referat pterigium

29
REFERAT PTERYGIUM Pembimbing : Dr. Erin Arsianti, Sp.M, M.Sc Oleh: Irvan Januard Adoe (11-2013-056) Florenciana O Putri Manafe (11-2013-146)

description

koas mata

Transcript of referat pterigium

Page 1: referat pterigium

REFERATPTERYGIUM

Pembimbing :

Dr. Erin Arsianti, Sp.M, M.Sc

Oleh:

Irvan Januard Adoe (11-2013-056)

Florenciana O Putri Manafe (11-2013-146)

Page 2: referat pterigium

BAB I

Pendahuluan

Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus pterygium cukup

sering didapati. Mereka yang sering bekerja di bawah cahaya matahari atau penghuni di

negara tropika. Apalagi karena faktor risikonya adalah paparan sinar matahari (UVA

& UVB), dan bisa dipengaruhi juga oleh papaparan alergen, iritasi berulang (misal

karena debu atau kekeringan), karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar

hidupnya berada pada di lingkungan berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan

berpasir. 13

Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat

degeneratif dan invasif. Seperti daging berbentuk segitiga, dan umumnya bilateral di sisi

nasal. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman kornea digantikan oleh

jaringan hialin dan elastik. Jika pterigium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil,

lesi harus diangkat secara bedah bersama sebagian kecil kornea superfisial di luar daerah

perluasannya. Kombinasi autograft konjungtiva dan eksisi lesi terbukti mengurangi resiko

kekambuhan.7

2

Page 3: referat pterigium

BAB II

Pembahasan

Anatomi

Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata

bagian belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva.

Konjungtiva inimengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet.2

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar digerakkan

dari tarsus.

Konjungtiva bulbi, menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera dibawahnya.

Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan

konjungtiva bulbi. 2

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di

bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. 2

3

Page 4: referat pterigium

 

Anatomi kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,

merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan. 2

Kornea terdiri dari lima lapis, yaitu :

Epitel

Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling

tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan

menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel

basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di

4

Page 5: referat pterigium

depanya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat

pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

epitel berasal dari ektoderm permukaan.2

Membran Bowman

Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.2

Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan

lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian

perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen

memakan waktu yang lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit

merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara

seratkolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat

kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.2

Membrane descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea

dihasilkan selendotel dan merupakan membran basalnya.

Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal

40µm.2

Endotel

Berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40µm.

endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula

okluden.2

Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar

longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke

dalam stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung

schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa

ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya

regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.2

5

Page 6: referat pterigium

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa

endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel

tidak mempunyai daya regenarasi.2

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di

sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari

50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.2

 

Pterigium

Definisi

Menurut kamus kedokteran Dorland, pterygium adalah bangunan mirip sayap,

khususnya untuk lipatan selaput berbentuk segitiga yang abnormal dalam fisura

interpalpebralis, yang membentang dari konjungtiva ke kornea, bagian puncak (apeks)

lipatan ini menyatu dengan kornea sehingga tidak dapat digerakkan sementara bagian

tengahnya melekat erat pada sclera, dan kemudian bagian dasarnya menyatu dengan

konjungtiva. 12

6

Page 7: referat pterigium

Menurut American Academy of Ophthalmology, pterygium adalah poliferasi jaringan

subconjunctiva berupa granulasi fibrovaskular dari (sebelah) nasal konjuntiva bulbar

yang berkembang menuju kornea hingga akhirnya menutupi permukaannya. 13

Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip

daging yang menjalar ke kornea, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat

degeneratif dan invasif .2

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi

geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2%

untuk daerah diatas 40olintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36o.

Terdapat hubungan antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena paparan

ultraviolet lebih tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan penurunan

angka kejadian di lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di lintang

bawah.3

Mortalitas/Morbiditas

Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual

atau penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi inflamasi sehingga

menyebabkan iritasi okuler dan mata merah.3

Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :

Jenis Kelamin

Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak

dibandingkan wanita.3

7

Page 8: referat pterigium

Umur 

Jarang sekali orang menderita pterygium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk

pasien umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan

pasien yang berumur 20-40tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygium

yang paling tinggi.3

Etiologi

Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan

udara panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu

neoplasma, radang, dan degenerasi.2

Pterygium diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan

dan lingkungan dengan angin banyak. Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan

pterygium antara lain uap kimia, asap, debu dan benda-benda lain yang terbang masuk

ke dalam mata. Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi genetik untuk

kondisi ini. 12

Patofisiologi

Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet,

debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva

bulbi yang menjalar ke kornea.6

Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang

sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada

konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis

dialirkan ke meatus nasi inferior.6

Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih

banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping kontak

langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak

langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih

sering didapatkan pterigium dibandingkan dengan bagian temporal.6

8

Page 9: referat pterigium

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik  kolagen dan proliferasi

fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen

abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan

hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic

akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa

dihancurkan oleh elastase.3

Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel

yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E . Berbentuk ulat

atau degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari

jaringan yang degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular

sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic,

hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel

goblet.9

Gejala Klinis

9

Page 10: referat pterigium

Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan

sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:

mata sering berair dan tampak merah

merasa seperti ada benda asing

timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium tersebut,

biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme irreguler sehingga

mengganggu penglihatan

pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual

sehingga tajam penglihatan menurun.10

Pemeriksaan Fisik  

Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada

limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan

selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan.11

Cap: Biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast, menginvasi dan menghancurkan

lapisan bowman pada kornea

Whitish: Setelah cap, lapisan vaskuler tipis yang menginvasi kornea

Badan: Bagian yang mobile dan lembut, area yang vesikuler pada konjunctiva bulbi, area paling ujung

Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea dan

badan. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang

tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis

menurut Youngson ):

Derajat 1 : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea

10

Page 11: referat pterigium

Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih

dari 2 mm melewati kornea

Derajat 3 : Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi

pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4

mm)

Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga

mengganggu penglihatan.10

Diagnosa

Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau kedua

mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini mungkin telah ada

selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-lahan, pada akhirnya

menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi.

Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih kering dari

biasanya. penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan terhadap sinar

matahari atau partikel debu.11

Test: Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visus terpengaruh.

Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium

tersebut.11 Dengan menggunakan sonde di bagian limbus, pada pterigium tidak dapat

dilalui oleh sonde seperti pada pseudopterigium.10

Diagnosa Banding

Pinguekula 

Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna

kekuningan.6

11

Page 12: referat pterigium

Pseudopterigium

Pterigium umumnya didiagnosis banding dengan pseudopterigium yang merupakan suatu

reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada pengecekan dengan sonde, sonde

dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea.

Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat akibat

ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus kornea, dimana konjungtiva

tertarik dan menutupi kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dimana saja bukan

hanya pada fissura palpebra seperti halnya pada pterigium. Pada pseudopterigium juga

dapat diselipkan sonde di bawahnya sedangkan pada pterigium tidak. Pada

pseudopterigium melalui anamnesa selalu didapatkan riwayat adanya kelainan kornea

sebelumnya, seperti ulkus kornea. Selain pseudopterigium, pterigium dapat pula

didiagnosis banding dengan pannus dan kista dermoid.6

Beda pterigium dengan pseudopterigium

12

Page 13: referat pterigium

Pterigium Pseudopterigium

Sebab Proses degeneratif Reaksi tubuh penyembuhan dari

luka bakar, GO, difteri, dll.

Sonde Tak dapat dimasukkan di bawahnya Dapat dimasukkan dibawahnya

Kekambuhan Residif Tidak

Usia Dewasa Anak

Terapi

Konservatif 

Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang

mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik

dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan

kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi

atau mengalami kelainan pada kornea.10

Bedah

Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium.

Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas

pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari

konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama

pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik,

mengupayakan komplikasi seminimal mungkin, angka kekambuhan yang rendah.

Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang

rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.10

Indikasi Operasi

Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil

13

Page 14: referat pterigium

Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau

karena astigmatismus

Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.6

Teknik Pembedahan

Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan,

dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak

teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara

universal karena tingkat kekambuhan yang variabel. Terlepas dari teknik

yang digunakan, eksisi pterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan.

Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari

kornea yang mendasarinya. Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih

cepat, jaringan parut yang minimal dan halus dari permukaan kornea.1

Teknik Bare Sclera

Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara

memungkinkan sclera untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi,

antara 24 persen dan 89 persen, telah didokumentasikan dalam berbagai

laporan.1

Teknik Autograft Konjungtiva

Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi

40 persen pada beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan

pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal,

dan dijahit di atas sclera yang telah di eksisi pterygium tersebut.

Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan

pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft

konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi

akurat dari grafttersebut. LawrenceW. Hirst, MBBS, dari Australia

merekomendasikan menggunakan sayatan besar untuk eksisi pterygium

dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah dengan

teknik ini.1

Cangkok Membran Amnion

14

Page 15: referat pterigium

Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah

kekambuhan pterigium. Meskipun keuntungkan dari penggunaan

membran amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah

menyatakan bahwa itu adalah membran amnion berisi faktor penting

untuk menghambat peradangan dan fibrosis dan epithelialisai.

Sayangnya, tingkat kekambuhan sangat beragam pada studi yang

ada,diantara 2,6 persen dan 10,7 persen untuk pterygia primer dan

setinggi 37,5 persen untuk kekambuhan pterygia. Sebuah keuntungan

dari teknik ini selama autograft konjungtiva adalah pelestarian bulbar

konjungtiva. Membran Amnion biasanya ditempatkan di atas sklera ,

dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma menghadap

ke bawah. Beberapa studi terbaru telah menganjurkan penggunaan lem

fibrin untuk membantu cangkok membran amnion menempel jaringan

episcleral dibawahnya. Lemfibrin juga telah digunakan dalam autografts

konjungtiva.1

Terapi Tambahan

Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi

masalah, dan terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke

dalam pengelolaan pterygia. Studi telah menunjukkan bahwa tingkat

rekurensi telah jatuh cukup dengan penambahan terapi ini, namun ada

komplikasi dari terapi tersebut.1

 

MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena kemampuannya

untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan iradiasi beta. Namun,

dosis minimal yang aman dan efektif belum ditentukan. Dua bentuk MMC

saat ini digunakan: aplikasi intraoperative MMC langsung ke sclera setelah

eksisi pterygium, dan penggunaan obat tetes mata MMC topikal setelah

operasi. Beberapa penelitian sekarang menganjurkan penggunaan MMC

hanya intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.1

 

15

Page 16: referat pterigium

Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan, karena

menghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium, meskipun

tidak ada data yang jelas dari angka kekambuhan yang tersedia. Namun, efek

buruk dari radiasi termasuk nekrosis scleral , endophthalmitis dan

pembentukan katarak, dan ini telah mendorong dokter untuk

tidak merekomendasikan terhadap penggunaannya.1

Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan

pemberian:

Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari,

bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari

kemudian tappering off sampai 6minggu.

Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari,

diberikan bersamaan dengan salep mata dexamethasone.

Sinar Beta.

Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3

jam selama 6minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik

Chloramphenicol, dan steroidselama 1 minggu.6

Komplikasi

Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut

Gangguan penglihatan-Mata kemerahan

Iritasi

Gangguan pergerakan bola mata.

Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea

Dry Eye sindrom. 3

Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:

Infeksi

Ulkus kornea

Graft konjungtiva yang terbuka

Diplopia

16

Page 17: referat pterigium

Adanya jaringan parut di kornea. 3

Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan. Eksisi bedah

memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini bisa dikurangi

sekitar 5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau transplant membran

amnion pada saat eksisi.3

Pencegahan

Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani

yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata

pelindung sinar matahari.6

Follow up

Menilai adanya komplikasi post operasi, seperti diplopia akibat terpotongnya

musculus rectus oculi medial, ditemukan adanya perforasi kornea, penilaian

strabismus dari gerakan bola mata, pada graft konjuntivanya ada yang terbuka atau

tidaknya, dan tanda-tanda peradangan pada intraokuler akibat otot terpotong.14

Prognosis

Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik.

Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata atau

beta radiasi.6

Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang

baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien

akan merasa tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa

memulai aktivitasnya. . Pasien dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi

pembedahan eksisi dan grafting dengan konjungtiva / limbal autografts atau

transplantasi membran amnion pada pasien tertentu.3

17

Page 18: referat pterigium

BAB III

Kesimpulan

Pterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata dan merupakan

yang tersering nomor dua di indonesia setelah katarak, hal ini di karenakan oleh letak

geografis indonesia di sekitar garis khatulistiwa sehingga banyak terpapar oleh sinar

ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab dari pterigium.

Pterigium banyak diderita oleh laki-laki karena umumnya aktivitas laki-laki lebih banyak

di luar ruangan, serta dialami oleh pasien di atas 40 tahun karena faktor degeneratif.

Penderita dengan pterigium dapat tidak menunjukkan gejala apapun(asimptomatik), bisa

juga menunjukkan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi benda asing hingga

perubahan tajam penglihatan tergantung dari stadiumnnya.

Pterigium tumbuh dengan lambat dari arah limbus, tempat pemunculan pertamanya.

Pertumbuhannya berjalan tidak konstan. Terdapat periode klinis yang tenang, dan periode

pertumbuhan yang cepat. Secara umum progresifitas sangat lambat. Pterigium yang

progresif tumbuh dan menjalar sampai ke tengah kornea sehingga dibutuhkan tindakan

pembedahan. Pada fase awal yang berjalan lambat tidak diperlukan pembedahan. Dengan

pengecualian pasien meminta pembedahan dengan alasan kosmetik. Pada tipe yang

progresif pasien akan mengeluh tentang irtitasi atau penglihatan yang terganggu akibat

pertumbuhan pterigium tersebut. Bila pterigium telah menjalar mendekati pupil, tindakan

pembedahan harus dilakukan

18

Page 19: referat pterigium

BAB IV

Penutup

Demikian telah dibahas mengenai anatomi, definisi, patofisiologi, gejala klinis,

pemeriksaan, diagnosis banding, komplikasi, serta penatalaksanaan pterigium. Semoga

semua yang telah kami bahas dalam referat ini dapat bermanfaat agar dapat lebih

memahami tentang pterigium dan penatalaksanaannya.

19

Page 20: referat pterigium

Daftar Pustaka

1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management

of Pterygium http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm?

2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007. hal:2-6,

116 – 117

3. Jerome P Fisher, PTERYGIUM. 2009

http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview

4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach; Edisi 6.

Philadelphia :Butterworth Heinemann Elsevier. 2006 : 242-244.

5. Miller SJH. Parson’s Disease of The Eye. 18th ed. London : Churchill

Livingstone ;1996. p.142

6. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III penerbit

Airlangga Surabaya. 2006. hal: 102 – 104

7. Voughan & Asbury. Oftalmologi umum , Paul Riordan-eva, John P. Whitcher edisi

17Jakarta : EGC, 2009 Hal 119

8. www.en.wikipedia.org/wiki/Pterygium_(conjunctiva)

9. www.eyewiki.aao.org/Pterygium

10. www.inascrs.org/pterygium/

11. www.mdguidelines.com/pterygium18

12. Anderson, Dauglas M., et all. 2000. Dorland’s Illistrated Medical Dictionary. 29th.

Philadelphia: W.B. Saunders Company.

13. American Academy of Ofthalmology. 2012. www.AAO.org

14. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. 2012. Management

of Pterygium. http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm

20