Referat Mini kusta

11
REFERAT MINI I JULI 2015 BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN REAKSI KUSTA Oleh : SYAHRIL C111 11 255 Pembimbing : dr.KARLINA NOVIANTI 0

description

kedokteran

Transcript of Referat Mini kusta

REFERAT MINI I

JULI 2015

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

REAKSI KUSTA

Oleh :

SYAHRIL

C111 11 255

Pembimbing :

dr.KARLINA NOVIANTI

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2015

0

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Syahril

Nim : C111 11 255

Refarat : Diagnosis dan Penatalaksanaan Reaksi Kusta

Universitas : FK UNHAS

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada

bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar

Makassar, Juli 2015

Pembimbing Co-ass

dr.Karlina Novianti Syahril

1

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

REAKSI LEPRA

BAB I

PENDAHULUAN

Reaksi kusta atau lepra adalah suatu periode akut dalam perjalanan kronis

penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon selular) atau reaksi

antigen-antibodi (respon humoral) dengan akibat merugikan pasien. Reaksi ini

dapat terjadi pada pasien sebelum dapat pengobatan, selama pengobatan dan

sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah

mulai pengobatan(1)

Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh

G.A Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga

dapat dibiakkan dalam media artifisial. M.leprae berbentuk basil dengan ukuran

3-8 um x 0,5 um, tahan asam dan alcohol serta gram positif (2)

Pada awal 1980-an , diperkirakan 11-15000000 orang di seluruh dunia

yang dianggap memiliki kusta. Namun , selama tahun 2004 , sekitar 410 000

kasus baru yang terdeteksi , dan pada awal tahun 2007 , prevalensi terdaftar global

kusta mencapai 224 700 kasus. Penurunan ini signifikan dalam jumlah individu

yang terkena mungkin karena dampak dari terapi multidrug. Tujuan dari

Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) adalah untuk mencapai tingkat prevalensi

kurang dari 1 kasus per 10 000 orang. (3)

Di Amerika , insiden tertinggi terlihat di Brazil , terutama di Amazonia

Barat. Meskipun pria dan wanita sama-sama dipengaruhi , bentuk lepromatosa

kusta terlihat dua kali lebih sering pada pria seperti pada wanita . Kusta

mempengaruhi semua ras dan usia ; Namun , kejadian puncaknya terjadi pada dua

kelompok umur : 10-15 dan 30-60 tahun(3)

Reaksi kusta pada umumnya dibagi atas dua jenis yaitu

Reaksi I ( reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksi borderline)

Reaksi II eritema nodusum leprosum ( ENL)

2

Reaksi tipe I terjadi pada pasien tipe borderline dan terjadi pereseran tipe

kusta kearah PB. Reaksi ini terjadi akibat meningkatnya Cell Mediated Imunity

secara tiba-tiba. Tetapi patogenesa peningktan ini belum diketahui secara pasti,

gejala klinis dari reaksi tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis dan gangguan

keadaan umum pasien(2,4)

Reaksi tipe II atau ENL terjadi pada pasien MB dan merupakan reaksi

humoral. Reaksi kompleks antibody antigen dan komplemen. Kompleks imun ini

akan mengendap dan mnejadi nodul. Pada kulit tibul gejala klinis yang berupa

nodus eritematous dan nyeri dengantempat predileksi di lengan dan di tungkai.(1,2)

.

BAB II

DIAGNOSIS

II.1. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIS

Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai

kulit, saraf, dan membran mukosa10. Pasien dengan penyakit ini dapat

dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta

3

lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline

leprosy

Penilaian untuk tanda-tanda fisik terdapat pada 3 area umum: lesi

kutaneus, neuropathi, dan mata. Untuk lesi kutaneus, menilai jumlah dan

distribusi lesi pada kulit. Makula hipopigmentasi dengan tepian yang menonjol

sering merupakan lesi kutaneus yang pertama kali muncul. Sering juga berupa

plak. Lesi mungkin atau tidak mungkin menjadi hipoesthetik. Lesi pada pantat

sering sebagai indikasi tipe borderline

Gambar Reaksi lepra tipe ENL

Pada pemeriksaan klinis inspeksi pasien di minta memenjamkan mata,

mengerakkan mulut, bersiul, tertawa untuk mengetahui fungsi saraf. Selai itu di

perhatikan seluruh permukaan kulit adanya macula, nodul, jaringan parut, kulit

keriput, penebalan kulit dan kehilanagan rambut

Pemeriksaan sensibiltas pada lesi kulit dengan menggunakan kapas

( rasaraba) pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri) dan air panas dan dingin

( rasa suhu)(1)

II.2 DIAGNOSIS BANDING

Daftar diagnosis diferensial kusta adalah sangat kompleks karena

berbagai klinis manifestasi . Bentuk tak tentu harus dibedakan dari

hipokromik lesi atau bahkan achromic lesi , seperti pitiriasis alba ,

4

pitiriasis versikolor , hipokromik nevus , hipopigmentasi postinflammatory

, dan vitiligo . tuberkuloid dan batas lesi mungkin bingung dengan

granuloma annulare , bersifat kiasan eritema , sarcoid menular lesi atau

sarkoidosis , pityriasis rosea , psoriasis , lupus eritematosus , obat(5)

II.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan

bakterioskopik, histopatologik dan serologik.

Bakterioskopik

Sediaan dibuat dari kerokan kulit yang diwarnai dengan pewanaan

basil tahan asam. Bakterioskopik negatif pada seorang penderita, bukan berarti

orang tersebut tidak menderita kusta.

Serologis

Pemeriksaan didasarkan pada pembentukn antibodi spesifik tubuh

terhadap M.lerprae yaitu anti phenolic glicolipid-1 (GPL-1). Kegunaan

pemeriksaan ini untuk membantu diagnosis kusta yang meragukan jika tanda

klinis dan bakterioslogik tidak jelas

BAB III

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk reaksi kusta dibedakan berdasarkan reaksi. Pada

reaksi tipe 1 yang terutama harus dilakukan adalah istirahat. Dapat diberikan

analgetik, antipiretik dan sedatif, atasi faktor pencetus. Pada reaksi tipe 2

penanganan sama dengan reaksi 1 namun pada reaksi berat diberikan prednison

dengan dosis awal 40-60 mg/hari. Apabila reaksi dapat dikontrol maka dosis

5

prednison diturunkan perlahan-lahan. Dapat diberikan analgetik dan sedatif,

hindari faktor pencetus.

BAB IV

KESIMPULAN

Reaksi kusta hampir selalu terjadi pada penderita kusta baik sebelum

pengobatan, sedang dalam pengobatan dan sesudah pengobatan. Reaksi kusta ini

dibagi menjadi 2, yaitu : reaksi tipe I atau reaksi reversal dan reaksi tipe II atau

reaksi ENL dengan manifestasi klinis yang jelas.

6

Walaupun reaksi kusta ini sangat sering ditemukan namun etiologinya

masih belum jelas. Beberapa factor pencetus diduga berkaitan dengan angka

kejadian reaksi ini, seperti : setelah pengobatan antikusta yang intensif, stress fisik

/ psikis, imunisasi, kehamilan, persalinan, menstruasi, infeksi, trauma, dll.

Penatalaksanaan dari reaksi ini ditujukan untuk mengatasi neuritis,

mencegah paralisis dan kontraktur, mengatasi gangguan mata, dan disarankan

untuk istirahat atau imobilisasi. Diharapkan dengan penatalaksanaan yang baik

dan cepat, dapat mengurangi kecacatan permanen yang dapat terjadi pada

penderita kusta.

Daftar Pustaka1. Mansoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius; 2000. P. 722. kosasih IMW, Emmy Sjamsoe-Daili, Sri Linuwih Menaldi. Kusta. In:

Adhi Juanda MH, Siti Aisah, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. p. 74.

3. Marcia Ramos-e-Silva, Castro MCRd. Mycobacterial Infections In: Bologna JL, editor. Dermatology. London: Elsevier Limited; 2008.

4. Muh Dali Amiruddin. Penyakit Kusta. Sidoarjo: Brilian Internasional; 2012

7

5. Lastória JC. An Bras Dermato

8