Multiple Abses Final

23
PENATALAKSANAAN ABSES LEHER DALAM MULTIPEL Tri Apriyani , Lisa Apri Yanti, Sofjan Effendi Bagian IKTHT- KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Departemen KTHT- KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang ABSTRAK Latar belakang: Abses leher dalam multipel adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber. Manifestasi klinisnya berupa nyeri, demam, odinofagia, disfagia, pembengkakan dan keterbatasan gerak mandibula atau leher. Diagnosis abses leher dalam multipel ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan radiologi. Komplikasi dari abses ini dapat berupa obstruksi jalan nafas, mediastinitis, komplikasi vaskuler, sepsis, osteomielitis, defisit neurologis dan fistel akibat ruptur dari abses. Tujuan: Mempresentasikan cara penegakan diagnosis dan penatalaksanaan abses leher dalam multipel. Kasus: Dilaporkan satu kasus abses leher dalam multipel pada perempuan berusia 44 tahun. Penatalaksanaan: Pada pasien ini telah dilakukan trakeostomi, eksplorasi dan drainase abses serta diberikan antibiotik spektrum luas. Kesimpulan: Abses leher dalam multipel merupakan kasus emergensi yang dapat mengancam nyawa, tetapi mempunyai prognosis yang baik bila ditatalaksana secara dini disertai terapi yang adekuat. Kata kunci : Abses leher dalam multipel, komplikasi, penatalaksanaan ABSTRACT Background: Multiple deep neck abscess are abscess that were performed in the potential space of the neck, they came from spreading of infections from other sourcess. Clinical manifestation are pain, fever, odinophagia, 1

Transcript of Multiple Abses Final

Page 1: Multiple Abses Final

 PENATALAKSANAAN ABSES LEHER DALAM MULTIPEL

Tri Apriyani, Lisa Apri Yanti, Sofjan EffendiBagian IKTHT- KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Departemen KTHT- KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

ABSTRAK

Latar belakang: Abses leher dalam multipel adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber. Manifestasi klinisnya berupa nyeri, demam, odinofagia, disfagia, pembengkakan dan keterbatasan gerak mandibula atau leher. Diagnosis abses leher dalam multipel ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan radiologi. Komplikasi dari abses ini dapat berupa obstruksi jalan nafas, mediastinitis, komplikasi vaskuler, sepsis, osteomielitis, defisit neurologis dan fistel akibat ruptur dari abses. Tujuan: Mempresentasikan cara penegakan diagnosis dan penatalaksanaan abses leher dalam multipel. Kasus: Dilaporkan satu kasus abses leher dalam multipel pada perempuan berusia 44 tahun. Penatalaksanaan: Pada pasien ini telah dilakukan trakeostomi, eksplorasi dan drainase abses serta diberikan antibiotik spektrum luas. Kesimpulan: Abses leher dalam multipel merupakan kasus emergensi yang dapat mengancam nyawa, tetapi mempunyai prognosis yang baik bila ditatalaksana secara dini disertai terapi yang adekuat.

Kata kunci : Abses leher dalam multipel, komplikasi, penatalaksanaan

ABSTRACT

Background: Multiple deep neck abscess are abscess that were performed in the potential space of the neck, they came from spreading of infections from other sourcess. Clinical manifestation are pain, fever, odinophagia, dysphagia, swelling, stiffing of mandible and neck. Complications of these disease are airway obstructions, mediastinitis, vascular complications, sepsis, osteomyelitis, deficit neurology, and fistula from rupture of the abscess . Objective: We present this case to know how to diagnose and the management of multiple deep neck abscess. Case: we reported a case of multiple deep neck abscess in a 44 years old-female. Management: This patient has been managed by tracheostomy, exploration and drainage of abscess under general anesthesia and also given broad spectrum antibiotic. Conclusions: Multiple deep neck abscess are emergency case that can life threatening, eventhough it has a good prognosis, especially if managed early and adequately treated.

Keywords: Multiple deep neck abscess, complications, management

1

Page 2: Multiple Abses Final

PENDAHULUAN

Abses leher dalam multipel

adalah abses yang terbentuk di dalam

ruang potensial di antara fasia leher

akibat penjalaran infeksi dari

berbagai sumber, seperti infeksi pada

daerah faring dan tonsil, gigi,

kelenjar liur, telinga tengah atau bisa

juga akibat trauma pada saluran

cerna, limfadenitis, serta penggunaan

obat injeksi secara intravena dan

subkutan. Sejak ditemukannya

antibiotik, secara signifikan angka

kesakitan dan kematian kasus abses

leher dalam menurun secara drastis.

Walaupun demikian, abses leher

dalam sampai saat ini masih menjadi

salah satu kasus kegawatdaruratan di

bidang THT.1,2

Ruang leher dalam dapat

dikelompokkan menurut modifikasi

dari Hollingshead berdasarkan

penampang panjang leher yaitu ruang

retrofaring, danger space, ruang

prevertebral dan ruang viseral

vaskular. Berdasarkan lokasinya di

atas atau di bawah tulang hyoid.

Ruangan yang berada di atas tulang

Hyoid, dibagi menjadi ruang

submandibula, ruang parotis, ruang

peritonsil, ruang mastikator, ruang

parafaring dan ruang temporal.

Sedangkan yang terdapat di bawah

os hyoid terdiri dari ruang pretrakea

dan ruang suprasternal.2,3

Kasus abses leher dalam di

bagian THT-KL RSMH periode

Januari 2011 - Desember 2012

terdapat 41 kasus abses leher dalam

yang terdiri dari 16 kasus abses

submandibula (39%), 14 kasus abses

peritonsil (34%), 4 kasus abses

mastikator (9,7%). 1 kasus Ludwig’s

Angina (2,4%), 1 kasus abses

parafaring (2,4%), 1 kasus abses

bezold (2,4%), 1 kasus abses region

leher lateral (2,4%), 3 kasus abses

leher dalam multipel (7,7%).

Gejala dan tanda klinis dari

abses leher dalam ini bervariasi

tergantung ruang yang terlibat.

Manifestasi klinis dari abses leher

dalam multiple berupa nyeri, demam,

odinofagia, disfagia, pembengkakan

dan keterbatasan gerak mandibula

atau leher. Sebelum adanya

antibiotik, 70% abses leher dalam

disebabkan oleh infeksi pada tonsil

dan faring. Sekarang infeksi pada

tonsil dan faring ini, merupakan

penyebab infeksi leher dalam yang

2

Page 3: Multiple Abses Final

tersering pada anak-anak, sedangkan

pada dewasa umumnya disebabkan

oleh infeksi gigi. Sekitar 20 – 50 %

kasus abses leher dalam tidak

diketahui penyebabnya. Bakteri aerob

gram positif merupakan bakteri yang

paling sering diisolasi pada abses

leher dalam ini, diikuti oleh bakteri

anaerob, bakteri aerob gram negatif

dan jamur. Infeksi leher dalam ini

juga dapat disebabkan oleh

polimikroba yaitu sekitar 62% kasus. 2,3,4

Diagnosis abses leher dalam

ini dapat ditegakkan dengan

anamnesa, pemeriksaan fisik dan

radiologi. Pasien yang kita diagnosis

dengan abses leher dalam dapat

diberikan terapi antibiotik yang

adekuat dan drainase abses.

Umumnya pasien diberikan

antibiotik intravena untuk kuman

aerob dan anaerob. Drainase abses

dapat berupa aspirasi abses atau

insisi dan eksplorasi, tergantung

pada luasnya abses dan komplikasi

yang ditimbulkannya.2,3,4

Abses leher dalam dapat

mengancam kehidupan bila tidak

ditatalaksana dengan adekuat. Infeksi

dapat meluas ke ruang leher dalam

lainnya sehingga dapat menimbulkan

penyulit dalam penanganan infeksi.

Penyulit yang sering timbul berupa

obstruksi jalan nafas karena

penekanan dari abses, mediastinitis

akibat penjalaran abses ke inferior,

komplikasi vaskuler (thrombosis

vena jugularis dan ruptur arteri

karotis), sepsis, osteomielitis, defisit

neurologis dan fistel akibat ruptur

dari abses.2, 4

LAPORAN KASUS

Dilaporkan kasus abses leher

dalam multipel pada seorang wanita

usia 44 tahun, alamat luar kota, pada

tanggal 29 Agustus 2012 datang ke

instalasi gawat darurat dengan

keluhan bengkak pada rahang bawah

kanan dan kiri. Dari hasil anamnesis

didapatkan ± 1 minggu yang lalu

pasien mengeluh rahang bawah

kanan bengkak dan keluar nanah,

demam ada, sesak tidak ada, pasien

mulai sulit membuka mulut, namun

pasien masih bisa makan makanan

lunak. Sejak 3 hari sebelum masuk

rumah sakit bengkak semakin

bertambah kesisi sebelah kiri, pasien

semakin sulit membuka mulut, pasien

hanya bisa makan makanan cair,

pasien mengeluh sesak terutama pada

3

Page 4: Multiple Abses Final

posisi tidur. Lalu pasien berobat ke

rumah sakit daerah dan dirujuk ke

RSMH

Pada pemeriksaan fisik

generalisata didapatkan keadaan

umum tampak sakit sedang,

kesadaran kompos mentis, tekanan

darah 130/80 mmHg, RR 16x/menit,

frekwensi nadi 88x/menit, suhu

badan 37,8oC. Pada pemeriksaan

THT telinga dan hidung tidak

ditemukan kelainan. Pemeriksaan

rongga mulut, didapatkan trismus

sekitar 2,5 cm, lidah terangkat dan

tampak karies pada gigi premolar

satu kanan bawah, molar satu dan dua

kanan bawah serta kalkulus hampir di

seluruh gigi. Tampak nanah keluar

dari gigi premolar satu rahang bawah

kanan. Tenggorok sukar dinilai. Pada

daerah submandibula sisi kanan dan

kiri serta submental terdapat

pembengkakan, nyeri tekan,

hiperemis dan sedikit fluktuatif.

Angulus mandibula kanan dan kiri

tidak teraba. Pada daerah sublingual

juga tampak pembengkakan,

fluktuatif, hiperemis dan nyeri tekan.

Hasil pemeriksaan labo-

ratorium dijumpai leukosit

23.700/mm3, Laju endap darah 100

mm/jam, diff count 0/0/2/92/3/3,

albumin 2,3 g/dl, yang lain dalam

batas normal.

4

Page 5: Multiple Abses Final

A

C

B

D

.

Keterangan gambar : A, B Rontgen soft tissue cervical AP/Lateral, C. Tomografi komputer faring

potongan sagital , D. Tomografi komputer parafaring potongan aksial

Pada pemeriksaan ronsen foto

jaringan lunak leher anteroposterior

dan lateral tampak perselubungan

pada daerah submandibula

sedangkan daerah retrofaring normal.

Foto thorak posteroanterior

didapatkan jantung dan paru dalam

batas normal. Hasil pemeriksaan CT

scan tanggal 29 Agustus 2012

didapatkan kesan tampak abses yang

luas di submandibula kanan kiri,

tampak abses di parafaring kanan,

tampak pembengkakan di retrofaring

(swelling), tulang-tulang baik,

tampak gambaran abses retrofaring

Aspirasi pus pada daerah submental

didapatkan pus 0,3 cc. Pasien

didiagnosis dengan multiple abses

5

Page 6: Multiple Abses Final

leher dalam. Penderita dirawat

dengan observasi ketat tanda-tanda

sumbatan jalan napas dan tanda-

tanda syok, tirah baring posisi

Trendelenberg, diet nasi lunak,

diberikan cairan infus RL 20 tetes

per menit, injeksi ceftriaxon 2 x 1

gram (skin test), metronidazol 3 x

500 mg per infus, injeksi gentamisin

2 x 80 mg, injeksi ketorolak 30 mg

drip dalam cairan infus RL jika

diperlukan, injeksi ranitidin 2 x 50

mg. Pada hari kedua dirawat tanggal

30 Agustus 2012 pasien mengeluh

sesak bertambah berat, tampak

stridor inspirasi, retraksi

suprasternal, dan epigastrium,

kemudian dilakukan trakeostomi

dilanjutkan insisi dalam narkose

umum. Insisi dilakukan pada daerah

submental setelah sebelumnya

dilakukan aspirasi pada daerah yang

paling fluktuatif kemudian

dilanjutkan dengan insisi 2 jari

dibawah batas inferior ramus

mandibula secara horizontal

sepanjang ±1 cm dan insisi

diperdalam lapis demi lapis dengan

klem. pada saat tindakan dapat

dieksplorasi pus sebanyak ± 100 cc,

warna kuning kehijauan dan berbau

busuk. Insisi juga dilakukan pada

abses retofaring sepanjang setengah

sentimeter dan didapati nanah ± 0,5

cc. Setelah tindakan pasien

dianjurkan tidur dengan posisi

trendelenburg.

Pada hari ketiga dirawat

tanggal 31 Agustus 2012 keluhan

keluar nanah dari mulut, dagu dan

dari drain pada submandibula, sulit

membuka mulut masih dijumpai.

Dilakukan evaluasi abses pada drain

didapatkan pus ±50cc. Terapi

diteruskan. Tanggal 1 September

2012 keluhan sukar membuka mulut,

nanah bercampur darah keluar dari

incisi abses dan drain terlepas,

kemudian dilakukan pencucian luka

dengan H2O2 3% dilanjutkan

dengan NaCl 0,9% dicampur dengan

gentamisin 2 ampul sampai luka

bersih kemudian ditutup dengan kasa

bersih, pencucian luka dan

penggantian drain dilakukan tiap

hari, hasil pemeriksaan laboratorium

didapati leukosit 14.800/ mm3, LED

104 mm/jam.

Pada tanggal 5 September

2012 didapatkan luka incisi melebar,

nanah bercampur darah serta jaringan

nekrosis keluar dari dalam luka,

6

Page 7: Multiple Abses Final

demam timbul kembali, balon kanul

trakeostomi dikempeskan setiap 2-3

jam selama 5-10 menit kemudian

dikembungkan kembali, terdapat

fistula dari sublingual ke mental,

hasil kultur dan resistensi kuman

yakni Streptococus bovis suatu

kuman cocus gram positif yang

sensitif dengan antibiotik Penisilin,

Ampisilin, Cefotaksim, Gentamisin,

Eritromisin, Vancomisin, dan

Amoksisilin asam klavulanat. Pada

tanggal 12 September 2012 nanah

masih mengalir dari ruang

submandibula bercampur darah ±10

cc, nanah dibawah lidah berkurang,

luka bekas fistula sedikit menutup,

trismus ±2,5 cm, terapi diteruskan.

Tanggal 25 September 2012 didapati

nanah sekitar ±1 cc bercampur cairan

serous keluhan nyeri dan sukar

membuka mulut masih ada,

dilakukan pemeriksaan darah

didapati Hb 9,2 g/ml, leukosit

10.100, LED 120, HbA1C dalam

batas normal, kemudian dilakukan

transfusi 1 kantong pack red cell

(PRC), pasien dianjurkan melatih

gerakan mulut dan menelan makanan

lewat mulut sehingga slang NGT

dapat dilepaskan. Pasien menolak

dilakukan rekonstruksi pada

lehernya. Tanggal 5 Oktober 2012

pasien sudah dapat bernafas spontan

kemudian dilakukan dekanulasi,

pasien dilatih mobilisasi duduk,

berdiri dan berjalan perlahan-lahan,

luka di submandibula semakin

mengecil dengan diameter 1 cm.

Tanggal 13 Oktober 2012 pasien

diperbolehkan pulang dan diberi obat

ciprofloksasin 2x500 mg, asam

mefenamat 3x500 mg, dan

disarankan kontrol 1 minggu lagi, ke

poli THT dan poli gigi. Tanggal 20

Oktober pasien kontrol didapati luka

semakin kecil dengan diameter

setengah sentimeter dan lubang

trakeostomi menutup sempurna

7

Page 8: Multiple Abses Final

Gb 4. Foto pasien post trakeostomi dan insisi abses leher dalam, dan foto selama

perawatan di RSMH Palembang.

8

Page 9: Multiple Abses Final

DISKUSI

Telah dilaporkan satu kasus

seorang perempun berusia 44 tahun

yang didiagnosis abses leher dalam

multiple komplikasi fistula

sublingual dan mental. Abses pada

pasien ini telah mengenai beberapa

ruang leher dalam yaitu ruang

submandibula, submental,

sublingual, parafaring dan retrofaring

yang disebabkan oleh infeksi gigi.

Menurut Quinn3 usia rata-rata pasien

dengan infeksi abses leher dalam

antara 40-50 tahun dan umumnya

berasal dari kelompok sosioekonomi

rendah dimana pada kelompok

tersebut kurang memperhatikan

kebersihan mulut dan kurangnya

pengetahuan tentang perawatan gigi.

Nikakhlagh dkk5 mengatakan bahwa

insiden abses leher dalam lebih

banyak ditemukan pada laki-laki

dibanding perempuan, pada kasus ini

terjadi pada perempuan yang

disebabkan kurangnya perhatian

akan kebersihan dan kesehatan gigi.

Lokasi tersering dari abses leher

dalam ini menurut Parhiscar dkk7

adalah ruang parafaring (43%)

diikuti oleh ruang submandibula

(28%), angina ludwig (17%) dan

ruang retrofaring (12%) sedangkan

menurut Nikakhlag5 (2010), kasus

tersering adalah angina ludwig

(59%) diikuti oleh abses

submandibula, abses parafaring dan

abses maseter. Sumber infeksi pada

pasien ini berasal dari gigi. Hal ini

sesuai dengan Uluibau dkk6 yang

mengatakan bahwa penyebab abses

tersering pada daerah kepala dan

leher adalah infeksi odontogenik. Hal

yang sama juga disampaikan oleh

Parhiscar dkk7 sumber infeksi dari

abses leher dalam yang tersering

adalah infeksi gigi (43%) diikuti oleh

penggunaan obat intravena (12%),

tonsilofaringitis (6,7%) dan fraktur

mandibula (5,6%). Sekitar 76%

infeksi gigi ini dapat menyebabkan

angina Ludwig dan 61%

menyebabkan infeksi pada ruang

submandibula.

Penjalaran infeksi leher

dalam ini menurut Ungkanont

dikutip dari Murray, infeksi

odontogenik ini dapat menyebar

secara langsung melalui komunikasi

antara ruang-ruang pada leher dalam

(perkontinuitatum), pembuluh darah

(hematogen) dan pembuluh limfe

(limfogen). Penyebaran yang paling

9

Page 10: Multiple Abses Final

sering terjadi adalah penjalaran

secara perkontinuitatum karena

adanya celah atau ruang diantara

jaringan yang berpotensi sebagai

tempat berkumpulnya pus.

Disamping itu fasia leher dalam

merupakan suatu barier yang efektif

untuk berkembangnya infeksi.4

Infeksi gigi pada pasien ini

berasal dari gigi premolar satu kanan

bawah, molar satu dan dua kanan

bawah yang mengalami karies.

Faktor yang menentukan apakah

infeksi gigi tersebut mengenai ruang

submandibula atau sublingual

tergantung pada perlekatan akar gigi

ke m. milohioid terhadap garis

milohioid. Bila infeksi berkembang

ke arah medial mandibula di atas

garis milohioid, maka infeksi akan

menyebar ke ruang sublingual.

Biasanya ini berasal dari gigi

premolar dan molar satu. sedangkan

bila infeksi meluas ke arah medial

mandibula dan di bawah garis

milohioid, maka infeksi menyebar ke

ruang submandibula. Gigi molar dua

dan tiga bawah merupakan sumber

infeksi tersering dari ruang

submandibula, sedangkan gigi molar

kedua dapat meluas ke ruang

sublingual atau submandibula

bahkan dapat meluas kedua ruang

tersebut tergantung dari panjang

akarnya. Pada pasien ini dari hasil

kultur tes sensitifitas dapat diisolasi

kuman streptococcus bovis

sedangkan dari daerah sub-

mandibula tidak ditemukan

pertumbuhan kuman aerob. Menurut

Quinn FB dkk3 mikroorganisme yang

paling banyak diisolasi pada abses

leher dalam adalah kuman aerob

gram positif diikuti oleh kuman

anaerob, kuman aerob gram negative

dan jamur. Sekitar 62% infeksi

disebabkan oleh polimikroba.

Kuman aerob gram positif yang

paling sering ditemukan yaitu

streptococcus viridans (39%) diikuti

oleh staphylococcus epidermidis

(21%).7 Kuman anaerob diisolasi

sekitar 35% kasus dimana jenis

kuman terbanyak spesies

bacteroides, Bacteroides melani-

nogenicus dan pepto-streptococcus.2

sedangkan kuman aerob gram negatif

yang banyak ditemukan adalah

proteus, pseudomonas dan

escherichia colli.7 Kebanyakan abses

akibat infeksi odontogenik

melibatkan kuman anaerob atau

10

Page 11: Multiple Abses Final

merupakan campuran kuman aerob

dan anaerob.6

Diagnosis abses leher

dalam dapat ditegakan berdasarkan

anamnesis, gejala klinik, dan

pemeriksaan penunjang. Pada pasien

ini dari anamnesis mengeluhkan

bengkak dibawah dagu, nyeri

menelan dan sukar buka mulut.

Menurut Quinn dkk3, gejala yang

ditimbulkan oleh abses leher dalam

ini tergantung pada lokasi infeksi.

Abshirini dkk19 mendapatkan pada

penelitiannya gejala yang paling

sering pada abses leher dalam adalah

pembengkakan pada leher (87,1%),

trismus (53,7%), disfagia (30,6%)

dan odinofagia (29,3%). Selain

gejala di atas, juga ditemukan adanya

kesulitan bernafas, obstruksi jalan

nafas atas serta pneumonia.3

Pemeriksaan radiologi

yang diperlukan berupa foto cervical

lateral, foto mandibula, foto thorak

dan tomografi komputer. Pe-

meriksaan tomografi computer

dengan kontras merupakan standar

baku emas dalam mengevaluasi

infeksi pada leher dalam. Menurut

Crespo dkk8 pemeriksaan klinis saja

belum dapat memperkirakan per-

luasan infeksi leher dalam pada 70%

pasien. Pemeriksaan tomografi

komputer dapat menentukan lokasi,

batas serta hubungan infeksi dengan

struktur disekitarnya.

Pasien ini didiagnosis

dengan abses submandibula dengan

perluasan ke parafaring dan

retrofaring. Penatalaksanaan pada

pasien ini dilakukan insisi dan

ekplorasi abses pada daerah

submental yang merupakan daerah

paling fluktuatif pada abses tersebut.

Pasien ini juga mengalami kesulitan

bernafas karena lidah yang terangkat

akibat terkumpulnya pus di ruang

sublingual. Menurut Hedge A dkk9,

bila terjadi infeksi pada daerah

sublingual yang di tandai adanya

eritema, fluktuatif, pembengkakan

dan nyeri tekan, serta lidah yang

terangkat maka selain insisi

ekstraoral juga dilakukan insisi

intraoral yang sejajar dengan duktus

Wharton’s.

Penatalaksanaan awal

kasus abses leher dalam diutamakan

pada mengatasi sumbatan jalan nafas

kemudian dilakukan pemeriksaan

kultur yang dapat berupa kultur pus

atau darah, pemberian antibiotik

11

Page 12: Multiple Abses Final

intravena dan dilanjutkan dengan

drainase abses. Kultur pus di-

dapatkan dengan aspirasi baik

ekstraoral maupun intraoral.

Pemberian antibiotik dimulai dengan

regimen empiris sampai didapatkan

hasil kultur. Antibiotik intravena

yang diberikan mencakup untuk

kuman aerob gram positif, aerob

gram negatif dan anaerob. Menurut

Quinn dkk3 regimen empiris yang

efektif digunakan adalah gabungan

antara penicillin, gentamisin dan

metronidazol. Wei Yang dkk10

mendapatkan dari penelitiannya

bahwa pemberian kombinasi anti-

biotik ceftriakson dan klindamisin

lebih efektif dibandingkan kombinasi

antara penicillin dan gentamisin atau

ceftriaxone dan metronidazol.

Lamanya penyembuhan pada pasien

ini disebabkan oleh banyaknya

sumber infeksi, perluasan abses,

higienis mulut yang jelek dan kurang

responnya kuman terhadap antibiotik

yang diberikan. Menurut Murray

dkk4 pasien dengan infeksi leher

dalam akan sembuh sempurna bila

semua penyebab telah diobati dan

lamanya penyembuhan menyebabkan

banyaknya komplikasi yang terjadi.

Infeksi gigi pada pasien ini berasal

dari gigi premolar satu kanan bawah

dan molar satu dan dua kanan bawah

yang mengalami karies. Faktor yang

menentukan apakah infeksi gigi

tersebut mengenai ruang sub-

mandibula atau sublingual ter-

gantung pada perlekatan akar gigi ke

m. milohioid terhadap garis

milohioid. Bila infeksi berkembang

ke arah medial mandibula di atas

garis milohioid, maka infeksi akan

menyebar ke ruang sublingual.

Biasanya ini berasal dari gigi

premolar dan molar satu. sedangkan

bila infeksi meluas ke arah medial

mandibula dan di bawah garis

milohioid, maka infeksi menyebar ke

ruang submandibula. Gigi molar

ketiga bawah merupakan sumber

infeksi tersering dari ruang

submandibula, sedangkan gigi molar

kedua dapat meluas ke ruang

sublingual atau submandibula

bahkan dapat meluas kedua ruang

tersebut tergantung dari panjang

akarnya, tersering dari abses ini

adalah ruptur spontan dan perluasan

abses ke ruang leher dalam lainnya.1

Pada pasien ini dari hasil

kultur tes sensitifitas dapat diisolasi

12

Page 13: Multiple Abses Final

kuman streptococcus bovis. Menurut

Quinn FB dkk3 mikroorganisme yang

paling banyak diisolasi pada abses

leher dalam adalah kuman aerob

gram positif diikuti oleh kuman

anaerob, kuman aerob gram negative

dan jamur. Sekitar 62% infeksi

disebabkan oleh polimikroba.

Kuman aerob gram positif yang

paling sering ditemukan yaitu

streptococcus viridans (39%) diikuti

oleh staphylococcus epidermidis

(21%).7 Kuman anaerob diisolasi

sekitar 35% kasus dimana jenis

kuman terbanyak spesies bacteroides

terutama Bacteroides mela-

ninogenicus dan pepto-

streptococcus.2 sedangkan kuman

aerob gram negatif yang banyak di-

temukan adalah proteus,

pseudomonas dan escherichia colli.7

Kebanyakan abses akibat infeksi

odontogenik melibatkan kuman

anaerob atau merupakan campuran

kuman aerob dan anaerob.6

Lamanya penyembuhan

pada pasien ini disebabkan oleh

banyaknya sumber infeksi, perluasan

abses, higienis mulut yang jelek dan

kurang responnya kuman terhadap

antibiotik yang diberikan. Menurut

Murray dkk4 pasien dengan infeksi

leher dalam akan sembuh sempurna

bila semua penyebab telah diobati

dan lamanya penyembuhan

menyebabkan banyaknya komplikasi

yang terjadi.

Chen dkk12 mengatakan

bahwa luka pada mukosa mulut lebih

cepat penyembuhannya dan jaringan

parut yang terbentuk lebih sedikit

dibandingkan jaringan kulit,

sedikitnya jaringan parut pada

penyembuhan luka di mukosa mulut

disebabkan karena rongga mulut

memiliki lingkungan yang lembab

dan adanya cytokines dan growth

factor di dalam air liur.

13

Page 14: Multiple Abses Final

DAFTAR PUSTAKA

1. Shumrick KA, Sheft SA.

Deep Neck Infections. In:

Paparella, Shumrick,

Gluckman, Meyerhoff,

editors. Otolaryngology, 3rd

ed. W.B. Saunders Company;

1991.P. 2545-63

2. Gadre AK. Infections of the

deep spaces of the neck. In:

Byron J. Bailey & Jonas

T.Johnson,editors. Head &

neck Surgery Oto-

laryngology. 4th ed.

Lippincott Williams &

Wilkins; Philadelphia 2006.

P.665-82

3. Quinn FB, Buyten J. Deep

neck Space and Infection.

PresentationUTMB, Dept. of

Otolaryngology, 2005.

4. Murray AD. Deep Neck

Infection. [Update Nov 18

2009: cited March 12,2011]

available from www.

http://emedicin

e medscape.com/article/83704

8-overview

5. Nikakhlagh S, Rahim

F,Khosravi A. Deep Neck

Infection : A case study of

12-year. Asian Journal of

Biological Sciences

2010;3:128-33

6. Uluibau IC, Jaunay T,Goss

AN. Severe Odontogenic

Infection. Aust Dent J

2005;50: 74-81

7. Parhiscar A, Har-EL G. Deep

neck Abscess: A

Retrospective Review of 210

Cases.Ann Otol Rhinol

Laryngol 2001;110:1051-4

8. Crespo AN,Chone CT,

Fonseca AS. Clinical versus

Computed tomography

evaluation in the diagnosis

and management of deep

neck infection. Sao Paulo

Med J 2004;130:201-7

9. Hedge A, Mohan S, Lim W.

Infection of the deep neck

spaces. CMEArticle,

Singapore Med J 2012; 53

(5): 305-11.

10. Wei Yang S, Lee MH,

Huang SH. Deep Neck

Abscess: an analysis of

microbial etiology and the

effectiveness of antibiotics.

14

Page 15: Multiple Abses Final

Infection and Drug

Resistence 2008; 1:1-8

11. Abshirini H,Alavi SM,

Rekabi H. Predisposing

Factors for the complications

of Deep neck Infection. The

Iranian Journal of

Otorhinolaryngology 2010;

vol 22: no 60

12. Chen L, Arbieva ZH, Guo S

et al. Positional differences in

the wound transcriptome of

skin and oral mucosa. BMC

Genomic 2010; 11: 471

15