Referat Radiologi Pjk Angiografi Ct

45
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan suplai oksigen dan darah pada daerah myocardium akibat obstruksi maupun spasme dari pembuluh darah koronaria. 1 Saat ini, penyakit jantung coroner masih merupakan masalah kesehatan utama dunia dan menjadi penyebab terbanyak kematian akibat penyakit kardiovaskular di dunia.Jumlah kematian akibat penyakit kardiovaskular meningkat dari 14,4 juta di tahun 1990 menjadi 17,5 juta di tahun 2005, dimana sekitar 7,6 juta kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner. 2 Lebih dari 80% kematian ini terjadi di negara berpendapatan menengah dan rendah, disebabkan oleh faktor sosioekonomi yang mempengaruhi gaya hidup. 3,4 Pada tahun 2002, negara India memiliki angka kematian akibat PJK tertinggi disusul oleh Rusia dan Cina. Di Amerika, PJK menyebabkan sekitar 400.000 kematian di tahun 2008, dimana setiap tahunnya, sekitar 785.000 orang akan mendapatkan serangan jantung dan sekitar 470.000 akan mendapat serangan berulang. Estimasi insiden serangan jantung setiap tahunnya mencapai 610.000 kasus baru dan 325.000 kasus baru miokard infark berulang. 5,6 Di Indonesia, PJK menjadi penyebab kematian terbanyakpada usia diatas 60 tahun dan penyebab kematian terbanyak kedua pada rentang usia 15-59 tahun setelah 1

description

Coronary Angiography

Transcript of Referat Radiologi Pjk Angiografi Ct

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan suplai oksigen dan darah pada daerah myocardium akibat obstruksi maupun spasme dari pembuluh darah koronaria.1Saat ini, penyakit jantung coroner masih merupakan masalah kesehatan utama dunia dan menjadi penyebab terbanyak kematian akibat penyakit kardiovaskular di dunia.Jumlah kematian akibat penyakit kardiovaskular meningkat dari 14,4 juta di tahun 1990 menjadi 17,5 juta di tahun 2005, dimana sekitar 7,6 juta kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner.2 Lebih dari 80% kematian ini terjadi di negara berpendapatan menengah dan rendah, disebabkan oleh faktor sosioekonomi yang mempengaruhi gaya hidup.3,4 Pada tahun 2002, negara India memiliki angka kematian akibat PJK tertinggi disusul oleh Rusia dan Cina. Di Amerika, PJK menyebabkan sekitar 400.000 kematian di tahun 2008, dimana setiap tahunnya, sekitar 785.000 orang akan mendapatkan serangan jantung dan sekitar 470.000 akan mendapat serangan berulang. Estimasi insiden serangan jantung setiap tahunnya mencapai 610.000 kasus baru dan 325.000 kasus baru miokard infark berulang.5,6 Di Indonesia, PJK menjadi penyebab kematian terbanyakpada usia diatas 60 tahun dan penyebab kematian terbanyak kedua pada rentang usia 15-59 tahun setelah HIV/AIDS. PJK menyebabkan sekitar 100.000-500.000 kematian di Indonesia pada tahun 2002.7Langkah pertama dalam pengelolaan penyakit jantung koroner ialah menetapkan diagnosis pasti, karena bila diagnosis PJK telah dibuat, maka ada kemungkinan menjadi infark jantung atau kematian mendadak. Maka seorang dokter harus dapat memilih pemeriksaan secara tepat untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu alat bantu untuk menunjang diagnosis PJK, baik dengan teknik yang invasive maupun non invasive. Pemeriksaan secara invasive yang dilakukan adalah kateterisasi jantung melalui angiografi koronaria. Sementara itu, pemeriksaan noninvasive terbaru dapat dilakukan dengan modalitas CT angiografi. Dalam karya tulis ini, akan dibahas mengenai pemilihan modalitas yang tepat sesuai dengan indikasi dalam mendiagnosis PJK, kelebihan, serta kekurangan dari masing-masing modalitas pencitraan tersebut dalam menunjang diagnosis PJK.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit jantung koroner2.1.1 DefinisiPenyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana terjadinya penurunan suplai oksigen dan darah pada daerah miokardium akibat obstruksi maupun spasme dari pembuluh darah koronaria. Keadaan ini menyebabkan tidak tercukupinya kebutuhan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Obstruksi dari pembuluh darah koronaria ini terbanyak disebabkan oleh proses aterosklerosis.1

2.1.2 EtiologiPenyebab utama penyakit jantung koroner ialah aterosklerosis yang membentuk plak pada tunika intima arteri koronaria. Plak tersebut bersifat tidak stabil sehingga mudah mengalami ruptur dan akhirnya membentuk trombus. Penyebab lain yang mungkin terjadi selain plak adalah adanya embolus, spasme pembuluh darah dan sebagai akibat dari penyakit sistemik lainnya.1Embolus yang berasal dari pembuluh darah lain dapat terbawa sampai ke arteri koronaria, sedangkan spasme pembuluh darah koronaria dapat timbul secara mendadak atau dicetuskan oleh penggunaan kokain dan nikotin. Penyakit lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner antara lain, defek pada waktu kelahiran, infeksi virus, SLE, arteritis atau trauma mekanis yang secara langsung mengenai pembuluh darah. Semua penyebab tersebut berakhir pada ketidakseimbangan supply dan demand dari oksigen ke jantung, sehingga terjadi iskemia miokardium.1

2.1.3 Faktor RisikoFaktor risiko penyakit jantung koroner dapat dibagi menjadi: Faktor risiko tidak dapat dimodifikasiFaktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin dan genetik. Menurut studi yang dilakukan di Amerika serikat, semakin lanjut usia seseorang, maka risiko terjadinya penyakit jantung koroner semakin tinggi. Seiring bertambahnya usia seseorang maka semakin berkurang tingkat perbaikan sel dalam tubuh akibat proses penuaan yang kemudian mempermudah terjadinya proses aterosklerosis dan sindrom metabolik.8,9 Angka terjadinya penyakit jantung koroner lebih tinggi pada laki-laki sekitar 4 kali lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Hal ini diduga akibat kadar estrogen pada wanita mempunyai faktor protektif. Estrogen meningkatkan kadar HDL dalam darah sehingga menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner.8 Genetik juga mempunyai peranan dalam peningkatan risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Risiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat bila dalam keluarga mempunyai riwayat penyakit jantung koroner.8 Faktor risiko yang dapat dimodifikasiGaya hidup sedentary life (kebiasaan makan makanan berlemak dan kurangnya aktivitas fisik) meningkatkan terjadinya sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan suatu abnormalitas pada sistem metabolisme tubuh. Gaya hidup seperti demikian berkaitan erat dengan obesitas, hipertensi, tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah serta diabetes mellitus yang merupakan faktor risiko penyakit jantung coroner. Kriteria dari sindrom metabolik menurut NCEP: ATP III 2001 (National Cholesterol Education Program and Adult Treatment Panel III) adalah 3 atau lebih dari hal berikut: Obesitas sentral : lingkar pinggang > 102 cm untuk laki-laki dan > 88 cm untuk perempuan Hipertrigliseridemia : kadar trigliserida >150 mg/dl atau dalam medikasi spesifik Hipertensi : kadar tekanan darah >130mmHg sistolik atau >85mmHg diastolik Kadar glukosa puasa >100 mg/dl atau medikasi spesifik atau telah didiagnosis diabetes tipe 2 sebelumnya.1Sindrom metabolik menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa, trigliserida dan VLDL akibat tingginya kadar asam lemak bebas, sehingga terjadi resistensi insulin dan pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti IL-6 dan TNF yang memicu proses thrombosis.1

Gambar 2.1.1Mekanisme terjadinya sindrom metabolikMerokok juga merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner. Merokok dapat menyebabkan kerusakan endotel vaskuler yang akhirnya memicu terjadinya proses trombosis. Merokok juga meningkatkan kebutuhan oksigen dari miokardium dan menurunkan supplai oksigen, serta meningkatkan risiko terjadinya hipertensi.1

2.1.4 PatogenesisPenyakit jantung koroner disebabkan oleh terjadinya proses aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan adanya akumulasi lipid ekstra sel, rekruitmen dan migrasi miosit, pembentukan sel busa dan deposit matriks ekstraseluler, akibat pemicuan multifaktor berbagai patogenesis yang bersifat kronik progresif, fokal atau difus, bermanifestasi akut maupun kronis, serta menimbulkan penebalan dan kekakuan arteri.Pembentukan aterosklerosis terdiri dari beberapa fase yang saling berhubungan. Fase awal terjadi akumulasi dan modifikasi lipid (oksidasi, agregasi dan proteolisis) dalam dinding arteri yang selanjutnya mengakibatkan aktivasi inflamasi endotel. Pada fase selanjutnya terjadi rekrutmen elemen-elemen inflamasi seperti monosit ke dalam tunika intima. Awalnya monosit menempel pada endotel, penempelan endotel ini diperantarai oleh beberapa molekul adhesi pada permukaan sel endotel, yaitu Inter Cellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1), Vascular Cell Adhesion Molecule-1 (VCAM-1) dan Selectin. Molekul adhesi ini diatur oleh sejumlah faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandin dan sitokin. Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi ke lapisan lebih dalam dibawah lapisan intima. Monosit yang telah memasuki dinding arteri ini akan berubah menjadi makrofag dan "memakan" LDL yang telah dioksidasi melalui reseptor scavenger. Hasil fagositosis ini akan membentuk sel busa atau foam cell dan selanjutnya akan menjadi fatty streak. Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang akan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media ke tunika intima dan penumpukan molekul matriks ekstraselular seperti elastin dan kolagen, yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini, proses aterosklerosis sudah sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai plak aterosklerotik. Plak ini akan menyebabkan penyempitan lumen arteri yang menyebabkan terjadinya pengurangan aliran darah, bila plak tersebut ruptur maka akan terjadi pengaktifan trombosit dan jalur koagulasi dan terjadilah proses trombogenesis (pembentukan trombus).1

Gambar 2.1.2 Proses aterosklerosisProses pembentukan trombus dimulai saat plak aterosklerosis mengalami fisur ruptur atau ulserasi memicu aktivasi trombosit yang dicetuskan oleh kolagen, ADP, epinefrin dan serotonin. Trombosit selanjutnya akan menyebabkan pelepasan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Aktivasi trombosit juga memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Reseptor yang telah mengalami konversi fungsi akan memiliki afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen. Kedua molekul tersebut merupakan molekul multivalen yang dapat mengikat dua trombosit yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang trombosit dan agregasi. Pada sisi lain, kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin yang berikatan dengan faktor XIII yang meningkatkan kekuatan bekuan. Arteri koronaria yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.4

Gambar 2.1.3 mekanisme pembentukan thrombus2.1.5 Klasifikasi Ketidakseimbangan antara supply dan demand dari miosit menyebabkan terjadinya iskemia bahkan nekrosis dari jantung. Hal ini menimbulkan sindrom koronaria akut yang dibagi menjadi angina pektoris stabil, angina pektoris tidak stabil dan infark miokard akut.102.1.5.1 Angina Pektoris StabilAngina pektoris stabil merupakan suatu sindroma klinis berupa rasa tidak nyaman di dada, rahang, bahu, punggung, atau lengan yang timbul saat aktivitas atau stress emosional yang berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin. Umumnya terjadi bila penyempitan arteri koronaria sekitar 50% diameter lumen, sehingga terjadi iskemia miokardium terutama pada waktu beraktivitas. Hal tersebut dikarenakan saat beraktivitas terjadi peningkatan denyut jantung, kontraktilitas, dan stress pada dinding pembuluh darah untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh yang berakibat peningkatan oksigenasi otot jantung. Klasifikasi angina didasarkan pada klasifikasi CCS (Canadian Cardiovascular Society) yakni: Kelas I : angina tidak timbul pada aktivitas sehari-hari, seperti berjalan, dan menaiki tangga. Angina timbul pada saat latihan berat, tergesa-gesa, dan berkepanjangan. Kelas II : dijumpai pembatasan aktivitas sehari-hari, seperti jalan cepat atau menaiki tangga, jalan mendaki, aktivitas setelah makan, hawa dingin, dalam keadaan stress emosional, atau hanya timbul beberapa jam setelah bangun tidur. Kelas III : adanya tanda-tanda keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari, angina timbul jika berjalan sekitar 100-200 meter, menaiki tangga satu tingkat pada kecepatan dan kondisi yang normal. Kelas IV : ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik apapun tanpa keluhan rasa nyaman atau angina saat istirahat.10

2.1.5.2 Angina Pektoris Tidak StabilAngina Pektoris Tidak Stabil (ATS) adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan anfark miokard akut.Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis sebagai berikut : Angina pertama kali merupakan angina yang timbul pada saat aktifitas fisik dan baru pertama kali dialami oleh penderita dalam periode 1 bulan terakhir Angina progresifmerupakan angina yang timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris stabil. Angina waktu istirahat merupakan angina yang timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal yang dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard, durasi angina sedikitnya 15 menit. Angina yang terjadi sesudah infark miokard akut (IMA).Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA.10

2.1.5.3 Infark Miokard Akut (IMA)Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu dari spektrum sindrom koronaria akut. Infark miokard akut dibagi menjadi dengan elevasi ST (STEMI) atau non elevasi ST (non STEMI). STEMI terjadi jika aliran darah pada arteri koronaria turun secara mendadak setelah oklusi total arteri koronaria akibat trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya, sedangkan NSTEMI merupakan salah satu angina pektoris tidak stabil, namun sudah terbukti adanya nekrosis pada miokard yang ditandai dengan peningkatan enzim biomarker jantung.10

2.1.6Diagnosis2.1.6.1 Manifestasi Klinis Nyeri pada dada, substernal atau sedikit kiri dari substernal dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri, sampai ke pundak/ jari-jari bagian ulnar kiri atau punggung dan epigastrium. Nyeri sifatnya tumpul seperti tertindih atau rasa berat di dada, seperti diremas-remas disertai keringat dingin, sesak dan cemas. Nyeri < 20 menit termasuk angina pektoris stabil, sedangkan > 20 menit merupakan angina pectoris tidak stail, > 30 menit kemungkinan telah terjadi infark. Nyeri dapat membaik bila diberi nitrogliserin pada angina, namun pada infark miokard, nitrogliserin kadang tidak dapat memperbaiki keadaan Nyeri muncul terutama pada waktu aktivitas dalam waktu yang singkat. Bila nyeri sudah berlangsung lama, kecil kemungkinan merupakan suatu angina pektoris.10

2.1.6.2 Pemeriksaan FisikSewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu serangan angina.

2.1.6.3 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : enzim jantung (CK, CKMB, Troponin T) EKG : terjadi perubahan ST-T yang sesuai dengan iskemia/infark miokardium, dapat didapati juga perubahan seperti LVH, ataupun Q patologis. Gambaran tidak spesifik seperti aritmia atau trifasikular blok juga dapat ditemukan. Foto thoraks : dapat ditemukan kalsifikasi koronaria/ katup, gagal jantung, penyakit katup, perikarditis atau menyingkirkan diagnosa nyeri dada akibat kelainan paru-paru. Echokardiografi : untuk mendeteksi kelainan katup/ kardiomiopati Imaging10

2.1.7 PenatalaksanaanPenatalaksanaan pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah serangan angina baik secara medikal atau pembedahan.102.1.7.1 Pengobatan MedikamentosaPengobatan medikamentosa bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3 jenis obat yang digunakan, yaitu : Golongan nitratNitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina akut. Mekanisme kerjanya adalah dengan dilatasi vena perifer dan pembuluh darah koronaria. Efeknya muncul dalam jangka waktu cukup singkat, yaitu relaksasi otot polos vaskuler. Nitrogliserin juga dapat meningkatkan toleransi exercise pada penderita angina sebelum terjadi hipoksia miokard. Jika nitrogliserin diberikan sebelum exercise, dapat mencegah terjadinya serangan angina.10 Ca-AntagonisCa-antagonis dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekuensi serangan pada beberapa tipe angina.Cara kerjanya Ca-antagonis : Memperbaiki spasme koronaria dengan menghambat tonus vasometer pembuluh darah arteri koronaria (terutama pada angina Prinzmetal). Dilatasi arteri koronaria sehingga meningkatkan suplai darah ke miokard. Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan menurunkan afterload. Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut, jantung dan kontraktilitas sehingga mengurangi kebutuhan O2.10 -blockerCara kerja -blocker adalah dengan menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard yang menyebabkan kronotropik dan inotropik positif, sehingga denyut jantung dan curah jantung berkurang. Efek obat yang kadioprotektif membuat obat ini sering digunakan sebagai pilihan pertama untuk mencegah serangan angina pektoris pada sebagian besar penderita. Selain obat-obatan di atas, khusus pada IMA dilakukan terapi reperfusi dengan menggunakan obat-obatan antitrombotik seperti streptokinase atau rTPa. Obat-obatan tersebut akan menghancurkan trombus sehingga oklusi arteri koronaria akan terbuka. Terapi juga dapat ditambah dengan obat-obat antiplatelet seperti aspirin yang akan menghambat enzim siklooksigenase sehingga mencegah terjadinya agregasi trombosit sehingga mencegah terjadinya trombus, selain itu juga dapat diberikan klopridogrel yang menginhibisi aktivasi trombosit. Terapi tambahan lainnya Untuk menurunkan kolesterol LDL dapat diberi golongan statin Terapi untuk penyakit penyerta lainnya seperti hipertensi atau diabetes mellitus.10

2.1.7.2 Terapi Non Farmakologis Perubahan gaya hidup PCI / CABG : intervensi koronaria perkutan, biasanya angioplasty atau stenting tanpa didahului fibrinolisis yang disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark myocard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koronaria yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik, risiko perdarahan meningkat atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis.10

2.2 AngiografiAngiografi merupakan suatu teknik pencitraan medis untuk memvisualisasi bagian dalam, atau lumen dari pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh manusia, terutama arteri, vena, dan ruang-ruang jantung. Angiografi biasa dilakukan dengan memasukan zat kontras kedalam pembuluh darah dan dibaca dengan menggunakan x-ray, misalnya fluoroscopy.11Kata angiografi berasal dari bahas yunani angeion pembuluh, dan graphein menulis atau mencatat. Gambar dari pembuluh darah disebut angiograf, atau lebih sering disebut angiogram. Walaupun kata tersebut dapat menggambarkan arteriogram ataupun venogram, dalam penggunaan sehari-hari kata angiogram dan arteriogram biasa disamaartikan, dan kata venogram digunakan dengan lebih spesifik.11Teknik ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1927 oleh neurologist Portugal Egas Moniz di Universitas Lisbon. Angiografi otak dengan kontras dilakukan untuk mendiagnosa beberapa jenis penyakit seperti tumor, gangguan arteri, dan malformasi arteri dan vena.11

Gambar 2.2.1 Angiogram menunjukkan proyeksi melintang dari vertebrobasilar dan sirkulasi serebral posterior.Bergantung dari tipe angiogram, akses ke dalam pembuluh darah paling sering melalui arteri femoralis, untuk melihat sisi kiri dari jantung serta sistem arterial; atau vena jugular dan vena femoral untuk melihat sisi kanan jantung dan sistem vena. Dengan menggunakan kabel-kamera dan kateter, zat kontras disuntikan ke darah sehingga dapat terbaca pada x-ray.12Gambar x-ray yang diambil dapat berupa gambar diam, atau gambar bergerak. Untuk semua struktur kecuali jantung, gambar biasanya diambil menggunakan teknik yang disebut digital substraction angiography atau DSA. Gambar dalam hal ini biasanya diambil 2-3 frame per detik, yang memungkinkan ahli radiologi intervensional untuk mengevaluasi aliran yang melalui pembuluh darah. Teknik ini tidak menampilkan tulang dan organ lainnya sehingga hanya pembuluh darah yang terisi dengan zat kontras yang dapat dilihat. Gambar jantung diambil 15-30 frame per detik, tidak menggunakan teknik DSA. Karena DSA membutuhkan pasien untuk tetap diam, teknik ini tidak dapat digunakan pada jantung. Kedua teknik ini memungkinkan ahli radiologi intervensi atau ahli jantung untuk melihat stenosis di dalam pembuluh darah yang dapat menghambat aliran darah dan menyebabkan rasa sakit.12

Gambar 2.2.2 Lab. Kateterisasi

Gambar 2.2.3 Kateterisasi pada angiografi

2.2.1 Angiografi Arteri KoronariaAngiografi arteri koroner merupakan salah satu angiogram yang paling umum dilakukan adalah untuk memvisualisasikan darah di arteri koronaria. Tabung fleksibel yang panjang dan tipis yang disebut kateter digunakan untuk memasukan zat kontras x-ray di area yang ingin divisualisasikan. Kateter dimasukan ke dalam arteri di lengan bawah, dan bagian ujung diteruskan melalui sistem arteri ke arteri koronaria utama. Gambar x-ray dari distribusi radiokontras dalam darah yang mengalir di dalam arteri koronaria dapat memvisualisasi ukuran dari arteri.12Kateterisasi koronaria merupakan prosedur minimum invasif untuk mengakses sirkulasi koronaria dan ruang jantung yang terisi darah, dengan menggunakan kateter. Hal ini dilakukan untuk dua tujuan baik tujuan diagnostik, atau intervensi.12Kateterisasi koronaria adalah salah satu dari beberapa prosedur diagnostik kardiologi. Secara khusus, kateterisasi koronaria adalah sebuah tes yang diintepretasikan secara visual, yang dilakukan untuk mendeteksi oklusi, stenosis, restenosis, trombosis atau aneurisma (pembesaran lumen arteri koronaria); ukuran ruang jantung; kinerja kontraksi otot-otot jantung; dan fungsi katup jantung. Tekanan darah didalam jantung dan paru yang tidak dapat diukur dari luar tubuh, dapat diukur secara akurat selama tes dilakukan. Masalah yang paling sering didapatkan sebagai biasanya merupakan akibat dari aterosklerosis lanjut-ateroma dalam dinding arteri koronaria, terkadang dapat pula ditemukan gangguan katup, gangguan otot jantung, atau aritmia.12Penyempitan lumen dari arteri koronaria akan mengurangi aliran darah beroksigen ke jantung, sehingga dapat menimbulkan angina intermiten. Sumbatan lumen pada tahap lebih lanjut biasanya dapat meimbulkan serangan jantung. Namun demikian, sejak akhir 1980 ditemukan bahwa kateterisasi koronaria tidak dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya aterosklerosis koronaria itu sendiri. Kateter hanya dapat mendeteksi perubahan dari lumen yang terjadi sebagai komplikasi tahap akhir dari aterosklerosis.12

Gambar 2.2.4 Angiografi koronaria, menunjukan sirkulasi arteri koronaria kiri

2.2.1.1 Indikasi PemeriksaanPada pasien tanpa gejala masalah jantung risiko tinggi, tidak harus dilakukan kateterisasi koronaria untuk menemukan masalah. Indikasi untuk pemeriksaan meliputi pasien yang berusia di bawah 40 dan memiliki diabetes, memiliki penyakit pembuluh darah perifer, atau yang memiliki penyakit jantung koronaria dengan angka kejadian per tahun lebih besar dari 2%.13

2.2.1.2 Partisipasi PasienPasien yang diperiksa biasanya terbangun selama kateterisasi. Idealnya pemeriksaan dilakukan hanya dengan anestesi lokal seperti lidokain dan anestesi umum dalam dosis minimal. Prosedur yang dilakukan dalam kondisi pasien terbangun lebih aman, karena pasien dapat segera melaporkan setiap ketidaknyamanan atau masalah yang dirasakan selama pemeriksaan, hal ini memungkinkan penanganan yang cepat bila terjadi hal yang tidak diinginkan. Monitor medis tidak dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang keadaan pasien; informasi yang diberikan pasien dalam pemeriksaan seringkali merupakan indikator yang paling dapat diandalkan dalam prosedur keamanan.14Kematian, infark miokard, stroke, aritmia ventrikel yang serius, dan komplikasi vaskular, masing-masing terjadi pada kurang dari 1% dari pasien yang menjalani kateterisasi. Waktu yang disarankan untuk pasien berada di laboratorium berkisar antara 20-45 menit. Waktu pemeriksaan dapat diperpanjang apabila terdapat kesulitan teknis, dengan syarat penambahan waktu pemeriksaan tidak membahayakan pasien.14

2.2.1.3 Prosedur diagnostikSelama kateterisasi koronaria, tekanan darah dicatat dan gerak X-ray gambar bayangan darah di dalam arteri koronaria juga direkam. Untuk menghasilkan gambar sinar-X, dokter memasang perangkat seperti tabung kecil yang disebut kateter, biasanya berdiameter 2.0 mm (6-French), melalui arteri besar tubuh sampai ujung kateter mencapai arteri koronaria. Kateter didesain lebih kecil dari lumen arteri; tekanan darah internal yang / intraarterial dimonitor melalui kateter untuk memastikan bahwa kateter tidak memblokir aliran darah.14Kateter sendiri dirancang untuk dapat terlihat dari X-ray dan memungkinkan pewarna X-ray untuk secara selektif disuntikkan dan dicampur dengan darah yang mengalir di dalam arteri. Biasanya 3-8 cc zat radiokontras disuntikkan untuk membuat aliran darah terlihat dalam gambar selama sekitar 3-5 detik, sampai zat radiokontras mengalir ke dalam kapiler koronaria dan kemudian vena koronaria. Tanpa injeksi pewarna X-ray, pembuluh darah dan jaringan sekitar jantung hanya terlihat sebagai massa yang bergerak perlahan pada X-ray, tidak terlihat secara jelas struktur pembuluh darah serta organ dalam. Zat radiokontras dalam darah memungkinkan visualisasi aliran darah dalam arteri atau bilik jantung, tergantung di mana zat disuntikkan.14 Ateroma, atau bekuan, yang menonjol ke dalam lumen, menimbulkan penyempitan, penyempitan terlihat sebagai bagian yang agak kabur bila dibandingkan dengan pembuluh lain disekitar yang tidak mengalami stenosis.14

Gambar 2.2.5 Area yang mengalami stenosis ditunjukan dengan tanda panah.Untuk mengetahui posisi kateter selama pemeriksaan, dokter bergantung pada pengetahuan yang terperinci mengenai anatomi internal, lalu kateter dimasukan perlahan, dengan menggunakan fluoroscopy dan sinar-x dosis rendah untuk visualisasi bila diperlukan. Ketika dokter siap untuk merekam tampilan diagnostik untuk disimpan dan diteliti lebih lanjut nantinya, peralatan untuk menerapkan dosis sinar-x yang lebih tinggi yang disebut cine diaktifkan, sehingga tercipta gambar dengan kualitas yang lebih baik, dan lebih lebih tajam. Injeksi kontras, fluoroscopy dan waktu aplikasi cine harus diatur dengan baik sehingga dapat meminimalkan paparan radiasi pada pasien.14

2.3 CT ScanComputed Tomography (CT) menggunakan pancaran sinar-x terkolimasi pada pasien untuk mendapatkan citra potongan melintang yang tipis dari kepala dan tubuh pasien. Sebagai pengganti pancaran pada film sinar-x digunakan sistem deteksi yang lebih sensitif dengan tabung foto multiplier. Tabung sinar-x berputar mengelilingi pasien beberapa kali. Citra didapatkan melalui pembacaan digital dari tabung foto multiplier yang diproses oleh komputer dan analisis pola penyerapan pada tiap jaringan. Nilai penyerapan dinyatakan pada skala +1000 unit untuk tulang, yaitu penyerapan maksimum pancaran sinar-X, hingga -1000 unit untuk udara yang merupakan penyerap terendah.Setiap gambar mewakili suatu potongan tubuh, dengan ketebalan bervariasi dari 1 hingga 10 mm. Jaringan yang berada di atas atau di bawah potongan ini tidak tercakup sehingga diambil suatu seri potongan untuk mencakup daerah tertentu. Dengan pemindaian spiral, urutan potongan-potongan tersebut dapat diperoleh dengan cepat, bahkan pemeriksaan toraks dapat dilakukan hanya dalam sekali menahan napas dan seluruh abdomen dapat digambarkan hanya dalam beberapa detik.Citra pada CT mengandung sebuah matriks elemen gambar (pixel), ketebalan potongan menggambarkan komponen volume (voxel). Setiap voxel menggambarkan nilai penguatan pancaran sinar-x pada titik tubuh tertentu.Kontras oral digunakan untuk memperlihatkan saluran pencernaan atau kontras intravena untuk memperlihatkan sistem vaskular dan untuk mempelajari perbaikan organ tertentu pada berbagai kondisi patologis.152.3.1 CT KardiakSeiring dengan meningkatnya insiden Penyakit jantung koroner (PJK), muncul konsep baru di masyarakat, yaitu screening sebelum ditemukan gejala untuk mengurangi progresivitas penyakit. Seiring dengan perkembangan teknologi CT scan, jumlah masyarakat yang memanfaatkannya sebagai sarana diagnostic untuk mendeteksi kalsifikasi arteri koronaria juga meningkat. CT kardiak menjadi salah satu pilihan karena proses pemeriksaan yang cepat dan tidak invasif.16 CT kardiak secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu calcium score screening heart scan, coronary CT angiography (CTA), dan total body CT scan.17

Gambar 2.3.1CT scan non-kontras thoraks. Terdapat kalsifikasi pada left anterior descending artery/LAD (tanda panah). Selain itu, terdapat hiatus hernia dan kalsifikasi pleura yang mengindikasikan paparan terhadap asbes.16

Gambar 2.3.2 Gambaran CT potongan aksial menunjukkan penyakit aterosklerosis pada left anterior descending/LAD dan arteri sirkumfleksa sinistra/LCX (tanda panah) yang merupakan bukti adanya kalsium.18

2.3.2 Indikasi CT KardiakCT kardiak digunakan untuk mengevaluasi arteri koronaria jika hasil nuclear stress test tidak membantu,mengkonfirmasi anomali pada koronaria atau jantung, menilai patensi bypass graft, dan menilai aterosklerosis pada pasien yang mengalami nyeri dada atipikal. Selain mengevaluasi arteri koronaria, CT kardiak juga dapat digunakan untuk mendeteksi emboli paru dan diseksi aorta (three scan).18,19 Kontras diberikan untuk menilai patensi pembuluh darah dan mengidentifikasi trombus atau plak.19 Kontras wajib diberikan jika kita ingin mengevaluasi kelainan anatomi kardiak atau aorta thorakal (diseksi aorta) dan mengevaluasi arteri pulmonalis (emboli paru). Kontras harus diberikan dengan kecepatan 4-5 ml/detik dengan menggunakan catheter intravena dengan jarum berukuran 18 atau 20 untuk mendapatkan gambaran yang terbaik.18Plak pada koronaria dapat dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan temuan yang didapatkan pada CT, yaitu plak non kalsifikasi (lesi dengan radiodensitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan jaringan lunak di sekitarnya namun memiliki radiodensitas lebih rendah jika dibandingkan dengan kontras yang melewati lumen koronaria), plak kalsifikasi (lesi dengan radiodensitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontras yang melewati lumen koronaria), dan campuran keduanya (kadar kalsium berada pada range 20-80%).20

Gambar 2.3.3CT angiografi koronaria pada plak yang tidak mengalami kalsifikasi. Plak non-kalsifikasi ditemukan pada segmen tengah dari left anterior descending artery.20

Gambar 2.3.4 CT angiografi koronaria pada plak yang mengalami kalsifikasi. Proeksi CT menunjukkan plak kalsifikasi fokal di segmen proksimal arteri koronaria dekstra (a). Angiografi koronaria menunjukkan stenosis ringan lumen koronaria [tanda panah di (b)]. Plak kalsifikasi yang ekstensif dapat ditemukan pada segmen proksimal dan tengah dari left anterior descending (LAD) (c) dan (d). Stenosis di LAD pada saat dilakukan angiografi koronaria [tanda panah di (e)].20

Gambar 2.3.5 CT angiografi koronaria menunjukkan plak campuran. Plak campuran dapat ditemukan di segmen proksimal dari left anterior descending (LAD) dengan stenosis > 50% (tanda panah di a). Angiografi koronaria mengkonfirmasi stenosis LAD (tanda panah di b).202.3.3 Cara Kerja CT AngiografiCT angiografi memiliki cara kerja yang mirip dengan CT scan lainnya, gambar dapat diperoleh dalam waktu 10-20 detik dengan durasi pemeriksaan 15-30 menit. Detak jantung perlu diatur agar berada di range 60-65 detik per menit agar didapatkan kualitas gambar yang optimal, oleh karena itu perlu dilakukan pemberian -blocker sebelum dilakukan pemeriksaan. Detak jantung yang cepat atau ireguler merupakan kontraindikasi relatif untuk dilakukan imaging dengan CT angiografi. Kontras diberikan secara intravena lalu disusul dengan pemberian nitrogliserin sublingual untuk memaksimalkan dilatasi pembuluh darah koronaria.Pada Invasive Coronary Angiography (ICA), kontras diberikan melalui arteri. Pada CTA, didapatkan visualisasi arteri koronaria yang maksimal, termasuk diantaranya adalah arteri koronaria yang mengalami anomali dan graft, sedangkan pada ICA visualisasi bergantung pada kontras yang dimasukkan, jika kontras yang dimasukkan tidak adekuat, maka tidak akan didapatkan gambaran arteri koronaria yang maksimal. Data CT biasanya didapatkan secara spiral dan data didapatkan saat meja bergerak dalam kecepatan yang konstan. Data yang diambil berada diantara interval R-R (mid to late diastole), pada saat gerakan jantung paling lambat. Pada ICA, yang menjadi focus pemeriksaan adalah lumen arteri koronaria sedangkan pada CT angiografi, yang menjadi focus pemeriksaan adalah lumen dan dinding arteri koronaria sehingga CT angiografi lebih sensitif dalam mendeteksi plak aterosklerosis. CT angiografi tidak dapat mendeteksi erosi dan ruptur plak namun dapat mendeteksi plak yang berukuran > 1 mm.21

2.3.4 Kelebihan CT AngiografiImaging non invasive seperti CT angiografi dapat digunakan sebagai pengganti ICA dan secara signifikan dapat mengurangi biaya yang diperlukan dan komplikasi yang mungkin terjadi akibat dari penggunaan ICA.22 Menurut penelitian yang dilakukan May, et al. durasi rawat inap di rumah sakit pasien yang diperiksa dengan menggunakan CT angiografi berkurang serta biaya yang harus dikeluarkan pasien juga berkurang jika dibandingkan dengan mereka yang menggunakan ICA.23 Survey yang dilakukan oleh Society for Cardiac Angiography and Interventions menyatakan bahwa risiko total komplikasi terhadap CT angiografi adalah sebesar 2%. Risiko paling sering adalah terlepasnya plak dari aorta yang dapat mengakibatkan diseksi arteri atau emboli yang dapat menyebabkan miokard infark atau stroke. Punksi arteri dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Perdarahan retroperitoneal adalah komplikasi yang cukup signifikan.22

2.3.5 Kekurangan CT AngiografiCT angiografi memiliki keterbatasan dan tidak dapat menggantikan fungsi ICA secara sempurna. Resolusi spasial membatasi kemampuan CT angiografi untuk memberikan informasi yang tepat mengenai tingkat keparahan stenosis. Pasien dengan aritmia, atrial fibrilasi, serta pasien yang alergi kontras tidak dapat diperiksa menggunakan CT angiografi. Kualitas gambar yang kurang baik karena kalsifikasi yang tebal serta artefak multipel seperti gerakan arteri dan gerakan nafas juga membatasi penggunaan CT angiografi.22Tidak seperti s-ECG (stress electrocardiography), MPI (Myocardial Perfusion Imaging), dan stress echocardiography, CT angiografi hanya merupakan alat diagnostic untuk kelainan antomis. CT angiografi tidak dapt menilai kelainan fungsional pada jantung yang disebabkan oleh stenosis arteri koronaria.24Dosis radiasi yang ditimbulkan umumnya lebih tinggi pada CT angiografi jika dibandingkan dengan ICA. CT angiografi dan ICA sama-sama memiliki risiko yang terkait dengan injeksi kontras, yaitu dapat menyebabkan toksisitas renal, reaksi alergi (dapat sampai menyebabkan reaksi anafilaksis). Pada studi ini, digunakan kontras sebanyak 65-80 ml untuk mengevaluasi CT angiografi dan ICA.22 Kini telah diperkenalkan dual source CT scan dengan dosis radiasi < 1 milli Sievert (mSv) untuk mengurangi radiasi yang ditimbulkan akibat pemberian kontras.24

2.3.6 Sensitivitas dan Spesifisitas CT AngiografiPada 18 penelitian mengenai CT angiografi yang menggunakan 1313 sampel, ditemukan lesi signifikan pada >50% pasien dan prevalensi PJK adalah sebesar 58%. Penelitian ini juga menyatakan bahwa CT angiografi 64-slice memiliki sensitivitas yang cukup tinggi, yaitu sebesar 99% (95% CI 97-99%), spesifisitas sebesar 89% (95% CI 83-94%), negative predictive value sebesar 100% (86-100%). Sensitivitas untuk arteri sirkumfleksa sinistra (LCX) adalah sebesar 85% (95% CI 69-94%) dan arteri koronaria sinistra sebesar 95% (95% CI 84-99%). Spesifisitas untuk left anterior descending (LAD) dan sirkumfleksa sinistra (LCX) adalah sebesar 96% sedangkan untuk arteri koronaria sinistra adalah sebesar 100%. Pada 5 studi yang membandingkan sensitivitas pada arteri proksimal, medial, dan distal, sensitivitas paling buruk didapatkan pada arteri bagian distal karena ukurannya yang kecil dan rentan terhadap artefak.21

Gambar 2.3.6 Penyempitan moderat (50-70%) pada arteri koronaria dekstra dengan plak non kalsifikasi yang ekstensif pada CT angiografi (a). Rekonstruksi CT angiogram (b). Invasive Coronary Angiogram (c).21

Gambar 2.3.7Stenosis difus pada arteri koronaria dekstra. CT angiografi menunjukkan kalsifikasi ekstensif dan plak non kalsifikasi (a). Invasive Coronary Angiogram (b).21

2.4. CT Angiografi dan Angiografi Konvensional

Kelemahan CT angiografiHarus ditekankan bahwa CT angiografi dan angiografi konvensional merupakan modalitas pencitraan yang berbeda secara fundamental dengan kekuatan dan kelemahan yang sangat mempengaruhi setiap perbandingan dari penilaian koroner. Dari dua aspek resolusi, baik spasial (0,2 mm vs 0,35-0,6 mm) dan temporal (5-10 ms vs 80-175 ms), dalam praktek klinis saat ini angiografi konvensional lebih unggul. 25Selain itu, Ct angiografi jauh lebih rentan terhadap kondisi pememindaian yang kurang optimal. Denyut jantung yang lebih tinggi (> 65 kali / menit) dan pasien yang lebih besar (indeks massa tubuh> 40) sering menyebabkan penurunan kualitas gambar, yang mengurangi akurasi diagnostik. Meskipun studi terbaru menunjukkan bahwa dalam kondisi ideal, CT memiliki potensi untuk mengukur stenosis koroner setidaknya seakurat fluoroskopik angiography, kondisi ini belum tentu akan selalu didapatkan dalam pelaksanaan pemeriksaan dalam praktek. 25Selain itu, pengaturan tampilan gambar, seperti penyesuaian tingkat dan kedalaman window, dapat secara signifikan mempengaruhi interpretasi. Mungkin keterbatasan terbesar untuk CT angiografi saat ini kesulitan dalam memvisualisasikan lumen arteri dengan adanya kalsifikasi koroner yang berat. Penelitian analisis CorE-64 menunjukkan bahwa kalsifikasi segmen arteri koroner dikaitkan dengan berkurangnya akurasi diagnostik. Untungnya, kalsifikasi koroner berat tidak sering ditemui pada populasi target CT angiografi. Bahkan pada pasien yang dirujuk untuk angiografi konvensional, misalnya populasi dengan risiko tinggi, kurang dari 10% dari plak aterosklerotik yang terdapat kalsifikasi. Terakhir, paparan radiasi juga menjadi faktor pertimbangan utama untuk penggunaan CT angiografi. Namun, seiring berjalannya waktu, dengan semakin majunya teknologi, dan banyaknya studi tentang penggunaan CT angiografi, telah menyebabkan penurunan drastis dalam dosis radiasi, menjadi semakin setara bahkan lebih rendah dari angiografi konvensional.25

Kelemahan Angiografi KonvensionalAngiografi konvensional hanya terbatas menampilkan gambaran 2-dimensi dari pembuluh, sehingga proyeksinya sangat terbatas, yang mana penting untuk intepretasi pencitraan. MDCT memungkin gambaran dari berbagai sudut pandang dari segmen arteri, sedangkan pada angiografi konvensional pembacaan dibatasi berapa arah pandang yang dapat diperoleh di laboratorium kateterisasi. Meskipun, idealnya, 2 proyeksi ortogonal dilakukan untuk setiap evaluasi stenosis arteri koroner, tumpang tindih dari arah pandang sering menyebabkan hanya 1 arah pandang yang memadai untuk pembacaan. Selain itu, sering terjadi pemendekan pada gambar, menyebabkan kekeliruan dalam pembacaan anatomi koroner.25 Angiografi konvensional dianggap sebagai gold standard untuk penilaian stenosis arteri koroner. Keterbatasan dari angiografi konvensional menyebabkan sulitnya studi validasi MDCT. Misalnya, pada beberapa lesi tertentu, analisis MDCT sebenarnya lebih akurat daripada angiografi konvensional, yang mana sulit dibuktikan dalam studi analisis dengan angiografi konvensional sebagai gold standard. Dalam sebuah penelitian menggunakan IVUS (Intravascular Ultrasonography) sebagai gold standard, MDCT memang memiliki akurasi yang lebih besar daripada angiografi konvensional untuk memperkirakan obstruksi lumen.25

BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KesimpulanKelebihan utama dari CT angiografi dari angiografi konvensional adalah kemampuannya untuk menilai seluruh dinding arteri secara non-invasif, termasuk visualisasi plak aterosklerotik. Pemeriksaan langsung plak memungkinkan mendeteksi CAD pada tahap awal, penilaian total beban plak aterosklerosis, dan karakter dari plak. Meskipun kemampuan tersebut lebih baik daripada sekedar menilai stenosis koroner, hal ini dapat mengurangi akurasi diagnostik CT angiografi bila dibandingkan dengan angiografi konvensional karena dapat melebih-lebihkan keadaan suatu penyakit, terutama bila pembaca kurang berpengalaman. Perbedaan hasil antara CT angiografi dan angiografi konvensional biasanya dipengaruhi oleh variabilitas dari kualitas gambar, pengalaman pembaca yg terbatas, variabilitas dari lokasi pengambilan potongan, dan resolusi spasial CT angiografi yang kurang dibanding angiografi konvensional.

3.2 SaranPenilaian total beban plak aterosklerosis (dengan kalsifikasi dan tanpa kalsifikasi) pada arteri koroner, jumlah lesi dan lokasi, serta karakter dari plak, dapat memberikan gambaran prognostik yang lebih baik dari sekadar pengukuran lesi secara kuantitatif, dan hal selayaknya mendapat perhatian lebih. Pada tahun-tahun mendatang, kita perlu mengembangkan penilaian yang terfokus pada lumen stenosis ke penilaian yang komprehensif dari CAD dan dampaknya terhadap pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kasper DL, et al. Harrisons principles of internal medicine. Volume II. 18th Ed. USA: McGraw- Hill; 2011. P: 1983-1991, 1992-1997, 1998-2015.2. Institute of Medicine. Promoting Cardiovascular Health in the Developing World: A Critical Challenge to Achieve Global Health. 2010. Washington, DC: The National Academic Press3. Sidney C, Smith J. Reducing the Global Burden of Ischemic Heart Disease and Stroke: A Challenge for Cardiovascular Community and the United Nations. American Heart Association. 2011; 124: 278-794. Gaziano T, Bitton A, Anand S, et al. Gworing Epidemic of Coronary of Heart Disease in low- and Middle-Income Countries. Curr Probl Cardiol. 2010; 35(2): 72-1155. Tardif J. Coronary Artery Disease in 2010. European Heart Journal Supplements. 2010; 12:C2-C106. Roger V, Go A, Jones D, et al. Heart Disease and Stroke-2012 Update: A Report From the American Heart Association. Circulation. 2012; 125:2-2207. Harian Analisa. 1999-2020, Penyakit Jantung Meningkat Lebih dari 100Persen [internet]. 2013 [cited 2013 Apr 25]. Avalaible from : http://www.analisadaily.com/mobile/pages/news/13429/19902020-penyakitjantungmeningkat-lebih-dari-100-persen.8. Jousilahti P, Vartiainen E, Tuomilehto J, Puska P. Sex, Age, Cardiovascular Risk Factors, and Coronary Heart Disease. Journal of Circulation 1999; 99: 1165-11729. Lakatta EG. Age-associated Cardiovascular Changes in Health: Impact on Cardiovascular Disease in Older Persons. Health Failure Review 2002; 7: 29-4910. Staf Pengajar FK UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Ed ke 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009. hal.1728-37. 11. G. Timothy Johnson, M.D."Arteriograms, Venograms Are Angiogram Territory".Chicago Tribune. 12 September 2011.12. Hendel, R. C.; Berman, D. S.; Di Carli, M. F.; Heidenreich, P. A.; Henkin, R. E.; Pellikka, P. A.; Pohost, G. M.; Williams, K. A.; American College of Cardiology Foundation Appropriate Use Criteria Task Force; American Society of Nuclear Cardiology; American College Of, R.; American Heart, A.; American Society of Echocardiology; Society of Cardiovascular Computed Tomography; Society for Cardiovascular Magnetic Resonance; Society Of Nuclear, M. (2009). "ACCF/ASNC/ACR/AHA/ASE/SCCT/SCMR/SNM 2009 Appropriate Use Criteria for Cardiac Radionuclide Imaging".Journal of the American College of Cardiology53(23): 2201222913. Hurst, J. Willis; Fuster, Valentin; O'Rourke, Robert A. (2004). Hurst's The Heart. New York: McGraw-Hill, Medical Publishing Division. pp.48990.14. Hendel, R. C.; Abbott, B. G.; Bateman, T. M.; Blankstein, R.; Calnon, D. A.; Leppo, J. A.; Maddahi, J.; Schumaecker, M. M.; Shaw, L. J.; Ward, R. P.; Wolinsky, D. G.; American Society of Nuclear Cardiology (2010). "The role of radionuclide myocardial perfusion imaging for asymptomatic individuals".Journal of Nuclear Cardiology18(1): 315.15. Patel PR. Lecture Notes Radiology. 3rd edition. Oxford: Wiley-Blackwell; 2010.16. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging. 7th edition. London: Elsevier Science; 2003.17. Web MD. Diagnosing Heart Disease with Cardiac Computed Tomography (CT) [internet]. [cited 2014 Jul 21]. Available from: http://www.webmd.com/heart-disease/guide/ct-heart-scan. 18. Chen MYM, Pope TL, Ott DJ. Basic Radiology. 2nd edition. New York: McGraw Hill; 2011.19. Herring W. Learning Radiology: Recognizing the Basics. 2nd edition. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2007.20. Sun Z, Choo GH, Ng KH. Coronary CT angiography: current status and continuing challenges.The British Journal of Radiology 2012. 85: 495510.21. Chow CK, Sheth T. What is the role of invasive versus non-invasive coronary angiography in the investigation of patients suspected to have coronary heart disease?. Internal Medicine Journal 2011. 41: 5-13.22. Lazoura O, Vlychou M, Vassiou K, Rountas C, Ioannis F. 128-Detector-Row Computed Tomography Coronary Angiography Evaluating Coronary Artery Disease: Who Avoids Cardiac Catheterization?. Angiology 2010. 2(61): 174-178.23. Rajani R, Brum RL, Preston R, Carr-White G, Berman DS. Coronary computed tomography angiography for the evaluation of patients with acute chest pain. The Int J Clin Pract 2011. 65(12): 1267-1273.24. Yerramasu A, Venuraju S, Lahiri A. Evolving role of cardiac CT in the diagnosis of coronary artery disease. Postgrad Med J 2011. 87:180-188.25. Arbab-Zadeh A, Hoe J. Quantification of Coronary Arterial Stenoses by Multidetector CT Angiographhy in Comparison With Conventional Angiography. Journal of American College Cardiovascular Imaging. 2011;4(2):191-202

30