Referat Mola Hidatidosa for Dicky

29
REFERAT MOLA HIDATIDOSA DISUSUN OLEH : DICKY LESMANA, S.KED 1102010077 PEMBIMBING : dr. Mathius Gasong, Sp.OG 1

description

LALA

Transcript of Referat Mola Hidatidosa for Dicky

Page 1: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

REFERAT

MOLA HIDATIDOSA

DISUSUN OLEH :DICKY LESMANA, S.KED

1102010077

PEMBIMBING :dr. Mathius Gasong, Sp.OG

KEPANITERAAN ILMU KEBIDANAN RS TK II MOH RIDWAN MEURAKSA JAKARTA

PERIODE 03 AGUSTUS – 10 OKTOBER 2015

1

Page 2: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

MOLA HIDATIDOSA4

Periode 3 Agustus – 10 Oktober 2015

Oleh :

Dicky Lesmana

1102010077

Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan

sebagai salah satu syarat mengikuti ujian

kepaniteraan klinik di bagian SMF Obstetri dan

Ginekologi RS Moh. Ridwan Meuraksa Kesdam

Jaya Jakarta.

Jakarta, September 2015

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Mathius Gasong, Sp.OG

2

Page 3: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan kepada

penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul “MOLA HIDATIDOSA” ini dapat

diselesaikan.

Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan

kepaniteraan klinik SMF Obstetri dan Ginekologi di RS Moh. Ridwan Meuraksa Kesdam

Jaya Jakarta. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

Dr. Mathius Gasong, SpOG, selaku dokter pembimbing.

1. Para Bidan dan Pegawai di bagian SMF Obstetri dan Ginekologi RS Moh.

Ridwan Meuraksa Kesdam Jaya Jakarta.

2. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RS Moh. Ridwan Meuraksa

Kesdam Jaya Jakarta.

Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan

bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada

akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang

lebih baik di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,

khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, September 2015

Penulis

3

Page 4: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

DAFTAR ISI

Lembar

Pengesahan……………………………………………………………….......2

Kata Pengantar……………………………………………………………..3

Daftar Isi………………………………………………….....................4

BAB 1

I. Pendahuluan………………………………………………………..…5

1.1.Latar belakang.............................................................................................5

BAB II

II. Tinjauan Pustaka…………………...............................................................7

Definisi........................................………………………………………...........7

Etiologi..............................................……………………………………......…8

Faktor resiko.................................................…………….……….....................8

Epidemiologi......................................................................................................9

Klasifikasi..........................................................................................................10

Patogenesis...................................................................................... ..................11

Gejala Klinis......................................................................................................12

Diagnosis............................................................................................................13

Komplikasi...........................................................................................................15

Tatalaksana ..........................................................................................................15

BAB III

III.Kesimpulan......................................................................................................18

Daftar Pustaka……………………………………………………..………...…...19

4

Page 5: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pada umumnya kehamilan normal berakhir dengan lahirnya bayi yang

cukup bulan dan sempurna secara fisik. Tetapi kenyataannya tidak selalu

demikian, sebagian kehamilan mengalami kegagalan, tergantung pada tahap dan

jenis gangguan yang terjadi. Kehamilan tersebut dapat berakhir dengan abortus,

kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin dalam rahim atau bayi lahir

dengan cacat bawaan. Salah satu bentuk kegagalan kehamilan yang berkembang

tidak normal yaitu mola hidatidosa, kehamilan ini tidak disertai janin namun

hanya berupa gelembung-gelembung seperti buah anggur berasal dari vili korialis

dengan sel-sel trofoblasnya.1,2

Lima belas sampai dua puluh persen penderita mola hidatidosa dapat

berubah menjadi ganas dan dikenal dengan tumor trofoblas gestasional. Jadi yang

dimaksud dengan penyakit trofoblas gestasional adalah mola hidatidosa yang

jinak dan tumor trofoblas gestasional yang ganas. Penyakit trofoblas adalah suatu

istilah umum yang digunakan bagi sekumpulan penyakit yang ditandai dengan

dengan adanya proliferasi berlebihan dari sel-sel trofoblas. Penyakit ini dibagi

menjadi 2 kelompok berdasarkan asalnya, yaitu :1,2,4

1. Penyakit trofoblas gestasional yang berasal dari jaringan trofoblas

kehamilan

2. Penyakit trofoblas non gestasional yang berasal dari jaringan

embrional

Penyakit trofoblas gestasional adalah sekumpulan penyakit yang berkaitan

dengan vili korialis, terutama sel trofoblasnya dan berasal dari suatu kehamilan,

terdiri dari mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial yang bersifat

jinak dan mola invasif, koriokarsinoma, placental site trophoblastic tumor yang

bersifat ganas.1,2

5

Page 6: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

Hingga saat ini penyakit trofoblas gestasional masih merupakan masalah

obstetri yang cukup serius, karena menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang

cukup tinggi. Morbiditas yang dapat timbul dari penyakit ini umumnya karena

penyulit yang menyertainya, seperti perdarahan, preeklamsi berat dan

tiroktosikosis dan bila terlambat ditangani dapat menyebabkan kematian. Selain

itu bila koriokarsinoma atau mola invasif terjadi pada pasien usia muda yang

masih memerlukan fungsi reproduksi, upaya pengobatannya dapat menyebabkan

pasien tersebut kehilangan fungsi reproduksinya karena tindakan histerektomi.

Hal ini berarti penyakit trofoblas gestasional merupakan masalah karena

memberikan kontribusi yang cukup besar bagi angka mortalitas dan morbiditas

ibu, serta menjadi masalah bagi kesehatan reproduksi. Dengan demikian

diperlukan upaya yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan untuk

menurunkan insidensi penyakit ini, mulai dari upaya prefensi, deteksi dini dan

pengobatan yang rasional, termasuk registrasi dan pemantauan kasus yang

cermat.2,3

Frekuensi Mola banyak ditemukan di negara–negara asia, Afrika dan

Amerika latin dari pada di negara–negara barat. Mola hidatidosa merupakan

penyakit wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun.

Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120

kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di

Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan

insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan),4 faktor risiko

banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital

based.1,2,3

6

Page 7: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh vili

korialisnya mengalami degenerasi hidrofik berupa gelembung yang menyerupai

anggur. Mola hidatidosa merupakan istilah umum untuk dua bentuk yang berbeda

yaitu mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial. 1,4

Gambar 2.1 Gelembung Mola Hidatidosa

7

Page 8: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

Gambar 2.2 Mola Hidatidosa setelah histerektomi

2.2. Etiologi

Walaupun mola hidatidosa sudah dikenal sejak abad keenam, sampai

sekarang masih belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya, oleh karena itu

pengetahuan tentang faktor resiko menjadi penting agar dapat menghindarkan

terjadinya mola hidatidosa, seperti tidak hamil pada usia yang ekstrim dan

memperbaiki gizi.1,4

2.3. Faktor resiko

Mola hidatidosa dapat terjadi pada semua wanita dalam masa reproduksi,

pasien termuda yang pernah dilaporkan berusia 12 tahun dan tertua 57 tahun.2,3

Di samping umur, faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap kejadian

mola hidatidosa, Acosta Sison, menganggap bahwa mola hidatidosa adalah suatu

kehamilan patologis, sedangkan faktor yang menyebabkan ovum patologis ini

adalah defisiensi protein kualitas tinggi (highclass protein). Acosta Sison

mengaitkan dengan kenyataan bahwa di Asia banyak sekali ditemukan mola

hidatidosa, yang penduduknya sebagian termasuk golongan sosioekonomi rendah

yang kurang mengkonsumsi protein.5,6,7

Reynold mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke-13

dan ke-21, mengalami asam folat dan histidine akan mengalami gangguan

pembentukan thymidine, yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat

kekurangan gizi ini akan menyebabkan kematian embrio dan gangguan

angiogenesis, yang pada gilirannya akan mengalami perubahan hidrofobik.5,6,7

WHO Scientific Group, 1983 berkesimpulan bahwa selain usia dan gizi,

riwayat obstetri juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian mola hidatidosa dan

kehamilan kembar tetapi multiparitas tidak merupakan faktor resiko.3,5,8

Laporan dari Amerika Serikat (1970–1977) mengatakan bahwa insidensi

mola hidatidosa pada kulit hitam hanya setengahnya dari wanita kulit lainnya.

Menurut Teoh, di Singapura, insidensi mola hidatidosa pada wanita Euroasian,

dua kali lebih tinggi dari China, Melayu dan India. Di Indonesia yang terdiri dari

8

Page 9: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

berpuluh-puluh etnis, sampai sekarang belum ada yang melaporkan adanya

perbedaan insidensi antar suku bangsa.

Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik. Hasil penelitian

Kajii et al dan Lawler et al, menunjuakn bahwa pada kasus mola hidatidosa lebih

banyak ditemukan kelainan Balance translocation dibandingkan dengan populasi

normal (4,6% dan 0,6%). Ada kemungkinan pada wanita dengan kelainan

sitogenetik seperti ini, lebih banyak mengalami gangguan proses meosis berupa

nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau yang

intinya tidak aktif.6

2.5. Epidemiologi

Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Latin

dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara barat dilaporkan 1:200 atau

2000 kehamilan.2,4

Pada tahun 2005 dilaporkan bahwa insidensi kejadian mola hidatidosa di

Amerika serikat dan Eropa sekitar 1 dari 1000-1500 kehamilan dan pada tahun

2006 menjadi 1-2 kehamilan per 1000 kelahiran. Di Asia, kejadian mola

hidatidosa 15 kali lebih tinggi daripada Amerika Serikat dengan jepang yang

melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola hidatidosa dari 100

kehamilan. Korea Selatan melaporkan bahwa insiden kehamilan mola adalah

sekitar 40 kehamilan per 1000 kelahiran. Secara etnis, wanita Filipina, Asia

Tenggara, dan Meksiko lebih sering menderita mola daripada wanita kulit putih

Amerika. 2,4

Di Indonesia menurut laporan beberapa penulis dari berbagai daerah

menunjukkan angka kejadian yang berbeda-beda. Angka kejadian Mola

Hidatidosa di Indonesia berkisar antara 1 : 51 sampai 1 : 141 kehamilan. Di

Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya antara tahun 1960 sampai 1964 diperoleh

angka kejadian 1 : 96 persalinan, antara tahun 1970 sampai 1974 angka kejadian

Mola Hidatidosa 1 : 55 kejadian persalinan (Suande Duarsa, 1978). Dari data

tersebut diatas, nampak adanya kenaikan angka kejadian Mola Hidatidosa di

Surabaya dan sekitarnya. Sedangkan data pada RSCM menunjukkan insidensi

mola hidatidosa sebesar 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan.2,4

9

Page 10: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

2.6. Klasifikasi

Mola hidatidosa terbagi menjadi dua jenis sebagai berikut :8

1. Mola hidatidosa komplit (MHK)

Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel–vesikel jernih

Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai

beberapa sentimeter dan sering berkelompok–kelompok

menggantung pada tangkai kecil. Secara makroskopis, MHK

mempunyai gambaran yang khas yaiu berbentuk kista atau

gelembung-gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai

2-3 cm, berdinding tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan

seperti cairan asites atau edema. Kalau ukurannya kecil, tampak

seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau besar tampak seperti

serangkaian buah anggur yang bertangkai. Oleh karena itu MHK

disebut juga sebagai kehamilan anggur. Tangkai tersebut umunya

menempel di seluruh endometrium dan jika terputus akan terjadi

perdarahan. Temuan histologi ditandai oleh :

a. Degenerasi hidrofik dan pembengkakan stroma vilus

b. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak

c. Proliferasi sel epitel tropoblas dengan derajat bervariasi

d. Tidak adanya janin dan amnion

2. Mola hidatidosa parsial (MHP)

Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang

berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi

perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian

vili yang biasanya avaskular, sementara vili–vili berpembuluh

lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak

terkena. Perkembangan janin akan tergantung kepada luasnya

plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin biasanya tidak

dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim, walaupun dalam

10

Page 11: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

kepustakaan ada yang melaporkan tentang kasus MHP yang

janinnya hidup sampai aterm.

2.7. Patogenesis

Banyak teori yang telah dilontarkan tentang patogenesis MHK ini, antara

lain teori Hertig dan teori Park.8

Hertig et al menganggap bahwa pada Mola hidatidosa terjadi insufisiensi

peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3 – 5 (missed abortion),

sehinggga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenhin vili dan

terbentukah kista – kista yang makin lama makin besar, sampai akhirnya

terbentuklah gelembung mola, sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat

dari tekanan vili yang oedemateus tadi. Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang

primer adalah adanya jaringan trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasi,

displasi, maupun neoplasi. Bentuk yang abnormal ini disertai pula dengan fungsi

yang abnormal. Keadaan ini menekan pembuluh darah, yang akhirnya

menyebabkan kematian embrio.8

Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Secara sitogenetik

umumnya kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti

(kosong) atau yang intinya tidak berfungsi, dibuahi oleh sperma yang

mengandung haploid 23 X, terjadilah hasil konsepsi dengan kromosom 23 X,

yang kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umumnya MHK

bersifat homozigot, wanita dan berasal dari bapak (androgenetik). Jadi tidak ada

unsur ibu sehingga disebut Diploid Androgenetik.8,9,10

Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu

yang akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan

untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll) secara

seimbang. Karena tidak ada unsur ibu, pada MHK tidak ada bagian embrional

(janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang paologis berupa vili korialis

yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur. 8,9,10

Ovum kosong ini bisa terjadi karena gangguan pada proses meosis, yang

seharusnya diploid 46 XX pecah menjadi 2 haploid 23 X, terjadi peristiwa yang

disebut nondysjunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan 46 XX. Pada

11

Page 12: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

MHK ovum inilah yang dibuahi. Gangguan proses meosis ini, antara lain terjadi

pada kelainan struktural kromosom, berupa balance translocation. 8,9,10

MHK dapat terjadi pula akibat pembuahan ovum kosong oleh 2 sperma

sekaligus (dispermi). Bisa oleh dua haploid 23X, atau satu haploid 23 X dan atu

haploid 23Y. Akibatnya bisa terjadi 46 XX atau 46 XY, karena pada pembuahan

dengan dispermi tidak terjadi endoreduplikasi. Kromosom 46 XX hasil

reduplikasi dan 46 XX hasil pembuahan dispermi, walaupun tampak sama,

namun sesungguhnya berbeda, karena yang pertama berasal dari satu sperma

(homozigot) sedangkan yang kedua berasal dari dua sperma (heterozigot). Ada

yang menganggap bahwa 46XX heterozigot mempunyai potensi keganasan lebih

besar. Pembuahan dispermi dengan dua haploid 23 Y (46 YY) dianggap tidak

pernah bisa terjadi (nonviable). 8,9,10

Secara sitogenetik MHP terjadi karena ovum normal dari ibu (23 X) dibuahi

secara dispermi. Bisa oleh dua haploid 23 X, satu haploid 23 X dan satu haploid

23Y atau dua haploid 23 Y. Hasil konsepsi bisa berupa 69 XXX, 69 XXY, 69

XYY. Kromosom 69 YYY tidak pernah ditemukan. Jadi MHP mempunyai satu

haploid ibu dan dua haploid ayah sehingga disebut Diandro Triploid. Karena

disini ada unsur ibu, ditemukan bayi. Tetapi komposisi unsur ibu dan unsur ayah

tidak seimbang, satu berbanding dua. Unsur ayah yang tidak normal itu

menyebabkan pembentukan plasenta yang tidak wajar, yang merupakan gabungan

dari vili korialis yang normal dan yang mengalami degenerasi hidropobik. Oleh

karena itu fungsinya pun tidak bisa penuh sehingga janin tidak bisa bertahan

sampai besar. Biasanya kematian terjadi sangat dini. 8,9,10

2.8. Gejala klinis

Gejala klinis yang timbul pada penderia mola hidatidosa yaitu :1-10

1. Amenorea dan tanda-tanda kehamilan

2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat.

Merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa

intermiten selama berapa minggu sampai beberapa bulan dan 80-90%

terjadi pada usia kehamilan 6-16 minggu

12

Page 13: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya dan tidak sesuai

dengan usia kehamilan

4. Tidak dirasakan adanya gerakan janin dan balotement

5. Hiperemesis

6. Dapat terjadi preeklampsia dan eklampsia pada usia kehamilan < 24

minggu

7. Keluar jaringan mola yang seperti buah anggur yang merupakan

diagnosa pasti

8. Tirotoksikosis akibat perubahan kadar hormon tiroid yang

menyebabkan peningkatan kadar T4 dalam serum melebihi 12 ng/100

ml tetapi kadar Thyroxin Binding Globulin (TBG) rendah

2.9. Diagnosis

Diagnosis mola hidatidosa ditegakkan berdasarkan :1-10

1. Klinis

a. Anamnesis

i. terlambat haid

ii. perdarahan pervaginam

iii. perut membesar tetapi tidak terasa pergerakan janin

b. Pemeriksaan fisik

i. Inspeksi : muka dan terkadang badan terlihat kekuningan yang

disebut muka mola (mola face)

ii. Palpasi : uterus membesar tidak sesuai usia kehamilan, uterus

teraba lembek, tidak teraba bagian janin serta balotement

iii. Aukultasi : tidak terdengar denyut jantung janin

iv. Pemeriksaan dalam : memastikan besarnya uterus, uterus

terasa lembek, terdapat perdarahan pada kanalis servikalis

2. Laboratorium

a. Pengukuran kadar Human Chorionic Gonadotropin (B-hCG) yang

tinggi maka uji biologik (gali-Mainini dan Plano test) akan positif

setelah titrasi (pengenceran)

b. Tes Galli-Mainini 1/300 (+) maka suspek mola hidatidosa

13

Page 14: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

3. Radiologik

a. USG : gambaran snowstorm atau granular

Gambar 2.3 foto USG pada Mola hidatidosa komplit

Gambar 2.4 foto USG pada Mola Hidatidosa Parsial

4. Histopatologi

a. Hasil histopatologik diambil dari gelembung-gelembung

yang keluar dan dikirim ke lab. PA

14

Page 15: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

Gambar 2.5 histopatologi Mola hidatidosa komplit

Gambar 2.6 histopatologi Mola hidatidosa parsial

2.10 Komplikasi

1. Perdarahan hebat sampai terjadi syok

2. Infeksi sekunder

3. Perforasi akibat keganasan

2.11 Tatalaksana

Terdapat 4 tahap dalam tatalaksana mola hidatidosa yaitu :7,8

1. Perbaikan keadaan umum

2. Evakuasi jaringan

3. Profilaksis

4. Follow up

2.11.1 Perbaikan keadaan umum

Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum

penderita harus distabilkan dahulu. Tergantung pada bentuk penyulitnya,

kepada penderita harus diberikan :6,7,8

1. Transfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik

2. Antihipertensi atau antikonvulsi pada pasien preeklampsia atau

eklampsia

3. Obat antitiroid

15

Page 16: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

2.11.2 Evakuasi jaringan

Karena mola hidatidosa merupakan bentuk kehamilan patologis yang

disertai penyulit, pada prinsipnya gelembung harus dievakuasi secepat

mungkin. ada 2 cara yaitu : 6,7,8

1. Kuretase

Bila mola keluar spontan, dilakukan kuret isap (vakum) atau kuret

tajam. Bila kanalis servikalis belum terbuka, dipasang laminaria

selama 12 jam sebelum kuretase. Kuretase kedua dilakukan setelah

7-10 hari dari kuretase pertama.

2. Histerektomi

Hanya dilakukan pada penderita umur 35 tahun ke atas dengan

jumlah anak hidup tiga. Yang sering menyulitkan ialah bahwa

status eutiroid klinis tidak selalu tercapai secara sempurna setelah

pemberian OAT (obat anti tiroid) karena jaringan mola belum

dikeluarkan, sehingga hCG tetap tinggi dan tetap bertindak sebagai

stimulator.

2.11.3 Profilaksis

Kemoterapi diberikan dengan cara sebagai berikut : 6,7,8

1. MTX 20 mg/hari, IM, Asam folat 10 mg 3X1 dan cursil 35mg

2X1, selama 5 hari berturut-turut. Profiklaksis dengan tablet

MTX, dianggap tidak bemanfaat. Asam folat adalah antidote

dari MTX, cursil sebagai hepatoprotektor.

2. Actinomycin D 1 flacon sehari, selama 5 hari berturut-turut.

Tidak perlu antidot ataupun hepatoprotektor.

2.11.4 Follow up

15-20% penderita pasca mola hidatidosa bisa mengalami transformasi

keganasan menjadi tumor trofoblastik gestational. Menurut hertig,

keganasan bisa dalam waktu satu minggu sampai tiga tahun pasca evakuasi.

16

Page 17: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

Tujuan dari follow up adalah : 6,7,8

1. Untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal.

Baik anatomis, laboratoris maupun fungsional, seperti involusi

uterus, turunnya kadar β-hCG dan kembalinya fungsi haid.

2. Untuk menentukan adanya transformasi keganasan terutama

pada tingkat yang sangat dini.

Dalam tiga bulan pertama pasca evakuasi, penderita diminta datang

untuk kontrol setiap 2 minggu. Kemudian, dalam tiga bulan berikutnya,

setiap satu bulan, selanjutnya enam bulan terakhir, kontrol tiap dua bulan.

2.12 Prognosis

Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah

jantung, atau tirotaksikosis. Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara

lengkap, sebagian besar penderita mola hidatidosa komplit akan sehat kembali,

kecuali 15 – 20% yang mungkin akan mengalami keganasan. Umumnya yang

menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan resiko tinggi, seperti :7,8

1. Umur diatas 35 tahun

2. Besar uterus di atas 20 minggu

3. Kadar beta-hCG diatas 105 mIU/ml

4. Gambaran PA yang mencurigakan

Dibandingkan dengan MHK, prognosis MHP jauh lebih baik. Hal itu

disebabkan oleh tidak adanya penyulit dan derajat keganasannya rendah (4%).

Walupun demikian, dalam kepustakaan ditemukan laporan tentang kasus MHP

yang disertai metastase ke tempat lain. Penderita pasca-MHP harus difollow up

sama ketatnya seperti MHK.7,8,9

17

Page 18: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

BAB III

KESIMPULAN

1. Mola hidatidosa merupakan kehamilan abnormal yang hampir seluruh vili

korialisnya mengalami perubahan hidrofik.

2. Prevalensi kejadian mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika

Latin.

3. Etiologi mola hidatidosa masih belum diketahui tetapi beberapa faktor resiko

yang menyebabkan terjadinya mola adalah ovum patologik, imunoselektif dari

trofoblas, keadaan sosioekonomi yang rendah, paritas tinggi, kekurangan

protein, infeksi virus, dan faktor kromosom yang belum jelas.

4. mola hidatidosa dibagi menjadi dua yaitu mola hidatidosa komplet dan mola

hidatidosa parsial.

5. Prinsip penatalaksanaan pada mola hidatidosa adalah perbaikan keadaan

umum, evakuasi jaringan, profilaksis, dan follow up.

18

Page 19: Referat Mola Hidatidosa for Dicky

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah. M.N. dkk. Mola Hidatidosa. PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI LAB/UPF. KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RSUD DOKTER SOETOMO SURABAYA. 1994. Hal 25-28

2. Cuninngham. F.G. dkk. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. 2006. Hal 930-938.

3. Syafii, Aprianti S, Hardjoeno. Kadar b-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum dan Sesudah Kuretase. Indonesia Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 2006. 13(1) : 1-3

4. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2001. Hal 265-267

5. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput Janin. ILMU KEBIDANAN. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta.2002 Hal 341-348.

6. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. SINOPSIS OBSTETRI. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243.

7. Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. Mola Hidatidosa. ILMU KANDUNGAN. Yayasan Bina Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta. 1999. Hal . 262-264

8. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. OBSTETRI PATOLOGIK. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. ELSTAR OFFSET. Bandung. 1981. Hal. 38-42

9. Kariadi SH. Identifikasi Penduga Potensial untuk Diagnosis Tiroktosikosis Pada Penderita Mola Hidatidosa. Disertasi UNPAD 1992.

10. Lurain, JR. Gestational Trophoblastic Disesase I: Epidemiology, Pathology, Clinical Presentation, and Diagnosis of Gestational Trophoblastic Disease, and Management of Hydatidiform Mole. American Journal of Obstetric & Gynecology. 2010. Hal. 531-539

19