Referat Spondylitis Tuberculosa

36
SPONDYLITIS TUBERCULOSA PENYUSUN Riana Chandra – 406127020 Johan Yap – 406127016 Mentari Dwi Putri – 406127100 PEMBIMBING Dr. Shofiatul M., Sp.Rad Dr. Syarifah S., Sp.Rad KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI

description

Pott's Disease

Transcript of Referat Spondylitis Tuberculosa

Page 1: Referat Spondylitis Tuberculosa

SPONDYLITIS TUBERCULOSA

PENYUSUNRiana Chandra – 406127020

Johan Yap – 406127016Mentari Dwi Putri – 406127100

PEMBIMBINGDr. Shofiatul M., Sp.Rad

Dr. Syarifah S., Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI

PERIODE 17 JUNI – 13 JULI 2013

Page 2: Referat Spondylitis Tuberculosa

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang

dilimpahkanNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Referat

dengan topik “Spondylitis Tuberculosa”

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala

kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah

ini.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Dr. Shofiatul M, Sp. Rad

2. Dr. Syarifah S, Sp. Rad

yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingannya selama siklus kepaniteraan

kulit di RSUD CIawi sejak tanggal 17 juni – 13 juli 2013

Dalam menyusun makalah ini penulis menggunakan wacana-wacana yang

berkaitan dengan Spondylitis TB serta gambar-gambar yang diambil dari situs

internet.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga makalah

ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Jakarta, 29 Juni 2013

Penulis,

Page 3: Referat Spondylitis Tuberculosa

Daftar Isi

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Bab I : iii

Pendahuluan 1

Bab II : iv

Definisi

Epidemiologi

Klasifikasi

Etiologi

Patofisiologi

Gejala

Pendekatan Diagnostik

Penatalaksanaan

Bab III : v

Kesimpulan

Daftar Pustaka

Page 4: Referat Spondylitis Tuberculosa

Bab I

Pendahuluan

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan

nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan

suatu penyakit yang banyak terjadi di dunia terutama di negara yang belum dan

sedang berkembang. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi tiap tahunnya

dikarenakan penyakit ini. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percivall Pott

pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak

bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan

dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882,

sehingga etiologi penyakit tersebut menjadi jelas.

Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan

biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat

yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Begitu juga dengan predileksi

umur penderitanya, Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi

pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering

mengenai pada usia yang lebih tua.

Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang

dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 – 5

tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia

ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering

terkena dibandingkan anak-anak.

Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa spinal sebenarnya

memberikan hasil yang baik, namun pada kasus-kasus tertentu diperlukan tindakan

operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukan dengan baik sebelukm

ataupun sesudah penderita menjalani tindakan op

Page 5: Referat Spondylitis Tuberculosa

Bab II

Definisi

Tuberkulosis tulang belakang adalah suatu penyakit infeksi oleh kuman

Micobacterium tuberculosis yang menyerang tulang belakang. Kuman ini menyerang

terutama di daerah paru yang penderitanya banyak sekali kita temui di Indonesia.

Ternyata dalam perjalanannya, kuman ini tidak hanya menyerang paru, tetapi juga

diketahui menyerang tulang belakang.

Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena, akan tetapi tulang yang

mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai

pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan dengan

bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat

yang paling sering terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus)(Gorse et al.

1983), diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki,

sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako-lumbal terutama

torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas merupakan tempat

yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari weight

bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sakral.

Defisit neurologis muncul pada 10-47% kasus pasien dengan spondilitis

tuberkulosa. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan penyebab

paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik. Insidensi paraplegia, terjadi

lebih tinggi pada orang dewasa dibandingkan dengan anakanak. Hal ini berhubungan

dengan insidensi usia terjadinya infeksi tuberkulosa pada tulang belakang, kecuali

pada dekade pertama dimana sangat jarang ditemukan keadaan ini.

Page 6: Referat Spondylitis Tuberculosa

Epidemiologi

Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas

utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia, dimana

malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan masalah utama.

Pada negara-negara yang sudah berkembang atau maju insidensi ini

mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30 tahun terakhir . Perlu

dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit ini mengalami

peningkatan pada populasi imigran, tunawisma lanjut usia dan pada orang dengan

tahap lanjut infeksi HIV (Medical Research Council TB and Chest Diseases Unit 1980).

Selain itu dari penelitian juga diketahui bahwa peminum alkohol dan pengguna obat-

obatan terlarang adalah kelompok beresiko besar terkena penyakit ini.

Indonesia adalah kontributor pasien tuberkulosis nomor 3 di dunia setelah

India dan Cina. Diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun,

sebagian besar berada dalarn usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat

sosioekonomi dan pendidikan yang rendah. Pada kasus-kasus pasien dengan

tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada kurang lebih 10% kasus.

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi .

Page 7: Referat Spondylitis Tuberculosa

Etiologi

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di

tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3

dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa

atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap

asam, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat

mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di

tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman,

tertidur lama selama beberapa tahun.

Dalam perwarnaan, Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk

Memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched

dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium

tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain.

Selain Mycobacterium tuberculosis ,Spesies Mycobacterium yang lainpun

dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebab Pott’s disease, seperti

Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat),

bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan

pada penderita HIV). Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangat

mempengaruhi pola resistensi obat.

Page 8: Referat Spondylitis Tuberculosa

Klasifikasi

Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk

spondilitis:

(1) Peridiskal / paradiskal

Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah

ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang

dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak

ditemukan di regio lumbal.

(2) Sentral

Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan

sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps

vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas

spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat

trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.

(3) Anterior

Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan

dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di

bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan

karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah

ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah

vertebral.

(4) Bentuk atipikal :

Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat

diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan

lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan

tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta

Page 9: Referat Spondylitis Tuberculosa

lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang

melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.

Patofisiologi

Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran

hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur

limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang

belakang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari system pulmoner

dan genitourinarius.

Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang

memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian

bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui

pleksus Batson’s yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak

vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus,

penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara

pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.

Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari Vertebra

kemudian meluas, berpenetrasi ke dalam korteks korpus vertebra sepanjang,

melibatkan dua atau lebih vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah

ligamentum longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus

intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang dipisahkan

oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke vertebra yang

jauh melalui abses paravertebral.

Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang

baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular

sehingga menimbulkan tuberculous sequestra, terutama di regio torakal. Discus

intervertebralis, yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi tuberkulosa.

Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke dalam

ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya corpus

vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus, sekunder karena

Page 10: Referat Spondylitis Tuberculosa

perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darah juga akan semakin

terganggu dengan timbulnya endarteritis yang menyebabkan tulang menjadi

nekrosis. Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut

akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat badan

sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi intervertebral dan

lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan timbul deformitas berbentuk kifosis

yang progresifitasnya (angulasi posterior) tergantung dari derajat kerusakan, level

lesi dan jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal

tersebut merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah meluas.

Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus. Dengan

kolapsnya korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan perkijuan,

dan tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol keluar melalui korteks dan

berakumulasi di bawah ligamentum longitudinal anterior. Cold abcesss ini kemudian

berjalan sesuai dengan pengaruh gaya gravitasi sepanjang bidang fasial dan akan

tampak secara eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi

Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat timbul pada

pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Kompresi syaraf sendiri dapat terjadi karena

kelainan pada tulang (kifosis) atau dalam canalis spinalis (karena perluasan langsung

dari infeksi granulomatosa) tanpa keterlibatan dari tulang (seperti epidural

granuloma, intradural granuloma, tuberculous arachnoiditis). Salah satu defisit

neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia yang dikenal dengan nama

Pott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara akut ataupun kronis (setelah

hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan peningkatan tekanan mekanik

kompresi medula spinalis.

Pada penelitian yang dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya

terjadi pada pasien berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan tidak

ada predileksi berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini.

Page 11: Referat Spondylitis Tuberculosa

Gambaran Klinis

Gambaran Spondilitis Tuberkulosa antara lain :

Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun,

Suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung, Pada

anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.

Pada awal dapat dijumpai nyeri interkostal yaitu nyeri yang menjalar dari

tulang belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini

karena tertekannya radiks dorsalis ditingkat torakal

Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal.

Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi lanjut

berupa :

Paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf, akibat penekanan medulla

spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri,

Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat UMN dan adanya batas

defisit sensorik setinggi tempat gibus/lokalisasi nyeri interkostal

Pemeriksaan fisik

Adanya gibus dan nyeri setempat

Spastisitas

Hiperreflex tendon lutut/Achilles dan reflex patologik pada kedua belah sisi

Batas deficit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang

dijumpai

Page 12: Referat Spondylitis Tuberculosa

Spondylitis korpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk (banyak terjadi pada

vertebrae thoracal dan lumbal) :

1. Pada bentuk sentral : Destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra, bentuk ini

sering ditemukan pada anak.

2. Bentuk paradikus : Terletak di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan

diskus intervertebral, bentuk ini sering ditemukan pada orang dewasa.

3. Bentuk anterior : Dengan lokus awal di korpus vertebra bagian anterior,

merupakan penjalaran per kontinuitatum dari vertebra di atasnya.

Diagnosis

Diagnosa dari penyakit ini dapat kita ambil melalui beberapa tanda khas :

Penyakit ini berkembang lambat, tanda dan gejalanya dapat berupa :

Nyeri punggung yang terlokalisir

Bengkak pada daerah paravertebral

Tanda dan gejala sistemik dari TB

Tanda defisit neurologis, terutama paraplegia

Pemeriksaan Laboratorium

Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari

100mm/jam.

Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative

(PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu

maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini

dikatakan positif jika tampak area berindurasi, kemerahan dengan diameter ≥

Page 13: Referat Spondylitis Tuberculosa

10mm di sekitar tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan. Hasil yang

negatif tampak pada ± 20% kasus (Tandon and Pathak 1973; Kocen 1977)

dengan tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien yang

immunitas selulernya tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi atau

disertai penyakit lain)

Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum

dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paru- paru yang

aktif)

Hapusan darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang

bersifat relatif.

Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin haemolysins,

typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang sulit dan pada

pusat kesehatan dengan peralatan yang cukup canggih) untuk menyingkirkan

diagnosa banding.

Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes konfirmasi

yang absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman pemeriksa dan tahap

infeksi

Pemeriksaan Radiologis:

Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in

sangat diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain

Foto polos vertebra, ditemukan :

o Osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra

o Penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus

tersebut

o Massa abses paravertebral (dapat disertai kalsifikasi isi abses)

Page 14: Referat Spondylitis Tuberculosa

o Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga

timbul kifosis.

o Dekalsifikasi suatu korpus vertebra (terdapat suatu kaverne dalam

korpus tersebut) oleh karena itu maka mudah sekali pada tempat

tersebut suatu fraktur patologis. Dengan demikian terjadi suatu

fraktur kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu

adalah menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus

vertebra jadi berbentuk baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang

belakang itu.

o Endplate korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan

tidak teratur.

o Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.

o Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus

transversus atau prosesus spinosus.

Page 15: Referat Spondylitis Tuberculosa
Page 16: Referat Spondylitis Tuberculosa
Page 17: Referat Spondylitis Tuberculosa
Page 18: Referat Spondylitis Tuberculosa

Pemeriksaan CT scan : Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio

torakal dan keterlibatan iga yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan

lengkung syaraf posterior seperti pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan.

Pemeriksaan MRI : Mempunyai manfaat besar untuk membedakan

komplikasi yang bersifat kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada

tuberkulosa tulang belakang. Bermanfaat untuk :

o Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat

konservatif atau operatif.

o Membantu menilai respon terapi.

Kerugiannya : dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan kalsifikasi di abses.

Page 19: Referat Spondylitis Tuberculosa

Dilaporkan 25 % dari pasien mereka memperlihatkan gambaran proses infeksi pada

CT-Scan dan MRI yang lebih luas dibandingkan dengan yang terlihat dengan foto

polos. CT-Scan efektif mendeteksi kalsifikasi pada abses jaringan lunak . Selain itu CT-

Scan dapat digunakan untuk memandu prosedur biopsi.

Diagnosa Banding :

Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative spondylitis).

Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen

menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih

corpus vertebra yang berdekatan lebih menunjukkan adanya infeksi

tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain.

Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari

pemeriksaan laboratorium.

Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkin’s disease, eosinophilic

granuloma, aneurysma bone cyst dan Ewing’s sarcoma)Metastase dapat

menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi berbeda

dengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan.

Secara radiologis kelainan karena infeksi mempunyai bentuk yang lebih difus

sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas.

Page 20: Referat Spondylitis Tuberculosa

Penatalaksanaan

Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosa tulang belakang harus dilakukan

sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit dengan mengeradikasi

infeksi serta mencegah paraplegia. Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa juga

bertujuan untuk memberikan stabilitas pada tulang belakang dan mencegah atau

memperbaiki deformitas.

The Medical Research Council menyimpulkan bahwa terapi pilihan untuk

tuberkulosa spinal di negara berkembang adalah kemoterapi ambulatori dengan

regimen isoniazid dan rifampicin selama 6-9 bulan. Pemberian kemoterapi saja

dilakukan pada penyakit yang sifatnya dini atau terbatas tanpa disertai pembentukan

abses. Terapi dapat diberikan selama 6-12 bulan atau hingga foto rontgen

menunjukkan adanya resolusi tulang.

Durasi terapi pada tuberkulosa ekstrapulmoner masih merupakan hal yang

kontroversial. Terapi yang lama, 12-18 bulan, dapat menimbulkan ketidakpatuhan

dan biaya yang cukup tinggi, sementara bila terlalu singkat akan menyebabkan

timbulnya relaps. Pasien yang tidak patuh akan dapat mengalami resistensi

sekunder.

Kriteria kesembuhan sebagian besar ditekankan pada tercapainya favourable

status yang didefenisikan sebagai pasien dapat beraktifitas penuh tanpa

membutuhkan kemoterapi atau tindakan bedah lanjutan, tidak adanya keterlibatan

sistem saraf pusat, focus infeksi yang tenang secara klinis maupun secara radiologis.

Terapi untuk Pott’s paraplegia pada dasarnya juga sama yaitu immobilisasi di plaster

shell dan pemberian kemoterapi. Pada kondisi ini perawatan selama tirah baring

untuk mencegah timbulnya kontraktur pada kaki yang mengalami paralisa sangatlah

penting. Alat gerak bawah harus dalam posisi lutut sedikit fleksi dan kaki dalam

posisi netral. Dengan regimen seperti ini maka lebih dari 60% kasus paraplegia akan

membaik dalam beberapa bulan. Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya resorpsi

cold abscess intraspinal yang menyebabkan dekompresi. Seperti telah disebutkan

diatas bahwa selama pengobatan penderita harus menjalani kontrol secara berkala,

Page 21: Referat Spondylitis Tuberculosa

dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis dan laboratoris. Bila tidak didapatkan

kemajuan, maka perlu dipertimbangkan hal-hal seperti adanya resistensi obat

tuberkulostatika, jaringan kaseonekrotik dan sekuester yang banyak, keadaan umum

penderita yang jelek, gizi kurang serta kontrol yang tidak teratur serta disiplin yang

kurang.

Pengobatan terdiri atas :

1. Terapi konservatif :

a. Tirah baring ( bed rest )

Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips untuk melindungi

tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang

akut atau fase aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk mencegah

pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut.

Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sehingga dicapai

keadaan yang tenang dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis dan

laboratorium. Lama immobilisasi berlangsung kurang lebih 6 bulan,

dimulai sejak penderita diperbolehkan berobat jalan.

Secara klinis ditemukan berkurangnya rasa nyeri, hilangnya

spasme otot paravertebral, nafsu makan dan berat badan meningkat,

suhu badan normal. Secara laboratoris menunjukkan penurunan laju

endap darah, Mantoux test umumnya < 10 mm. Pada pemeriksaan

radiologis tidak dijumpai bertambahnya destruksi tulang, kavitasi ataupun

sekuester.

b. Memperbaiki keadaan umum penderita

c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi maupun tidak

dioperasi

d. Pemberian obat antituberkulosa

Standar pengobatan di Indonesia berdasarkan program P2TB paru :

Kategori 1

Page 22: Referat Spondylitis Tuberculosa

Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-) / rontgen (+), diberikan

dalam 2 tahap :

Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan

Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2

bulan pertama ( 60 kali ).

Tahap 2 : Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali

seminggu ( intermitten ) selama 4 bulan ( 54 kali ).

Kategori 2

Untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama

sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh atau gagal

yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :

Tahap 1 : Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg,

Pirazinamid 1.500 mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan

setiap hari, Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama ( 60 kali )

dan obat lainnya selama 3 bulan ( 90 kali ).

Tahap 2 : INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1.250

mg. Obat diberikan 3 kali seminggu ( intermitten ) selama 5 bulan (

66 kali ).

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum

penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-

gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik

ditemukan adanya union pada vertebra.

Page 23: Referat Spondylitis Tuberculosa

2. Terapi operatif :

Tindakan operatif masih memegang peranan penting bagi penderita

tuberculosis tulang belakang terutama bila ditemukan adanya cold abses, lesi

tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis, tanpa mengesampingkan kemoterapi

sebagai pengobatan utama.

Cold Abses ( Abses dingin ) :

o Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena

dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik.

Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara

menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:

a. Debrideman fokal

b. Kosto-transveresektomi

c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan

Paraplegia :

o Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:

a. Pemberian obat antituberkulosis

b. Laminektomi

c. Kosto-transveresektomi

d. Operasi radikal

e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

f. Dekompresi medulla spinalis

g. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Page 24: Referat Spondylitis Tuberculosa

Indikasi operasi :

o Bila dengan terapi konservatif setelah pengobatan kemoterapi 3-6

bulan tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat.

Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap

spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.

o Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara

terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. Abses besar

segmen servikal pada pasien dengan obstruksi saluran respirasi .

o Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi

ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan

langsung pada medulla spinalis.

Operasi kifosis :

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis

mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak.

Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi

radikal.

Komplikasi

Page 25: Referat Spondylitis Tuberculosa

Komplikasi yang paling serius dari spondilitis tuberkulosis adalah paraplegia

(paraplegia Pott), yang dapat terjadi di awal atau akhir perjalanan penyakit, yang

disebabkan oleh adanya cedera corda spinalis akibat adanya tekanan ekstradural

sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus

intervertebralis atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh

jaringan granulasi tuberkulosa.

Paraplegia of active disease muncul lebih cepat, terjadi karena penekanan

ekstradural (pus, sequestra, sequestrated intervertebral disc) atau keterlibatan

langsung medulla spinalis oleh jaringan granulasi.

Paraplegia of healed disease selalu muncul lebih lambat, terjadi karena

perluasan tulang yang mempengaruhi kanalis spinalis atau fibrosis jaringan granulasi.

Mielografi atau MRI dapat membantu membedakan paraplegia tipe tekanan (dapat

diatasi dengan pembedahan) dengan paraplegia karena invasi ke dura dan medulla

spinalis.

Paraplegia yang terjadi karena penekanan selama perjalanan penyakit

tuberkulosis sendiri relatif merupakan suatu kegawatan yang harus diatasi dengan

pembedahan dekompresi medula spinalis dan akar-akar saraf.

Komplikasi yang lebih jarang adalah ruptur abses paravertebra torakal ke

dalam pleura yang menyebabkan empiema tuberkulosis. Di regio lumbal, abses

dapat masuk ke otot iliopsoas dan menyebar sebagai abses psoas, yang merupakan

salah satu contoh abses dingin.

Kesimpulan

Page 26: Referat Spondylitis Tuberculosa

Walaupun insidensi spinal tuberkulosa secara umum di dunia telah berkurang

pada beberapa dekade belakangan ini dengan adanya perbaikan distribusi pelayanan

kesehatan dan perkembangan regimen kemoterapi yang efektif, penyakit ini akan

terus menjadi suatu masalah kesehatan di negara-negara yang belum dan sedang

berkembang dimana diagnosis dan terapi tuberkulosa sistemik mungkin dapat

tertunda.

Kemoterapi yang tepat dengan obat antibuberkulosa biasanya bersifat

kuratif, akan tetapi morbiditas yang berhubungan dengan deformitas spinal, nyeri

dan gejala sisa neurologis dapat dikurangi secara agresif dengan intervensi operasi,

program rehabilitasi serta kerja sama yang baik antara pasien, keluarga dan tim

kesehatan.

Daftar Pustaka

Page 27: Referat Spondylitis Tuberculosa

Tachdjian, M.O. Tuberculosis of the spine. In : Pediatric

Orthopedics.2nd ed.Philadelphia : W.B. Saunders, 1990 : 1449-54

Graham JM, Kozak J. Spinal Tuberculosis. In : Hochschuler SH,

Cotler HB,Guyer RD., editor. Rehabilitation Of The Spine : Science

and Practice. St. Louis : Mosby-Year Book, Inc., 1993 : 387-90.

Wim de Jong, Spondilitis TBC, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta; hal.

1226-1229

Hidalgo JA, Pott Disease (Tuberculous Spondylitis), Herchline T, Talavera F,

Jhon JF, Mlonakis E, Cunha BA, last update Augus 2006, Available from

http://www.emedicine.com/med/infecMEDICAL_TOPICS.htm

Mclain RF, Isada C, Spinal tuberculosis deserves a place on the radar screen,

last update juli 2004, Available from

http://www.ccjm.org/PDFFILES/McClain704.pdf

Sidharta P, Spondilitis Tuberculosa, in Lazuardi S, Hok TS, Sudibjo AI, at all

eds, Neurologi Klinik dalam Praktek Umum,Dian Rakyat, Jakarta 1999:341

Dewi LK, Edi A, Suarthana E, Spondilitis Tuberkulosa, in Mansjoer A,

Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, eds, Kapita Selekta Kedokteran

Media Aesculapius Jakarta 2000 : 58