Referat Skizofrenia Paranoid Baru

41
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai dan membantu saya, sehingga referat yang berjudul “Skizofrenia Paranoid” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Referat yang berjudul “Skizofrenia Paranoid” disusun untuk melengkapi tugas dan merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir di kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing saya di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, yaitu dr. Gerald Mario Semen, Sp.KJ, dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ dan dr.Herny Taruli Tambunan, M.Ked(KJ), Sp.KJ, yang telah membimbing saya dalam melaksanakan kepaniteraan ini dan dalam penyusunan referat ini, dan rekan- rekan Co-Ass yang turut membantu, memberikan semangat dan dukungan moral selama kepaniteraan klinik ini. Ucapan terima kasih juuga saya ucapkan kepada kedua orang tua saya dan kedua adik saya yang telah memberikan saya dukungan moral dan materi dalam menyusun referat ini. Saya pun menyadari, di dalam referat ini tentu masih memiliki kekurangan, oleh karena itu, saya sebagai penyusun referat ini memohon saran dan kritikannya. Semoga referat ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Terima kasih. 1

description

dlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fjdlkfjsadlkfj sadlfjsad lkfjas dlkfjsda fj

Transcript of Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Page 1: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai dan

membantu saya, sehingga referat yang berjudul “Skizofrenia Paranoid” dapat terselesaikan

tepat pada waktunya.

Referat yang berjudul “Skizofrenia Paranoid” disusun untuk melengkapi tugas dan

merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir di kepaniteraan klinik Ilmu

Kesehatan Jiwa di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing saya

di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, yaitu dr. Gerald

Mario Semen, Sp.KJ, dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ dan dr.Herny Taruli Tambunan, M.Ked(KJ),

Sp.KJ, yang telah membimbing saya dalam melaksanakan kepaniteraan ini dan dalam

penyusunan referat ini, dan rekan-rekan Co-Ass yang turut membantu, memberikan semangat

dan dukungan moral selama kepaniteraan klinik ini. Ucapan terima kasih juuga saya ucapkan

kepada kedua orang tua saya dan kedua adik saya yang telah memberikan saya dukungan moral

dan materi dalam menyusun referat ini.

Saya pun menyadari, di dalam referat ini tentu masih memiliki kekurangan, oleh karena

itu, saya sebagai penyusun referat ini memohon saran dan kritikannya. Semoga referat ini dapat

memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Terima kasih.

Jakarta, Oktober 2015

Penyusun

1

Page 2: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….... 1

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...………… 2

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………...... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………...…….. 5

2.1 DEFINISI ………………………………………………………………………. 5

2.2 SEJARAH ……………………………………………………………………… 5

2.3 EPIDEMIOLOGI ………………………………………………………………. 7

2.4 ETIOLOGI ……………………………………………………………………... 8

2.4.1 FAKTOR NEUROBIOLOGIS …………………………………………… 8

2.4.1.1 FAKTOR GENETIKA …………………………………………… 8

2.4.1.2 FAKTOR NEUROANATOMI STRUKTURAL ……………….... 9

2.4.1.3 FAKTOR NEUROKIMIA ……………………………………….. 9

2.4.2 FAKTOR PSIKOSOSIAL ……………………………………………….. 10

2.4.2.1 FAKTOR KELUARGA DAN LINGKUNGAN ………………… 10

2.4.2.2 FAKTOR STRESSOR …………………………………………… 10

2.5 MANIFESTASI KLINIS ……………………………………………………….10

2.6 PATOFISIOLOGI ……………………………………………………………... 11

2.7 KRITERIA DIAGNOSIS ……………………………………………………… 17

2.8 DIAGONOSIS BANDING ……………………………………………………. 18

2.9 PENATALAKSANAAN ……………………………………………………… 19

2.9.1 PENATALAKSANAAN NON-FARMAKOLOGIS …………………... 19

2.9.2 PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS …………………...…….. 20

2.10 PROGNOSIS …………………………………………………………………. 25

BAB III. KESIMPULAN ……………………………………………………………………. 27

3.1 KESIMPULAN …………………………………………………………………. 27

DAFTAR RUJUKAN ………………………………………………………………………... 28

2

Page 3: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai suatu gangguan psikotik, banyak

tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Pada awalnya, Benedict Morel (1809-1926),

seorang dokter psikiatrik dari Perancis, menggunakan istilah dẻmence prẻcoce untuk pasien

dengan penyakit yang dimulai pada masa remaja yang mengalami perburukan. Kemudian,

Emil Kreaplin (1856-1926) yang menerjemahkan istilah dẻmence prẻcoce menjadi

demensia prekoks yaitu suatu istilah yang menekankan proses kognitif (demensia) dan

awitan dini (prekoks) yang nyata. Istilah skizofrenia itu sendiri mulai dicetuskan oleh

Eugen Bleuler (1857-1939) sebagai pengganti demensia prekoks. Bleuler mengidentifikasi

symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A, antara lain : Asosiasi, Afek,

Autisme dan Ambivalensi.

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan psikotik yang paling sering terjadi.

Gangguan ini dapat terjadi baik pada wanita (usia awitan 25 - 35 tahun) maupun pria (usia

awitan 15 - 25 tahun). Skizofrenia sendiri adalah istilah psikosis yang menggambarkan

mispersepsi pikiran dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai

kenyataan, dan mencakup waham dan halusinasi. Seorang pasien dapat dikatakan pasien

skizofrenia bila manifestasi klinis yang terjadi sudah selama 1 (satu) bulan (berdasarkan

PPDJI-III).

Gejala yang ditimbulkan pada pasien skizofrenia mencangkup beberapa fungsi,

seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan yang salah (waham), penurunan

dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan aktivitas motorik (katatonik atau

hyperactive behavior), gangguan dari pengungkapan emosi (afek tumpul), tidak mampu

merasakan kesenangan (anhedonia sehingga menyebabkan afek datar). Akan tetapi,

kesadaran dan kemampuan intelektual pada pasien masih dapat dipertahankan, meskipun

terjadi defisit kognitif.

Terdapat beberapa klasifikasi atau subtipe skizofrenia yang diklasifikasikan oleh Emil

Kraepelin (1856-1926), salah satunya adalah skizofrenia paranoid. Skizofrenia paranoid

3

Page 4: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

merupakan subtipe pada skizofrenia yang paling umum, dimana waham dan halusinasi

auditorik jelas terlihat. Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama

untuk menghilangkan gejala. Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat dalam

waktu satu tahun, 80% mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun, dan 10%

meninggal karena bunuh diri.

4

Page 5: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau

“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau

ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu sindrom

psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia,

deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.1

Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan

persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan mencakup

waham dan halusinasi.2 Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis,

menurut gejala utama yang terdapat pada pasien, salah satunya adalah skizofrenia

paranoid.9 Skizofrenia paranoid merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan

paling stabil, dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat.1,2,7 Pada pasien

skizofrenia paranoid, pasien mungkin tidak tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala

paranoid.6

2.2 SEJARAH

Besarnya masalah klinis skizofrenia, secara terus-menerus telah menarik perhatian

tokoh-tokoh utama psikiatri dan neurologi sepanjang sejarah gangguan ini. Tokoh-tokoh

tersebut, yaitu:3,4

Benedict Morel (1809-1926), seorang dokter psikiatrik dari Perancis, menggunakan

istilah dẻmence prẻcoce untuk pasien dengan penyakit yang dimulai pada masa remaja

yang mengalami perburukan.

Karl Ludwig Kahlbaum (1828-1899) menggambarkan gejala katatonia

Ewold Hacker (1843-1909) menulis mengenai perilaku aneh atau kacau (bizzzare) pada

pasien dengan hebefrenia.

Emil Kraepelin (1856-1926)

5

Page 6: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Emil Kraepelin merupakan seorang ahli kedokteran jiwa di kota Munich (Jerman)

dan ia mengumpulkan gejala-gejala serta sindrom, menggolongkannya ke dalam satu

kesatuan dan menerjemahkan istilah dẻmence prẻcoce dari Morel menjadi demensia

prekoks, suatu istilah yang menekankan proses kognitif atau kemunduran inteligensi

(demensia) dan awitan dini atau sebelum waktunya (prekoks) yang nyata dari gangguan

ini.3,4,9 Pasien dengan demesia prekoks digambarkan memiliki perjalanan penyakit yang

memburuk dalam jangka waktu lama dan gejala klinis umum berupa halusinasi dan

waham. Dimana, demensia prekoks terkait dengan konsep saat ini tentang skizofrenia.2

Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis. Penderita digolongkan ke

dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya.9

Gambar 1. Emil Kraepelin (1856-1926).4

Sumber : 4Skizofrenia. Kaplan - Sadock : Sinopsis Psikiatri - Ilmu Pengetahuan

Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Hal 700.

Eugen Bleuler (1857-1939)

Pada tahun 1911, Eugen Bleuler seorang psikiatri dari swiss mengajukan istilah

“skizofrenia” dan istilah tersebut menggantikan “demensia prekoks” di dalam literatur,

karena nama ini dengan tepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit ini, yaitu jiwa

yang terpecah-belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berpikir,

perasaan, dan perbuatan (schizos = pecah belah atau bercabang, phren = jiwa).9

Bleuler menggambarkan gejala fundamental (atau primer) spesifik untuk

skizofrenia, termasuk suatu gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala

fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi. Jadi terdapat

empat A dari Bleuler yang terdiri dari asosiasi, afek, autisme dan ambivalensi. Bleuler

6

Page 7: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

juga menggambarkan gejala pelengkap (sekunder), yang termasuk halusinasi dan

waham, gejala yang telah menjadi bagian penting dari pengertian Kraepelin tentang

gangguan.

Gambar 2. Eugen Bleuler (1857 - 1939).4

Sumber : 4Skizofrenia. Kaplan - Sadock : Sinopsis Psikiatri - Ilmu Pengetahuan

Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Hal 700.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka insidens

serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Menurut DSM-IV-TR, insidensi

tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi

geografik.3 Skizofrenia yang menyerang kurang lebih 1 persen populasi, biasanya bermula

di bawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang dari semua kelas

sosial.3,7

Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko morbiditas

selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir masa remaja atau awal

dewasa.2 Awitan skizofrenia di bawah usia 10 tahun atau di atas usia 60 tahun sangat

jarang. Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Usia puncak

onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, dan untuk wanita usia puncak onsetnya

adalah 25 sampai 35 tahun.4,7

Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung mengalami hendaya

akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa wanita lebih cenderung memiliki

kemampuan fungsi sosial yang lebih baik daripada pria sebelum awitan penyakit. Secara

7

Page 8: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

umum, hasil akhir pasin skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan hasil akhir pasien

skizofrenia pria.3

2.4 ETIOLOGI

Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia.1,7 Namun,

skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan gabungan antara berbagai

faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai dari faktor neurobiologis maupun

faktor psikososial, diantaranya sebagai berikut:

2.4.1 Faktor Neurobiologis

2.4.1.1 Faktor Genetika

Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia

adalah gangguan bersifat keluarga.7 Penelitian tentang adanya pengaruh

genetika atau keturunan terhadap terjadinya skizofrenia tersebut telah

membuktikan bahwa terjadinya peningkatan risiko terjadinya skizofrenia

bila terdapat anggota keluarga lainnya yang menderita skizofrenia, terutama

bila hubungan keluarga tersebut dekat (semakin dekat hubungan

kekerabatan, semakin tinggi risikonya).7

Diperkirakan bahwa sejumlah gen yang mempengaruhi perkembangan

otak memperbesar kerentanan menderita skizofrenia.2 Pada penelitian anak

kembar, terjadi peningkatan resiko seseorang menderita skizofrenia akan

lebih tinggi pada kembar identik atau monozigotik (mempunyai risiko 4-6

kali lebih sering dibandingkan kembar dizigotik).7

Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan

skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen resesif.9 Potensi ini

mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada

lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau

tidak. Angka presentasi terjadinya skizofrenia dapat dilihat dari tabel

dibawah ini.

Hubungan Presentasi Terjadinya Skizofrenia

8

Page 9: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Populasi umum 1 %

Kembar monozigotik 40 - 50 %

Kembar dizigotik 10 - 15 %

Saudara kandung skizofrenia 10 %

Orang tua 5 %

Anak dari salah satu orang tua

skizofrenia

10 - 15 %

Anak dari kedua orang tua

skizofrenia

30 - 40 %

Tabel 1. Risiko Terjadinya Skizofrenia Selama Kehidupan.2,7

Sumber : 2At A Glance Psikiatri. Edisi 4. Gangguan Jiwa : Skizofrenia. Hal 19.7Buku Ajar Psikiatri FK Universitas Indonesia. Edisi 2. Skizofrenia. Hal 180.

2.4.1.2 Faktor Neuroanatomi Struktural

Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis merupakan tiga

daerah yang saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah

mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya.4 Gangguan pada

sistem limbik akan mengakibatkan gangguan pengendalian emosi.

Gangguan pada ganglia basalis, akan mengakibatkan gangguan atau

keanehan pada pergerakan (motorik), termasuk gaya berjalan, ekspresi

wajah facial grimacing. Pada pasien skizofrenia dapat ditemukan gangguan

organik berupa pelebaran ventrikel tiga dan lateral, atrofi bilateral lobus

temporomedial dan girus parahipokampus, hipokampus, dan amigdala.1,7

2.4.1.3 Faktor Neurokimia

Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmitter juga

diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia. Hipotesis yang paling

banyak yaitu gejala psikotik pada pasien skizofrenia timbul diperkirakan

karena adanya gangguan neurotransmitter sentral, yaitu terjadinya

peningkatan aktivitas dopaminergik atau dopamin sentral (hipotesis

dopamin).1,4 Peningkatan ini merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan

9

Page 10: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau hipersensitivitas reseptor

dopamin.

2.4.2 Faktor Psikososial

2.4.2.1 Faktor Keluarga dan Lingkungan

Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam

menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi.7 Pasien skizofrenia

sering tidak “dibebaskan” oleh keluarganya. Beberapa peneliti

mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh pada

keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak

jelas dan sedikit tak logis.7 Penderita skizofrenia pada keluarga dengan

ekspresi emosi tinggi (expressed emotion [EE], keluarga yang berkomentar

kasar dan mengkritik secara berlebihan) memiliki peluang yang lebih besar

untuk kambuh.2,7

2.4.2.2 Faktor Stressor

Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi dan

kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset gejala

akut.2

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Pada DSM-IV (Diagnostic and statistical manual) menyebutkan bahwa tipe paranoid

ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar

yang sering, dan tidak ada perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe

terdisorganisasi atau katatonik.4 Skizofrenia paranoid secara klasik ditandai oleh adanya

waham persekutorik (waham kejar) atau waham kebesaran.

Pada pasien skizofrenia tipe paranoid, menunjukkan regresi kemampuan mental,

respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien skizofrenia tipe

lain.(4) Pasien skizofrenia paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri

secara adekuat di dalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh

kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.4

10

Page 11: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Pada ICD-10, gambaran klinis pada pasien skizofrenia paranoid (F20.0) didominasi

oleh adanya gejala-gejala paranoid, seperti:6

Waham kejar (presecution), seperti memercayai bahwa orang lain bersekutu melawan

dia

Waham rujukan (reference), seperti bahwa orang asing atau televisi, radio atau koran

terutama mengarah kepada pasien; bila tidak mencapai intensitas waham, isi pikiran

tersebut dikenal sebagai ideas of reference

Waham merasa dirinya tinggi/istimewa (exalted birth), atau mempunyai misi khusus;

misalnya, keyakinan bahwa dirinya dilahirkan sebagai Mesias

Waham perubahan tubuh

Waham cemburu

Suara-suara halusinasi yang bersifat mengancam atau memerintahkan pasien

Halusinasi pendengaran non-verbal, seperti tertawa, bersiul, dan bergumam

Halusinasi bentuk lainnya, seperti penghiduan, pengecapan, penglihatan, sensasi

somatik seksual atau sensasi somatik lainnya

2.6 PATOFISIOLOGI

Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmiter juga diidentifikasi sebagai

penyebab skizofrenia. Ketidakseimbangan terjadi antara lain pada dopamin yang

mengalami peningkatan dalam aktivitasnya. Selain itu, terjadi juga penurunan pada

serotonin, norepinefrin, dan asam amio gamma-aminobutyric acid (GABA) yang pada

akhirnya juga mengakibatkan peningkatkan dopaminergik. Neuroanatomi dari jalur

neuronal dopamin pada otak dapat menjelaskan gejala-gejala skizofrenia.

11

Page 12: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Gambar 3. Terdapat 5 (lima) jalur dopamin pada otak.12

Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 26.

Terdapat lima jalur dopamin dalam otak, yaitu:12

a. Jalur Mesolimbik: berproyeksi dari area midbrain ventral tegmental ke batang otak

menuju nucleus akumbens di ventral striatum. Jalur ini memiliki fungsi berhubungan

dengan memori, indera pembau, efek viseral automatis, dan perilaku emosional.

Hiperaktivitas pada jalur mesolimbik akan menyebabkan gangguan berupa gejala

positif seperti waham dan halusinasi;

12

Page 13: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Gambar 4. Jalur mesolimbik dopamin pada otak yang menyebabkan gejala positif.12

Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential

Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 27.

b. Jalur Mesokortikal: berproyeksi dari daerah tegmental ventral ke korteks prefrontal.

Berfungsi pada insight, penilaian, kesadaran sosial, menahan diri, dan aktifitas kognisi.

Hipofungsi pada jalur mesokortikal akan menyebabkan gangguan berupa gejala negatif

dan kognitif pada skizofrenia. Jalur mesokortikal terdiri dari mediasi gejala kognitif

(dorsolateral prefrontal cortex / DLPFC ) dan gejala afektif (ventromedial prefrontal

cortex / VMPFC) skizofrenia.12

13

Page 14: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Gambar 5. Jalur mesokortical dopamin pada otak 12

Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential

Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 29.

c. Jalur Nigrostriatal: sistem nigrostriatal mengandung sekitar 80% dari dopamin otak.

Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra ke basal ganglia atau striatum (kauda dan

putamen). Jalur ini berfungsi menginervasi sistem motorik dan ekstrapiramidal.

14

Page 15: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Dopamin pada jalur nigrostriatal berhubungan dengan efek neurologis

(Ekstrapiramidal / EPS) yang disebabkan oleh obat-obatan antipsikotik tipikal / APG-I

(Dopamin D2 antagonis).

Gambar 6. Jalur nigrostriatal dopamin pada otak.12

Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential

Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 32.

d. Jalur Tuberoinfundibular: organisasi dalam hipotalamus dan memproyeksikan pada

anterior glandula pituitari. Fungsi dopamin disini mengambil andil dalam fungsi

endokrin, menimbulkan rasa lapar, haus, fungsi metabolisme, kontrol temperatur,

pencernaan, gairah seksual, dan ritme sirkardian. Obat- obat antipsikotik mempunyai

efek samping pada fungsi ini dimana terdapat gangguan endokrin.

15

Page 16: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Gambar 7. Jalur tuberoinfundibular dopamin pada otak.12

Sumber : 12 Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 32.

e. Jalur Thalamus : Jalur kelima berasal dari berbagai tempat, termasuk periaqueductal

gray, ventral mesencephalon, hypothalamus nukleus, nukleus parabrachial lateral, yang

berproyeksi ke thalamus. Namun, fungsinya masih belum diketahui.12

Rumusan yang paling sederhana untuk mengungkapkan patofisiologi dari skizofrenia

adalah hipotesa dopamin. Hipotesa ini secara sederhana menyatakan bahwa skizofrenia

disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Hipotesis ini disokong dari

hasil observasi pada beberapa obat antipsikotik yang digunakan untuk mengobati

skizofrenia dimana berhubungan dengan kemampuannya menghambat dopamin (D2)

reseptor.

16

Page 17: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Gambar 8. Hipotesis dopamin pada skizofrenia.12

Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 34.

2.7 KRITERIA DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia, pasien harus memenuhi kriteria DSM-IV-

TR atau ICD-X. Berdasarkan DSM-IV, kriteria pasien skizofrenia, yaitu:7

1. Berlangsung paling sedikit enam bulan

2. Penurunan fungsi yang cukup bermakna, yaitu dalam bidang pekerjaan, hubungan

interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi

3. Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama periode tersebut

4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor,

autisme, atau gangguan organik.

17

Page 18: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Semua pasien skizofrenia mesti digolongkan ke dalam salah satu dari subtipe yang

telah disebutkan diatas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas manifestasi perilaku yang

paling menonjol.7 Berdasarkan PPDGJI-III, maka pedoman diagnostik skizofrenia paranoid

(F20.0), yaitu :5

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Sebagai tambahan :

Halusinasi dan/atau waham harus menonjol

a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau

halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),

mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);

b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain

perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;

c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion

of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity” (delusion of

passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling

khas

Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara

relatif tidak nyata/tidak menonjol

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding pada pasien skizofrenia paranoid adalah gangguan psikotik lain,

dapat berupa gangguan skizofreniform dan gangguan skizoafektif. Pada gangguan

skizofreniform, gejalanya sama dengan skizofrenia, namun berlangsung sekurang-

kurangnya 1 bulan, tetapi kurang dari 6 bulan.3 Pada pasien dengan skizofreniform, akan

kembali ke fungsi normal ketika gangguan hilang. Bila suatu sindrom manik atau depresif

terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, maka hal itu adalah gangguan

skizoafektif, yang mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan afektif

(gangguan mood).3

2.9 PENATALAKSANAAN

18

Page 19: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis, sebagaimana

terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan penatalaksanaan yang efektif,

dapat berdampak lebih buruk (kemunduran mental).2,9 Pasien skizofrenia mungkin tidak

sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita dapat

ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau pun di luar rumah.9

Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien skizofrenia paranoid dapat berupa

penatalaksanaan non-farmakologis dan farmakologis.

2.9.1 PENATALAKSANAAN NON-FARMAKOLOGIS

Rawat Inap / Hospitalisasi

Pasien yang mengalami gejala-gejala skizofrenia akut harus dirawat di

rumah sakit.6 Perawatan di rumah sakit menurunkan stress pada pasien dan

membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di

rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas

pengobatan rawat jalan.4 Rawat inap diindikasikan terutama untuk :1,3

1. Tujuan diagnostik

2. Stabilisasi pengobatan

3. Keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri atau pembunuhan, maupun

mengancam lingkungan sekitar

4. Untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak pada tempatnya, termasuk,

ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang dan

papan

5. Tidak adanya dukungan dan motivasi sembuh dari keluarga maupun

lingkungan

6. Timbulnya efek samping obat yang membahayakan jiwa

Membangun hubungan yang efektif antara pasien dan sistem pendukung

komunitas merupakan tujuan utama rawat inap.3 Rawat inap dan layanan

rehabilitasi masyarakat juga bertujuan untuk memaksimalkan kemandirian

pasien (contohnya dengan melatih keterampilan hidup sehari-hari), karena pada

pasien dengan gejala sisa (contohnya gejala negatif dan kognitif) mungkin tidak

19

Page 20: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

dapat hidup mandiri.2 Setelah keluar dari rumah sakit, pasien tersebut perlu di

follow-up teratur oleh ahli psikiatri.6

Terapi Psikologis (Psikoterapi) dan Dukungan Sosial (Sosioterapi)

Terapi yang dapat membantu penderita skizofrenia adalah psikoterapi

suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud

mengembalikan penderita ke masyarakat.9 Terapi perilaku kognitif (cognitive

behavioural therapy, CBT) seringkali bermanfaat dalam membantu pasien

mengatasi waham dan halusinasi yang menetap. Tujuannya adalah untuk

mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan, dan tidak secara langsung

menghilangkan gejala. Terapi keluarga dapat membantu mereka megurangi

ekspresi emosi yang berlebihan dan terbukti efektif mencegah kekambuhan.2

Terapi kerja adalah baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi

dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.9 Hal ini dimaksudkan

agar pasien tidak mengasingkan diri dan terapi ini sangat penting dalam

menjaga kepercayaan diri dan kualitas hidupnya.2 Penting sekali untuk menjaga

komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga.1

2.9.2 PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS

Pemberian obat-obat anti-psikosis

Pemberian obat anti-psikosis pada pasien skizofrenia (sindrom psikosis

fungsional) merupakan penatalaksanaan yang utama. Pengobatan anti-psikosis

diperkenalkan awal tahun 1950-an.3 Pemilihan jenis obat anti-psikosis

mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan (fase akut atau kronis) dan

efek samping obat.8,9 Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru

dialami atau yang kambuh) yang perlu segera diatasi.

Obat anti-psikosis tidak bersifat menyembuhkan, namun bersifat pengobatan

simtomatik.13 Obat anti-psikosis efektif mengobati “gejala positif” pada episode

akut (misalnya halusinasi, waham, fenomena passivity) dan mencegah

kekambuhan.2,9 Obat-obat ini hanya mengatasi gejala gangguan dan tidak

20

Page 21: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

menyembuhkan skizofrenia.3 Pengobatan dapat diberikan secara oral,

intramuscular, atau dengan injeksi depot jangka panjang.2

Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia,

pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek samping,

karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan mengurangi

ketaatanberobatan (compliance) atau kesetiaberobatan (adherence). Dianjurkan

untuk menggunakan antipsikosis atipikal atau antipsikosis tipikal, tetapi dengan

dosis yang rendah.9

Gambar 9. Sifat obat antipsikotik konvensional adalah kemampuan mereka

untuk memblokir reseptor dopamin D2 khususnya di jalur dopamin mesolimbik.

Sehingga akan mengurangi hiperaktivitas pada jalur dopamin mesolimbik dan

mengurangi gejala positif.Sumber : 11Antipsychotic Agents. Stahl’s Essential Psychopharmacology. 4th Edition.

http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf

21

Page 22: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Mekanisme kerja obat anti-psikosis berkaitan dengan aktivitas

neurotransmitter dopamine yang meningkat (Hiperaktivitas sistem

dopaminergik sentral).8 Pada umumnya, pemberian obat anti-psikosis sebaiknya

dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun, setelah semua gejala psikosis

mereda sama sekali. Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama,

sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis.8 Obat

anti-psikosis dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya,

yaitu:3,4,7

1. Dopamine Receptor Antagonist (DRA) atau anti-psikosis generasi I

(APG-I)

Obat APG-I disebut juga obat anti-psikosis konvensional atau tipikal.

Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam

mem-blokade atau menghambat pengikatan dopamin pada reseptor pasca-

sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem

ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), hal inilah yang

diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat.13 Oleh karena

kinerja obat APG-I, maka obat ini lebih efektif untuk gejala positif,

contohnya gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikir yang tidak

wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi) dibandingkan untuk terapi

gejala negatif.1,8,10 Obat antipsikosis tipikal (APG-I) memiliki dua

kekurangan utama, yaitu :

a. Hanya sejumlah kecil pasien (kemungkinan 25 persen) yang cukup

tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup

normal

b. Antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang

mengganggu dan serius. Efek menganggu yang paling utama adalah

akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor.

Sebagian besar antagonis reseptor dopamin dapat diberikan dalam satu

dosis oral harian ketika orang tersebut berada dalam kondisi yang stabil dan

telah menyesuaikan dengan efek samping apa pun.10 Prototip kelompok obat

22

Page 23: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

APG-I adalah klorpromazin (CPZ), hal ini dikarenakan obat ini sampai

sekarang masih tetap digunakan sebagai antipsikosis, karena ketersediannya

dan harganya murah.13

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjurkan

Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25 - 100 mg 150 - 600 mg/hari

Promactil Tab. 100 mg

Meprosetil Tab. 100 mg

Cepezet Tab. 100 mg

Perphenazine Perphenazine Tab. 4 mg

Trilafon Tab 2 - 4 - 8 mg

Trifluoperazine Stelazine Tab. 1 - 5 mg 10 - 15 mg/hari

Fluphenazine Anatensol Tab. 2,5 - 5 mg 10 - 15 mg/hari

Thioridazine Melleril Tab. 50 - 100 mg 150 - 300 mg/hari

Haloperidol Haloperidol Tab. 0,5 - 1,5 mg 5 - 15 mg/hari

Dores Tab. 1,5 mg

Serenace Tab. 0,5 - 1,5 mg

Haldol Tab. 2 - 5 mg

Govotil Tab. 2 - 5 mg

Lodomer Tab 2 - 5 mg

Pimozide Orap Forte Tab. 4 mg 2 - 4 mg/hari

Tabel 2. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi I dan Dosis Anjuran (yang

beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).8

Sumber : 8Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic

Medication). Edisi 3. Hal 14.

Obat CPZ merupakan golongan derivate phenothiazine yang

mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme

(efek esktrapiramidal / EPS).13 Semua obat APG-I dapat menimbulkan efek

samping EPS (ekstrapiramidal), seperti distonia akut, akathisia, sindrom

Parkinson (tremor, bradikinesia, rigiditas).8 EFek samping ini dibagi

23

Page 24: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

menjadi efek akut, yaitu efek yang terjadi pada hari-hari atau minggu-

minggu awal pertama pemberian obat, sedangkan efek kronik yaitu efek

yang terjadi setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun menggunakan obat.7

Oleh karena itu, setiap pemberian obat APG-I, maka harus disertakan obat

trihexyphenidyl 2 mg selama 2 minggu sebagai obat antidotum.

2. Serotonin-dopamine Antagonist (SDA) atau anti-psikosis generasi II

(APG-II)

Pada tahun 1990, ditemukan klozapin yang dikenal sebagai generasi

pertama antipsikotik golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan

obat ini sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal

symptom).13 Obat APG-II disebut juga obat anti-psikosis baru atau atipikal.

Standar emas terbaru untuk pemberian obat anti-psikosis bagi pasien

skizofrenia adalah APG-II. Obat APG-II memiliki efek samping neurologis

yang lebih sedikit dibandingkan dengan antagonis reseptor dopamin dan

efektif terhadap kisaran gejala psikotik yang lebih luas.10

Mekanisme kerja obat anti-psikosis atipikal adalah berafinitas terhadap

“Dopamine D2 Receptors” (sama seperti APG-I) dan juga berafinitas

terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin-dopamine antagonist),

sehingga efektif terhadap gejala positif (waham, halusinasi, inkoherensi)

maupun gejala negatif (afek tumpul, proses pikir lambat, apatis, menarik

diri).1,8

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjurkan

Sulpride Dogmatil Forte Tab. 200 mg 300 - 600 mg/hari

Clozapine Clorazil Tab. 25 - 100 mg 25 - 100 mg/hari

Sizoril Tab. 25 - 100 mg

Olanzapine Zyprexa Tab. 5 - 10 mg 10 - 20 mg/hari

Quetiapine Seroquel Tab. 25 - 100 mg 50 - 400 mg/hari

Zotepine Lodopin Tab. 25 - 50 mg 75 - 100 mg/hari

Risperidone Risperidone Tab 1 - 2 - 3 mg 2 - 6 mg/hari

24

Page 25: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Risperidal Tab. 1 - 2 - 3 mg

Neripros Tab. 1 - 2 - 3 mg

Persidal Tab. 1 - 2 - 3 mg

Rizodal Tab. 1 - 2 - 3 mg

Zofredal Tab. 1 - 2 - 3 mg

Aripiprazole Abilify Tab. 10 - 15 mg 10 - 15 mg/hari

Tabel 3. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi II dan Dosis Anjuran (yang

beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).8

Sumber : 8Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic

Medication). Edisi 3. Hal 14-15.

Apabila pada pasien skizofrenia, gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri,

isi pikir miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara

kacau), maka obat anti-psikosis atipikal perlu dipertimbangkan.8

2.10 PROGNOSIS

Dahulu, bila diagnosis skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak

ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu akan menuju

ke kemunduran mental (deteriorasi mental).9 Sekarang dengan pengobatan modern,

ternyata bila penderita itu datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama,

maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali (full remission atau

recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih didapati

cacat sedikit yang mereka masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya (social

recovery).9

Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk menghilangkan

gejala.1,7 Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat dalam waktu satu tahun, 80%

mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun, dan 10% meninggal karena bunuh diri.2

Kira-kira 50 persen dari semua pasien dengan skizofrenia mencoba bunuh diri sekurang

satu kali selama hidupnya, dan 10 sampai 15 persen pasien skizofrenik meninggal karena

bunuh diri selama periode follow-up 20 tahun.4 Pasien skizofrenik laki-laki dan wanita

sama-sama mungkin untuk melakukan bunuh diri.

25

Page 26: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

Prognosis Baik Prognosis Buruk

Onset lambat Onset muda

Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus

Onset akut Onset tidak jelas

Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan

pramorbid yang baik

Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan

pramorbid yang buruk

Gejala gangguan mood (terutama

gangguan depresif)

Perilaku menarik diri, autistik

Menikah dan telah berkeluarga Tidak menikah, bercerai, atau janda/duda

Riwayat keluarga gangguan mood (tidak

ada keluarga yang menderita skizofrenia)

Riwayat keluarga skizofrenia

Sistem pendukung yang baik (terutama dari

keluarga) untuk kesembuhan pasien

Sistem pendukung yang buruk untuk

kesembuhan pasien

Gejala positif Gejala negatif

Jenis kelamin perempuan Tanda dan gejala neurologis

Riwayat trauma perinatal

Tidak ada remisi dalam tiga tahun

Sering timbul relaps

Riwayat penyerangan

Tabel 4. Menunjukkan Prognosis Baik dan Buruk dalam Skizofrenia.3

Sumber : 3Skizofrenia. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Hal 156.

26

Page 27: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

BAB III

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau “pecah”,

dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian

antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis

yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta

dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.

Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis, menurut gejala utam yang

terdapat pada pasien, salah satunya adalah skizofrenia paranoid. Skizofrenia paranoid

merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan paling stabil, dimana waham dan

halusinasi auditorik jelas terlihat. Pada pasien skizofrenia paranoid, pasien mungkin tidak

tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala paranoid.

Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia paranoid harus dilakukan sesegera mungkin

setelah didiagnosis, sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan

penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih buruk (kemunduran mental). Pasien

skizofrenia mungkin tidak sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang

baik, penderita dapat ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau

pun di luar rumah. Terapi yang diberikan dapat dengan non-formakologi (rawat inap dan

terapi psikososial) melalui keluarga dan lingkungannya dan farmakologi dengan pemberian

obat anti-psikosis tipikal (APG-I) atau anti-psikosis atipikal (APG-II) berdasarkan gejala

psikosis yang dominan dan efek samping obat).

27

Page 28: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

DAFTAR RUJUKAN

1. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-3.

2. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan Prognosis. Editor :

Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius Katona, Claudia Cooper, dan Mary

Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga. 2012:18-21.

3. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku

Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:147-68.

4. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis Psikiatri - Ilmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang : Binarupa Aksara Publisher.

2010:699-744.

5. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham : Skizofrenia (F20). Editor :

Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5.

Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2013:46-8.

6. Skizofrenia dan Gangguan Waham (Paranoid). Editor : Husny Muttaqin dan Frans Dany.

Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2013:147-50.

7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri.

Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2013:173-98.

8. Obat Anti-psikosis. Editor : Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik

(Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika

Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007:14-22.

9. Skizofrenia. Editor : Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya :

Airlangga University Press. 2009:259-81.

10. Terapi Biologis - Antagonis Reseptor Dopamin : Antipsikotik Tipikal. Editor : Husny

Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi

2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:498-502.

11. Antipsychotic Agents. Stahl’s Essential Psychopharmacology. 4th Edition. Diunduh dari :

http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf

28

Page 29: Referat Skizofrenia Paranoid Baru

12. Psychosis and Schizophrenia. Editor : Stahl, Stephen M. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. England : Cambridge University Press. 2008:26-34.

13. Psikotropik. Editor : Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007:161-9.

29