REFERAT JIWA

19
REFERAT 2012 BAB I PENDAHULUAN Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit skizofrenia dan penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara klinis pada tahun 1950an, ketika Chlorpromazine(CPZ), turunan dari phenotiazine, telah disintetis di Perancis. Walaupun dikembangkan sebagai potensial antihistamin, chlorpromazine memiliki antipsikotik pada pemakaian klinis. CPZ digunakan sebagai model dalam pengembangan antipsikotik , tapi semua generasi pertama (kecuali clozapine) mempunyai efek yang menyebabkan gejala ekstrapiramidal berdasarkan atas property utama, antagonis kuat dari reseptor dopamine D2. Sebagai tambahan property antipsikotik, obat-obat ini memiliki fungsi lain, berdasarkan kemampuan memblok reseptor Dopamin D2 (seperti antiemetic dan mengurangi beberapa kelainan gerak yang ditandai dengan adanya gerakan yang berlebih). Antipsikotik antagonis D2 disebut dengan tipikal, (untuk memisahkan dengan clozapine dan obat-obat atipikal baru) yang mengurangi gejala ekstrapiramidal. Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekuivalen, perbedaan utama pada efek sekunder (efek samping: sedasi, otonomik, Feby Wulansari Page 1

description

KHKHKHIKH

Transcript of REFERAT JIWA

Page 1: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

BAB I

PENDAHULUAN

Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit skizofrenia dan

penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara klinis pada tahun 1950an, ketika

Chlorpromazine(CPZ), turunan dari phenotiazine, telah disintetis di Perancis. Walaupun

dikembangkan sebagai potensial antihistamin, chlorpromazine memiliki antipsikotik pada

pemakaian klinis. CPZ digunakan sebagai model dalam pengembangan antipsikotik , tapi

semua generasi pertama (kecuali clozapine) mempunyai efek yang menyebabkan gejala

ekstrapiramidal berdasarkan atas property utama, antagonis kuat dari reseptor dopamine D2.

Sebagai tambahan property antipsikotik, obat-obat ini memiliki fungsi lain, berdasarkan

kemampuan memblok reseptor Dopamin D2 (seperti antiemetic dan mengurangi beberapa

kelainan gerak yang ditandai dengan adanya gerakan yang berlebih). Antipsikotik antagonis

D2 disebut dengan tipikal, (untuk memisahkan dengan clozapine dan obat-obat atipikal baru)

yang mengurangi gejala ekstrapiramidal.

Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang

sama pada dosis ekuivalen, perbedaan utama pada efek sekunder (efek samping: sedasi,

otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis

yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekuivalen.

Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah

optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat anti psikosis lain

(sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekuivalennya.

Gejala psikosis dikaitkan terutama dengan adanya hiperaktivitas dari neurotransmiter

dopamin. Oleh karena itu, obat-obat yang digunakan untuk mengurangi atau bahkan

menghilangkan gejala psikosis mempunyai mekanisme memblok reseptor dari dopamin,

khususnya reseptor D2 dopamin.

Selain dari pengurangan gejala psikosis, penggunaan obat-obat antipsikosis juga

mempunyai efek samping yang berkaitan dengan neurotransmiter dopamin.

Feby Wulansari Page 1

Page 2: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

Efek samping ekstrapiramidal merupakan efek samping dari obat-obat antipsikosis

yang sering muncul dan sangat mengganggu pasien sehingga dapat menurunkan ketaatan

pasien untuk teratur mengkonsumsi obat, yang mana akan menyebabkan sulitnya gejala-

gejala psikosis untuk berkurang atau hilang.

Dengan mengetahui jalur neuronal dopamin, dapat dimengerti bagaimana efek dari

obat-obat antipsikosis dan juga efek sampingnya. Terdapat 4 jalur dopamin dalam otak :

Jalur dopamin mesolimbik

Jalur ini dimulai dari batang otak sampai area limbik, berfungsi mengatur perilaku dan

terutama menciptakan delusi dan halusinasi jika dopamin berlebih. Dengan jalur ini

‘dimatikan’ maka diharapkan delusi dan halusinasi dapat dihilangkan.

Jalur dopamin nigrostriatal

Jalur ini berfungsi mengatur gerakan. Ketika reseptor dopamin pada jalur ini dihambat

pada postsinaps, maka akan menyebabkan gangguan gerakan yang muncul serupa

dengan penyakit Parkinson, sehingga sering disebut drug-induced Parkinsonism. Oleh

karena jalur nigrostriatal ini merupakan bagian dari sistem ekstrapiramidal dari sistem

saraf pusat, maka efek samping dari blokade reseptor dopamin juga disebut reaksi

ekstrapiramidal.

Jalur dopamin mesokortikal

Masih merupakan perdebatan bahwa blokade reseptor dopamin pada jalur ini akan

menyebabkan timbulnya gejala negatif dari psikosis, yang disebut neuroleptic-induced

deficit syndrome.

Jalur dopamin tuberoinfundibular

Jalur ini mengontrol sekresi dari prolaktin. Blokade dari reseptor dopamin pada jalur ini

akan menyebabkan peningkatan level prolaktin sehingga menimbulkan laktasi yang

tidak pada waktunya, disebut galaktorea.

Feby Wulansari Page 2

Page 3: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

BAB II

PEMBAHASAN

PEMERIKSAAN EFEK SAMPING OBAT ANTIPSIKOSIS

Obat antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, suatu

gangguan jiwa yang berat. Ciri terpenting obat antipsikosis ialah : (1) berefek antisipkosis,

yaitu berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien

psikosis, (2) dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam atupun anestesia, (3) dapat

menimbulkan gejala ekstrapiramidalis yang reversibel atau ireversibel, (4) tidak ada

kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisisk dan psikis.

1.  PEMERIKSAAN

Pada tiap bagian yang dapat bergerak harus dilakukan :

1. Inspeksi

Pada inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak abnormal yang

tidak dapat dikendalikan.

- Sikap : Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh.

Bagaimana sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan.

Penderita penyakit Parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukan ke

depan, lengan dan tungkai berada dalam fleksi.

Feby Wulansari Page 3

Page 4: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

Gambar sikap berdiri pasien Parkinson

- Bentuk . perhatikan adanya deformitas

- Gerakan involunter (abnormal yang tidak terkendali)

Di antara gerakan abnormal yang tidak terkendali yang kita kenal ialah : tremor,

khorea, atetose, distonia, balismus, spasme, tik, fasikulasi, dan miokloni. Tremor

pada penyakit parkinson merupakan tremor kasar, lambat dan majemuk. Pada

penyakit parkinson, gerakan jari – jari mirip gerakan menghitung duit atau

membuat pil (pill rollling tremor).

2. Palpasi

Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk

menentukan konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai

tonus otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus dilakukan pada berbagai

posisi anggota gerak dan bagian badan.

3. Pemeriksaan gerakan pasif

Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari ekstremitasnya kita

gerakan persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi dari cepat ke lambat. Sambil

menggerakkan kita nilai tahanannya.

4. Pemeriksaan gerakan aktif

Feby Wulansari Page 4

Page 5: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

Untuk menilai kekuatan (kontraksi) otot.

5. Koordinasi gerakan

Termasuk dalam pemeriksaan koordinasi :

-        Lenggang

-        Bicara : berbicara spontan, pemahaman, mengulang, menamai.

-        Menulis : mikrografia pada Parkinson’s disease

-        Percobaan apraksia : ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang terampil :

mengancing baju, menyisir rambut, dan mengikat tali sepatu

-        Mimik

-        Tes telunjuk : pasien merentangkan kedua lengannya ke samping sambil menutup mata.

Lalu mempertemukan jari-jarinya di tengah badan.

-        Tes telunjuk-hidung : pasien menunjuk telunjuk pemeriksa, lalu menunjuk hidungnya.

-        Disdiadokokinesis : kemampuan melakukan gerakan yang bergantian secara cepat dan

teratur.

-        Tes tumit-lutut : pasien berbaring dan kedua tungkai diluruskan, lalu pasien

menempatkan tumit pada lutut kaki yang lain.

A. EFEK NEUROLOGIS

Obat antipsikosis, khusunya yang tipikal atau lama adalah disertai dengan sejumlah efek

samping neurologis, misalnya sindrom ekstrapiramidalis. Sindrom ekstrapiramidal

merupakan suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau

Feby Wulansari Page 5

Page 6: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

jangka panjang dari medikasi antipsikotik golongan tipikal dikarenakan terjadinya inhibisi

transmisi dopaminergik di ganglia basalis. Adanya gangguan transmisi di korpus striatum yan

mengandung banyak reseptor D1 dan D2 dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik

sehingga bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal. Pada gangguan ekstrapiramidal

didaptkan gangguan pada tonus otot abnormal yang tidak dapat dikendalikan, gangguan pada

kelancaran gerakan otot volunter dan gangguan gerak otot asosiatif.

Akut

Efek samping muncul setelah pemakaian obat antipsikotik dalam hitungan hari sampai

minggu.

1. Parkinsonism yang diinduksi obat

Sindrom parkinsonism timbul 1-3 minggu setelah pengobatan awal, lebih sering terjadi pada

dewasa muda, dengan perbandingan perempuan:laki-laki = 2:1. Faktor risiko antipsikotik

menginduksi parkinsonism adalah peningkatan usia, dosis obat, riwayat parkinsonism

sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis.

Pemeriksaan bisa dilihat dari pemeriksaan fisik, yaitu gerakan spontan yang menurun

(bradikinesia), meningkatkan tonus otot (muscular rigidity) dan resting tremor. Terdapat

refleks glabela positif. Refleks ketukan glabela ditimbulkan dengan mengetuk dahi antara alis

mata. Tidak dapatnya okuli orbikularis membiasakan diri dengan ketukan yang berulang

dinamakan refleks glabela yang positif. Wajah yang mirip topeng, bradikinesia, akinesia

(tidak ada insiatif) dan ataraksia (kebingungan terhadap lingkungan).

Tremor

Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-

kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung ( pil rolling ).

Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi,

kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-

Feby Wulansari Page 6

Page 7: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi

terangsang ( resting/ alternating tremor ).

Rigiditas (kaku)

Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini

oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (

cogwheel phenomenon ).

Bradikinesia (lambat)

Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya

sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek,

bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat.

Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimic dan gerakan

spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang,

berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.

Mikrografia (gangguan menulis)

Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini

merupakan gejala dini.

Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson )

Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat ( marche a petit

pas ), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan,

punggung melengkung bila berjalan.

Bicara monoton

Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,

sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume

suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.

Feby Wulansari Page 7

Page 8: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

Dimensia

Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit

kognitif.

lain-lain

kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya

( tanda Myerson positif )

2. Distonia

Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya menyebabkan  gerakan 

atau  postur  yang  abnormal,  termasuk  krisis okulorigik (gerakan matake lateral atas),

prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan postur distonik pada anggota

gerak dan batang tubuh.

Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik menurut DSM- IV

adalah sebagai berikut :

Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang tubuh yang

berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi

neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati gejala

ekstrapiramidal).

A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan dengan

medikasi neuroleptik :

1)      Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan tubuh (misalnya

tortikolis)

2)      Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)

Feby Wulansari Page 8

Page 9: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

3)      Gangguan menelan (disfagia),  bicara,  atau bernafas  (spasme laring-faring,

disfonia)

4)      Penebalan  atau  bicara  cadel  karena  lidah  hipertonik  atau membesar (disartria,

makroglosia)

5)      Penonjolan lidah atau disfungsi lidah

6)      Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping (krisis okulorigik)

7)      Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh

B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah memulai atau

dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang

digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal akut (misalnya obat

antikolinergik)

C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental (misalnya

gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik diterangkan oleh

gangguan mental dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi

neuroleptik atau tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis (misalnya tidak ada

perbaikan setelah menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik)

D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau

medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum dapat berupa

berikut : gejala mendahului  pemaparan  dengan  medikasi  neuroleptik,  terdapat tanda

neurologis fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa adanya

perubahan medikasi.

b.   Kronik (late)

1. Tardive dyskinesia

Feby Wulansari Page 9

Page 10: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3 bulan atau setelah pemakaian

antipsikotik dihentikan selama 4 minggu untuk oral dan 8 minggu untuk injeksi depot,

maupun setelah pemakaian dalam jangka waktu yang lama (umumnya setelah 6 bulan atau

lebih).

Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang tubuh, dan ekstremitas yang

abnormal dan konsisten. Gerakan oral-facial meliputi mengecap-ngecap bibir (lip smacking),

menghisap (sucking), dan mengerutkan bibir (puckering) atau seperti facial grimacing.

Gerakan lain meliputi gerakan irregular dari limbs, terutama gerakan lambat seperti

koreoatetoid dari jari tangan dan kaki, gerakan menggeliat dari batang tubuh.

Prosedur Pemeriksaan AIMS (Abnormal Involuntary Movement Scale)

1. Sebelum maupun sesudah menyelesaikan pemeriksaan, amati pasien dengan diam –

diam saat istirahat (misalnya, di ruang tunggu)

2. Kursi digunakan dalam pemeriksaan ini harus kuat dan tanpa sandaran tangan

3. Setelah mengamati pasien, nilai dengan skala 0 (tidak ada), 2 (ringan), 3 (sedang) dan

4 (parah) menurut keparahan gejala

4. Tanyakan kepada pasien apakah ada sesuatu didalam mulutnya (misalnya permen

karet, gula – gula, dll) dan jika ada, kelurkanlaqh

5. Tanyakan kepada pasien tentang kondisi giginya sekarang. Tanyakan apakah ia

mengenakan gigi palsu. Apakah gigi atau gigi palsu ada yang mengganggu pasiern

sekarang

6. Tanyakan pada pasien apakah ia memperhatikan adanya gerakan di mulut, wajah,

tanagan atau kaki. Jika ya, minta pasien untuk menggambarkan dan menunjukkan

sampai tingkat mana keadaan tersebut sekrang menggangu pasien atau menganggu

aktifitasnya

Feby Wulansari Page 10

Page 11: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

01234 mintalah pasien duduk di kursi dengan tangan di atas lutut, tungkai

sedikit terpisah dan kaki datar di lanati. (lihat seluruh tubuh untuk mencari adanya

gerakan pada posisi ini)

01234 mintalah pasien untuk duduk dengan lengan menggantung tanpa

ditopang. Jika laki – laki, dianatara tungkai, jika wanita dan mengenakan rok,

menggantung diatas lutut (amati tangan dan bagian tubuh lainnya)

01234 mintalah pasien untuk membuka mulutnya (lidah saat keadaan istirahat

di dalam mulut) lakukkan ini dua kali

01234 mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya (lihat kelainan gerakan

lidah). Lakukan ini dua kali

01234 mintalah pasien untuk menjetikkan jarinya, dengan masing – masing

jari, secepat mungkin selama 10 – 15 detik, sendiri – sendiri dengan tangan kanan,

lalu tangan kiri (amati gerakan wajah dan tungkai)

01234 bengkokan dan luruskan lengan kanan dan kiri pasien (sekali)

01234 mintalah pasien untuk berdiri (amati gayanya. Amati seluruh bagian

tubuhnya lagi, termasuk panggul)

01234 *mintalah pasien untuk meluruskan kedua lengannya ke depan dan

telapak tangan menghadap ke bawah. (amati batang tubuh, tungkai dan mulut)

01234 *minta pasien berjalan beberapa langkah, berputar dan jalan kembali

ke kursi (amati tangan dan gaya berjalan) lakukan dua kali

*gerakan teraktivasi

2. Tardive distonia

Feby Wulansari Page 11

Page 12: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma tardive. Gerakan distonik adalah

lambat, berubah terus menerus, dan involunter serta mempengaruhi daerah tungkai dan

lengan, batang tubuh, leher (contoh torticolis, spasmodic disfonia) atau wajah (contoh

meige’s syndrome). Tidak mirip benar dengan distonia akut.

3. Tardive akatisia

Mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons terapi dengan menggunakan

antikolinergik. Pada tardive akatisia pemberian antikolinergik memperberat keluhan yang

telah ada.

 4. Tardive tics

Sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai kompleks dengan involuntary

vocazations (tardive gilles de la tourette’s syndrome).

5. Tardive myoclonus

Singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron. Gangguan ini jarang dijumpai.

B. EFEK SAMPING NON NEUROLOGIS

1. Efek pada jantung

Dilakukan pemeriksaaan EKG untuk melihat kelainan pada jantung yang dapat

menyebabkan kematian mendadak diakibatkan dari obat antipsikosis.

Chlorpromazine menyebabkan perpanjangan interval QT dan PR, penumpulan

gelombang T dan depresi segmen ST. Thiorizadine dapat menimbulkan aritmia.

2. Efek hematologis

Feby Wulansari Page 12

Page 13: REFERAT JIWA

REFERAT 2012

Dilakukan pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukopenia (sel darah putih

3500), trombositopenik, anemia hemolitik atau pansitopenia. Gangguan

hematologis yang paling berbahaya yaitu agranulositosis karena pemakaian

chlorpromazine dan thioridazine. Hitung darah lengkap rutin tidak diindikasikan

tetapi jika psien melaporkan nyeri tenggorokan atau demam dapat dilakukan. Jika

indeks darah rendah maka antipsikosi harus dihentikan dan pasien harus dirujuk.

3. Efek endokrin

Karena terjadi peningkatan prolaktin dapat menyebabkan pembesaran payudara,

galaktorea, impotensi pada laki – laki, amenorae serta penghambatan orgasme

pada wanita maka diperlukan pemrikasaan kadar prolaktin

4. Ikterus

Menimbulkan gejala nyeri abdomen bagian atas, mual dan muntah, ikterus, dsb,

maka diperlukan pemeriksaan bilirubin pada urin, bilirubin serum dan

transaminase hati. Pemeriksaan rutin elektrolit, nitrogen urea darah, kreatinin

darah, glukosa darah, dan bikarbonat bermanfaat dalam menilai status hidrasi,

fungsi ginjal, status asam basa, dan termasuk hipoglikemi sebagai penyebab

kelainan sensorium.

Feby Wulansari Page 13