Referat Neurobehavior
-
Upload
anugrah-manggala-yudha -
Category
Documents
-
view
46 -
download
1
description
Transcript of Referat Neurobehavior
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Neurobehavior adalah hubungan antara fungsi otak dengan perilaku dan
proses berpikir manusia dimana semua masukan sensoris (taktil, visual, dan
audiotorik) akan diubah, diolah, disimpan dan selanjutnya digunakan untuk
hubungan interneuron secara sempurna sehingga individu mampu melakukan
penalaran terhadap masukan sensoris tersebut.
Neurobehavior terkait dengan pola perilaku hidup seseorang yang
berhubungan dengan sistem neural (sistem saraf) seperti pola tidur, mood atau
suasana hati, stress, nafsu makan dan kesadaran diri. Fungsi luhur ini sangat vital
bagi kehidupan manusia dewasa akhir,dewasa tengah,dewasa muda dan
teristimewa bagi anak-anak. neurobehavior sangat berperan terhadap pertumbuhan
dan perkembangan fisik dan mental pada manusia.
Jika seseorang mengalami gangguan Neurobehaviour maka akan
mengganggu ”Performance Skill” yang berhubungan dengan aktifitas kehidupan
sehari-hari (AKS), Produktifitas dan aktifitas ” Leisure”. Untuk mengatasi hal
tersebut maka harus dibutuhkan penanganan team medis yang terpadu. Team
medis yang terlibat disini ada dokter saraf, dokter anak, dokter spesialis
rehabilitasi medis yang di bantu oleh fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara dan
ortotik protestik dan psikolog. Jika penangannya dilakukan secara team maka
hasil yang dicapai akan maksimal sesuai kondisi seseorang yang mengalami
gangguan neurobehaviour seperti Gangguan hiperaktifitas,gangguan kosentrasi,
autis, gangguan belajar dan kondisi kondisi lainnya.
BAB II
A. Definisi Fungsi Luhur (Neurobehavior)
Neurologi terdiri dari neurologi elementer atau klasikal dan fungsi
luhur (neurologi luhur). Neurobehavior atau behavioral neurology merupakan
cabang ilmu neurology yang mempelajari masalah perilaku manusia dan
berdampingan dengan ilmu psikiatri dan psikologi (interdisciplinary
relationships). Ilmu ini bukan saja mempunyai implikasi untuk ilmu
kedokteran tetapi juga untuk ilmu social, filosofi, edukasi, etika dan teologi. 3
Neurobehavior merupakan seatu proses dimana semua masukan
sensoris (taktil, visual, dan audiotorik) akan diubah, diolah, disimpan dan
selanjutnya digunakan untuk hubungan interneuron secara sempurna sehingga
individu mampu melakukan penalaran terhadap masukan sensoris tersebut.
Konsep yang paling banyak dianut, bahwa fungsi luhur mencakup lima
domain, yaitu :4
1. Attention (pemusatan perhatian)
Atensi adalah kemampuan untuk berinteraksi atau memperhatikan sati
stimulus tertentu dengan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak
dibutuhkan. Atensi merupakan hasil hubungan antara batangng otak,
aktivitas limbic dan aktifitas korteks sehingga mampu untuk focus pada
stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan.
Konsentrasi merupakan kemampuan untuk memperthankan atensi dalam
periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan
mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa, dan fungsi
eksekutif.
2. Language (bahasa)
Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang
membangun kemampuan kognitif. Jika terdapat gangguan bahasa,
pemeriksaan kognitif seperti memori verbal, fungsi eksekutif akan
mengalami kesulitan atau tidak dapat dilakukan.
3. Memory (daya ingat)
Fungsi memori terdiridari proses penerimaan dan penyandian informasi,
proses penyimpanan serta mengingat. Semua hal yang berpengaruh
dalam ketiga proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori.
4. Visuopatial (pengenalan ruang)
Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti
menggambar atau meniru berbagai gambar (misalnya lingkaran, kubus)
dan menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan
konstruksi dan lobus parietal terutama hemisfer kanan berperan paling
dominan.
5. Executive function (fungsi eksekutif: fungsi perencanaan,
pengorganisasian, dan pelaksanaan)
Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara berfikir
dan kemampuan pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh korteks
prefrontal dorsolateral dan struktur subkortikal yang berhubungan dengan
daerah tersebut. Fungsi eksekutif dibagi menjadi 4 komponen yaitu
volition (kemauan), planning (perencanaan), purposive action
(bertujuan), effective performance (pelaksanaan yang efektif). Bila terjadi
gangguan fungsi eksekutif, maka gejala yang muncul sesuai dengan
komponen di atas.
B. Anatomi Fungsi Luhur (Neurobehavioral)
Masing-masing domain fungsi luhur manusia tidak dapat berjalan
sendiri-sendiri dalam menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan
yang disebut system limbik. Struktur limbik terdiri dari amigdala,
hipokampus, nucleus talamik anterior, gyrus subkalosus, gyrus cinguli, girus
parahipokampus, formation hipokampus, dan korpus mamillare. Alveus,
fimbria, forniks, traktus mammilotalamikus, dan striae terminalis membentuk
jaras-jaras penghubung.5,6
Peran system limbic meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi,
fungsi neuroendokrin, dan aktivasi otonom. Struktur berikut ini bagian dari
system limbic :5,6
1. Amigdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer kanan
predominan untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada
hemisfer kiri predominan untuk belajar emosi pada saat sadar.
2. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang,
pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses pembelajaran.
3. Girus parahipokampus, berperan pada memori spasial.
4. Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan
darah, dan kognitif yaitu atensi. Korteks cinguli anterior merupakan
struktur limbic terluas, berfungsi afektif, kognitif, otonom, perilaku dan
motorik.
5. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary bodies dan
septal nuclei. Forniks berperan dalam memori dan pembelajaran.
6. Hipotalamus, berfungsi mengatur system saraf otonom melalui produksi
pelepasan hormone, tekanan darah, denyut jantung, lapar, haus, libido,
dan siklus tidur/bangun, perubahan memori baru menjadi memori jangka
panjang.
7. Thalamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefaln
membentuk dinding ketiga ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat
hantaran rangsang indra adri perifer ke korteks serebri. Dengan kata lain,
thalamus merupakan pusat pengaturan fungsi kognitif di otak atau
sebagai stasiun relay ke korteks.
8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan
pembelajaran
9. Girus dentatus, berperan dalam memori baru dan mengatur kebahagiaan.
10. Korteks entorhinal, penting dalam memori dan merupakan komponen
asosiasi.
Gambar 1. Sistem Limbik
Sedangkan lobus otak yang berperan dalam fungsi luhur adalah :7
1. Lobus frontalis
Fungsi lobus frontalis mengatur motorik, perilaku, kepribadian, bahasa,
memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisis dan sintesis.
Sebagian korteks media lobus frontalis dikaitkan sebagai system limbic,
karena banyaknya koneksi anatomic dan struktur limbic dan adanya
perubahan e,osi bila terjadi kerusakan.
2. Lobus parietalis
Lobus parietalis berfungsi dalam membaca, persepsi, memori, dan
visuospasial. Korteks ini menerima stimuli sensori (input visual, auditori,
dan taktil) dari area asosiasi sekunder. Karena menerima input dari
berbagai modalitas sensori sering disebut korteks heteromodal dan
mampu membentuk asosiasi sensori (cross modal association). Sehingga
manusia dapat menghubungkan input visual dan menggambarkan apa
yang mereka lihat atau pegang.
3. Lobus temporalis
Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan, emosi,
memori, kategorisasi benda-benda, dan seleksi rangsang auditorik dan
visual.
4. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer, visuospasial,
memori, dan bahasa.
Gambar 2. Lobus Otak
Serabut-serabut di otak yang berfungsi dalam fungsi luhur antara lain :6,7
1. Serabut komisura
Serabut ini menghubungkan daerah-daerah yang sama pada kedua
hemisfer. Serabut tersebut adalah korpus kalosum, komisura anterior,
komisura posterior, firnix, dan komisura habenularum.
2. Serabut-serabut asosiasi
Serabut-serabut saraf ini penting menghubungkan berbagai daerah
korteks di dalam hemisfer yang sama. Fasikulus uncinatus
menghubungkan area bicara motorik primer dan girus pada permukaan
inferior lobus frontalis dengan korteks polus pada lobus temporalis.
Fasikulus longitudinalis superior merupakan berkas serabut saraf
terbesar, menghubungkan bagian anterior lobus frontalis dengan
oksipitalis dan lobus temporalis. Fasikulus longitudinalis inferior berjalan
ke anterior dari lobus oksipitalis, berjalan lateral menuju radiasio optika,
kemudian didistribusi ke lobus temporalis. Fasikulus frontooksipitalis
menghubungkan lobus frontalis dengan lobus oksipitalis dan temporalis.
Fasikulus arkuatus berperan dalam fungsi bahasa dan bicara,
menghubungkan area Wernicke dengan area Broca sehingga bisa
membentuk pemahaman bahasa tulisan dan lisan serta memungkinkan
orang dapat membaca sebuah kaliamt, mengerti kalimat dan
mengucapkan dengan suara keras.
3. Serabut-serabut proyeksi
Serabut-serabut aferen dan eferen yang berjalan sdari batang otak menuju
seluruh korteks serebri pasti berjalan diantara massa inti substansia grisea
yang besar di dalam hemisfer serebri. Di bagian atas batang otak,
serabut-serabut ini membentuk kapsula interna, dan terdapat pula
serabut-serabut yang menyebar ke semua jurusan menuju korteks serebri
disebut korona radiata.
C. Klasifikasi Gangguan Neurobehavior
Klasifikasi kelainan neurobehavior diantaranya adalah :2
1. Status Konfus Akut (Delirium)
Delirium didefinisikan dalam American Psychiatric Association's
(APA) Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders (DSM)-IV
sebagai gangguan kesadaran dan kognisi yang berkembang selama periode
waktu yang singkat (jam sampai hari) dan berfluktuasi dari waktu ke
waktu.8
2. Dementia Kortikal
a) Dimensia Tipe Alzeimer
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit
alzheimer (50-60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%).
Diperkirakan penderita demensia terutama penderita alzheimer pada
abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan
mungkin menjadi epidemi seperti di Amerika dengan insidensi
demensia 187 populasi /100.000/tahun dan penderita Alzheimer
123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima.
Dimensia adalah suatu sindrom penururnan kemampuan
intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan
fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi social,
pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Dalam pemahaman juga
mengalami kemunduran seperti hilngnya kemampuan untuk
memahami pembicaraan yang cepat, percakapan yang kompleks atau
abstrak, humor yang sarkartis dan sindiran. Dalam kemampuan bahasa
dan bicara terjadi kemunduran pula yaitu kehilangan idea pa yang
sedang dibicarakan, sehingga kemampuan pemrosesan bahasa secara
cepat, kehilangan kemampuan penamaan dengan cepat. Dalam bidang
komunikasi social akan terjadi kehilangan kemampuan untuk tetap
berbicara dalam topic, mudah tersinggung, marah, pembicaraan bisa
menjadi kasar dan terkesan tidak sopan.
b) Pick’s Disease
Sebuah penyakit demensia yang progresif terjadi pada
penyandang usia 40-60 tahun. Kelainan patologinya adalah atrofi yang
nyata terutama mengenai lobus frontal dan temporal. Ada juga yang
menyebut sebagai demensia fronto temporal (FTD). Pasien Pick
umumnya meninggal 2-15 tahun sejak kejadian penyakitnya. Pria
lebih banyak daripada wanita. Kejadian Alzheimer’s Disease, DAT
10-15 kali lebih banyak daripada Pick’s Disease. 2
3. Lesi Fokal pada Sindrom Neurobehavior
a) Kelompok Afasia
b) Sindrom Lobus Oksipitalis
c) Sindrom Lobus Temporalis
d) Sindrom Lobus Parietalis
e) Sindrom Lobus Frontalis
f) Sindrom Limbik
g) Higher Cortical Function
h) Hemispheric Specialization
D. Assasment Neurobehavior
1. Pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan status mental menggunakan elemen prinsip berikut ini :
a) Attention (atensi, perhatian)
b) Languange (bahasa)
c) Memory (memori, daya ingat)
d) Visuospatial skills (kemampuan visuospasial)
e) Executive function (fungsi eksekutif)
2. Penapisan Klinis Minimum
Assasment neurobehaviour formal membutuhkan waktu yang panjang.
Untuk kebutuhan skrining klinis (penapisan) dapat digunakan assasment
minimum yang ringkas seperti berikut ini:
Awareness Degree of awakenes
Degree of attention
Language Naming to confrontation
Category word list
Writing to command
Learning Orientation for time and place
Visuospatial Ability to copy three-demensional
shape
Tabel 1. Steps In The Minimum Screening Mental Status Examination
3. Status Mini Mental (MMSE)
a) Tujuan
MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status mental
singkat serta terstandardisasi yang memungkinkan untuk membedakan
antara gangguan organik dan fungsional pada pasien psikiatri. Sejalan
dengan banyaknya penggunaan tes ini selama bertahun-tahun,
kegunaan utama MMSE berubah menjadi suatu media untuk
mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang
berkaitan dengan kelainan neurodegeneratif, misalnya penyakit
Alzheimer.11
b) Gambaran
MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30
poin yang dikelompokkan menjadi 7 kategori : orientasi terhadap
tempat (negara, provinsi, kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap
waktu (tahun, musim, bulan, hari dan tanggal), registrasi (mengulang
dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara berurutan
mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja kata WAHYU
secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata yang
telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda,
mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami suatu
kalimat, menulis kalimat dan mengikuti perintah 3 langkah), dan
kontruksi visual (menyalin gambar).11
Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar
sempurna; skor yang makin rendah mengindikasikan performance
yang buruk dan gangguan kognitif yang makin parah. Skor total
berkisar antara 0-30 (performance sempurna). Skor ambang MMSE
yang pertama kali direkomendasikan adalah 23 atau 24, memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang baik untuk mendeteksi demensia;
bagaimanapun, beberapa studi sekarang ini menyatakan bahwa skor
ini terlalu rendah, terutama terhadap seseorang dengan status
pendidikan tinggi. Studi-studi ini menunjukkan bahwa demensia dapat
didiagnosis dengan keakuratan baik pada beberapa orang dengan skor
MMSE antara 24-27. Gambaran ini terfokus pada keakuratan dalam
populasi. Untuk tujuan klinis, bahkan skor 27 tidak sensitif untuk
mendeteksi demensia pada orang dengan status pendidikan tinggi,
dimana skor ambang 24 tidak spesifik pada orang dengan status
pendidikan rendah.
c) Pelaksanaan
MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit. Tes ini
dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi
kesehatan atau tenaga terlatih manapun yang telah menerima instruksi
untuk penggunaannya.11
d) Validitas
Performance pada MMSE menunjukkan kesesuaian dengan
berbagai tes lain yang menilai kecerdasan, memori dan aspek-aspek
lain fungsi kognitif pada berbagai populasi. Contohnya, skor MMSE
sesuai dengan keseluruhan, kecerdasan performance ataupun verbal
dari Wechsler Adult Intellligence Scale (WAIS) (Wechsler 1958) atau
revisinya (WAIS-R) (Wechsler 1981) pada pasien demensia, stroke,
skizofrenia atau depresi, dan lansia-lansia sehat. Skor MMSE juga
memiliki kesesuaian dengan skor pada tes Clock Drawing pada pasien
geriatri dan pasien dengan penyakit Alzheimer, dengan skor pada
Alzheimer’s Disease Assessment Scale-Cognitive (ADAS-COG) dan
juga pada tes-tes lain seperti Information-Memory-Concentration
(IMC), Wechsler Memory Scale (Wechsler 1945), tes composite
neuropsychological dan Brief Cognitive Rating Scale ( BCRS).11
Lima studi melaporkan bahwa MMSE sensitif untuk
mendeteksi demensia. Pada satu studi diantaranya, skor MMSE pasien
dengan demensia (N=29) lebih rendah daripada pasien dengan depresi
dengan gangguan kognitif (N=10), depresi tanpa gangguan kognitif
(N=30) dan subjek kontrol psikiatri normal (N=63). Pada studi lain,
skor pasien demensia (N=44) lebih rendah daripada pasien dengan
diagnosis penyakit psikiatri lain (N=33), atau diagnosis neurologis
(N=33), atau subjek kontrol (N=23). Suatu studi yang terfokus pada
lansia di panti jompo (N=201) menemukan bahwa lansia dengan
demensia memilki skor MMSE lebih rendah daripada lansia tanpa
demensia atau curiga demensia.11
Skor 23 pada MMSE pertama kali diajukan sebagai ambang
skor yang mengindikasikan disfungsi kognitif. Dalam 13 studi
berurutan yang menilai keefektifan ambang skor MMSE < 23 untuk
mendeteksi demensia, sensitivitas berkisar antara 63%-100% dan
spesifisitas berkisar antara 52%-99% (N=23-74 orang dengan
demensia dan 24-2,663 orang tanpa demensia).11
e) Reliabilitas
Dua studi yang menilai konsistensi internal MMSE
mendapatkan nilai alfa Cronbach sebesar 0,82 dan 0,84 pada pasien
lansia yang dirawat di layanan medis (N=372) dan lansia di panti
jompo (N=34). Reliabilitas MMSE lain telah ditemukan sebesar
0,827 dalam suatu studi pada pasien demensia (N=19), 0,95 dalam
studi pada pasien dengan berbagai gangguan neurologis (N=15), dan
0,84-0,99 dalam dua studi pada lansia di panti jompo (N=35 dan 70).
Koefisien korelasi intrakelas berkisar antara 0,69-0,78 didapatkan
dalam studi di panti jompo lainnya (N=48). Rata-rata nilai kappa
sebesar 0,97 didapatkan dari 5 peneliti skor performance MMSE
secara terpisah pada 10 pasien neurologis.11
f) Penggunaan Klinis
MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan
mudah diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang
dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan mengikuti
perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan penyakit
neurodegeneratif. Hasilnya, MMSE menjadi suatu metode
pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak di dunia.
Tes ini telah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan telah digunakan
sebagai instrumen skrining kognitif primer pada beberapa studi
epidemiologi skala besar demensia. Tes ini juga digunakan secara luas
pada praktik klinis dan kecermelangannya sebagai instrumen skrining
kognitif telah dibuktikan dengan pencatuman bersama dengan
Diagnostic Interview Schedule (DIS), dalam studi National Institute of
Mental Health ECA dan oleh daftarnya yang menyebutkan MMSE
sebagai penilai fungsi kognitif yang direkomendasikan untuk kriteria
diagnosis penyakit Alzheimer dikembangkan oleh konsorsium
National Institute of Neurological and Communication Disorders and
Stroke and the Alzheimer’s Disease and Related Disorders
Association. Reliabilitas serta validitas sangat baik berdasarkan
diagnosis klinis independen demensia dan penyakit Alzheimer.
Karena performance pada MMSE dapat dibiaskan oleh pengaruh
status pendidikan rendah pada pasien yang sehat, beberapa pemeriksa
merekomendasikan untuk menggunakan ambang skor berdasarkan
umur dan status pendidikan untuk mendeteksi demensia.11
Kelemahan terbesar MMSE yang banyak disebutkan ialah
batasannya atau ketidakmampuannya untuk menilai beberapa
kemampuan kognitif yang terganggu di awal penyakit Alzheimer atau
gangguan demensia lain (misalnya terbatasnya item verbal dan
memori dan tidak adanya penyelesaian masalah atau judgment),
MMSE juga relatif tak sensitif terhadap penurunan kognitif yang
sangat ringan (terutama pada individual dengan status pendidikan
tinggi). Walaupun batasan-batasan ini mengurangi manfaat MMSE,
tes ini tetap menjadi instrumen yang sangat berharga untuk penilaian
penurunan kognitif.11
g) Interprestasi
Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat
pemeriksaan : 11
1. Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal
2. Skor 17-23 berarti probable gangguan kognitif
3. Skor 0-16 berarti definite gangguan kognitif
4. A Brief Sensitive Mental State Exam (D’Esposito)
Assasment A Brief Sensitive Mental State Exam meupakan penilaian
status mental yang diciptakan oleh D’Eposito, Cummings, Alexander yang
meliputi penilaian terhadap :2
a. Atensi : Observasi atesi pasien, yaitu dengan
memerintahkan pasien untuk menghitung
mudur dari angka 20. Sebutkan urutan
mundur nama bulan
b. Bahasa : Jabarkan bicara spontan pasien (disartria).
Berbicara pasien fluen atau nonfluen.
Menyebutkan nama, nama obyek,
mengulangi kalimat-kalimat, pengertian
terhadap pertanyaan denga jawaban
ya/tidak, kemampuan pasien untuk
menunjuk benda-benda, membaca dan
menulis kalimat, tes untuk apraksia
(kemampuan untuk melakukan tugas
motorikyang telah dipahami misalnya
“peragakan seolah-olah anda menyikat
gigi”)
c. Visuospasial : Membagi garis di tengah, menyalin gambar
geometric, menggambar jam lengkap.
d. Memori : Rentang digit, mengulang 5 kata dan
recognisi, serta mengingat peristiwa public
mutakhir.
e. Fungsi eksekutif : Menyebutkan sebanyak-banyaknya dalam
waktu satu menit, Menyalih pola alternasi
yaitu “Oral trailmaking test” (“A-1, B-2,
C-3, dst”)
5. Alzheimer’s Disease Assessment Scale (ADAS-Cog.)
ADAS merupakan instrument skala nilai (rating scale) diciptakan
oelh Rosen et al (1984) untuk mengukur keparahan (severity) disfungsi
kognitif dan non kognitif pada warga usia lanjut yang menyandang
demensia Alzheimer. Instrument ini terdiri dari 2 kategori : Cognitive
behavior dan Noncognitive behavior. ADAS original terdiri dari 40 item
sedangkan ADAS-cog terdiri atas 17 item.2
ADAS-cog terdiri atas 17 item yang terdiri atas komponen :12
a. Kemampuan bahasa lisan (spoken language ability) : skala 0-5
Penilaian global kualitas bicara seperti kejelasa, kesulitan agar dirinya
dipahami dan tidak diberikan penilaian kuantitatif
b. Pemahaman bahasa lisan (Comprehension of spoken) : skala 0-5
Menilai kemampuan pasien untuk mengerti pembicaraan. Tidak
termasuk respon terhadap perintah.
c. Rekol test instruksi (Recall of test instruction) : skala 0-5
Menilai kemampuan untuk mengingat kebutuhan tugas rekognisi.
Pada setiap percobaan rekognisi, sebelum ditunjukkan dua kata
pertama, pasien ditanya.
d. Kesulitan menemukan kata (Word-finding difficulties) : skala 0-5
Menilai kesulitan pasien dalam meneukan kata yang dikehendaki
dalam pembicaraan spontan
e. Bicara berlebihan (excessive talking) : skala 0-5
f. Miskin bicara (proverty of speech) : skala 0-5
g. Parafasia semantic (Paraphasia semantic) : skala 0-5
h. Parafasia fonemik (Pharaphasia phonemic) : skala 0-5
i. Palilali (palilalia) : skala 0-5
j. Ekholali (Echolalia) : skala 0-5
k. Mengikuti perintah (following commands) : skala 0-5
Pasien diminta melakukan perintah yang diucapkan oleh pemeriksa.
l. Penyebutan objek, jari (naming objects, finger) : skala 0-5
Pasien menamai kelima jari-jari tangan kanan atau yang dominan dana
menamai 12 benda nyata secara acak yang tergolong benda yang
sering, kadang-kadang dan jarang dipakai.
m. Gambar konstruksi (constructional drawing) : skala 0-5
Menilai kemampuan pasien untuk menggambar geometric.
n. Praksis ideasional (ideational praxis) : skala 0-5
Pasien diberikan secarik kertas dan amplop, pasien diminta untuk
seolah-olah menulis surat untuk dirinya sendiri. Pasien ditugaskan
memasukkan kertas surat ke dalam amplop, menutup dengan lem,
menuliskan alamat kepadanya dan menempelkan perangko. Apabila
pasien lupa melakukan sebagian tugas itu, diberikan instruksi lagi.
Gangguan pada item ini hanya menandakan disfungsi dalam fungsi
eksekutif yang pernah dipelajarinya dan bukan sebuah recall.
o. Orientasi (orientation) : skala 0-5
Komponen orientasi adalah tanggal, bulan, tahun, hari dalam minggu,
musim, waktu hari, tempat, dan orang
p. Rekol kata (word recall) : skala 0-10
Pasein membaca 10 kata imageri yang ditunjukkan dengan kecepatan
2 detik tiap kata. Selanjutnya pasien menyebutkan dengan suara keras
kata-kata tersebut. Diberikan tiga kali kesempatan membaca dan
menyebut ulang.
q. Rekognisi kata (word recognition) : skala 0-12
Pasien membaca dengan suara keras 12 kata imageri. Kemudian kata-
kata ini dicampur secara acak dengan 12 kata baru yang belum dikenal
pasien. Pasien diminta mengenali apakah kata-kata tersebut pernah
dilihat sebelumnya atau tidak. Kemudian dua kali lagi diberikan
percobaan membaca dan mengenali kata-kata orisinil.