 20 lesi beradang tiap sisi muka.

- Tingkat III : 20 – 30 lesi beradangtiap sisi muka.

- Tingkat IV : lebih dari 30 lesi beradang tiap sisi muka.

3. Akne konglobata

Akne konglobata adalah bentuk kronis dan parah akne vulgaris, yang dicirikan

oleh abses yang dalam, peradangan, kerusakan yang paarah pada kulit, dan

peradangan.

Pada Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo

membuat gradasi akne vulgaris sebagai berikut :

1. Ringan

- Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi.

- Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi.

- Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi.

2. Sedang

- Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi.

- Beberapa lesi tak beradang lebih dari 1 predileksi.

- Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi,sedikit lesi beradang pada lebih

dari 1 predileksi.

3. Berat

- Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi.

- Banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi.

Catatan:

Sedikit : beberapa 5 – 10 lesi.

Banyak : lebih dari 10 lesi.

Tak beradang : komedo putih,komedo hitam,papul.

Beradang : pustul,nodul,kista.

1.7 GAMBARAN KLINIS

Lokasi primer akne vulgaris adalah daerah wajah, dan juga dapat dijumpai

pada leher, punggung dan bahu dengan frekuensi yang lebih sedikit. Jenis lesi

akne vulgaris dapat beraneka macam meskipun pasti didapati adanya predominan

dari satu macam lesi. Lesi dapat mengalami keadaan inflamasi atau non inflamasi.

Gambar 2. Lesi akne; A. Folikel normal; B. Komedo terbuka (blackhead); C.

Komedo tertutup (whitehead); D. Papul; E. Pustul

Lesi yang bersifat non inflamasi adalah komedo yang dapat berbentuk

terbuka (blackhead) ataupun tertutup (whitehead). Cara tambahan untuk

membedakannya adalah dengan menggores permukaan kulit untuk membedakan

warnanya.

Komedo merupakan gambaran lesi kulit akibat perubahan patologis dalam

kandungan duktus pilosebasea. Komedo terbuka secara klinis diamati sebagai

gambaran lesi yang jelas, berdiameter 0,1-3 mm dan biasanya membutuhkan

waktu beberapa minggu atau lebih untuk berkembang. Warna hitam pada ujung

komedo terbuka selama ini diduga terjadi akibat proses oksidasi permukaan.

Namun teori terbaru juga menyebutkan proses tersebut terjadi sehubungan faktor

melanin.

Komedo tertutup menggambarkan duktus pilosebasea yang tertutup oleh

materi duktal sehingga saluran keluarnya sulit dilihat, lesi biasanya kecil,

berukuran 0,1-3 mm. Pada lesi komedo tertutup yang klasik, 25% akan hilang

dalam waktu 3-4 hari dan 75% akan berkembang menjadi lesi inflamasi.

Lesi yang mengalami inflamasi dapat bervariasi mulai dari papul kecil

dengan batas kemerahan sampai dengan nodul yang besar, fluktuatif dan nyeri.

Beberapa penulis memakai istilah kista atau nodulokistik untuk menggambarkan

lesi inflamasi pada akne vulgaris. Papul adalah lesi inflamasi yang bervariasi

dalam hal ukuran dan kekenyalannya. Lima puluh persen papul muncul dari kulit

yang kelihatan normal yang mungkin merupakan lokasi dari suatu mikrokomedo,

25% dari komedo putih dan 25% sisanya dari komedo hitam. Ada 2 jenis papul

yaitu papul aktif dan papul yang kurang aktif. Papul yang kurang aktif, kurang

merah dan lebih kecil dibandingkan papul yang aktif. Pada papul aktif, ukurannya

dapat mencapai 4 mm dan bertahan lebih lama.

Bentuk lesi inflamasi lain adalah pustul. Pustul dapat superfisial ataupun

dalam. Pustul biasanya dilihat lebih jarang dibandingkan papul. Hal ini mungkin

dikarenakan pustul bertahan lebih singkat daripada papul yaitu hanya sekitar 5

hari. Mungkin hal ini terjadi oleh karena pustul lebih banyak mengandung PMN,

sedangkan papul cenderung lebih banyak mengandung limfosit. Enzim lisosomal

pada PMN dapat menghilangkan gejala inflamasi pada pustul lebih cepat

dibandingkan pada papul.

Bentuk nodul merupakan bentuk lesi inflamasi yang berstruktur “deep

seated” dan cenderung bertahan selama 8 minggu sebelum akhirnya hilang.

Sebagian diantaranya tidak mengadakan resolusi sempurna melainkan membentuk

jaringan parut.

Bentuk lesi lain yang didapati dapat berupa lesi jaringan parut yang

merupakan komplikasi akibat akne vulgaris yang mengalami inflamasi atau non

inflamasi. Secara umum ada 4 tipe jaringan parut akne vulgaris yaitu ice pick,

rolling, box scar dan hipertropik.

Akne vulgaris biasanya mempunyai tampilan sebagai lesi kulit yang

terisolasi di daerah wajah, leher, bahu dan punggung. Akan tetapi pada kasus-

kasus akne vulgaris dengan faktor penyebab hiperandrogenisme dapat dijumpai

hirsutisme, precocious puberty dan tanda lain hiperandrogenisme.

1.8 DIAGNOSIS

Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan

ekskohleasi sebum,yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor

(sendok unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat

seperti lilin atau massa lunak bagai nasi yang kadang ujungnya berwarna hitam.

Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik

berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan massa

sebum di dalam folikel. Pada kista,radang sudah menghilang diganti dengan

jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah,jaringan

mati, dan keratin yang lepas.

Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran

pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan di laboratorium

mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian,namun hasilnya sering tidak

memuaskan. Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface

lipids) dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa.Pada akne vulgaris kadar lemak

bebas (free fatty acid) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan

pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.

1.9 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding berdasarkan jenis akne vulgaris

1. Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh obat misalnya kortikosteroid, INH,

barbiturat, yodida, bromida, difenilhidantoin, trimetadion, ACTH, dan lain-

lainya. Klinis berupa erupsi papul-papul yang timbul diberbagai tempat pada

kulit tanpa adanya komedo, timbul mendadak, dan kadang-kadang disertai

demam. Dapat terjadi pada segala usia.

2. True Akne lain, misalnya akne venerata (akibat kontaktan kimia, contoh: akne

kosmetika, chloracne) dan akne komedonal oleh rangsangan fisis. Umumnya

lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat

predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsangan fisisnya.

3. Rosasea (dulu: akne rosasea). Akne Rosasea merupakan kondisi kronis, yakni

peradangan jangka panjang, berupa iritasi, kemerahan, pembengkakan,

hiperplasia, dan jerawat yang terjadi dipipi; kelopak mata; hidung; dagu; dan

dahi. Belum diketahui secara pasti penyebab dari kondisi ini, namun

perubahan kulit melibatkan pelebaran atau pembesaran pembuluh darah kecil

dibawah permukaan kulit. Gejala yang timbul antara lain:

Area merah bernoda didaerah wajah yang terkena

Kesemutan atau sensasi tersengat diwajah yang terkena

Pembuluh darah melebar dapat dilihat dibawah kulit wajah

Hiperplasi pada kulit hidung

Muncul papul - pustul

4. Dermatitis Perioral yang terjadi terutama pada wanita. Klinis berupa polimorfi

eritema, papul, dan pustul disekitar mulut yang terasa gatal.

1.10 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan akne vulgaris bertujuan untuk mencegah terjadinya erupsi

(preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif).

Penatalaksanaan akne vulgaris dibagi menjadi :

a. Prinsip umum

Menurut urutan yang terpenting,yaitu :

a. Mencegah pembentukan komedo (dengan peeling agents)

b. Mencegah pecahnya micro komedo atau melemahkan reaksi radang yang

berlangsung (dengan antibiotika)

c. Mempercepat resolusi lesi yang beradang (dengan sinar ultra

violet,pembekuan,bahan iritan,dsb)

b. Perawatan kulit

a. Cuci muka dengan sabun dan air hangat 2 kali sehari

b. Jangan memencat atau memijit-mijit lesi yang ada

c. Mencegah pemakaian kosmetik yang berminyak

d. Menghirup udara segar dan olah raga teratur

e. Jangan mencuci muka berlebihan denagn sabun (6 – 8 kali sehari) karena

sabun bersifat komedogenikdan dapat menyebabkan akne detergen

f. Sabun-sabun bakteriostatik yang biasanya mengandung bahan-bahan

heksaflofen trikarbaninid,dan chlorinated salicylanilidies dapat

mengurangi flora aerobik kulit tetapi tidak ada efek terhadap

Propionibacterium acnes

c. Makanan

Makanan diatur dan dikurangi makanan berlemak dan berminyak yang

dapat memicu pembentukan sebum meningkat

a. Pengobatan

A. Pengobatan topikal

Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah pembentukan

komedo,menekan peradangan,dan mempercepat penyembuhan lesi.Obat

topikal terdiri atas :

1) Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (peeling),seperti :

a. Retinoid

Retinoid (derivat vitaminA) topikal, tretionin, isotretionin, dan

adapalene menyebabkan peeling superfisial tanpa memblok felikel,

sehingga sesuai untuk tipe akne komedonal.

Tretinoin kadang menyebabkan dermatitis iritan.Pada permulaan

dianjurkan memakai tretionin sekali sehari pada malam hari.Bila tidak

terjadi eritema dan pengelupasan, obat dapat dipakai 2 kali

sehari.Pada pemakaian tretinoin dianjurkan untuk :

- Menghindari sinar matahari (karena adanya proses

fotodegradasi dan peningkatan kepekaan terhadap sinar

matahari) atau menggunakan tabir surya.

- Tidak terlalu sering mencuci muka.

- Tidak menggunakan obat terlalu banyak

- Hati-hati penggunaan obat di sudut mulut, hidung, dan mukosa.

Adapun adapalena dan isotretionin sama efektifnya seperti tretionin,

bahkan lebih tidak menyebabkan iritasi dibandingkan tretionin.

Retinoid tropikal tidak boleh digunakan pada wanita hamil.

b. Benzoil peroksida

Benzoil peroksida memiliki efek sebagai anti bakteri, keratolitik

dan sedikit anti inflamasi.Bermanfaat untuk mengobati akne ringan

sampai sedang.Efek samping yang sering terjadi adalah kulit kering,

eritema, dan peeling (pengelupasan kulit).Pada pemulaan pengobatan

pasien merasa seperti terbakar,gejala ini akan berkurang dalam

beberapa minggu, sehingga sebaiknya dimulai dari dodid yang rendah

dahulu, kemudian lambat laun dinaikkan dosisnya.

c. Asam salisilat

Agen ini menghambat pembentukan komedo,dan mempunyai efek

sebagai komedolitik dan keratolitik.Dapat dipakai sebagai terapi

tunggal atau kombinasi, dan dapat dipakai sebagai terapi alternatif

bagi penderita yang tidak toleran terhadap benzoil peroksida.

Digunakan pada terapi akne gradasi ringan sampai sedang.

2) Anti biotika

Anti biotika topikal ini bekerja dengan mengurangi jumlah P.Acnes

di dalam folikel pilosebasea. Obat ini jarang menyebabkan iritasi.

Tetapi perlu diketahui bahwa antibiotika topikal tidak lebih efektif

daripada benzoil peroksida dan tretionin untuk mengatasi akne ringan

sampai sedang. Karena meskipun antibiotika topikal mengurangi

inflamasi tetapi efek terhadap komedo kurang konsisten.

Clindamycin dan eritomycin adalah antibiotika topikal yang

banyak digunakan. Kombinasi antara benzoil peroksida dan

Clindamycin atau eritomycin lebih efektif dibandingkan dengan

antibiotik topikal saja. Erytromycin adalah antibiotika topikal yang

paling aman digunakan untuk wanita hamil. Tetrasiklin topikal juga

bisa digunakan, tetapi kurang disukai karena menyebabkan pewarnaan

pada kulit dan pakaian.

3) Anti peradangan topikal

Dapat digunakan sediaan seperti kortikosteroid ringan (hidrocortison 1

– 2,5%) atau suntikan intralesi kortikosteroid kuat (triamsinolon

asetonid 10 mg/cc) pada lesi nodulokistik.

B. Pengobatan Sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad

renik disamping dapat juga untuk mengurangi reaksi radang,menekan

produksi sebum,dan mempengaruhi keseimbangan hormonal.Terdiri atas :

1. Antibiotik sistemik

a. Golongan Tetracyclin

Golongan teracyclin bekerja dengan menghambat sintesis protein

bakteri pada ribosomnya.Absorbsinya 30 – 80% dalam saluran

cerna.Doksisiklin dan minoksiklin 90%.Adanya makanan dalam lambung

menghambat penyerapan golongan tetracyclin,kecuali doksisiklin dan

minoksiklin.Ditimbun dalam hati,limpa, dan sumsum tulang, serta dentin

dan email gigi dari gigi yang belum erupsi.Doksisiklin dan minoksiklin

penetrasi ke jaringan lebih baik.Diekskresi melalui urine dan feces.

Golongan tetracyclin dibagi 3 berdasarkan sifat

farmakokinetiknya,yaitu : (1)Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin,

absorbsinya tidak lengkap, waktu paruh 6 – 12 jam. (2)

Dimetilklortetrasiklin, absorbsinya lebih baik, masa paruh 16 jam. (3)

Doksisiklin dan minoksiklin absorbsinya lebih baik sekali, masa paru 17 –

20 jam, cukup diberikan 1 atau 2 kali sehari.

Tetracyclin dapat mengakibatkan perubahan warna gigi dan tidak

dianjurkan untuk wanita hamil. Efek samping yang lain iritasi lambung,

dan infeksi jamur vagina. Dosis 4 x 250 mg setiap hari, diberikan 1 jam

sebelum makan atau 2 jam setelah makan selama 4 – 8 minggu berikutnya.

Dimekksosiklin dosis tinggi 4 x 250 mg sehari diberikan 1 jam

sebelum makan selama 3 – 6 minggu dan dosis disesuaikan setiap 3 – 4

minggu berikutnya.Dosis rendah 150 mg sehari diberikan 1 jam sebelum

makan selama 6 minggu dan dosis berikutnya disesuaikan setiap 6

minggu.Obat ini jarang dipakai.

Doxycyclin efektif membunuh kuman gram positif dan negatif.

Dosis tinggi 2 x 200 mg sehari diberikan selama 2 – 4 mingu, selanjutnya

dosis disesuaikan dengan keadaan penyakit.Dosis rendah 1 x 200 mg

sehari diberikan selama 6 – 8 minggu, selanjutnya disesuaikan sesuai

keadaan penyakit.Efek sampingnya berupa fototoksik,renal diabetes

insipidus syndrom.

Minoksiklin efektif untuk membunuh bakteri gram positih dan

negatif.Dosis 2 x 100 mg sehari diberikan 3 -6 minggu,selanjutnya dosis

disesuaikan setiap 3 – 6 minggu berikutnya.Dosis rendah 50 – 100mg

sehari diberikan selama 4 – 6 minggu selanjutnya dosis disesuaikan setiap

6 minggu. Efeksampingnya adalah gangguan keseimbangan, nousea,

diskolorisasi kilit warna abu-abu sampai biru.

b. Erytromycin

Merupakan obat pilihan untuk penderita yang sensitif pada tetrasiklin dan

wanita hamil.Memiliki efek bakterisida terhadap P.Acnes.Dosis 1gr/hari.

c. Klyndamicyn

Efektif untuk akne bentuk kistik, absorbsinya tidak dipengaruhi

makanan.Dosis 150 – 300 mg sehari 2 kali.

2. Hormonal

a. Kortikosteroid

Kortikosteroid intralesi berguna untuk lesi nodulokistik besar dan

sinus pada acne conglobata. Cepat mengurangi keradangan dan mencegah

timbulnya sikatrik. Dipakai larutan dengan konsentrasi 2,5 mg/ml dan

penyuntikan dapat diulangi 1 – 2 minggu. Kortikosteroid sistemik hanya

digunakan untuk acne tipe nodulokistik dengan cicatric yang hebat dan

diberikan dalam jangka waktu yang pendek.

b. Esterogen (Oral Contraceptive Pills (OCPs))

Kontrasepsi ini mungkin dapat digunakan sebagai terapi tambahan

pada terapi akne pada wanita. OCPs menurunkan sirkulasi androgen,yang

akhirnya dapat menurunkan produksi sebum.Estrogen pada OCPs

meningkat setara dengan sex-hormon-binding globulin, dimana, akhirnya,

menurunkan jumlah testosterone bebas. Estrogen juga menurunkan sekresi

gonadotropin oleh pituitai anterior, dengan konsekuensi penurunan

produksi androgen pada ovarium. Saat OCPs digunakan untuk terapi akne,

dokter harus meresepkan formulasi yang mengandung progestin dengan

efek androgen yang rendah.Progestin yang tepat digunakan antara lain

norethindrone (Norlutin), norethindrone acetate (Aygestin), ethynodiol

diacetate (Zovia), dan norgestimate (Ortho-Cyclen).

3. D.D.S (Diamino Diefil Sulfon)

Seperti sulfonamida, DDS dapat menghambat pemakaian PABA

(Para Aminino Benzoid Acid) oleh bakteri.Obat ini hanya digunakan untuk

akne dengan peradangan yang hebat, seperti akne konglobata dan papulo

pustula yang sukar diobati.DDS tidak pernah dipakai sendiri, biasanya

dipakai bersama-sama dengan antibiotika dan obat yang dapat

mengadakan pengelupasan kulit.

Mekanisme kerja DDS :

- Anti inflamasi seperti kortikosteroid

- Mustabilir lisosom

- Efek samping : leukopeni, agranuositosis, nausea, muntah, kepala

pusing dan reaksi pada kulit.

4. Vitamin A

Bila diberikan peroral bersama-sama dengan antibiotika oral dan

topikal, vitamin A asam sangat efektif untuk akne bentuk nodul dan kistik

yang hebat.Diduga vitamin ini mempengaruhi produksi atau metabolisma

androgen.Dosis : 50.000 – 100.000 IU/hari.

5. Isoretinoit

Suatu bentuk 13- cis/asam retinoat digunakan untuk pengobatan

akne berbentuk kistik dan konglobata.Pada kebanyakan kasus obat ini

memberikan remisi sempurna selama berbulan-bulan dan sampai

bertahun-tahun.Dosis : 1 mg/kg/hari.Efek samping : gangguan selaput

lendir dan kulit seperti keilitis, serosis dan pendarahan hidung.Isoretinoit

bersifat keratogenik.

6. Senk (Zink)

Efeknya belum diketahui secara pasti, tetapi diduga mempunyai

efek inflamasi.Unsur ini berpengaruh terhadap epitelisasi,aktivitas enzim

pada metaboloisme vitamin A, dan memperbaiki gangguan kemotaksis

leukosit.Dosis 3 x 200 mg/hari.

7. Diretika

Sering terjadi eksaserbasi akne 7 – 10 hari sebelum menstruasi.Hal

ini mungkin disebabkan karena adanya retensi cairan sebalum menstruasi,

yang disertai dengan hidrasi dermis dan juga edema pada

keratin.Kebanyakan penyelidik memberikan diuretika satu minggu

sebelum haid.

Tindakan Khusus

Beberapa macam tindakan khusus akne antara lain yaitu :

- Ekstraksi komedo : untuk menghilangkan komedo terbuka dan dilakukan

sebulan sekali setelah terapi keratolitik, dilanjutkan secara interval sampai

keadaan bersih.

- Injeksi kortikosteroid intralesi : dilakukan pada lesi krista atau nodul yang

dalam, dan biasanya dipakai triamsinolon asetonid 0,025 – 0,05 mg/ml,

tiap lesi tidak lebih dari 0,1 ml untuk mencegah terjadinya antrofi.

- Peeling dengan bahan kimia yaitu glicolic acid atau trichloroasetic acid

konsentrasi rendah

- Dermabrasi, punch graft dan kolagen implant dapat memperbaiki parut

yang ada.

- Terapi laser, laser dengan panjang gelombang 1320-nm bermanfaat untuk

terapi akne.Banyak pasien memilih terapi laser daripada terapi lain karena

terapi ini dianggap menyenangkan, tetapi persentase terapi ini dapat

menurun sangat drastis saat mereka tahu biaya yang harua dikeluarkan

untuk terapi tersebut.Laser dengan panjang gelombang 1450-nm lebih

sering digunakan dalam terapi akne karena diserap lebih baik oleh

glandula sebasa dibandingkan denagn panjang gelombang 1320-

nm.Semakin sering melakukan terapi, hasilnaya akan semakin baik.

1.11 PROGNOSIS

Umumnya prognosis penyakit baik, tetapi sebagian penderita sering

residif. Akne vulgaris umumnya sembuh sebelum mencapai usia 30 – 40 an.

Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau mencapai gradasi

sangat berat sehingga perlu rawat inap di rumah sakit.

BAB 2. LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Sdr. EN

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 20 th

Status : Belum menikah

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Stasiun Karang Asem,Jember

No. RM : 29.96.64

2.2 Autoanamnesis

- Keluhan Utama : jerawat di wajah

- Riwayat penyakit sekarang :

Sejak 2 tahun yang lalu timbul jerawat di wajah pasien,

permukaannya benjol-benjol kecil ada yang berwarna lebih hitam, ada

yang berwarna putih diujungnya dan tidak terasa gatal. Jerawat hanya

muncul di wajah. Awalnya jerawat kecil – kecil merata, lalu semakin

banyak dan sampai ada benjolan jerawat yang besar. Pasien sering

memencet jerawatnya dan keluar gumpalan berwarna putih. Tidak terdapat

sensasi kesemutan disekitar wajah. Pasien tidak sedang dalam masalah

atau stress. Pasien tidak mengganti kosmetik sebelum timbul jerawat,

hanya menggunakan sabun wajah lalu muncul jerawat. Pasien juga tidak

sedang atau sering mengkonsumsi obat-obatan. Pasien membersihkan

muka 2 kali saat mandi.

- Riwayat penyakit dahulu :

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain sebelumnya

- Riwayat penyakit keluarga :

Disangkal.

- Riwayat pengobatan :

2 tahun yang lalu pernah berobat tetapi terapi tidak diteruskan

- Riwayat alergi :

Pasien tidak pernah alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan.

2.3 Pemeriksaan fisik

- Status Generalis :

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Kepala/leher : Dalam batas normal

Thoraks : Dalam batas normal

- Status Lokalis :

R. facialis

Ditemukan efloresensi berupa papul-papul eritematous dan hiperpigmentasi di

pipi kanan dan kiri. Jumlah seluruhnya 26 lesi. Tampak white komedo di pipi

kanan. Tidak ditemukan pustula, nodula, maupun kista. Selain itu tampak

hiperpigmentasi pasca peradangan.

Gambar. Foto regio facialis Pasien

2.4 Resume

Perempuan berusia 20 tahun sejak 2 tahun yang lalu timbul jerawat di

wajahnya, permukaannya benjol-benjol kecil ada yang berwarna lebih hitam, ada

yang berwarna putih diujungnya dan tidak terasa gatal. Jerawat hanya muncul di

wajah. Awalnya jerawat kecil – kecil merata, lalu semakin banyak dan sampai ada

benjolan jerawat yang besar. Pasien sering memencet jerawatnya dan keluar

gumpalan berwarna putih. Tidak terdapat sensasi kesemutan disekitar wajah.

Pasien tidak sedang dalam masalah atau stress. Pasien tidak mengganti kosmetik

sebelum timbul jerawat, hanya menggunakan sabun wajah lalu muncul jerawat.

Pasien juga tidak sedang atau sering mengkonsumsi obat-obatan. Pasien

membersihkan muka 2 kali saat mandi.

Dari pemeriksaan kulit pada Regio facialis ditemukan efloresensi berupa

papul-papul eritematous dan hiperpigmentosa di pipi kanan dan kiri. Jumlah

seluruhnya 26 lesi. Tampak white komedo di pipi kanan. Tidak ditemukan

pustula, nodula, maupun kista. Selain itu tampak hiperpigmentasi pasca

peradangan.

2.5 Diagnosis banding

- Akne venenata

- Folikulitis

- Rosasea

- Erupsi akneiformis

2.6 Diagnosis kerja

Akne vulgaris tipe komedonal

2.7 Penatalaksanaan

1. Antibiotik oral : Doksisiklin 2 x 100 mg (setelah makan) selama 10 hari.

2. Pembersih muka : asidum salisilikum 1%, resorsin 3% dalam alkohol 50%

100 cc

3. Krim topical : asidum salisilikum 1%, klindamisin 2%, liquor carbonas

detergent 3%, lanolin 10%, asam retinoid cream 0.1% sebanyak 10 gram

(dioleskan malam hari)

4. Edukasi :

a. Hentikan untuk sementara pemakaian tabir surya dan kosmetik

yang sedang digunakan.

b. Hindari makan kacang-kacangan, gorengan, dan makanan

berlemak.

c. Pengobatan memerlukan waktu serta ada kemungkinan efek

samping.

d. Kurangi stress

e. Kontrol kembali setelah 1 minggu

2.8 Prognosis

Bonam

DAFTAR PUSTAKA

Wasitaatmadja, S.M. 2010. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima (dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelaamin Edisi kelima). Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Sukanto, martodihardjo, dan Zulkarnain. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi III. RSU dr. Soetomo: Surabaya.

Wolff, Goldsmith, Katz, David. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Seventh Edition. The Mc graw Hill Companies: New York.