Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

33
BAB I PENDAHULUAN Lebih dari 100 tahun yang lalu sejak Charcot, Carswell, dan Cruveilhier, berhasil menjelaskan tentang gambaran klinis, patologis, dan karakteristik multiple sklerosis. Penyakit sistem saraf pusat yang bersifat progresif dan sering menyebabkan relaps ini terus menimbulkan tantangan bagi para peneliti untuk mencoba memahami patogenesis dan tatalaksananya sehingga mencegah penyakit tersebut terus berkembang (1) . Multiple sklerosis (MS) adalah penyakit radang myelin sistem saraf pusat yang disebabkan karena proses autoimun dan faktor genetik lainnya. Sekitar 400.000 orang di Amerika Serikat dan 2,5 juta orang di seluruh dunia, dengan prevalensi sekitar 1 kasus per 1000 orang dalam populasi dan rasio perempuan dengan laki-laki 2:1 menderita penyakit ini. Sekitar 85% pasien dengan multiple sklerosis sering bersifat relaps atau hilang- timbul saja. Lebih dari setengah dari pasien tersebut 1

Transcript of Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

Page 1: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

BAB I

PENDAHULUAN

Lebih dari 100 tahun yang lalu sejak Charcot, Carswell, dan Cruveilhier,

berhasil menjelaskan tentang gambaran klinis, patologis, dan karakteristik

multiple sklerosis. Penyakit sistem saraf pusat yang bersifat progresif dan sering

menyebabkan relaps ini terus menimbulkan tantangan bagi para peneliti untuk

mencoba memahami patogenesis dan tatalaksananya sehingga mencegah penyakit

tersebut terus berkembang(1).

Multiple sklerosis (MS) adalah penyakit radang myelin sistem saraf pusat

yang disebabkan karena proses autoimun dan faktor genetik lainnya. Sekitar

400.000 orang di Amerika Serikat dan 2,5 juta orang di seluruh dunia, dengan

prevalensi sekitar 1 kasus per 1000 orang dalam populasi dan rasio perempuan

dengan laki-laki 2:1 menderita penyakit ini. Sekitar 85% pasien dengan multiple

sklerosis sering bersifat relaps atau hilang-timbul saja. Lebih dari setengah dari

pasien tersebut berkembang menjadi kecacatan dan berlanjut dari serangan akut

dan beralih ke progresif sekunder dalam waktu 10 hingga 20 tahun setelah

terdiagnosis(2).

Harapan hidup pasien dengan MS menjadi berkurang. Dalam satu studi di

Kanada, harapan hidup penderita berkurang sebesar 4 sampai 7 tahun(3), dan di

Denmark berkurang hingga 10 sampai 12 tahun(4). Kualitas hidup seorang pasien

ini sangat dipengaruhi oleh gejala fisik yang timbul termasuk kelelahan,

kesakitan, dan kesulitan dengan mobilitas, dan masalah sosial dan gangguan

perasaan dan mood (2).

1

Page 2: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

Saat ini belum ada obat yang dapat mencegah timbul dan menyembuhkan

MS. Terapi yang diberikan hanya meminimalkan timbulnya serangan, mengurangi

efek serangan, dan memperpanjang masa remisi. Salah satu alasan mengapa MS

sulit disembuhkan adalah sekali sistem saraf pusat (SSP) rusak maka perbaikan

neuron yang telah rusak akan sulit(5).

Berdasarkan hal tersebut, sampai saat ini eksperimental tentang

penatalaksanaan dan penggunaan obat yang mungkin dapat merangsang

'remyelinisasi' saraf yang rusak dan memperlambat atau menghentikan proses

kerusakan lebih lanjut masih terus dilakukan. Pada makalah ini, akan dibahas

tentang tatalaksana dari penyakit multiple sklerosis sehingga dapat menambah

pengetahuan dalam mengurangi morbiditas bagi penderita.

2

Page 3: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

BAB II

ISI

A. Definisi Multiple Sklerosis

Multiple sklerosis adalah suatu peradangan yang terjadi di otak dan

sumsum tulang belakang yang menyerang daerah substansia alba dan merupakan

penyebab utama kecacatan pada dewasa muda. Penyebabnya dapat disebabkan

oleh banyak faktor, terutama proses autoimun(6). Focal lymphocytic infiltration

atau sel T bermigrasi keluar dari lymph node ke dalam sirkulasi menembus sawar

darah otak (blood brain barrier) secara terus-menerus menuju lokasi dan

melakukan penyerangan pada antigen myelin pada sistem saraf pusat seperti yang

umum terjadi pada setiap infeksi. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya

inflamasi, kerusakan pada myelin (demyelinisasi), neuroaxonal injury,

astrogliosis, dan proses degenerative(7). Akibat demyelinasi (Gambar 1.1), neuron

menjadi kurang efisien dalam potensial aksi. Transmisi impuls yang disampaikan

oleh neuron yang terdemyelinisasi akan menjadi buruk. Akibat 'kebocoran' impuls

tersebut, terjadi kelemahan dan kesulitan dalam mengendalikan otot atau kegiatan

sensorik tertentu di berbagai bagian tubuh(5).

Bila otak penderita MS dipotong, akan terlihat bercak-bercak induratif

yang multipel di substansia alba yang membuatnya dinamai multipel sklerosis.

Lesi tersebut umumnya berlokasi di periventrikel, korpus kalosum, nervus

optikus, dan medula spinalis. Selain itu dapat ditemukan di batang otak dan

serebelum. Secara mikroskopis, lesi tersebut menunjukkan destruksi myelin

3

Page 4: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

parsial/total. Juga ditemukan infiltrasi perivaskuler dari monosit, limfosit serta

makrofag, sedangkan astrosit dan oligodendrosit pada fase lanjut. Pada lesi yang

relatif aseluler umumnya aksonnya masih utuh dan terjadi remyelinisasi,

sedangkan pada lesi yang infiltratif terjadi degenerasi aksonal (8,9).

Gambar 1.1 Perbedaan Neuron yang Sehat dan yang Mengalami Demyelinisasi

B. Etiologi Multiple Skelrosis

Etiologi dari kelainan tersebut masih belum jelas. Ada beberapa

mekanisme penting yang menjadi penyebab timbulnya bercak MS yaitu autoimun,

infeksi, dan herediter. Meskipun bukti yang meyakinkan kurang, faktor makanan

dan paparan toksin telah dilaporkan ikut berkontribusi juga. Mekanisme ini tidak

saling berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari berbagai faktor (10).

Mekanisme autoimun diduga terjadi melalui penurunan aktifitas limfosit

T-supresor pada sirkulasi pasien penderita MS serta adanya molecular mimicry

4

Page 5: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

antara antigen dan MBP (myelin basic protein) yang mengaktifkan klon sel T

yang spesifik terhadap MBP (MBP specific T-cell clone). Limfosit T4 menjadi

autoreaktif pada paparan antigen asing yang strukturalnya mirip dengan MBP.

Tidak hanya beberapa virus dan peptida bakteri saja yang memiliki kesamaan

struktural dengan MBP, tetapi beberapa dari mikroorganisme tersebut dapat

mengaktifkan MBP-spesifik T-sel klon pada pasien MS (10).

Beberapa infeksi virus diketahui menyebabkan demyelinasi pada manusia

diantaranya progressive multifocal leukoencephalopathy yang disebabkan oleh

papilloma virus JC, subakut sclerosing panencephalitis oleh virus campak. Pada

MS studi serologis awal sulit ditafsirkan. Namun, banyak pasien MS terdapat

elevasi titer CSF terhadap virus campak dan herpes simpleks (HSV), tetapi ini

juga tidak spesifik (10).

C. Klasifikasi MS

Berdasarkan perbedaan klinis dan gejala, terdapat beberapa tipe MS (5):

1. Relapsing-remitting MS. Banyak kasus umumnya berawal dari bentuk MS

yang gejalanya bersifat hilang timbul terutama pada dewasa muda.

Merupakan perjalanan klinis yang klasik dari multipel sklerosis dimana

terdapat fase relaps dan remisi. Gejala hanya memburuk ketika adanya

serangan meskipun dapat berkembang menjadi secondary progressive

multiple sclerosis.

2. Chronic progressive MS. Gejala secara bertahap memburuk setelah episode

serangan pertama dan terus terjadi peningkatan kecacatan tanpa diselingi

5

Page 6: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

fase remisi sama sekali. Sering melibatkan penurunan gerakan motorik

tubuh, atau kinerja sensorik (terutama penglihatan).

3. Benign MS. Gejala yang relatif kecil, perkembangan sangat lambat sehingga

hampir tak terlihat secara klinis, atau ada sedikit serangan selama masa

waktu yang panjang biasanya 15 tahun setelah diagnosis. Ada bukti yang

menyebutkan bahwa perjalanan MS mungkin awalnya jinak. Namun, bukti

dari penelitian jangka panjang menyebutkan kasus benign MS akhirnya

mengakibatkan gejala dan kecacatan yang signifikan, meskipun ini mungkin

tidak terjadi selama 20 atau 30 tahun setelah diagnosis.

4. Secondary progressive MS. Relapsing-remitting MS dapat berubah

menjadi bentuk secondary progressive MS dimana mulai terjadi

penurunan yang relatif stabil namun frekuensi remisi cukup

jarang.

D. Gambaran Klinis MS

Gambaran klinis yang muncul sesuai dengan daerah lesi yang terkena.

Terdapat beberapa gejala dan tanda yang timbul pada MS (5):

Disfungsi usus dan saluran kencing

Menurunnya persepsi nyeri, getaran, dan posisi

Kelelahan dan gangguan mobilitas

Depresi dan gangguan kognitif atau memori

Masalah penglihatan dan pendengaran

Tremor, hiperefleksia, spastisitas, dan tanda babinsky yang positif

Nistagmus, gangguan koordinasi dan keseimbangan

6

Page 7: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

Gejala neurologis yang sering timbul pertama kali pada multipel sklerosis

adalah neuritis optika pada 14-23 % pasien dan lebih dari 50% pasien pernah

mengalaminya. Gejala yang dialami adalah penglihatan kabur, pada orang kulit

putih biasanya mengenai satu mata, sedangkan pada orang asia lebih sering pada

kedua mata. Pada pemeriksaan fisik ditemukan refleks pupil yang menurun,

penurunan visus, gangguan persepsi warna dan skotoma sentral. Funduskopi pada

fase akut menunjukkan papil yang hiperemis tetapi dapat normal pada neuritis

optika posterior/retrobulbar. Sedangkan pada fase kronis dapat terlihat atrofi

papil. Selain itu pada neuritis optika umumnya pasien mengeluh nyeri pada orbita

yang dapat timbul spontan terus-menerus atau pada pergerakan bola mata. Selain

itu terdapat suatu fenomena yang unik yang disebut fenomena Uhthofff dimana

gejala penurunan visus (bersifat temporal) dieksaserbasi oleh suhu panas atau

latihan fisik. Diplopia juga dapat muncul pada MS meskipun lebih jarang

dibandingkan neuritis optika (11).

Gangguan sensorik merupakan manifestasi klinis awal yang juga sering

dialami oleh 21-55% pasien MS. Umumnya gejala yang timbul berupa rasa baal

(hipestesi), kesemutan (parestesi), rasa terbakar (disestesi) maupun hiperestesi.

Kelainan tersebut dapat timbul pada satu ekstremitas atau lebih, dan pada tubuh

atau wajah. Selain itu proprioseptif, rasa vibrasi, dan diskriminasi dua titik juga

dapat terganggu sehingga menimbulkan kesulitan menulis, mengetik atau

mengancing baju. Gejala proprioseptif ini umumnya timbul bilateral dan bila

terdapat lesi di daerah lemniskus gangguan proprioseptif tersebut hanya mengenai

lengan yang dinamakan useless hand syndrome. Gejala tersebut umumnya

7

Page 8: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

mengalami remisi dalam beberapa bulan. Tanda yang sering terjadi pada penderita

MS meskipun tidak karakteristik adalah tanda Lhermitte; bila kepala difleksikan

secara pasif, timbul parestesi sepanjang bahu, punggung dan lengan. Hal ini

mungkin disebabkan akson yang mengalami demyelinisasi sensitivitasnya

meningkat terhadap tekanan ke spinal yang diakibatkan fleksi kepala (12).

Gangguan serebelum juga sering terjadi pada MS meskipun jarang menjadi

gejala utama. Manifestasi klinisnya ataksia serebelaris, baik yang mengenai

gerakan motorik halus (dismetria, disdiadokokinesia, intention tremor), gait,

maupun artikulasi (scanning speech, disartria). Selain itu dapat timbul pula

nistagmus, terutama yang horizontal bidireksional dan vertikal (12).

Hemiparesis yang diakibatkan lesi kortikospinal dapat terjadi pada MS

meski frekuensinya lebih kecil. Demikian juga lesi di medula spinalis dapat

menyebabkan sindroma Brown-Sequard atau mielitis transversa yang

mengakibatkan paraplegi (umumnya tidak simetris), level sensorik dan gangguan

miksi-defekasi. Refleks patologis dan/atau hiperrefleksia bilateral dengan atau

tanpa kelemahan motorik merupakan manifestasi yang lebih sering dan

merupakan tanda lesi kortikospinal bilateral. Yang karakteristik, meskipun

kelemahan hanya pada satu sisi, refleks patologis selalu bilateral. Spastisitas dapat

menyebabkan gejala kram otot pada pasien MS. Kelelahan/fatigue merupakan

gejala non spesifik pada MS dan terjadi pada hampir 90% pasien MS. Kelelahan

dapat merupakan kelelahan fisik pada waktu exercise berlebihan ataupun pada

temperatur panas maupun kelelahan/kelambatan mental (12).

8

Page 9: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

Gangguan memori dapat terjadi pada pasien MS. Menurut penelitian

Thornton dkk memori jangka pendek, working memori dan memori jangka

panjang umumnya terganggu pada pasien MS (13). Selain itu juga didapatkan

gangguan atensi. Gangguan emosi berupa iritabilitas dan afek pseudobulbar

berupa forced laughing atau forced crying umum terjadi pada pasien MS

disebabkan lesi hemisfer bilateral (12,13).

Gejala lainnya yang lebih jarang meliputi neuralgia trigeminal (bilateral),

gangguan lain pada batang otak berupa paresis n. facialis perifer (bilateral),

gangguan pendengaran, tinitus, vértigo, dan sangat jarang penurunan kesadaran

(stupor dan koma) (13).

E. Diagnosis MS

Kriteria diagnostik yang umum dipakai adalah kriteria McDonald yang

merupakan kriteria MS dengan konsep asli tahun 2001 dan revisi terakhir tahun

2010. Kriteria McDonald menekankan adanya pemisahan menurut

waktu/disseminated in time (dua serangan atau lebih) dan pemisahan oleh

ruang/disseminated in space (dua atau lebih diagnosa topis yang berbeda).

Seseorang dinyatakan definite menderita MS bila terjadi pemisahan waktu dan

ruang yang dibuktikan secara klinis atau bila bukti secara klinis tidak lengkap

tetapi didukung oleh pemeriksaan penunjang (MRI, LCS atau VEP).

Pemisahan secara waktu maksudnya adalah terjadinya dua serangan atau

lebih dimana jarak antara dua serangan minimal 30 hari dan satu episode serangan

minimal berlangsung 24 jam. Sedangkan pemisahan oleh ruang adalah

9

Page 10: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

terdapatnya dua atau lebih gejala neurologis obyektif yang mencerminkan dua lesi

yang diagnosis topisnya berbeda (14).

Kriteria definite (disseminated in space) MRI harus meliputi 3 dari 4

kriteria: (1) adanya 1 lesi yang besar atau minimal 9 lesi yang kecil (2) minimal 1

lesi infratentorial (3) minimal 1 lesi juxtakortikal (4) minimal 3 lesi periventrikel.

Selain itu pada MRI dapat terlihat gambaran atrofi korteks yang didahului oleh

pembesaran ventrikel (14).

Gambar 1.2. MRI Otak Wanita 25 Tahun dengan Relapsing-Remitting MS

Pemeriksaan oligoclonal band dari cairan serebrospinalis/LCS sangat

membantu diagnosis MS. Sensitifitas pemeriksaan ini dikatakan dapat mencapai

95% dan bila terdapat peningkatan oligoclonal band pada LCS maka hanya

dibutuhkan 2 lesi pada MRI untuk memenuhi kriteria disseminated in space (15).

Pemeriksaan VEP (visual evoked potential) merupakan pemeriksaan

penunjang yang cukup sensitif (dibandingkan pemeriksaan evoked potential lain)

10

Page 11: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

untuk MS dimana terjadi pemanjangan latensi VEP yang disebabkan adanya

demyelinisasi pada nervus optikus. VEP secara dini dapat mendeteksi kelainan

meskipun pada pasien MS yang secara klinis belum terdapat gejala klinis neuritis

optika (16).

F. Tatalaksana MS

Managemen dan tatalaksana multiple sklerosis mengikuti Clinical Guideline

8 Multiple Sclerosis National Institute for Clinical Excellence tahun 2003. Pola

klasifikasi menggunakan tingkatan rekomendasi (A, B, C, D, DS, HSC) (17).

Grade Keterangan

A Kategori I

B Kategori II atau dengan penambahan kategori I

C Kategori III atau dengan penambahan kategori I atau II

D Kategori IV atau dengan penambahan kategori I, II atau III

DS Berdasarkan bukti diagnostic

HSC Berdasarkan pelayanan kesehatan 2002/2004

Kategori Sumber

Ia Meta-analisis dari randomized control trial

Ib Paling sedikit minimal 1 randomized control trial

IIa Paling sedikit minimal 1 studi kontrol tanpa randomisasi

IIb Paling sedikit minimal 1 tipe quasi eksperimental study

IIIBukan dari studi eksperimental seperti comparative studies,

corelation studies, dan case control studies

IV Dari laporan komite, opini, pengalaman klinis dari para ahli

Adapted from Eccles M, Mason J (2001) How to develop cost-conscious

guidelines. Health Technology Assessment 5 (16)

Kondisi Grade

11

Page 12: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

Setiap yang mengalami episode akut (termasuk neuritis optik)

menyebabkan distres atau keterbatasan fisik harus diberikan

kortikosteroid dosis tinggi. Hal ini sebaiknya dilakukan sesegera

mungkin setelah muncul relaps :

intravena metilprednisolon, 500 mg - 1 g sehari, selama 3 - 5

hari

atau

dosis tinggi metilprednisolon oral 500 mg - 2 g sehari, selama

3 - 5 hari.

A

Pasien harus diberi penjelasan tentang risiko dan keuntungan

penggunaan kortikosteroid. D

Frekuensi penggunaan kortikosteroid lebih dari 3 minggu dan lebih

dari 3 kali setahun harus dihindari D

Penggunaan obat lain pada terapi akut saat relaps sebaiknya tidak

digunakan kecuali ada protokol lainD

Penderita MS harus disarankan mengkonsumsi asam linoleat 17-23

g/hari agar mengurangi perkembangan kecacatan. Sumber makanan

kaya akan asam linoleat termasuk bunga matahari, jagung, kedelai

dan minyak safflower.

A

Tatalaksana berikut tidak boleh dilakukan kecuali dalam

keadaan khusus:

setelah diskusi lengkap dan melalui pertimbangan semua

risiko

dengan evaluasi, sebaiknya dengan studi prospektif lain

dilakuakan oleh eorang pakar dalam penggunaan obat-obat

dibawah ini dengan pemantauan ketat untuk efek samping.

pengobatan:

azathioprine

mitoxantrone

intravena imunoglobulin

D

A

12

Page 13: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

plasma exchange

intermiten (4-bulan) pendek (1-9 hari) program

metilprednisolon dosis tinggi.

Tatalaksana berikut tidak boleh digunakan karena bukti penelitian

tidak menunjukkan efek menguntungkan pada:

siklofosfamid

anti-virus (misalnya, asiklovir, tuberkulin)

cladribine

pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid

hiperbarik oksigen

linomide

iradiasi seluruh tubuh

basic protein myelin (tipe apapun).

A

Terapi simptomatik

Selain primary care, terapi simptomatik juga harus dipertimbangkan

diantaranya adalah (18):

1. Spasticity, spastisitas ringan dapat dikurangi dengan peregangan dan program

exercise seperti yoga, terapi fisik, atau terapi lainnya. Medikasi diberikan

ketika ada kekakuan, spasme, atau klonus saat beraktivitas atau kondisi tidur.

Baclofen, tizanidine, gabapentin, dan benzodiazepine efektif sebagai agen

antispastik.

2. Paroxysmal disorder. Pada berbagai kasus, penggunaan carbamazepin

memberikan respon yang baik pada spasme distonik. Nyeri paroxysmal dapat

diberikan antikonvulsan atau amitriptilin.

3. Bladder dysfunction. Urinalisis dan kultur harus dipertimbangkan dan

pemberian terapi infeksi jika dibutuhkan. Langkah pertama yang dilakukan

13

Page 14: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

ada mendeteksi problem apakah kegagalan dalam mengosongkan bladder

atau menyimpan urin. Obat antikolinergik Oxybutinin dan Tolterodine efektif

untuk kegagalan dalam menyimpan urin diluar adanya infeksi.

4. Bowel symptom. Konstipasi merupakan masalah umum pada pasien MS dan

harus diterapi sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi.

Inkontinensia fekal cukup jarang. Namun bila ada, penambahan serat dapat

memperkeras tinja sehingga dapat membantu spingter yang inkompeten

dalam menahan pergerakan usus. Penggunaan antikolinergik atau antidiare

cukup efektif pada inkontinensia dan diare yang terjadi bersamaan.

5. Sexual symptom. Masalah seksual yang muncul antara lain penurunan libido,

gangguan disfungsi ereksi, penurunan lubrikan, peningkatan spastisitas, rasa

sensasi panas dapat terjadi. Pada beberapa pasien MS, gangguan disfungsi

ereksi dapat diatasi dengan sildenafil.

6. Neurobehavior manifestation. Depresi terjadi lebih dari separuh dari pasien

dengan MS. Pasien dengan depresi ringan dan transien dapat dilakukan terapi

suportif. Pasien dengan depresi berat sebaiknya diberikan Selective Serotonin

Reuptake Inhibitors (SSRIs) yang memiliki efek sedative yang lebih kecil

disbanding antidepresan lain. Amitriptilin dapat digunakan bagi pasien yang

memiliki kesulitan tidur atau memiliki sakit kepala.

7. Fatigue. Kelelahan dapat diatasi dengan istirahat cukup atau penggunaan

medikasi. Amantadine 100 mg dua kali perhari cukup efektif. Modafinil, obat

narcolepsy yang bekerja sebagai stimulant SSP telah ditemukan memiliki

efek yang bagus pada pasien MS. Obat diberikan dengan dosis 200 mg satu

14

Page 15: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

kali sehari pada pagi hari. SSRIs juga dapat menghilangkan kelelahan pada

pasien MS. Amantadine memiliki efek anti influenza A dan baik diberikan

pada Oktober hingga Maret.

Terapi relaps (18)

1. Adrenal Kortikosteroid. Kortikosteroid merupakan terapi andalan dalam

mengurangi gejala-gejala MS relaps akut. Agen ini bekerja melalui efek

imunomodulator dan antiinflamasi, pemulihan blood brain barier, dan

pengurangi edema. kortikosteroid juga dapat meningkatkan konduksi aksonal.

Terapi kortikosteroid memperpendek durasi relaps akut dan mempercepat

pemulihan. Namun, kortikosteroid belum bisa meningkatkan pemulihan

secara keseluruhan MS.

Jika seorang pasien menjadi cacat setalah mendapat serangan akut, dokter

harus mempertimbangkan pengobatan dengan intravena metilprednisolon

selama tiga hingga lima hari (atau kortikosteroid yang setara) dalam dosis 1 g

diberikan secara intravena dalam 100 mL normal salin selama 60 menit sekali

sehari di pagi hari.

2. Perawatan lainnya. Pada pasien dengan MS, fisoterapi harus selalu dilakukan

untuk meningkatkan fungsi dan kualitas hidup dari ketergantungan obat

therapy. Perawatan pendukung berupa konseling, terapi okupasi, saran dari

sosial, masukan dari perawat, dan partisipasi dalam patient support group

merupakan bagian dari perawatan kesehatan dengan pendekatan tim dalam

pengelolaan MS.

15

Page 16: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

Pasien dengan MS sering tergoda untuk mencoba terapi alternatif seperti diet

khusus, vitamin, sengatan lebah, atau akupunktur. Meskipun bukti definitif

efektivitas perawatan ini kurang.

Disease-Modifying Therapies (18)

Terapi yang diberikan hanya meminimalkan timbulnya serangan,

mengurangi efek serangan, dan memperpanjang masa remisi. Disease-modifying

therapies untuk pengelolaan awal MS saat ini yang tersedia di Amerika Serikat:

intramuskular interferon beta-1a (Avonex), subkutan interferon beta-1a (Rebif),

interferon beta-1b (Betaseron), dan glatiramer asetat (Copaxone). Agen kelima,

mitoxantrone (Novantrone), telah disetujui oleh Food and Drug Administration

(FDA) untuk pengobatan relapsing–remitting MS dan sekunder progresif MS

yang memburuk.

1. Interferon beta. Interferon beta merupakan sitokin alami yang berfungsi

sebagai imunomodulasi dan memiliki aktivitas antivirus. Tiga interferon beta

disetujui FDA yang digunakan untuk MS telah terbukti mengurangi

kekambuhan sekitar sepertiga dan direkomendasikan sebagai terapi lini

pertama atau untuk pasien yang intoleran dengan glatiramer pada relapsing-

remitting MS. Pada studi randomized double blind placebo control trial,

penggunaan interferon beta dapat mengurangi 50 sampai 80 persen lesi

inflamasi yang divisualisasikan pada MRI otak. Ada juga bukti bahwa obat

ini meningkatkan kualitas hidup dan fungsi kognitif.

Perbedaan utama dari jenis obat interferon beta adalah bahwa interferon beta-

1a intramuskular diberikan seminggu sekali dan interferon beta-1a subkutan

16

Page 17: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

dan interferon beta-1b diberikan tiga kali seminggu, atau masing-masing

setiap hari lainnya. Satu study menggunakan double dosis (60-mcg)

interferon beta-1a intramuskular diberikan sekali seminggu ternyata tidak

memberikan manfaat jika mengguanakan rejimen dosis tunggal. Adanya

peningkatan insiden penetralan antibodi dengan dosis subkutan juga harus

dipertimbangkan.

Influenza-like symptom seperti demam, menggigil, malaise, nyeri otot, dan

kelelahan, terjadi pada sekitar 60 persen pasien yang diobati dengan

interferon beta-1a atau interferon beta-1b. Gejala ini biasanya menghilang

dengan terapi lanjutan dan premedikasi dengan obat anti-inflamasi non-

steroid. Untuk mengurangi gejala dapat dilakukan dengan pengaturan dosis

titrasi pada waktu inisial terapi interferon beta.

Efek samping lain dari interferon beta termasuk reaksi alergi pada tempat

injeksi, depresi, anemia ringan, trombositopenia, dan meningkatnya kadar

transaminase. Efek samping ini biasanya tidak berat dan jarang menyebabkan

penghentian pengobatan.

2. Glatiramer. Obat ini merupakan campuran polipeptida yang pada awalnya

dirancang untuk meyerupai dan bersaing dengan protein dasar myelin.

Mekanisme kerjanya berbeda dari interferon beta, sehingga pasien dapat

memberikan respon yang berbeda terhadap obat tersebut. Glatiramer dalam

dosis 20 mg subkutan sekali sehari telah terbukti mengurangi frekuensi

kambuh MS sekitar sepertiga. Obat ini juga direkomendasikan sebagai

pengobatan lini pertama pada pasien dengan Relapsing-Remitting MS dan

17

Page 18: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

bagi pasien yang tidak dapat mentolerir interferon beta. Hasil terapi

glatiramer mampu mengurangi sepertiga proses inflamasi yang terlihat pada

MRI.

Glatiramer umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan tidak menimbulkan

influenza-like symptoms. Reaksi post injeksi termasuk peradangan lokal dan

reaksi yang tidak umum seperti flushing, sesak dada dengan jantung berdebar,

gelisah, atau dispnea dapat sembuh spontan tanpa gejala sisa. Pemantauan

rutin laboratorium tidak diperlukan pada pasien yang diobati dengan

glatiramer, dan kempuan antibodi dalam mengikat antigen juga tidak

terganggu.

3. Mitoxantrone. Sebuah studi klinis phase III randomized placebo control

multicenter trial menemukan bahwa mitoxantrone, sebuah agen antineoplastik

anthracenedione, dapat mengurangi jumlah relaps MS sebesar 67 persen dan

memperlambat perkembangan. Mitoxantrone dianjurkan untuk digunakan

pada pasien dengan bentuk Progressive MS.

Efek samping akut mitoxantrone termasuk mual dan alopecia. Karena juga

adanya cardiotoxicity kumulatif, obat dapat digunakan hanya untuk dua

sampai tiga tahun (atau untuk dosis kumulatif 120-140 mg per m2).

Mitoxantrone adalah agen kemoterapi yang harus diresepkan dan dikelola

oleh para perawat kesehatan profesional yang berpengalaman.

4. Obat baru dan obat lainnya. Natalizumab (Antegren) berada dalam tahap

akhir dari fase III clinical trial dan sedang dikaji oleh FDA. Dalam uji coba

fase II klinis, 33 obat ini mampu menjanjikan dalam hal mengurangi lesi MRI

18

Page 19: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

aktif sebesar 90 persen dan penurunan relaps MS lebih dari 50 persen.

Natalizumab adalah antibodi monoklonal yang ditujukan terhadap sebuah

molekul adhesi VLA-4. Obat ini diberikan secara intravena sekali sebulan.

Meskipun FDA kurang setuju dan bukti definitif kemanjuran beberapa obat

lain yang umum digunakan pada pasien dengan MS, terdapat sejumlah efek

klinis sederhana pada pemberian intravena IgG, azathioprine, methotrexate,

dan cyclophosphamide, baik sendiri atau dalam kombinasi dengan terapi

standar.

Para peneliti di Argentina yang mendalami manfaat vitamin D pada penyakit

MS menemukan bahwa Vitamin D tampaknya memiliki peranan dalam

memperbaiki keadaan pasien MS yang terkait juga dengan sistem imun. Hasil

studi ini telah dipublikasi pada jurnal Neurology Science edisi Desember

2011. Kadar 25(OH) Vitamin D dan 1,25(OH)(2) Vitamin D yang diukur

dengan ELISA secara bermakna lebih rendah pada pasien Relapsing-

Remitting MS dibandingkan kontrol. Selain itu, kadar pada pasien yang

mengalami relaps juga lebih rendah daripada selama remisi. Sedangkan pada

pasien Primer Pogressive MS menunjukkan nilai serupa dengan kontrol.

Proliferasi dua isolat baru yakni sel T CD4+ dan sel T spesifik MBP secara

bermakna dihambat oleh 1,25(OH)(2)-vitamin D. Secara keseluruhan/

kolektif, dari temuan ini dikemukakan bahwa 1,25(OH) (2)-vitamin D

berperan dalam homeostasis sel T pada multiple sklerosis, sehingga koreksi

vitamin D pada keadaan defisiensi/kekurangan tersebut dapat bermanfaat

selama pengobatan penyakit multiple sklerosis (19).

19

Page 20: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

BAB III

KESIMPULAN

20

Page 21: Referat Penatalaksanaan Multiple Sklerosis Terbaru

Multiple sklerosis (MS) adalah penyakit radang myelin sistem saraf pusat

yang disebabkan karena proses autoimun dan faktor genetik lainnya. MS

merupakan penyebab utama kecacatan pada dewasa muda. Sekitar 85% pasien

dengan multiple sklerosis sering bersifat relaps atau hilang-timbul saja. Lebih dari

setengah dari pasien tersebut berkembang menjadi kecacatan dan berlanjut dari

serangan akut dan beralih ke progresif sekunder dalam waktu 10 hingga 20 tahun

setelah terdiagnosis.

Managemen dan tatalaksana multiple sklerosis mengikuti Clinical

Guideline 8 Multiple Sclerosis National Institute for Clinical Excellence tahun

2003. Tidak diragukan lagi bahwa kita sekarang berada dalam fase pengembangan

terapi DMTs (Disease Modifying Therapies). Meskipun saat ini kita belum bisa

bicara tentang penyembuhan, akan tetapi kita dapat memperlambat jalannya

penyakit seperti pemberian asetat interferon dan glatiramer.

21