Referat ISTC

download Referat ISTC

of 16

description

ISTC

Transcript of Referat ISTC

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Referat Pendek

Fakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

INTERNATIONAL STANDARS FOR TUBERCULOSIS CARE (ISTC)

Disusun oleh:Suryanti SuwardiNIM: 1310029040

Pembimbing:dr. Mauritz Silalahi, Sp.P

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA201515

LEMBAR PENGESAHAN

INTERNATIONAL STANDARS FOR TUBERCULOSIS CARE (ISTC)

Referat Pendek

Diajukan Dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinikpada Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Disusun oleh:Suryanti SuwardiNIM: 1310029040

Dipresentasikan pada November 2015

Pembimbing

dr. Mauritz Silalahi, Sp.P19700513 200003 1 002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah Subhanahu wa Taala karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul International Standars for Tuberculosis Care. Referat ini disusun berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan penulis yang bersumber dari textbook, jurnal, guidelines terbaru dan referensi ilmiah lainnya. Dalam pelaksanaan hingga terselesaikannya Laporan Kasus ini, penulis banyak memperoleh bantuan yang tak ternilai harganya dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini, dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:1. Prof. Zamruddin Hasid, SE.,SU selaku Rektor Universitas Mulawarman.2. Bapak dr. H. Emil Bachtiar Moerad, Sp.P, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.3. dr. Sukartini, Sp. A selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.4. dr. Kuntjoro, Sp.PD, selaku Ketua Lab/SMF IPD Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.5. dr. Mauritz Silalahi, Sp.P, selaku Pembimbing Referat yang dengan sabar memberikan arahan, motivasi, saran dan solusi yang sangat berharga dalam penyusunan Referat ini.6. dr. Kuntjoro, Sp.PD, selaku dosen Pembimbing Klinik yang dengan sabar memberikan bimbingan, saran, dan solusi selama penulis menjalani co.assisten di lab/SMF IPD. 7. Dosen-dosen klinik Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman khususnya staf pengajar IPD, terimakasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada kami. 8. Kedua orang tua tercinta dan yang telah begitu banyak mencurahkan kasih sayang dan tak pernah bosan mendoakan, mengingatkan, dan memberikan dukungan moril maupun materiil kepada penulis.9. Rekan-rekan dokter muda IPD Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman yang selalu memberikan dukungan dan semangat kebersamaan dalam menghadapi segala permasalahan demi mencapai cita-cita kita yang mulia.10. Dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk semua saran dan kritik yang membangun. Harapan penulis, semoga laporan kasus yang sederhana ini benar-benar dapat membawa manfaat bagi seluruh pihak serta turut berperan demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Samarinda, November 2015

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDULiLEMBAR PENGESAHANiiKATA PENGANTAR3DAFTAR ISI5.BAB 1 PENDAHULUAN6.1.1 Latar Belakang6.1.2Tujuan...6BAB 2 ISI7BAB 3 PENUTUP..14DAFTAR PUSTAKA....15

BAB 1PENDAHULUAN

1.1Latar BelakangTuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang sangat kompleks, karena sangat efektifnya penularan, sangat istimewanya pathogenesis dan perjalanan penyakitnya yang kronik. Penyakit TB dapat mengenai semua sistem organ dan tidak jarang terjadinya kekeliruan terkait hal diagnosis TB, terutama di negara dengan prevalensi rendah. Sebaliknya di negara dengan prevalensi tinggi seperti Indonesia seringkali terjadi overdiagnosis. Menyadari akan hal tersebut, para ahli dari berbagai organisasi kesehatan dan medis yang bergerak di bidang TB merasa perlu mengembangkan suatu panduan baku guna menghilangkan atau meminimalisasi terjadinya kesalahan.Pada tahun 2006 berbagai organisasi dunia yang terlibat dalam upaya penanggulangan TB seperti World Health Organization (WHO), Dytch Tuberculosis Foundation, American Thoracic Society (ATS), International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, US Centers for disease control and prevention, Stop TB Partnership, dan Indian Medical Association menyusun suatu standar untuk penatalaksaan TB, yakni International Standards for Tuberculosis Care (ISTC). Di Indonesia, ISTC suda diterima dan didukung oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan telah disosialisasikan.1.2Tujuan Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit TB dalam hal penemuan kasusnya. Mendiagnosa dengan cepat dan menyusun rencana tatalaksana yang tepat kepada pasien.

BAB IIISI

INTERNATIONAL STANDARS FOR TUBERCULOSIS CARE (ISTC)International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) adalah kumpulan standar penanganan tuberkulosis yang bersifat internasional dengan tujuan untuk menggambarkan suatu tingkat penanganan yang dapat diterima secara luas yang harus dilakukan oleh seluruh praktisi baik pemerintah maupun swasta dalam penanganan pasien TB atau diduga menderita TB. ISTC juga bertujuan untuk mengefektifkan semua provider baik yang berasal dari sektor pemerintah maupun swasta dalam menangani penderita TB. Suatu standar mutu pelayanan yang sangat tinggi penting untuk menyembuhkan penderita TB, mencegah penularan penyakit kepada anggota keluarga dan kontak serta menjaga kesehatan masyarakat pada umumnya. Penanganan yang di bawah standar akan berakibat kegagalan pengobatan, transmisi kuman TB yang berkelanjutan kepada anggota keluarga dan anggota masyarakat lain serta menimbulkan resistensi ganda obat (MDR).

STANDAR UNTUK DIAGNOSISStandard 1Untuk memastikan diagnosis awal, penyelenggara kesehatan harus memperhatikan faktor risiko tuberculosis pada individu dan kelompok dan melakukan evaluasi klinis dan pemeriksaan diagnostic yang tepat terhadap mereka dengan gejala dan temuan sesuai tuberculosis.

Standard 2Semua pasien, termasuk anak dengan batuk selama 2 minggu yang tidak jelas penyebabnya atau pada foto toraks didapatkan temuan yang tidak dapat dijelaskan, mendukung ke arah tuberkulosis harus dievaluasi untuk tuberkulosis.

Standard 3Semua pasien termasuk anak yang diduga menderita tuberkulosis paru yang dapat mengeluarkan sputum, paling tidak 2 spesimen sputum untuk apusan mikroskopik atau satu spesimen untuk pemeriksaan Xpert MTB/RIF dengan kualitas laboratorium terjamin. Pasien dengan risiko resisten obat, risiko menderita HIV, atau mereka dengan sakit berat seharusnya dilakukan pemeriksaan Xpert MTB/RIF sebagai pemeriksaan diagnostik awal. Pemeriksaan darah berdasarkan serologic dan penilaian pelepasan interferon gamma seharusnya tidak digunakan untuk diagnosis TB aktif.

Standard 4Pada semua pasien, termasuk anak yang diduga menderita TB ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit harus diambil untuk pemeriksaan mikrobiologi dan histologi. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF direkomendasikan untuk pemeriksaan mikrobiologi awal terhadap mereka yang diduga menderita meningitis TB karena dibutuhkan diagnosis cepat.

Standard 5Pada pasien yang diduga menderita TB paru dengan apusan sputum negative, Xpert MTB/RIF dan/atau biakan sputum seharusnya dilakukan. Pada mereka dengan apusan dan Xpert MTB/RIF negatif dengan bukti klinis sangat kuat mendukung tuberkulosis, pengobatan anti tuberkulosis seharusnya dimulai setelah pengumpulan spesimen untuk pemeriksaan biakan.

Standard 6Pada semua anak yang diduga menderita tuberkulosis intratoraks (paru, pleura, dan limfonodi hilus atau mediastinal) konfirmasi bakteriologik seharusnya dilakukan melalui pemeriksaan sekret pernafasan (ekspektorasi sputum, induksi sputum, cairan lambung) untuk apusan mikroskopik, pemeriksaan XPert MTB/RIF, dan atau biakan.

STANDARD UNTUK PENGOBATANStandard 7Setiap praktisi mengemban tanggung jawab: Mencegah penularan TB lebih lanjut Mencegah terjadinya resistensi OATPraktisi wajib Memberikan paduan OAT yang memadai Menilai kepatuhan pasien Dapat menangani ketidakpatuhan

Standard 8Semua pasien yang belum pernah diobati sebelumnya dan tidak mempunyai faktor risiko lain terhadap resistensi obat harus diberi rejimen obat lini pertama sesuai standar WHO dengan kualitas obat terjamin: 2 RHZE dilanjutkan 4 RH.Dosis OAT seharusnya sesuai dengan rekomendasi WHO. Obat FDC dapat menjadi bentuk obat yang lebih mudah diberikan.

AddendumEtambutol dapat dihilangkan pada anak dengan HIV negatif dan TB non cavitas.

Standar 9Keberpihakan pada pasien terhadap pengobatan seharusnya dikembangkan untuk mendukung kepatuhan, peningkatan kualitas hidup dan pemulihan. Pendekatan ini harus berdasarkan kebutuhan pasien dan mutual respect antara pasien dan praktisi.

Standard 10Respon pengobatan pada pasien TB paru (termasuk yang didiagnosis TB dengan rapid molecular testing) seharusnya dimonitor dengan apusan dahak mikroskopik lanjutan saat fase awal selesai (dua bulan).Jika apusan dahak positif pada akhir fase inisial, apus dahak harus diperiksa kembali pada bulan ketiga dan jika positif, pemeriksaan sensitifitas obat dengan tes molekular cepat (line probe assays atau Xpert MTB/RIF) atau biakan dengan resistensi obat harus dilakukan.Pada pasien TB ektraparu dan pada anak, penilaian respons pengobatan terbaik adalah secara klinis.

Standard 11Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, terpapar dengan kasus yang mungkin resisten obat, dan komunikasi prevalensi resistensi obat (jika diketahui) seharusnya dilakukan pada semua pasien. Uji sensitivitas obat seharusnya dilakukan pada awal pengobatan untuk semua pasien yang sebelumnya pernah diobati. Pasien yang apus dahak tetap positif setelah pengobatan tiga bulan selesai dan pasien gagal pengobatan, putus obat, atau kasus kambuh setelah pengobatan harus selalu dinilai terhadap resistensi obat. Untuk pasien dengan kemungkinan resistensi obat, seharusnya dipertimbangkan pemeriksaan Xpert MTB/RIF menjadi uji diagnosis awal.

Standard 12Pasien yang menderita atau kemungkinan besar menderita tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR/XDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua. Dosis OAT harus sesuai dengan rekomendasi WHO.Paduan obat yang dipilih dapat distandarisasi atau sesuai pola resisten obat berdasarkan dugaan atau yang telah terbukti. Paling tidak harus digunakan lima obat, pirazinamid dengan empat obat yang masih efektif, termasuk obat suntik harus diberikan 6 8 bulan fase intensif dan paling tidak 3 obat yang diduga atau diketahui masih sensitif diberikan pada fase lanjutan. Pengobatan diberikan paling tidak 18 24 bulan setelah konversi biakan.Tindakan yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR/XDR TB harus dilakukan..Standar 13Rekaman tertulis sistematis tentang semua pengobatan yang diberikan, respons bakteriologis, hasil dan efek samping seharusnya disimpan untuk semua pasien.

STANDAR UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI HIV DAN KONDISI KOMORBID LAINStandar 14Uji HIV dan konseling harus direkomendasikan pada semua pasien yang menderita atau yang diduga menderita tuberkulosis, paling tidak ada konfirmasi tes negatif dalam dua bulan sebelumnya. Karena ada hubungan yang erat antara TB dan infeksi HIV, pendekatan terintegrasi untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan keduanya direkomendasikan pada daerah dengan prevalensi HIV tinggi.Uji HIV sangat penting sebagai manajemen rutin pada: Semua pasien di daerah prevalensi tinggi HIV Pasien dengan gejala/tanda klinis HIV Pasien dengan risiko tinggi terpajan HIV

Standar 15Semua pasien dengan tuberculosis dan infeksi HIV yang mengalami imunosupresi (CD4