Referat Skleritis

22
PENDAHULUAN Skleritis merupakan gangguan granulomatosa kronik yang ditandai dengan adanya destruksi kolagen, serbukan sel inflamasi dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis. Skleritis dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit baik penyakit autoimun ataupun penyakit sistemik. 1 Skleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani dengan baik berupa keratitis, uveitis, glaukoma, granuloma subretina, ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Penatalaksanaan skleritis tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu perlu diagnosis yang tepat sesuai dengan etiologinya guna penatalaksanaan lebih lanjut. 1 Mengingat pentingnya pengetahuan tentang skleritis ini maka inilah yang menjadi alasan penulis dalam menyusun referat ini. Penulisan referat ini hendaknya dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis. 1

description

Referat Mengenai Skleritis; Pembimbing dr.Bagus Sidharto,SpM

Transcript of Referat Skleritis

Page 1: Referat Skleritis

PENDAHULUAN

Skleritis merupakan gangguan granulomatosa kronik yang ditandai dengan

adanya destruksi kolagen, serbukan sel inflamasi dan kelainan vaskular yang

mengisyaratkan adanya vaskulitis. Skleritis dapat disebabkan oleh berbagai macam

penyakit baik penyakit autoimun ataupun penyakit sistemik.1

Skleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani dengan

baik berupa keratitis, uveitis, glaukoma, granuloma subretina, ablasio retina eksudatif,

proptosis, katarak, dan hipermetropia. Penatalaksanaan skleritis tergantung pada

penyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu perlu diagnosis yang tepat sesuai

dengan etiologinya guna penatalaksanaan lebih lanjut.1

Mengingat pentingnya pengetahuan tentang skleritis ini maka inilah yang

menjadi alasan penulis dalam menyusun referat ini. Penulisan referat ini hendaknya

dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang definisi, epidemiologi,

etiologi, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan

prognosis.

1

Page 2: Referat Skleritis

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sklera

a. Anatomi Sklera

Sklera dapat juga dikatakan merupakan bagian kelanjutan dari kornea. Sklera

bewarna putih buram dan merupakan bagian yang tidak tembus cahaya, kecuali di

bagian depan yang bersifat transparan yang disebut kornea.1 Sklera merupakan

lapisan fibrous dan elastik yang merupakan 5/6 bagian dinding luar bola mata dan

membentuk bagian putih mata. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan menunjukkan

sejumlah pigmen yang tampak sebagai warna biru, sedangkan pada dewasa karena

terdapatnya deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.1 Sklera dapat dimulai

dari limbus, dimana dari limbus berlanjut ke kornea dan berakhir pada kanalis optikus

yang berlanjut pada duramater (Gambar 1).

Gambar 1. Anatomi Mata

(Dikutip dari kepustakaan Subramanian,2008)

Enam otot ekstrakuler juga melakukan perlekatan pada sklera. Sklera

merupakan organ avaskuler yang menerima ransangan sensoris dari nervus siliaris

Page 3: Referat Skleritis

posterior. Pada sklera memiliki dua lubang utama, yaitu foramen sklerasis anterior

yang berdekatan dengan kornea yang merupakan tempat meletaknya kornea pada

sklera sedangkan foramen sklerasis posterior merupakan pintu keluar dari nervus

optikus1(Gambar 2).

Secara histologi, sklera merupakan berkas – berkas jaringan fibrosa yang

teranyam sejajar, tebalnya mencapai 10-16µm dan lebar 100-140µm yakni terdiri dari

episklera, stroma, lamina fuska dan endotelium. Struktur histologi dari sklera sangat

mirip dengan struktur kornea.

Gambar 2. Sktuktur lapisan dinding bola mata

(Dikutip dari kepustakaan Bolumleri,2008)

b. Fisiologi Sklera

Sklera memiliki fungsi dalam menyediakan sistem perlindungan terhadap

komponen intraokuler. Sklera merupakan pembungkus okular yang bersifat

viskoelastis yang memungkinkan pergerakan bola mata tanpa menimbulkan

deformitas otot-otot perggeraknya. Komponen pendukung dari sklera berupa jaringan

3

Page 4: Referat Skleritis

kolagen memiliki peran hampir sama seperti cairan sinovial yang jika terganggu

dapat mengenai struktur artikuler sampai pembungkus sklera serta episklera.1

2. Skleritis

a. Defenisi

Skleritis adalah penyakit inflamasi yang mengenai sklera, inflamasi dapat

terlokalisasi, berupa nodul atau difus, Skleritis dapat mengenai segmen anterior dan

segmen posterior mata yang bermanifestasi sebagai adanya kemerahan pada mata dan

nyeri yang berat pada malam hari.4

b. Klasifikasi

Skleritis terbagi menjadi dua yaitu skleritis anterior dan posterior. Skleritis

posterior jarang terjadi, tetapi dapat terjadi secara bersamaan dengan skleritis anterior.

Skleritis anterior terbagi menjadi empat, yaitu:4

1. Skleritis anterior difus. Penyebaran inlamasinya pada sebagian sclera.

Umumnya bersifat benign.

2. Skleritis anterior nodular. Memiliki karakteristik satu atau lebih bentuk

eritematosa, inflamasi nodul pada sclera anterior. 20% kasus berkembang

menjadi skleritis nekrosis.

3. Skleritis anterior nekrosis dengan inflamasi. Merupakan bentuk tersering

yang bersamaan dengan kelainan kolagen pembuluh darah pada arthritis

rematoid. Pada keadaan ini biasanya didapatkan nyeri yang parah dan

kerusakan sklera dapat terlihat jelas. Skleritis anterior nekrosis dengan

inflamasi kornea disebut dengan sklerokeratitis.

4. Skleritis anterior nekrosis tanpa inflamasi. Merupakan bentuk yang terjadi

pada pasien dengan rematoid arthritis yang sudah lama. Skleritis anterior

nekrosis tanpa inflamasi disebut dengan perforansi skleromalasia.

Skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan kemampuan

melihat. Pemeriksaan objektif didapatkan adanya perubahan fundus, adanya

Page 5: Referat Skleritis

perlengketan massa eksudat di sebagian retina, perlengketan cincin koroid, massa di

retina, udem nervus optikus dan udem makular. Inflamasi skleritis posterior yang

lanjut dapat menyebabkan ruang okuli anterior dangkal, proptosis, pergerakan ekstra

ocular yang terbatas dan retraksi kelopak mata bawah

c. Epidemiologi

Angka kejadian skleritis lebih sering terjadi pada wanita dibanding laki-laki

dengan rasio 1,6:1, usia tersering pada usia dekade 5 kehidupan, namun tidak ada

bukti terjadinya skleritis dengan ras.4

d. Patofisiologi

Sklera terdiri dari kolagen dan jaringan ikat, yang berfungsi melindungi mata.

Degradasi enzim fibril kolagen dan masuknya sel-sel inflamasi, termasuk sel T dan

makrofag, berperan dalam proses terjadinya skleritis.3 Ketebalan sklera bervariasi

antara 0,3-1,2 mm. Sklera yang sehat berwarna putih. Inflamasi, merupakan proses

terjadinya skleritis hal ini berhubungan dengan reaksi inflamasi yang berhubungan

dengan penyakit imun kolagen.4,5

Inflamasi pada sklera dapat berkembang menjadi iskemia dan nekrosis,

menyebabkan penipisan dan perforasi bola mata. Skleritis anterior nekrosis

merupakan bentuk dari kerusakan skeritis tersering.4,5

e. Diagnosis

1. Anamnesis

Skleritis dapat terjadi dalam beberapa hari. Sebagian besar skleritis merasakan

nyeri yang biasanya bersifat konstan dan tumpul serta memburuk ketika malam hari

hingga terkadang terbangun dari tidur. Rasa nyeri dapat merambat ke bagian kepala

atau wajah yang lain, terutama sisi wajah yang sama. Ketajaman penglihatan biasanya

sedikit berkurang. Penurunan penglihatan yang lebih mencolok terjadi apabila timbul

peradangan kamera anterior, skleritis anterior akibat invasi mikroba langsung, dan

pada skleritis posterior. Bola mata sering terasa nyeri. Tanda klinis kunci adalah bola

5

Page 6: Referat Skleritis

mata berwarna ungu gelap akibat dilatasi pleksus vascular dalam sclera dan episklera.

Pada skleritis, pembuluh darah sclera menunjukkan pola bersilangan yang menempel

pada sklera dan tidak dapat digerakkan. Sklera juga membengkak, disertai edema

episklera dan kapsul tenon diatasnya.6,1,7

Pasien dengan necrotizing anterior scleritis with inflammation akan

mengeluhkan rasa nyeri yang hebat disertai tajam penglihatan yang menurun, bahkan

dapat terjadi kebutaan. Tajam penglihatan pasien dengan non-necrotizing scleritis

biasanya tidak akan terganggu, kecuali bila terjadi komplikasi seperti uveitis. Rasa

nyeri yang dirasakan pasien akan memburuk dengan pergerakan bola mata dan dapat

menyebar ke arah alis mata, dahi, dan dagu. Rasa nyeri juga dapat memburuk pada

malam hari, bahkan dapat membangunkan pasien dari tidurnya. 6

2. Pemeriksaan Fisik dan Oftalmologi6,1,7,11,12

Seperti semua keluhan pada mata, pemeriksaan diawali dengan pemeriksaan

tajam penglihatan.

o Visus dapat berada dalam keadaan normal atau menurun.

o Gangguan visus lebih jelas pada skleritis posterior.

Pemeriksaan umum pada kulit, sendi, jantung dan paru – paru dapat dilakukan

apabila dicurigai adanya penyakit sistemik.

Pemeriksaan Sklera

o Sklera tampak difus, merah kebiru – biruan dan setelah beberapa

peradangan, akan terlihat daerah penipisan sklera dan menimbulkan

uvea gelap.

o Area berwarna hitam, abu – abu, atau coklat yang dikelilingi oleh

peradangan aktif menandakan proses nekrosis. Apabila proses

berlanjut, maka area tersebut akan menjadi avaskular dan

menghasilkan sequestrum berwarna putih di tengah, dan di kelilingi

oleh lingkaran berwarna hitam atau coklat gelap.

Pemeriksaan slit – lamp

Page 7: Referat Skleritis

o Untuk menentukan adanya keterlibatan secara menyeluruh atau

segmental. Injeksi yang meluas adalah ciri khas dari diffuse anterior

scleritis.(Gambar 3).

Gambar 3. penebalan dan edema sklera dan injeksi yang meluas pada skleritis.

(Dikutip dari Ophthalmology a Pocket Textbook Atlas Edisi ke-2)

o Pada skleritis, kongesti maksimum terdapat dalam jaringan episkleral

bagian dalam dan beberapa pada jaringan episkleral superfisial. Sudut

posterior dan anterior dari sinar slit lamp terdorong maju karena

adanya edema pada sklera dan episklera.

o Pemberian topikal 2.5% atau 10% phenylephrine hanya akan menandai

jaringan episklera superficial dan konjungtiva, tidak sampai bagian

dalam dari jaringan episklera (Gambar 4).

7

Page 8: Referat Skleritis

Gambar 4. Pelebaran pembuluh darah sklera yang tidak mengecil dengan pemberian fenilefrin 2,5% topikal.

(Dikutip dari Ophthalmology a Pocket Textbook Atlas Edisi ke-2)

o Penggunaan lampu hijau dapat membantu mengidentifikasi area

avaskular pada sklera. Adanya daerah-daerah avaskuler

mengisyaratkan terjadinya vaskulitis oklusif dan prognosis yang

buruk.

o Pemeriksaan kelopak mata untuk kemungkinan blefaritis atau

konjungtivitis juga dapat dilakukan.

Pemeriksaan skleritis posterior

o Dapat ditemukan tahanan gerakan mata, sensitivitas pada palpasi dan

proptosis.

o Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukan papiledema, lipatan

koroid, dan perdarahan atau ablasio retina (Gambar 5).

o Dari USG dapat ditemukan lipatan koroid serta penonjolan diskus

nervus optikus (Gambar 6).

Page 9: Referat Skleritis

Gambar 5. Papil edema

(Dikutip dari Ophthalmology a Pocket Textbook Atlas Edisi ke-2)

Gambar 6. Hasil USG : Terlihat lipatan koroid (Panah) dan penonjolan diskus nervus optikus (panah)

(Dikutip dari Ophthalmology a Pocket Textbook Atlas Edisi ke-2)

3. Pemeriksaan Penunjang1,7

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari etiologi dari skleritis.

Beberapa pemeriksaan laboratorium dan radiologi yang dapat dilakukan yaitu:

1. Pemeriksaan darah lengkap dan laju endap darah

2. Faktor rheumatoid dalam serum

9

Page 10: Referat Skleritis

3. Antibodi antinuklear serum (ANA)

4. Serum antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA)

5. PPD (Purified protein derivative/mantoux test), rontgen toraks

6. Serum FTA-ABS, VDRL

7. Serum asam urat

8. B-Scan Ultrasonography dapat membantu mendeteksi adanya skleritis

posterior (Gambar 7).5

Gambar 7. B-Scan Ultrasonography pada skleritis posterior menunjukkan adanya akumulasi cairan pada kapsul tenon

(Dikutip dari Ophthalmology a Pocket Textbook Atlas Edisi ke-2)

f. Diagnosa Banding

o Episkleritis

Episkleritis adalah reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara

konjungtiva dan permukaan sklera. Episkleritis dapat merupakan suatu reaksi toksik,

alergik, bagian dari infeksi, serta dapat juga terjadi secara spontan dan idiopatik.

Episkleritis umumnya mengenai satu mata, terutama pada wanita usia pertengahan

dengan riwayat penyakit reumatik. Episkleritis sering tampak seperti skleritis

(Gambar 8). Namun, pada episkleritis proses peradangan dan eritema hanya terjadi

pada episklera, yaitu perbatasan antara sklera dan konjungtiva. Episkleritis

Page 11: Referat Skleritis

mempunyai onset yang lebih akut dan gejala yang lebih ringan dibandingkan dengan

skleritis. Selain itu episkleritis tidak menimbulkan turunnya tajam penglihatan.1,7

Gambar 8. Episkleritis

(Dikutip dari Ophthalmology a Pocket Textbook Atlas Edisi ke-2)

Keluhan pasien episkleritis berupa mata kemerahan, nyeri, fotofobia, nyeri

tekan dan rasa mengganjal. Bentuk radang pada episkleritis mempunyai gambaran

benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah konjungtiva.

Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas benjolan,

maka akan timbul rasa sakit yang dapat menjalar ke sekitar mata. Terlihat mata merah

satu sektor yang disebabkan melebarnya pembuluh darah di bawah konjungtiva.

Pembuluh darah episklera ini dapat mengecil bila diberi fenilefrin 2,5% topikal.

Sedangkan pada skleritis, melebarnya pembuluh darah sklera tidak dapat mengecil

bila diberi fenilefrin 2,5% topical (Gambar 9).1,7

11

Page 12: Referat Skleritis

Gambar 9. Pelebaran pembuluh darah episklera yang mengecil dengan pemberian fenilefrin 2,5% topikal.

(Dikutip dari Ophthalmology a Pocket Textbook Atlas Edisi ke-2)

g. Penatalaksanaan8

Penatalaksanaan bervariasi tergantung jenis skleritis. Skleritis nodular

anterior lebih sering respon terhadap NSAID, sedangkan skleritis nekrotikan lebih

berespon terhadap immunosupresan. Obat pilihan untuk skleritis non-nekrotikan

adalah flubiprofen 100 mg tiga kali sehari dan indometasin 25-50 mg 3 kali sehari.

Jika penggunaan satu NSAID tidak mengurangi nyeri, maka yang lain bisa dicoba.8

Penggunaan tumor necrosis factor (TNF) seperti remicade pada penderita skleritis

yang berhubungan dengan rheumatoid arthritis memberikan hasil yang menjanjikan

dalam pengobatan penyakit ini.14

Glukokortikoid sistemik digunakan pada tiga keadaan yaitu ketika

penggunaan NSAID tidak efektif, pada kasus skleritis nekrotikan anterior dan pada

kasus skleritis posterior. Dosis prednisone dimulai sebanyak 1 mg/kgBB perhari

( maksimal 60 mg/hari) dan kemudian di tapering off sesuai dengan respon klinis.

Pada pasien dengan gejala yang progresif, bisa dilakukan terapi kejut secara intravena

sebanyak 1 gram perhari selama 3 hari diikuti pemberian prednisone 60mg/hari.

Namun, Metode ini masih kontroversi, karena metode ini berisiko menyebabkan

perforasi sclera.

Page 13: Referat Skleritis

Obat imunosupresi diberikan pada keadaan; skleritis nekrotikan yang mendapat terapi

siklofosfamid dan glukokortikoid; tipe skleritis yang lain yang tidak terkontrol

dengan pemberian glukokortikoid dosis tinggi selama 1 bulan; penggunaan

prednisone lebih dari 10mg/hari sebagai dosis maintenance untuk mengontrol

skleritis; dan isu hubungan glukokortikoid dengan efek samping yang mungkin

terjadi.

Penggunaan siklofosfamid (sampai 2 mg/kgBB/hari) menjadi terapi pilihan

untuk pasien dengan skleritis nekrotikan dan pada pasien dengan penyakit vaskulitis

sistemik seperti granulomatosis Wegener. Pembenaran penggunaan alkylating agent

dalam kasus tersebut adalah tingginya risiko kerusakan okuli yang progresif, lesi

vaskulitis ekstraokuli, dan kematian.

Pasien dengan skleritis non-nekrotikan yang membutuhkan agen

glukokortikoid-sparing, pengobatan baris pertama terdiri dari methotrexate (sampai

25 mg / minggu), azathioprine (sampai 200 mg / hari), atau mycophenolate mofetil (1

gram dua kali sehari). Dalam sebuah penelitian retrospektif yang diperiksa hasil klinis

dari 50 pasien yang diobati dengan agen ini, 46% mencapai ketenangan dan mampu

menurunkan penggunaan prednison ≤ 10 mg / hari. Tergantung pada beratnya

penyakit, pengobatan biasanya dilanjutkan selama satu sampai dua tahun setelah

peradangan terkontrol. Agen lini kedua untuk skleritis termasuk kalsineurin inhibitor

(siklosporin atau tacrolimus), infliximab, atau rituximab.

Beberapa kasus skleritis anterior nekrotikan atau scleromalacia perforans,

diperlukan Terapi bedah untuk mengatasi perluasan penipisan sclera dan mencegah

pecahnya bola mata. Operasi pencangkokan sklera dapat dilakukan dengan donor

sklera, periostium, atau fasia lata. Upaya simultan untuk mengontrol peradangan yang

mendasari dengan terapi medis sangat penting ketika operasi diperlukan.

h. Komplikasi8

Skleritis berhubungan dengan berbagai kelainan mata diantaranya kehilangan

peglihatan, uveitis, katarak, glaucoma dan penyakit segment osterior. Komplikasi

spesifik scleritis posterior dapat berupa edema diskus optikus,, edema makula

13

Page 14: Referat Skleritis

exudative retinal detachment. Komplikasi yang kurang umum lainnya adalah

penipisan sclera dan pecahnya bola mata dengan trauma ringan Dalam sebuah

penelitian retrospektif dari 172 pasien, uveitis anterior ditemukan pada 42% pasien

dengan scleritis, katarak terdeteksi di 17%, glaukoma pada 13%, dan penyakit

segmen posterior pada 6%. Dalam penelitian yang sama, 37% pasien mengalami

penurunan penglihatan karena scleritis, Kehilangan penglihatan yang lebih sering

terlihat pada pasien dengan necrotizing scleritis (82%).

i. Prognosis

Skleritis nekrotikans merupakan jenis skleritis yang paling merusak. Skleritis

dengan penipisan sclera yang luas atau perforasi memiliki prognosis yang kurang baik

dibandingkan jenis skleritis yang lain.9 Prognosis skleritis yang didasari penyakit

autoimun bervariasi, tergantung pada penyakit autoimun tertentu.

Skleritis di spondyloarthropathies atau lupus eritematosus sistemik, biasanya

kondisi yang relatif jinak dan self-limiting, adalah skleritis difus atau skleritis

nodular tanpa komplikasi okular.

skleritis pada penyakit granulomatosis Wegener adalah penyakit parah yang

dapat menyebabkan kebutaan permanen yang biasanya berupa skleritis

nekrotikan dengan komplikasi okular.

Skleritis pada rheumatoid arthritis atau polychondritis relaps adalah penyakit

dengan keparahan sedang, yang mungkin menyebar, nodular, atau berupa

skleritis nekrotikan dengan atau tanpa komplikasi okular.10

Prognosis Skleritis tanpa berhubungan dengan penyakit sistemik seringkali lebih

baik dibandingkan skleritis disertai infeksi atau penyakit autoimun. Kasus-kasus dari

skleritis idiopatik mungkin ringan, lebih pendek dan memberikan respon terhadap

penggunaan tetes mata steroid.10

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: Referat Skleritis

1. Eva PR. Sklera. Dalam: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, Suyono J, Editors. Oftalmologi Umum Edisi 14.Jakarta: EGC,2000.169-73.

2. Subramanian M. Eye. Medlineplus [serial online].2008.Tersedia pada http://www.medlineplus.com [dikutip tanggal 5 Mei 2013]

3. Bolumleri. Sclera. Eyestar [serial online].2008.Tersedia pada htttp://www.eyestar.com.tr/htm/sklera.htm [dikutip tanggal 5 Mei 2013]

4. Theodore JG. Scleritis in Emergency Medicine. Emedicine [serial online].2010. Tersedia pada http://emedicine.medscape.com [dikutip tanggal 5 Mei 2013]

5. Kanski JJ. Disorders of The Cornea and Sclera. Clinical Ophthalmology.Third Edition. Wallingston, Surrey: Great Britain by Butler and Tanner Ltd, Frome and London.1994.146-49.

6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2010.119-20.

7. Suhardjo. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Balai Penerbit FK UGM; 2007.52-3.

8. Galor A, Thorne JE. Scleritis and Peripheral Ulcerative Keratitis. Rheum Dis Clin North Am. 2007 ;33(4):835–54.

9. Gaeta TJ. Scleritis in emergency medicine follow-up. Emedicine [serial online]. 2010. Tersedia pada http://emedicine.medscape.com/article/809166-followup. [dikutip tanggal 4 Mei 2013]

10. Maza MS. Scleritis follow-up. Emedicine [serial online]. 2010. Tersedia pada http://emedicine.medscape.com/article/followup. [Dikutip tanggal 4 Mei 2013]

11. C.Chern, Keneth. MD. Scleritis in Emergency Opthalmology. Dalam : A Rapid Treatment Guide.USA.McGraw-Hill.2002;122.

12. Yanoff M, Duker Jay.S. Scleral and Episcleral Disease. Dalam : Yanoff and Dunker Ophthalmology. 3th Edition. Mosby Elsevier.USA. 2008.

13. Gerhard K, Lang. MD. Ophthalmology a Pocket Textbook Atlas. 2 th Edition. Thieme Stuttgart.London.2006;161-68.

14. American academy of ophthalmology. External disease and cornea. Dalam : Basic and Cinical Science Course.Singapore.2009;236-41

15