REFERAT SELA.doc
-
Upload
sela-arini-putri -
Category
Documents
-
view
229 -
download
6
Transcript of REFERAT SELA.doc
1
LEMBAR PENGESAHAN
Judul referat :“KOMA HIPEROSMOLAR
HIPERGLIKEMIK NON KETOTIK”
Nama mahasiswa : Sela Arini Putri (030.09.229).
Dibacakan tanggal : 22 Februari 2014
Direvisi tanggal :
Tegal, Februari 2014
Pembimbing
dr. Nurmilawati, Sp.PD. FINASIM.
2
DAFTAR ISI
Judul
Halaman Pengesahan..........................................................................................1
Daftar Isi..............................................................................................................2
Bab I Pendahuluan..............................................................................................3
Latar Belakang....................................................................................................3
Tujuan.....................................................................................................4
Bab II...................................................................................................................5
Definisi....................................................................................................5
Epidimiologi............................................................................................5
Etiologi....................................................................................................6
Patogenesis..............................................................................................8
Diagnosis ................................................................................................12
Penatalaksanaan......................................................................................14
Prognosis.................................................................................................20
Bab III Kesimpulan.............................................................................................22
Daftar Pustaka
3
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom
yang ditandai hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa
ditandai adanya ketosis, disertai menurunnya kesadaran. Gejala klinis
utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai
gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.1
Bertambahnya penyakit yang terkait pada pasien lansia adalah
ketidakmampuan sistem kardiovaskuler mengatasi perpindahan volume
cepat trombosis intraseluler serta kejang setempat (diduga karena
hiperkonsentrasi darah yang berlebihan dan kurangnya aliran darah
setempat). Diabetes Mellitus adalah kondisi hiperglikemi kronis yang
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dengan mikroskop
elektron.2
Diabetes yang tidak disadari dan tidak diobati dengan tepat atau
diputus akan memicu timbulnya penyakit berbahaya dan memicu
terjadinya komplikasi. Komplikasi yang diakibatkan kadar gula yang terus
menerus tinggi dan merupakan penyulit dalam perjalanan penyakit
diabetes mellitus salah satunya adalah hiperglikemia. Angka kematian
HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena
pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali memiliki penyakit
lain.2
Ditemukan 85% pasien KHNK mengidap penyakit ginjal atau
kardiovaskuler, pernah juga ditemukan pada penyakit akromegali,
tirotoksikosis, dan penyakit Chusing. Pasien KHNK kebanyakan usianya
tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Sindrom koma hiperglikemik
4
hiperosmolar non ketosis penting diketahui karena kemiripannya
dan perbedaannya dari ketoasidosis diabetik berat dan merupakan diagnosa
banding serta perbedaan dalam penatalaksanaan. Pasien yang mengalami sindrom
koma hipoglikemia hiperosmolar nonketosis akan mengalami prognosis jelek.
Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai 25- 50%.2
TUJUAN
Untuk mengetahui lebih dalam tentang penyakit koma hiperosmolar
hiperglikemik non ketotik yang meliputi :
1. Mengetahui pengertian koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik
2. Mengetahui etiologi dari koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik
3. Mengetahui patofisiologi koma hiperosmolar hiperglikemik non
ketotik
4. Mengetahui penetapan diagnosis dini serta penatalaksanaan koma
hiperosmolar hiperglikemik non ketotik
5
BAB II
A. DEFINISI
Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik (HHNK) adalah
komplikasi metabolik akut diabetes, biasanya pada penderita diabetes
mellitus (DM) tipe 2 yang lebih tua. Pada kondisi ini, terjadi hiperglikemia
berat (kadar glukosa serum > 600 mg/dL) yang tanpa disertai ketosis.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan
dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila tidak
segera ditangani.3
B. EPIDEMIOLOGI
Data World Health Organization (WHO) tahun 2007 Indonesia
menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes melitus
terbesar di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat dengan
prevalensi 8,6% dari seluruh penduduk Indonesia. Jumlah penduduk
dunia sendiri yang menderita diabetes melitus berjumlah 171 juta jiwa
pada tahun 2000 dan diperkirakan pada tahun 2030 menjadi 366 juta
penderita. Total penderita diabetes melitus Indonesia menurut Depkes
RI tahun 2008 mencapai 8.246.000 jiwa pada tahun 2000 dan
diperkirakan menjadi 21.257.000 jiwa penderita pada tahun 2030.
Didapatkan data dari Kementrian Kesehatan RI tahun 2011 jumlah
penderita diabetes melitus di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 509.319
orang dan prevalensi pada tahun 2007 penderita diabetes melitus tipe 1
sebesar 0,09%, sedangkan kasus diabetes melitus tipe 2 mengalami
peningkatan sebesar 0,74% pada tahun 2005; 0,83% pada tahun 2006
dan 0,96% pada tahun 2007. Penderita diabetes melitus di Kabupaten
Banyumas pada tahun 2008 sebesar 3.232 orang. Berdasarkan data di
atas tersebut prevalensi diabetes melitus tiap tahun ke tahun memang
semakin meningkat.4
6
HHS memiliki usia rata-rata onset awal dekade ketujuh kehidupan.
Rata-rata usia pasien dengan HHS adalah 60 tahun. Laporan kejadian
kasus yang paling sering dipublikasikan adalah usia 57-69 tahun.
Sebaliknya, usia rata-rata onset untuk Diabetes Ketoasidosis adalah
awal dekade keempat kehidupan. HHS juga dapat terjadi pada orang
yang lebih muda. Secara khusus, karena laju peningkatan obesitas pada
anak-anak, prevalensi DM tipe 2 juga meningkat pada kelompok usia
ini dan dapat menyebabkan peningkatan insiden HHS pada populasi
ini.5
Masyarakat yang hidup di panti jompo beresiko untuk HHS. Hal
hal yang mendasari adanya pencegahan hidrasi yang memadai,
termasuk imobilitas, usia lanjut, kelemahan, demensia, agitasi, dan
aktivitas yang menurun, menempatkan pasien pada risiko. Gangguan
indera, seperti tuli dan kebutaan, dapat menyebabkan isolasi sosial dan
juga meningkatkan risiko HHS.5
Tidak ada predileksi seks dicatat dalam seri yang paling sering
dipublikasikan HHS. Namun, beberapa data menunjukkan bahwa
prevalensi sedikit lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada laki-
laki. Dalam penelitian di Indonesia rasio laki-laki:perempuan = 1,1 :
1,0. Sedangkan dalam Survei Discharge US National Hospital (lihat di
atas), 3700 orang adalah laki-laki dan 7100 adalah perempuan.4,5
C. ETIOLOGI
Koma hiperosmolar hipoglikemik nonketotik dapat disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut1 :
1. Infeksi
a. Selulitis
b. Infeksi gigi
c. Pneumonia
d. Sepsis
e. Infeksi saluran kemih
7
2. Pengobatan
a. Obat kemoterapi
b. Glukokortikoid
c. Fenitoin
d. Diuretik tiazid
e. Propanolol
3. Noncompliance, maksudnya adalah ketidakpatuhan penderita Diabetes
Melitus terhadap penatalaksanaan yang dianjurkan, misalnya dalam hal
mengkonsumsi makanan, tidak patuh meminum obat, melewatkan
jadwal penyuntikan, dan lain-lain.
4. Diabetes Melitus tidak terdiagnosis.
5. Penyalahgunaan obat, seperti alkohol dan kokain.
6. Penyakit penyerta
a. Infark miokard akut
b. Tumor yang menghasilkan hormone adrenokortikotropin
c. Kejadian serebrovaskular
d. Sindrom cushing
e. Hipertermia
f. Hipotermia
g. Trombosis mesenterika
h. Pankreatitis
i. Emboli paru
j. Gagal ginjal
k. Luka bakar berat
l. Tirotoksitosis
Tabel 1. Prevalensi faktor pencetus HHNK
Faktor
Infeksi 72 %
Non-compliance DM 70%
DM yang tidak terdeteksi 41%
8
Penyakit yang sudah ada
sebelumnya
49%
Stres akut 17%
Diambil dari Med J Indones 2011
D. PATOGENESIS
Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam membawa
glukosa kedalam sel. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang
dikeluarkan oleh sel beta di p u l a u - p u l a u l a n g e r h a n s d i
p a n k r e a s . I n s u l i n y a n g d i k e l u a r k a n o l e h s e l b e t a
diibaratkan sebuah anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya
glukosa kedalam sel, kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme
menjadi energi atau t e n a g a . B i l a i n s u l i n t i d a k a d a , m a k a
g l u k o s a t i d a k d a p a t m a s u k s e l s e h i n g g a glukosa akan
tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya
dalam darah meningkat (hiperglikemik).3
Mekanisme timbulnya penyakit kencing manis atau diabetes
mellitus adalah sebagai berikut. Pada kondisi normal, glukosa dalam tubuh
yang berasal dari makanan, diserap ke dalam aliran darah dan bergerak ke
sel-sel di dalam tubuh. Glukosa tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai
sumber energi. Pengubahan glukosa dalam darah menjadi energi dilakukan
oleh hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormon
insulin juga berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam darah. Secara
normal, glukosa akan masuk ke sel-sel dan kelebihannya dibersihkan dari
darah dalam waktu 2 jam . Namun apabila insulin yang tersedia jumlahnya
terbatas dan atau tidak bekerja dengan normal,maka sel-sel di dalam tubuh
tidak terbuka dan glukosa akan terkumpul dalam darah. Kadar glukosa
darah di atas 10 mmol per liter merupakan kondisi di atas ambang serap
ginjal. Apabila kadar glukosa dalam darah berlebihan, maka sebagian
9
glukosa kemudian dibuang bersama urin. Peristiwa terbuangnya glukosa
bersama-sama urin tersebut dikenal dengan istilah kencing manis.3
Mekanisme hampir serupa dengan KAD. Pada mulanya sel β
pankreas gagal atau terhambat oleh beberapa keadaan stres yang
menyebabkan sekresi insulin mejadi tidak adekuat. Pada keadaan stres
terjadi peningkatan hormon glukagon sehingga pembentukan glukosa
meningkat dan menghambat pemakaian glukosa perifer, akhirnya akan
timbul hiperglikemia. Selanjutnya terjadi diuresis osmotik yang
menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal
menurun, dan sebagai akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lagi dan
timbul hiperosmolar hiperglikemik.2
Sampai saat ini para ahli belum dapat menetapkan, mengapa pada
pasien hiperosmolar tidak terjadi ketossis atau ketoasidosis. Beberapa
hipotesis diajukan tetapi rupanya patogenesis yang diajukan Gerich
mendapat perhatian dan pandangan lebih tepat.2
Beberapa hipotesis mengenai KHNK sebagai berikut :
1. Pada pasien KHNK diduga kadar insulin masih cukup untuk mencegah
ketosis tetapi tak dapat mempertahankan homeostasis glukosa.
Hipotesis ini ternyata tidak benar, karena diketahui bahwa kadar
insulin pada keadaan hiperosmolar dan ketoasidosis diabetik sama.
William menduga kadar insulin vena porta cukup banyak atau sel-sel
lemak yang sensitif terhadap insulin.2
2. Peran hiperosmolar dan dehidrasi. Pada binatang percobaan, dengan
mengurangi cairan ternyata intoleransi glukosa akan diikuti
pengurangan pelepasan asam lemak bebas, sehigga diduga dehidrasi
mempunyai sifat antiketogenik (mencegah lipolisis).2
Peran penurunan hormon lipolitik, seperti hormon pertumbuhan,
kortison, glukagon, katekolamin (hormon stres) kadar hormon lipolitik
yang berkurang ini memang telah dibuktikan pada koma hiperosmolar,
sehingga kadar asam lemak bebas lebih sedikit atau mempunyai kadar
sama dengan pada ketoasisdosis diabetik. Shunt mengajukan hipotesis
10
bahwa prostalglandin E2 (PGE2) mempunyai sifat anti lipolisis yang lebih
kuat dibandingkan insulin sehingga bila PGE2 meninggi tentu dapat
mencegah ketosis, tetapi hal ini belum terbukti.2
Gambar 1. diambil dari Indian Journal Pediatric, vol. 73-January, 2006
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon
glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa
ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan
hormon glukagon menyebabkan glikogenolisis yang dapat meningkatkan
kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan
11
hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan
intraseluler ke dalam intravaskular, yang dapat menurunkan volume cairan
intraseluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan
kekurangan cairan.3
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal,
sehingga timbul glikosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik
secara berlebihan (poliuria). Dampak dari poliuria akan menyebabkan
kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium,sodium dan
phospat.3
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah
menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi
hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah
glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air
maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urin yang disebut glukosuria.3
Faktor yang memulai timbulnya koma hiperosmolar hiperglikemik
non ketotik (HHNK) adalah diuresis glukosuria. Glukosuria
mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat
kehilangan air. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi
glukosa diatas ambang batas tertentu. Namun demikian, penurunan
volume intravaskular atau penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya akan
menurunkan laju filtrasi glomerular, menyebabkan konsentrasi glukosa
meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibandingkan natrium
menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk
menurunkan konsentrasi glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi
insulin.1
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam
urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler,
hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus
12
terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat
lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.5
Kemudian produksi insulin yang kurang pun akan menyebabkan
menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan
makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis.
Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka
penderita akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang
disebut poliphagia. Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis
akan mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik
berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena
ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat
mengakibatkan pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark
cerebral, jantung.5
Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika
kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka
akan timbul dehidrasi dan kemudian hipovolemia. Hipovolemia akan
mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan menyebabkan gangguan pada
perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan stadium terakhir dari proses
hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan elektrolit berat dalam
kaitannya dengan hipotensi.5
E. DIAGNOSIS
Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui
mempunyai DM, dan pasien DM tipe 2 yang mendapat pengaturan diet
dan atau obat hipoglikemi oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang
semakin memperberat masalah, misalnya diuretic.1
Keluhan pasien HHNK ialah : rasa lemah, gangguan penglihatan,
atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun
13
lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien dating
dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis,
kejang atau koma.1
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tamda dehidrasi berat
seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung,
perabaan ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah.
Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu tinggi.
Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen, yang membaik
setelah rehidrasi adekuat.1
Perubahan pada status mental dapat bekisar dari disorientasi
sampai koma. Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan
secara langsung dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat
osmolaritas serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol per
kg). Kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berupa kejang umum,
local, maupun, mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat
reversible dengan koreksi deficit cairan.1
Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHNK adalah
konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi (> 600 mg per dL) dan
osmolaritas serum yang tinggi (> 320 mOsm per kg air [normal = 290 ±
5]), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai ketonemia ringan atau
tidak. Separuh pasien akan menunjukkan asidosis metabolik dengan anion
gap yang ringan (10 – 12). Jika anion gapnya berat (>12), harus
dipikirkan diagnosis diferensial asidosis laktat atau penyebab lain. Muntah
dan penggunaan diuretik tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik
yang dapat menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi kalium dapat
meningkat atau normal. Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen
(BUN), dan hematokrit hampir selalu meningkat. HHNK menyebabkan
tubuh banyak kehilangan berbagai macam elektrolit.1
14
Tabel 2. Kehilangan elektrolit pada HHNK
Kehilangan Elektrolit pada HHNK
Elektrolit Hilang
Natrium 7 – 13 mEq per kg
Florida 3 – 7 mEq per kg
Kalium 5 – 15 mEq per kg
Fosfat 70 – 140 mEq per kg
Kalsium 50 – 100 mEq per kg
Magnesium 50 – 100 mEq per kg
Air 100 – 200 mEq per kg
Diambil dari Stoner, Hyperglycemic hyperosmolar state, American Academy of
Family Physician, http://www.aafp.org/afp/20050501/1723.
F. PENATALAKSANAAN
Angka kematian pada koma hiperosmolar tinggi (>50%).
Akibatnya terapi segera sangat mendesak. Tindakan yang paling
penting adalah pemberian cairan intravena dalam jumlah besar untuk
memulihkan sirkulasi dan aliran urin. Deficit cairan rata-rata adalah 10
sampai 11 liter. Sementara air tawar akan sangat diperlukan, terapi
awal harus berupa larutan garam isotonik, 2 sampai 3 liter harus
diberikan dalam 1 sampai 2 jam pertama. Kemudian salin separuh
kekuatan dapat digunakan. Begitu kadar glukosa mencapai normal,
dapat diberikan dekstrose 5 persen sebagai pembawa air tawar. Jika
koma hiperosmolar dapat dipulihkan dengan cairan saja, insulin harus
diberikan untuk mengendalikan hiperglikemia lebih cepat. Banyak
penulis menganjurkan dosis kecil insulin tetapi mungkin diperlukan
jumlah yang lebih besar terutama pada pasien obesitas. Garam kalium
biasanya diperlukan lebih awal dalam terapi koma hiperosmolar
dibanding pada ketoasidosis karena pergeseran K+ plasma intraseluler
selama peningkatan terapi tanpa asidosis. Jika terdapat asidosis laktat,
15
natrium bikarbonat harus diberikan sampai perfusi jaringan dapat
dipulihkan. Antibiotika diperlukan jika infeksi merupakan penyakit.6
Penatalaksanaan HHNK memerlukan monitoring ketat terhadap
kondisi pasien dan responnya terhadap terapi yang diberikan. Pasien-
pasien tersebut harus dirawat, dan sebagian besar dari pasie-pasien
tersebut sebaiknya dirawat di ruang rawat intensif atau intermediate.1
Penatalaksanaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik
(HHNK) meliputi lima pendekatan : 1) Rehidrasi intravena agresif; 2)
Penggantian elektrolit; 3) Pemberian insulin intravena; 4) Diagnosis
dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta; 5)
Pencegahan.1
Penatalaksanaan Medikamentosa
a. Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan
HHNK adalah penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya
dimulai dengan mempertimbangkan perkiraan defisit cairan
(biasanya 100 sampai 200 mL per kg, atau total rata-rata 9 L).
Penggunaan larutan isotonik akan dapat menyebabkan overload
cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat mengkoreksi defisit
cairan terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis
mielin difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan 1L
normal saline per jam. Jika pasiennya mengalami syok
hipovolemik, mungkin dibutuhkan plasma expanders. Jika pasien
dalam keadaan syok kardiogenik, maka diperlukan monitor
hemodinamik.1
Pada orang dewasa, risiko edema serebri rendah sedangkan
konsekuensi dari terapi yang tidak memadai meliputi oklusi
vaskular dan peningkatan ortalitas.1
Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan menurun,
bahkan sebelum insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi
16
indikator yang baik akan cukupnya terapi cairan yang diberikan.
Jika konsentrasi glukosa darah tidak bisa diturunkan sebesar 75-
100 mg per dL per jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian
cairan yang kurang atau gangguan ginjal.1
b. Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui
pasti, karena konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau
tinggi. Konsentrasi kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika
diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum
masuk ke dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-
menerus dan irama jantung pasien juga harus dimonitor.1
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol
per L), pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium
klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium
setidaknya 3,3 mEq per L). Jika konsentrasi kalium lebih besar dari
5,0 mEq per L (5,0 mmol per L), konsentrasi kalium harus
diturunkan sampai dibawah 5,0 mEq per L, namun sebaiknya
konsentrasi kalium ini perlu dimonitor tiap dua jam. Jika
konsentrasi awal kalium antara 3,3-5,0 mEq per L , maka 20-30
mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena yang
diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk
mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per L (4,0
mmol per L) dan 5,0 mEq per L.1
c. Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya
pamberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin
diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah
ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi,
kolaps vaskular, atau kematian. Insulin sebaiknya diberikan dengan
17
bolus awal 0,15U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip
0,1U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara
250 mg per dL (13,9 mmol per L) sampai 300 mg per dl. Jika
konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dL per jam,
dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika konsentrasi
glukosa darah sudah mencapai dibawah 300 mg/dL, sebaiknya
diberikan dekstrosa secara intravena dan dosis insulin dititrasi
secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan
hiperosmolar.1
Komplikasi Terapi
Komplikasi dari terapi yang tidak adekuat meliputi oklusi vaskular,
infark miokard, low-flow syndrome, disseminated, intravascular
coagulopathy, dan rhabdomiolisis. Overhidrasi dapat menyebabkan
adult respiratory distress syndrome dan edema serebri, yang jarang
ditemukan namun fatal pada anak-anak dan dewasa muda. Edema
serebri ditatalaksana dengan infus manitol dengan dosis 1-2gr/kgBB
selama 30 menit dan pemberian deksametason intravena.
Memperlambat koreksi hiperosmolar pada anak-anak, dapat mencegah
edema serebri.1
Penatalaksanaan Non Medikamentosa
Pasien Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)
biasanya datang dengan keadaan penurunan kesadaran dan dalam
keadaan gawat darurat, oleh karena itu pemberian obat secara non
farmakologi akan kurang tepat karena memberikan efek yang cukup
lama. Penatalaksaan yang tepat bagi pasien (KHHNK) yaitu secara
medikamentosa. Selain itu dapat juga dengan dilakukan pencegahan
penyakit Diabetes Melitus yang biasanya merupakan penyebab awal
KHHNK, meliputi7:
a. Terapi gizi
18
Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang
didasarkan pada status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi
diet berdasarkan kebutuhan individual.7
b. Latihan jasmani
Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan
perubahan metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat
latihan, dan tingkat kebugaran, juga oleh kada insulin plasma,
kadar glukosa darah, kadar benda keton dan imbangan cairan
tubuh.7
Identifikasi dan Mengatasi Faktor Penyebab
Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikan antibiotik
kepada semua pasien yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi
antibiotik dianjurkan sambil menunggu kultur pada pasien usia lanjut
dan pada pasien hipotensi. Berdasarkan penelitian terkini, peningkatan
konsentrasi C-reactive protein dan interleukin-6 merupakan indikator
awal sepsis pada pasien dengan HHNK.1
Pencegahan
Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya
penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa
darah dan compliance yang tinggi terhadap pengobatan yang diberikan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadap
persediaan air. Jika pasien tinggal sendiri, teman atau anggota keluarga
terdekat sebaiknya secara rutin menengok pasien untuk memperhatikan
adanya perubahan status mental dan kemudian menghubungi dokter
jika hal tersebut ditemui.1
Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam perawatan
harus diberikan edukasi yang memadai mengenai tanda dan gejala
HHNK dan juga edukasi mengenai pentingnya asupan cairan yang
memadai dan pemantauan yang ketat.1
19
Kemudian diet yang baik merupakan salah satu pencegahan dari
HHNK. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut7 :
a. Karbohidrat : 60-70%
b. Protein : 10-15%
c. Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat
badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensim insulin dan
memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah
satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat
mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu
parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan
dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain
jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya
diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan
melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal
dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak
jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein
sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan
tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat
penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari.
Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan
berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu
mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko
masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat
seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan
mineral.7
20
Selain diet, dengan berolah raga secara teratur dapat menurunkan
dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah
raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi
olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu
olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan
sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.7
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE
(Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training).
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi
maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penderita. Beberapa contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan
atau lari pagi, bersepeda, berenang,dan lain sebagainya. Olahraga
aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari
didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan
antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan
meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa.7
G. PROGNOSIS
Keadaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)
merupakan salah satu komplikasi akut atau emergensi Diabetes Melitus
(DM). Kedaruratan ini pun masih merupakan penyebab tingginya
morbiditas dan mortalitas dari pasien penderita Diabetes Melitus (DM).
Angka kejadian Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik masih sulit
diperkirakan karena belum ada studi populasi tentang keadaan ini, namun
diperkirakan kurang dari 1% dari semua penderita diabetes yang dirawat di
Rumah Sakit. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus.7
Prognosis dari kasus ini biasanya buruk, meskipun sebenarnya
kematian dari pasien bukan disebabkan oleh sindrom hiperosmolar itu
sendiri melainkan oleh karena penyakit yang mendasarinya atau
21
menyertainya. Angka kematiannya berkisar antara 30 – 50 % yang
merupakan angka kematian yang tinggi hal ini disebabkan karena serinya
terjadi kegawatan ini pada usia lanjut dan berhubungan dengan penyakit
penyakit kardiovaskular atau penyakit yang mendasari lainnya, infeksi,
dehidrasi, dan osmoralitas darah yang sangat tinggi. Namun demikian
angka kematian pada negara maju dapat ditekan menjadi sekitar 12 %.1
22
BAB III
KESIMPULAN
A. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom yang
ditandai hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ditandai
adanya ketosis, disertai menurunnya kesadaran.
B. Faktor yang mempengaruhi koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik
diantara adalah infeksi, diabetes mellitus yang tidak terdiagnosis dan
penyalahgunaan obat
C. Faktor yang memulai timbulnya koma hiperosmolar hiperglikemik non
ketotik (HHNK) adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan
kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang
akan semakin memperberat derajat kehilangan air
D. Penegakan diagnosis selain dari keluhan pasien, pemeriksaan fisik, juga
dengan hasil laboratorium yang menunjukkan konsentrasi glukosa darah
yang sangat tinggi, osmolaritas serum yang tinggi dan juga pH lebih besar
dari 7.30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak.
E. Penatalaksanaan medikamentosa dengan cara rehidasi intravena agresif,
penggantian elektrolit dan pemberian insulin intravena sedangkan
penatalaksanaan non medikamentosanya tidak bisa dilakukan hal ini
disebabkan karena pasien tidak koperatif.