Refrat Multiple Myeloma

32
Referat PENGOBATAN TERKINI UNTUK TERAPI MULTIPLE MYELOMA oleh : Mashita Yuswini A. G99122072 Asri Sukawati P. G99122020 Fillisita Chandramalina D. G99122045 Nita Prasasti G99122086 Nur Ismi Mustika F. G99122088 Pembimbing Dr. Sri Marwanta, Sp. PD KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI 1

description

refrat MM

Transcript of Refrat Multiple Myeloma

Page 1: Refrat Multiple Myeloma

Referat

PENGOBATAN TERKINI UNTUK TERAPI MULTIPLE MYELOMA

oleh :

Mashita Yuswini A. G99122072

Asri Sukawati P. G99122020

Fillisita Chandramalina D. G99122045

Nita Prasasti G99122086

Nur Ismi Mustika F. G99122088

Pembimbing

Dr. Sri Marwanta, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2014

1

Page 2: Refrat Multiple Myeloma

LEMBAR PENGESAHAN

PENGOBATAN TERKINI UNTUK TERAPI MULTIPLE MYELOMA

Telah disetujui untuk diajukan sebagai referat

Pada tanggal : 2014

Pembimbing

Dr. Sri Marwanta, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2014

2

Page 3: Refrat Multiple Myeloma

I. PENDAHULUAN

Multiple myeloma adalah keganasan sel B dari sel plasma yang

memproduksi protein imunoglobulin monoklonal. Hal ini ditandai dengan adanya

proliferasi clone dari sel plasma yang ganas pada sumsum tulang, protein

monoklonal pada darah atau urin, dan berkaitan dengan disfungsi organ.

Proliferasi berlebihan dalam sumsum tulang menyebabkan matriks tulang

terdestruksi dan produksi imunoglobulin abnormal dalam jumlah besar, dan

melalui berbagai mekanisme menimbulkan gejala dan tanda klinis. 1,2,3

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Multiple myeloma merupakan 1% dari semua keganasan dan 10% dari

tumor hematologik. Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 3

sampai 4 kasus dari 100.000 populasi per tahun, dan diperkirakan terdapat 14.000

kasus baru tiap tahunnya. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro

Amerika dan pada pria. Umur median pasien rata-rata 65 tahun, dan sekitar 3%

pasien kurang dari 40 tahun.4

III. ETIOLOGI

Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan

pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran.

Faktor genetik juga mungkin berperan pada orang-orang yang rentan untuk

terjadinya perubahan yang menghasilkan proliferasi sel plasma yang

memproduksi protein M. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada

pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan

pada 11q. 1,5

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti

vertebra, costa, calvaria, pelvis, dan femur.6

3

Page 4: Refrat Multiple Myeloma

Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang.

Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu

atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder.7

Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut:

1. Diafisis

Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat

penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang.

2. Metafisis

Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir

batang (diafisis).

3. Lempeng epifisis

Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-

anak, yang akan menghilang pada tulang dewasa.

4. Epifisis

Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder.

Gambar 1. Perkembangan tulang panjang (dikutip dari kepustakaan 7)

V. PATOFISIOLOGI

Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah

munculnya sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS

(monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan

4

Page 5: Refrat Multiple Myeloma

MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1%

resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan.8

Perkembangan sel plasma maligna ini mungkin merupakan suatu proses

multi langkah, diawali dengan adanya serial perubahan gen yang mengakibatkan

penumpukan sel plasma maligna, adanya perkembangan perubahan di lingkungan

mikro sumsum tulang, dan adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrol

penyakit. Dalam proses multilangkah ini melibatkan di dalamnya aktivasi

onkogen selular, hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor, dan gangguan

regulasi gen sitokin. 1

Keluhan dan gejala pada pasien MM berhubungan dengan ukuran massa

tumor, kinetik pertumbuhan sel plasma dan efek fisikokimia imunologik dan

humoral produk yang dibuat dan disekresi oleh sel plasma ini, seperti antara lain

paraprotein dan faktor pengaktivasi osteoklastik (osteoclastic activating

factor/OAF). 1

Paraprotein dalam sirkulasi dapat memberi berbagai komplikasi, seperti

hipervolemia, hiperviskositas, diatesis hemoragik dan krioglobulinemia. Karena

pengendapan rantai ringan, dalam bentuk amiloid atau sejenis, dapat terjadi

terutama gangguan fungsi ginjal dan jantung. Faktor pengaktif osteoklas (OAF)

seperti IL1-β, limfotoksin dan tumor necrosis factor (TNF) bertanggung jawab

atas osteolisis dan osteoporosis yang demikian khas untuk penyakit ini. Karena

kelainan tersebut pada penyakit ini dapat terjadi fraktur (mikro) yang

menyebabkan nyeri tulang, hiperkalsemia dan hiperkalsiuria. Konsentrasi

imunoglobulin normal dalam serum yang sering sangat menurun dan fungsi

sumsum tulang yang menurun dan neutropenia yang kadang-kadang ada

menyebabkan kenaikan kerentanan terhadap infeksi.1

Gagal ginjal pada MM disebabkan oleh karena hiperkalsemia, adanya

deposit mieloid pada glomerulus, hiperurisemia, infeksi yang rekuren, infiltrasi sel

plasma pada ginjal, dan kerusakan tubulus ginjal oleh karena infiltrasi rantai berat

yang berlebihan. Sedangkan anemia disebabkan oleh karena tumor menyebabkan

penggantian sumsum tulang dan inhibisi secara langsung terhadap proses

5

Page 6: Refrat Multiple Myeloma

hematopoeisis, perubahan megaloblastik akan menurunkan produksi vitamin B12

dan asam folat.1

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis,

pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi

anatomi.

a. Gejala klinis

Myeloma dibagi menjadi asimptomatik myeloma dan simptomatik atau

myeloma aktif, bergantung pada ada atau tidaknya organ yang berhubungan

dengan myeloma atau disfungsi jaringan, termasuk hiperkalsemia, insufisiensi

renal, anemia, dan penyakit tulang (Tabel 1). Gejala yang umum pada multiple

myeloma adalah lemah, nyeri pada tulang dengan atau tanpa fraktur ataupun

infeksi. Anemia terjadi pada sekitar 73% pasien yang terdiagnosis. Lesi tulang

berkembang pada kebanyakan 80% pasien. Pada suatu penelitian, dilaporkan 58%

pasien dengan nyeri tulang. Kerusakan ginjal terjadi pada 20 sampai 40%

pasien.2,4

Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma seperti fraktur

kompresi vertebra dan juga fraktur tulang panjang (contoh: femur proksimal).

Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan kompresi vertebra berupa nyeri

punggung, kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas. Imunitas

humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang

melibatkan infeksi seperti gram-positive organisme (eg, Streptococcus

pneumoniae, Staphylococcus aureus) dan Haemophilus influenzae.9

Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang

diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen,

nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus.10

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :1,11

Pucat yang disebabkan oleh anemia

Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni

6

Page 7: Refrat Multiple Myeloma

Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori , lemah, atau

carpal tunnel syndrome.

Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma seperti

makroglossia dan carpal tunnel syndrome.

Gangguan fungsi organ visceral seperti ginjal, hati, otak, limpa akibat

infiltrasi sel plasma (jarang).

b. Laboratorium

Pasien dengan multiple myeloma, secara khas pada pemeriksaan urin rutin

dapat ditemukan adanya proteinuria Bence Jones. Dan pada apusan darah tepi,

didapatkan adanya formasi Rouleaux. Selain itu pada pemeriksaan darah rutin,

anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 80% kasus. Jumlah

leukosit umumnya normal, namun dapat juga ditemukan pancytopenia, koagulasi

yang abnormal dan peningkatan LED. 5,6,11,13

.

c. Gambaran radiologi

1) Foto polos x-ray

Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi litik multiple,

berbatas tegas, punch out, dan bulat pada calvaria, vertebra, dan pelvis. Lesi

terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di

rongga medulla , mengikis tulang, dan secara progresif menghancurkan tulang

kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit

pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan

gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. 4,6,14,15

7

Page 8: Refrat Multiple Myeloma

Gambar 2. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik “punch out lesion”

yang khas pada calvaria, yang merupakan karakteristik dari gambaran multiple myeloma.

(dikutip dari kepustakaan 16)

e

Gambar 3. Foto pelvic yang menunjukkan fokus litik kecil yang sangat banyak sepanjang

tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan gambaran multiple myeloma.(dikutip dari

kepustakaan 9)

8

Page 9: Refrat Multiple Myeloma

Gambar 4. Foto femur menunjukkan adanya endosteal scalloping (erosi pada cortex

interna) pada pasien dengan multiple myeloma. (dikutip dari kepustakaan 9)

2) CT-Scan

CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma serta menilai

resiko fraktur pada tulang yang kerusakannya sudah berat. Diffuse osteopenia

dapat memberi kesan adanya keterlibatan myelomatous sebelum lesi litik sendiri

terlihat. Pada pemeriksaan ini juga dapat ditemukan gambaran sumsum tulang

yang tergantikan oleh sel tumor, osseous lisis, destruksi trabekular dan korteks.

Namun, pada umumnya tidak dilakukan pemeriksaan kecuali jika adanya lesi

fokal. 6,9,17,18

Gambar 5. CT Scan sagital T1 – gambaran weighted pada vertebra lumbalis me-

nunjukkan adanya infiltrasi difus sumsum yang disebabkan oleh multiple

myeloma. (dikutip dari kepustakaan 17)

9

Page 10: Refrat Multiple Myeloma

Gambar 6. Lytic expansile mass dari C5. Pada CT Scan tranversal C5

menunjukkan adanya perluasan massa jaringan lunak (expansile soft-tissue mass)

pada sepanjang sisi kanan Vertebra Cervikal 5 dengan kerusakan tulang terkait.

(dikutip dari kepustakaan 4)

3) MRI

MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini

baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit

myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1,

yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. 6,15,17

Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola

menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun

tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma seperti

pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk

menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna

untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi

tulang.6,17

10

Page 11: Refrat Multiple Myeloma

Gambar 7. Foto potongan sagital T1 weighted-MRI pada lumbar-sakral memperlihatkan

adanya diffusely mottled marrow yang menunjukkan adanya diffuse involvement pada

sumsum tulang dengan multiple myeloma. Juga didapatkan gambaran fraktur kompresi

pada seluruh vertebra yang tervisualisasi. Pada V-T10 terdapat adanya focal mass-like

lesion yang menunjukkan suatu plasmacytoma. (dikutip dari kepustakaan 19)

4) Radiologi Nuklir

Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada

osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik

(formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin, pemeriksaan ini

menggunakan radiofarmaka Tc-99m senyawa kompleks fosfat yang diinjeksikan

secara intravena. Tingkat false negatif skintigrafi tulang untuk mendiagnosis

multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal, membutuhkan

pemeriksaan lain untuk konfirmasi.6,20

5) Angiografi6

Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer

dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk

mendiagnosis multiple myeloma.

11

Page 12: Refrat Multiple Myeloma

d. Patologi Anatomi6,15

Pada pasien multiple myeloma , sel plasma berproliferasi di dalam

sumsum tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 – 3 kali dari

limfosit, dengan nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan memiliki

halo perinuklear. Sitoplasma bersifat basofilik.

Gambar 9. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma multiple myeloma.

Tampak sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona pucat perinuclear (halo).

(dikutip dari kepustakaan 6)

Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada

pasien yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan

konektif, metastasis kanker, limfoma, leukemia, dan infeksi kronis telah

dieksklusi adalah sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma

dengan salah satu dari kriteria berikut :1

- Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL)

- Protein monoclonal urine

- Lesi litik pada tulang

Sistem derajat multiple myeloma1,3,6,11

Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon Durie

system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System

yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan

diperkenalkan pada tahun 2005.

12

Page 13: Refrat Multiple Myeloma

Salmon Durie staging :

a) Stadium I

Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL

Level kalsium kurang dari 12 mg/dL

Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter

Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dL, Costa < 3 g/dL, urine <

4g/24 jam)

b) Stadium II

Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III

c) Stadium III

Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dL

Level kalsium lebih dari 12 g/dL

Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang

Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dL, Costa > 5 g/dL, urine >

12 g/24 jam)

d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL

e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl

International Staging System untuk multiple myeloma

a) Stadium I

β2 mikroglobulin ≤ 3,5 g/dL dan albumin ≥ 3,5 g/dL

CRP ≥ 4,0 mg/dL

Plasma cell labeling index < 1%

Tidak ditemukan delesi kromosom 13

Serum Il-6 reseptor rendah

durasi yang panjang dari awal fase plateau

b) Stadium II

Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dL, atau

Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dL

c) Stadium III

Beta-2 microglobulin >5.5 g/dl

13

Page 14: Refrat Multiple Myeloma

VII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis multiple myeloma seringkali jelas karena kebanyakan pasien

memberikan gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium. Keadaan yang

dapat menjadi diagnosis banding multiple myeloma berupa metastasis tumor ke

tulang.22

Delapan puluh persen penyebaran tumor ganas ke tulang disebabkan oleh

keganasan primer payudara, paru, prostat, ginjal dan kelenjar gondok. Penyebaran

ini ternyata ditemukan lebih banyak di tulang skelet daripada ekstremitas. Bone

Survey atau pemeriksaan tulang-tulang secara radiografik konvensional adalah

pemeriksaan semua tulang-tulang yang paling sering dikenai lesi-lesi metastatik

yaitu skelet ekstremitas bagian proksimal. Sangat jarang lesi megenai sebelah

distal siku atau lutut. Bila ada lesi pada bagian tersebut harus dipikirkan

kemungkinan multiple myeloma.22

Sebagian besar proses metastasis memberikan gambaran “lytic” yaitu

bayangan radiolusen pada tulang. Sedangkan gambaran "blastic" adalah apabila

kita temukan lesi dengan densitas yang lebih tinggi dari tulang sendiri. Sedangkan

pada multiple myeloma ditemukan gambaran lesi litik multiple berbatas tegas,

punch out, dan bulat. Selain gambaran radiologik, ditemukannya proteinuri Bence

Jones pada pemeriksaan urin rutin dapat menyingkirkan adanya metastasis tumor

ke tulang. 22

VIII. PENGOBATAN

Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada

tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal

yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan

dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan

lenalidomide sedang diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk

intravena merupakan inhibitor proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna

pada myeloma. Lenalidomide , dengan pemberian oral merupakan turunan dari

thalidomide.2,5

14

Page 15: Refrat Multiple Myeloma

Pada pasien usia tua > 65 tahun, kombinasi obat oral berupa mephalan dan

prednison (MP) merupakan standar pengobatan di Eropa. Terdapat dua pilihan

obat kombinasi yang direkomendasikan, yaitu melphalan/prednison/thalidomide

(MPT) dan bortezomib/melphalan/prednison (VMP). Keduanya dierima oleh

European Medicines Agency (EMA). Selain itu, ada sebuah obat kombinasi lain

yang digunakan dan diterima oleh EMA, yaitu bendamustine. Bendamustine dapat

dijadikan pilihan untuk terapi kombinasi pada pasien multiple myeloma

khususnya yang memiliki gejala klinis neuropati. Penggunaan kombinasi

lenalidomide dan dexamethasone dosis rendah banyak digunakan di center USA

tetapi terapi ini tidak diterima oleh negara-negara di Eropa24.

Dalam sebuah penelitian disebutkan, untuk pasien dengan klinis yang baik

dan berusia < 65 tahun, induksi yang diikuti terapi dosis tinggi transplantasi sel

induk autolog (Autologous Stem Cell Transplantation: ASCT) merupakan salah

satu standar pengobatan. Tingkat respon terhadap terapi induksi telah meningkat

secara signifikan dengan menggunakan kombinasi beberapa agen. Bortezomib-

deksametason, (vincristine, adriamycin dan dexamethasone dosis tinggi), telah

menjadi pilihan terapi induksi utama sebelum ASCT. Penambahan agen ketiga

bersama dengan bortezomib-deksametason, misal thalidomide, doxorubicin,

lenalidomide, atau siklofosfamid,telah menunjukkan tingkat respon yang lebih

baik di uji coba tahap II. Kombinasi tiga obat termasuk setidaknya bortezomib

dan deksametason saat ini merupakan standar perawatan sebelum ASCT. Tiga

sampai empat tahapan dianjurkan sebelum melanjutkan proses stem cell tersebut24.

Melfalan (200 mg / m2 iv) adalah rejimen preparatif standar sebelum

ASCT. Progenitor sel darah perifer adalah sumber yang disukai dari pengambilan

sel induk, bukan sumsum tulang24.

Tandem ASCT telah dievaluasi sebelum agen baru lainnya bermunculan.

Manfaat tandem ASCT diamati pada pasien yang tidak mencapai respon parsial

sangat baik setelah ASCT pertama24.

Untuk terapi maintenance baik untuk pasien-pasien usia muda maupun

usia tua, kombinasi obat-obatan sistemik diatas tidak dianjurkan24.

15

Page 16: Refrat Multiple Myeloma

Evaluasi Respon Pengobatan

Hitung darah lengkap, serum dan urin elektroforesis, pemeriksaan

kreatinin dan kalsium harus dilakukan setiap 2-3 bulan. Apabila ada keluhan nyeri

tulang, harus dilakukan X-ray tulang, MRI atau CT scan untuk mendeteksi adanya

lesi tulang baru24.

Penatalaksanaan kasus relaps

Pilihan terapi untuk kasus relaps tergantung pada bebrapa parameter yang

meliputi usia, keadaan umum pasien, komorbiditas, tipe MM, efikasi dan toleransi

pengobatan sebelumnya, jumlah lini pengobatan utama yang diberikan, pilihan

terapi lain yang tersedia, dan jarak waktu pemberian terapi terakhir24.

EMA telah menyetujui pemberian lenalidomide yang dikombinasikan

dengan dexamethason [25-26] dan pemberian bortezomide sebagai obat tunggal

atau kombinasi dengan doxorubicin. Namun demikian, bortezomib banyak

digunakan dalam kombinasi dengan deksametason untuk penanganan kasus

relaps.

Thalidomide dan bendamustine merupakan obat yang efektif dan sering

digunakan, namun tidak disetujui oleh EMA24.

Pada pasien yang masih muda, ASCT yang kedua dapat dipertimbangkan,

yaitu bagi pasien yang merespon baik ASCT yang telah dilakukan sebelumnya

dan telah mengalami perkembangan survival lebih dari 24 bulan24.

Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada

tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia

dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. Bifosfonat

mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang.3,14

Obat-obatan atau golongan obat lainnya seperti histone-deacetylase

inhibitor atau antibodi monoklonal saat ini sedang dikembangkan. Dalam

pengaturan penyakit ini, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi

penanda molekuler yang dapat memberikan kemajuan dalam pengobatan

pribadi24.

16

Page 17: Refrat Multiple Myeloma

Gambar 11. Pendekatan penatalaksanaan pada pasien baru terdiagnosis multiple myeloma

(MM). (dikutip dari kepustakaan 2)

IX. PROGNOSIS

Berdasarkan derajat stadium menurut Salmon Durie System , angka rata-

rata pasien bertahan hidup sebagai berikut : 6

Stadium I > 60 bulan

Stadium II , 41 bulan

Stadium III , 23 bulan

Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk.

Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut the International staging

system, angka rata-rata pasien bertahan hidup sebagai berikut:6

stadium I , 62 bulan

stadium II, 44 bulan

Stadium III, 29 bulan.

17

Page 18: Refrat Multiple Myeloma

KESIMPULAN

Multiple myeloma dibagi menjadi asimptomatik myeloma dan

simptomatik atau myeloma aktif. Pada kasus myeloma yang gejalanya muncul

secara perlahan atau myeloma inaktif, tidak dianjurkan untuk diberikan terapi

segera. Terapi harus segera diberikan pada pasien-pasien dengan myeloma aktif

yang memenuhi kriteria CRAB ( hiperkalemi > 11.0 mg/dl, kreatinin >2.0 mg/ml,

anemia (Hb < 10 g/dl), lesi tulang aktif).

Regimen awal yang paling sering digunakan untuk pengobatan multiple

myeloma adalah kombinasi antara thalidomide dan dexamethasone. Pada pasien

usia tua > 65 tahun, kombinasi obat oral berupa mephalan dan prednison (MP)

merupakan standar pengobatan di Eropa. Terdapat dua pilihan obat kombinasi

yang direkomendasikan, yaitu melphalan/prednison/thalidomide (MPT) dan

bortezomib/melphalan/prednison (VMP). Bendamustine dapat dijadikan pilihan

untuk terapi kombinasi pada pasien multiple myeloma khususnya yang memiliki

gejala klinis neuropati.

Untuk pasien dengan klinis yang baik dan berusia < 65 tahun, induksi

yang diikuti terapi dosis tinggi transplantasi sel induk autolog (Autologous Stem

Cell Transplantation: ASCT) merupakan salah satu standar pengobatan.

Bortezomib-deksametason, (vincristine, adriamycin dan dexamethasone dosis

tinggi), telah menjadi pilihan terapi induksi utama sebelum ASCT. Kombinasi tiga

obat termasuk setidaknya bortezomib dan deksametason saat ini merupakan

standar perawatan sebelum ASCT.

Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada

tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia

dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. Bifosfonat

mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang.

Obat-obatan atau golongan obat lainnya seperti histone-deacetylase

inhibitor atau antibodi monoklonal saat ini sedang dikembangkan.

18

Page 19: Refrat Multiple Myeloma

19

Page 20: Refrat Multiple Myeloma

DAFTAR PUSTAKA

1. Syahrir, Mediarty. Mieloma Multipel dan Penyakit Gamopati Lain. Buku

Ajar – Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Departemen Ilmu

Penyakit Dalam, FKUI. Jakarta: 2006.

2. Palumbo,Antonio M.D. and Anderson,Kenneth M.D. Medical Progress

Multiple Myeloma. The New England Journal of Medicine, [online].

2011;364:1046-60 [cited 2014 Juli 23]. Available from:

http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra1011442

3. Wenqi, Jiang. Mieloma Multipel. Buku Ajar – Onkologi Klinis Edisi 2.

Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 2008.

4. Angtuaco, Edgardo J.C, M.D, et al. Multiple Myeloma: Clinical Review and

Diagnostic Imaging. Departement of Radiology and the Myeloma

Institute, University of Arkansas, [online]. 2004 [cited 2014 Juli 23].

Available from: http://radiology.rsna.org/content/231/1/11.full.pdf+html

5. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Plasma Cell Disorder in Harrison’s –

Principles of Internal Medicine 17th Edition. The McGraw-Hill Companies,

Inc. US: 2008.

6. Besa, Emmanuel C, M.D. Multiple Myeloma. Medscape Reference, [online]

2011 [cited 2014 Juli 23]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview

7. Baron, Rolland, DDS,PhD. Anatomy and Ultrastructure of Bone

Histogenesis, Growth and Remodelling. Endotext – The most accesed

source endocrinology for Medical Professionals, [online]. 2008 [cited 2014

Juli 23]. Available from:

http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid1/parathyroid1.html

8. Belch, Andrew R,MD, et al. Multiple Myeloma Patient Handbook.

Multiple Myeloma Canada, [online]. 2007 [cited 2014 Juli 23]. Available

from: http://myeloma.org/pdfs/PHCanada.pdf

9. Ki Yap, Dr. Multiple Myeloma. Radiopaedia.org, [online]. 2010 [cited 2014

Juli 23]. Available from: http://radiopaedia.org/articles/multiple-myeloma-1

20

Page 21: Refrat Multiple Myeloma

10. ______. Multiple Myeloma Research. Department of Radiology, College

of Medicine, University of Arkansas for Medical Sciences, [online] [cited

2014 Juli 23]. Available from:

http://www.uams.edu/radiology/info/research/multiple_myeloma/default. asp

11. Schmaier, Alvin H.,MD, et al. Multiple Myeloma and Plasmacytoma -

Hematology for the Medical Student. Lippincott Williams & Wilkins.

United States of America: 2003.

12. Vickery, Eric, PA-C. Multiple myeloma: Vague symptoms can challenge

diagnostic skill. Journal of the American Academy of Physician Assistans,

[online]. 2008 [cited 2014 Juli 23]. Available from:

http://www.jaapa.com/multiple-myeloma-vague-symptoms-can-challenge-

diagnostic-skills/article/121750/

13. Reyna, Rolando. Lytic Lesion in Multiple Myeloma – Radiology Teaching

Files. MyPACS.net, [online]. 2005 [cited 2014 Juli 23]. Available from:

http://www.mypacs.net/cases/LYTIC-LESIONS-IN-MULTIPLE-

MYELOMA-1664181.html

14. ______. Guidelines on the Diagnosis and Management of Multiple

Myeloma. UK Myeloma Forum, [online]. [cited 2011 April 5]. Available

from: http://www.ukmf.org.uk/guidelines/gdmm/context.htm

15. Kumar, Cotran, Robbins. Mieloma Multipel dan Gangguan Sel Plasma

Terkait – Buku Ajar Patologi Edisi 7, Robbins volume 2. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta: 2004.

16. Brant, William E.,et al. Fundamentals of Diagnostic Radiology – 2nd Ed.

Lippincott Williams & Wilkins. 2007.

17. Berquist, Thomas H. Musculoskeletal Imaging Companion. Lippincott

Williams & Wilkins. 2007.

18. ______. Cardiothoracic Pulmonary Imaging Correlation Conference –

Case of the Week. Virginia Commonwealth University Health System,

[online]. 2009 [cited 2014 Juli 23]. Available from:

http://www.vcuthoracicimaging.com/Historyanswer.aspx?qid=9&fid=1

21

Page 22: Refrat Multiple Myeloma

19. ______. MRI of Multiple Myeloma. Science Photo Library, [online]. [cited

2014 Juli 23]. Available from:

http://www.sciencephoto.com/images/download_lo_res.html?id=771340876

20. ______. Pelayanan Kedokteran Nuklir Diagnostik. Bagian Radiologi,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, [online]. 2005 [cited 2014 Juli 23].

Available from: http://www.radiologi.ugm.ac.id/kednuklirdiagnosis.html

21. ______. Multiple Myeloma – PET CT Scan Images. Department of

Radiology, College of Medicine, University of Arkansas for Medical

Sciences, [online] [cited 2014 Juli 23]. Available from:

http://www.uams.edu/radiology/info/clinical/pet/images.asp

22. Susworo, dr. Penyebaran Tumor Ganas di Tulang: Aspek Diagnostik dan

Terapi. Cermin Dunia Kedokteran, [online]. 1981 [cited 2014 Juli 23].

Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08PenyebaranTumor

GanasdiTulang023. pdf/08PenyebaranTumorGanasdiTulang023.html

23. Weber, Kristy, MD. Rounds 2: Treatment of Metastatic Bone. The Johns

Hopkins Arthritis Center, [online]. 2006 [cited 2014 Juli 23]. Available

from: http://www.hopkins-arthritis.org/physician-corner/cme/rheumatology-

rounds/metastatic_bone_disease_rheumrounds2.html

24. Moreau, P et al. Multiple myeloma: ESMO Clinical Practice Guidelines for

diagnosis, treatment and follow-up. 2013. Annals of Oncology Advance. 00:

1-5

22