Referat Iskemik Penumbra

18
BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan terapi intervensi untuk iskemia serebri memerlukan pemahaman yang tepat mengenai proses terjadinya kematian sel. Sebelumnya, terjadinya kematian sel pada iskemia serebri dianggap sebagai proses nekrotik yang alami. Namun belakangan, telah banyak studi yang menemukan bahwa neuron-neuron di daerah ischemic penumbra atau zona periinfark mengalami kerusakan yang bersifat reversibel dalam beberapa jam pertama setelah serangan stroke dan mengalami kematian dalam bentuk apoptosis dimana apoptosis merupakan suatu proses kematian sel yang terprogram. Periode trauma sel yang bersifat reversibel ini menjadi suatu target dalam terapi intervensi. Pada iskemia serebri dapat terjadi nekrosis dan apoptosis. Nekrosis merupakan suatu proses kematian sel yang tidak terorganisasi dan bertujuan untuk mengurangi konsumsi energi. Sedangkan apoptosis merupakan suatu proses kematian sel yang direncanakan dan melibatkan konsumsi energi dan sintesis protein. Apabila dua hal tersebut terjadi, hal ini yang disebut dengan necroptosis, yaitu suatu mekanisme kematian sel yang terjadi pada trauma iskemik jaringan. 1

description

referat

Transcript of Referat Iskemik Penumbra

Page 1: Referat Iskemik Penumbra

BAB 1

PENDAHULUAN

Perkembangan terapi intervensi untuk iskemia serebri memerlukan pemahaman yang

tepat mengenai proses terjadinya kematian sel. Sebelumnya, terjadinya kematian sel pada

iskemia serebri dianggap sebagai proses nekrotik yang alami. Namun belakangan, telah banyak

studi yang menemukan bahwa neuron-neuron di daerah ischemic penumbra atau zona periinfark

mengalami kerusakan yang bersifat reversibel dalam beberapa jam pertama setelah serangan

stroke dan mengalami kematian dalam bentuk apoptosis dimana apoptosis merupakan suatu

proses kematian sel yang terprogram. Periode trauma sel yang bersifat reversibel ini menjadi

suatu target dalam terapi intervensi. Pada iskemia serebri dapat terjadi nekrosis dan apoptosis.

Nekrosis merupakan suatu proses kematian sel yang tidak terorganisasi dan bertujuan untuk

mengurangi konsumsi energi. Sedangkan apoptosis merupakan suatu proses kematian sel yang

direncanakan dan melibatkan konsumsi energi dan sintesis protein. Apabila dua hal tersebut

terjadi, hal ini yang disebut dengan necroptosis, yaitu suatu mekanisme kematian sel yang terjadi

pada trauma iskemik jaringan.

1

Page 2: Referat Iskemik Penumbra

BAB 2

PEMBAHASAN

Nekrosis

Penurunan laju aliran darah otak (cerebral blod flow/CBF) secara cepat pada daerah

ischemic core akan memicu proses kematian sel yang luas dan menyeluruh. Penurunan kadar

ATP dan glukosa serta kegagalan pembentukan energy di daerah ischemic core juga akan

memicu terjadinya gangguan homeostasis osmotik pada sel di daerah tersebut. Rendahnya kadar

ATP akan mempengaruhi aktivitas enzim Na-K ATPase, yang dalam kerjanya memerlukan

sekitar 70% dari kadar ATP seluler. Berkurangnya aktivitas Na-K ATPase disertai peningkatan

kadar Na intrasel akan menyebabkan peningkatan influx Ca melalui kanal Na-Ca dan enzim Ca-

Mg ATPase. Peningkatan kadar kalsium di sitoplasma sel akan menyebabkan penimbunan kadar

kalsium mitokondria dan aktivasi dari enzim-enzim protease dan phospholipase. Keadaan ini

menimbulkan adanya pelepasan oksigen reaktif yang bersifat sebagai stresor dan menginisiasi

kerusakan pada sel-sel lemak, protein, dan DNA yang akan berujung pada disfungsi mitokondria,

gangguan keseimbangan ion, dan hilangnya integritas membran sel. Penyerapan air yang

berlebihan akan menyebabkan edema sel, dimana terjadi ruptur membran plasma dan

pengeluaran isi sel ke jaringan sekitar dan secara simultan memicu respon inflamasi. Selain itu

terjadi kondensasi kromatin inti sel melalui proses piknosis.

Bahasan Apoptosis Nekrosis Nekroptosis

Morfologi Sel Menyusut Membengkak Campuran

Fragmentasi sel Terdapat apoptotic

bodies

Tidak ada (lisis) Campuran

Nukleus Pergeseran

kromatin

Piknosis Kondensasi

Integritas membran Terjaga Kompromis Kehilangan

integritas

Mitokondria Normal Membengkak Membengkak

2

Page 3: Referat Iskemik Penumbra

Biokimia DNA Pembelahan

internukleosomal

Degradasi acak ?

Phosphatydyl serine

(PS)

Terlipat ke

membran luar

Pengeluaran PS ?

Reaksi sel Reaksi inflamasi Tidak ada Ada Autofagi

Pola Individual Multipel

Apoptosis

Tidak seperti proses nekrosis, apoptosis merupakan proses aktif dan dikontrol oleh suatu

proses deteriorasi sel yang melibatkan sintesis protein baru. Proses ini terjadi pada daerah

penumbra yang masih memiliki integritas selular yang baik dan ketersediaan energi yang

memadai. Apoptosis merupakan suatu proses yang telah terkode secara genetik, namun

kejadiannya bersifat pasif sampai adanya stimulasi sinyal-sinyal yang sesuai. Selama kejadian

iskemia serebral, terjadi produksi radikal bebas, tumor necrosis factor (TNF), berkurangnya

kadar growth factor, kerusakan DNA, induksi p53, dan pelepasan sitokrom C.

Regulasi apoptosis dimediasi oleh mitokondria, yang berfungsi sebagai reservoir protein

apoptogenik termasuk sitokrom c, aktivator capsase dan direct IAP-binding protein, AIF,

endonuklease G, dan procaspase. Sitokrom C terikat pada protein sitosol. Apaf dan procaspase-9

membentuk suatu struktur protein yang dinamakan apoptosome. Mekanisme ini memicu aktivasi

caspase, yang memiliki kemampuan eksekusi dan bertugas memecah dinding seluler,

pembelahan, dan degradasi substrat seperti endonuclease, lamin, spektrin, dan lainnya. Protein

lain termasuk Smac/DIABLO dikeluarkan dari mitokondria untuk menstimulasi caspase.

Enzim caspase (cysteine aspartate-spesific protease) merupakan molekul inti yang

terlibat dalam proses inisiasi dan eksekusi apoptosis. Caspase pertama kali ditemukan pada tahun

1980 sebagai regulator kematian sel, dan hingga saat ini sudah ditemukan 14 tipe dan

keberadaannya dalam bentuk inaktif sebagai proenzim. Pembelahan proteolitik dari proenzim ini

disebabkan oleh pembentukan heterodimer. Dua dari heterodimer-heterodimer ini akan

3

Page 4: Referat Iskemik Penumbra

mengaktivasi caspase. Caspase dibagi manjadi dua tipe yaitu yang teraktivasi saat apoptosis dam

yang teraktivasi akibat respon inflamasi. Caspase yang teraktivasi saat apoptosis terbagi lagi

menjadi yang bertugas menginisiasi destruksi kaskade dan yang terlibat pembongkaran sel.

Aktivasi caspase terjadi melalui permukaan sel pada apoptosis. Hal ini dimediasi oleh

kelas reseptor TNF. Reseptor-reseptor ini berbagi sekuen interseluler homolog yang diketahui

sebagai daerah mati (TRADD, FADD). Ikatan pada reseptor ini memicu pengerahan protein dan

berujung pada pembentukan kompleks sinyal kematian. Molekul procaspase-8 mengikat

kompleks tersebut dan menginisiasi kaskade caspase.

Tidak seperti jalur diatas, kerusakan neuron sendiri dapat berlangsung tanpa aktivasi

caspase dan sintesis protein. Jalur ini dimediasi oleh protein efektor yang memicu apoptosis yaitu

apoptosis-inducing factor (AIF). Proses ini terletak di ruang membran dalam mitokondria. AIF

bertanggung jawab pada kondensasi kromatin dan fragmentasi DNA. Translokasi AIF dari

mitokondria ke nucleus sudah dapat dideteksi 1 jam sesudah reperfusi dan 45 menit oklusi

MCA. Pengeluaran AIF tergantung dari proses perbaikan DNA dan enzim protein-modifying

nuclear (PARP-1). Iskemik serebri akan menganggu stabilitas genetik yaitu kerusakan single

atau double strand DNA melalui rangsangan multipel dari oksigen reaktif, dan PARP-1

berfungsi sebagai sensor molekul utama untuk pemecahan DNA. Aktivasi PARP-1 berimbas

pada penurunan level ATP dan NAD, yang berakibat berkurangnya proses seluler yang

membutuhkan energi, dan berujung pada nekrosis sel. Kematian sel terjadi beberapa jam setelah

aktivasi PARP-1.

Seperti enzim caspase, Bcl-2 merupakan salah satu famili protein yang esensial dalam

regulasi apoptosis. Terdapat 30 jenis protein telah ditemukan dan dikelompokan dalam protein

Bcl-2 antiapoptotik, dan protein Bcl-2 proapoptotik. Protein antiapoptotik telah terbukti

menghambat akumulasi sitokrom c di sitosol, aktivasi caspase-3, dan inhibisi translokasi AIF

pada daerah infark. Protein proapoptotik dibagi menjadi Bax, BH3, dan single BH domain

protein. Faktor Bax bertanggung jawab pada fungsi proapotosis dengan cara mengganggu

integritas membrane mitokondria dan interaksi dengan faktor antiapoptosis dan proapoptosis

lainnya. BH3 teraktivasi dari proses transkripsi melalui suatu mekanisme yang melibatkan

kerusakan DNA. Faktor BID telah dibuktikan memiliki peran penting dalam proses apoptosis

yang diinduksi hipoksia.

4

Page 5: Referat Iskemik Penumbra

Nekroptosis

Nekroptosis adalah suatu mekanisme kematian sel yang disebabkan trauma iskemik yang

mengandung komponen non-apoptotik dalam jumlah besar. Nekroptosis menunjukkan

kombinasi biokimia dan karakter struktural mekanisme apoptosis dan nekrosis pada sel yang

sama. Nekroptosis teraktivasi melalui jalur alternatif yang tidak melibatkan aktivasi caspase-8.

Proses ini dipicu oleh RIP, yaitu suatu protein yang dapat menstimulasi TRADD, yang

merupakan reseptor TNF yang berfungsi menginduksi kerusakan sel sendiri. Sel- sel yang

mengalami nekroptosis akan menunjukkan keadaan morfologi seperti sel nekrotik disertai

hilangnya integritas sel dan pembersihan debris sel secara autofagia.

Iskemia serebral menyebabkan kerusakan jaringan melalui aktivasi jalur sinyal yang

kompleks yang memicu keadaan kompromis sel sampai kematian. Kematian sel sendiri

disebabkan oleh tiga hal, yaitu nekrosis, apoptosis, dan nekroptosis. Beberapa dari kompleks

yang berperan dalam mekanisme ini telah dijadikan target inhibisi seperti AIF, PARP, IAPs, dan

protein Bcl 2.

Konsep Ischemic Penumbra

Kejadian ini diinisiasi oleh reduksi CBF karena thrombosis atau emboli yang berasal dari

arteri atau jantung. Keadaan CBF yang tidak adekuat akan mengaktivasi mekanisme iskemia,

dan yang terpenting adalah menyebabkan progresifitas trauma ireversibel yang terjadi berbeda

pada tiap daerah tergantung keparahan penurunan CBF. Daerah yang mendapatkan CBF

terendah (< 10-12 ml/ 100 g/ min) akan mengalami trauma ireversibel secara cepat, dan disebut

sebagai daerah ischemic core. Pada daerah yang mendapat CBF dalam jumlah sedang (12-25 ml/

100 g/ min) akan mengalami trauma yang bersifat reversibel namun memiliki resiko untuk

menjadi daerah yang akan mengalami trauma ireversibel dan disebut daerah ischemic penumbra.

Faktor- faktor lain yang dapat mempengaruhi kecepatan perburukan daerah penumbra termasuk

suhu, konsentrasi gula darah, oksigenasi, dan factor metabolic lainnya. Elemen kunci yang

memegang peranan pada daerah infark adalah adekuatnya aliran darah kolateral. Pada pasien

dengan sirkulasi kolateral yang baik akan memiliki daerah infark minimal. Konsep dari daerah

ischemia penumbra ini menjadi penting karena dijadikan sebagai dasar penentuan waktu terapi

dan target terapi stroke akut, melalui reperfusi atau pendekatan neuroprotektif.

5

Page 6: Referat Iskemik Penumbra

Perubahan molekular pada daerah ischemic penumbra

Peningkatan kadar NO

Induksi TNF-α

Peningkatan NF-Κb

Induksi COX-2

Peningkatan IL-1

Peningkatan TGF-β

Induksi BONF

Ekspresi protein heta-shock

Ekspresi faktor terinduksi hipoksia

Peningkatan VEGF

Definisi ischemic penumbra pertama kali diperkenalkan oleh Astrup et al, dan

dideskripsikan sebagai daerah yang mengalami penurunan CBF disertai menghilangnya potensial

listrik secara spontan. Ambang teratas penurunan CBF pada daerah ischemic penumbra, 25 ml/

100 g/min, hal ini berhubungan dengan terjadinya defisit neurologi. Hubungan dari patofisiologi

iskemik penumbra yang menghubungkan antara banyaknya aliran CBF dengan aktivitas

metabolik di daerah iskemik memang sangat penting, namun tidak mudah untuk dikaitkan

dengan manifestasi klinis pasien. Definisi yang iskemik penumbra yang lebih sederhana

dikemukakan oleh Hakim dimana daerah iskemik penumbra merupakan suatu daerah iskemik

yang mengalami trauma reversibel apabila ditangani secara tepat waktu. Ini merupakan sebuah

konsep yang telah dimodifikasi dengan melihat perbedaan gambaran radiologi daerah ischemic

core dan ischemic penumbra.

6

Page 7: Referat Iskemik Penumbra

Karakter molekular daerah ischemic penumbra telah dipetakan sejak tahun 1980, dan

seirimg dengan kemajuan teknologi molekular identifikasi daerah ischemic penumbra dalam

tingkat seluler menjadi lebih transparan. Pada daerah ischemic penumbra terdapat suatu

gangguan sintesis protein walaupun ketersediaan ATP cukup memadai. Daerah penumbra akan

mengalami asidosis dan akan mengeluarkan neurotransmitter eksitoksik seperti glutamate.

Penggunaan glukosa pada daerah penumbra juga mengalami hambatan. Pengertian mengenai

karakteristik daerah ischemic penumbral sangatlah penting untuk mengidentifikasi terapi yang

bersifat potensial dan mencegah perubahan daerah penumbra menjadi infark.

Saat ini, tenaga medis telah diberikan kemampuan untuk mengevaluasi dan

menatalaksana pasien stroke iskemik melalui gambaran radiologinya. Penumbra dan ischemic

core awalnya dapat dideteksi melalui pemeriksaan positron emission computed tomography

(PET), namun modalitas ini dinilai tidak cukup efisien dilakukan pada pasien dengan stroke yang

akut, karena memerlukan waktu pemeriksaan yang lama untuk menentukan gambaran dan

evaluasi data. Namun secara keilmuan, PET sangatlah bermanfaat untuk menilai suatu trauma

iskemik otak fokal pada hewan dan manusia. Pada otak dengan fungsi yang normal, tampak CBF

dan rasio metabolism oksigen CMRO2 menunjukkan gambaran yang linear dan proporsional,

disertai gambaran fraksi ekstraksi oksigen (OEF) yang tersebar merata di seluruh bagian otak.

Pada daerah ischemic penumbra, pola PET menunjukkan peningkatan kadar OEF yang

berhubungan dengan penurunan CBF dan CMRO2 sebagai respon fisiologis tubuh terhadap

iskemia. Sedangkan pada daerah ischemic core, didapatkan CBF yang sangat rendah, penurunan

level CMRO2, dan reduksi OEF.

7

Page 8: Referat Iskemik Penumbra

Diffusion-weighted MRI (DWI) dan perfusion-weighted MRI (PWI) merupakan suatu

modalitas yang dapat digunakan untuk menggambarka keadaan pasien dengan stroke akut. Pada

DWI, daerah yang mengalami iskemik sedang-berat akan menunjukkan gambaran hiperintense

dan mudah teridentifikasi. Daerah hiperintense yang tampak pada DWI menunjukkan suatu

jaringan yang mengalami trauma iskemik dimana koefisien difusi dari proton cairan tersebut

telah menurun akibat adanya edema sitotoksik. Dari tingkat seluler, daerah hiperintense pada

DWI menunjukkan adanya kegagalan metabolism sel tingkat tinggi, yang dapat memicu

pergeseran cairan dari ekstraseluler ke intraseluler secara besar-besaran dan kegagalan

homeostasis ion-ion. Daerah hiperintense yang ditunjukkan DWI menunjukkan adanya jaringan

yang kompromis akibat trauma iskemik, tetapi pemeriksaan ini tidak menilai reversibilitas

jaringan. Pada studi yang dilakukan pada hewan dan manusia, kemunculan daerah hiperintens

DWI di awal, belum tentu menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami infark.

Pemeriksaan PWI dilakukan dengan menginjeksi agen kontras paramagnetic seperti

gadolinium yang dapat terlihat dengan sinyal T2. Gambaran multipel scan dapat diperoleh dalam

waktu kurang lebih 30 detik dan dapat memberikan gambaran semikuantitatif mengenai perfusi

mikrovaskular di otak. Hal ini tentu dapat mengidentifikasi daerah yang mengalami hipoperfusi.

Meskipun perlu diketahui bahwa pendekatan yang lebih akurat mengenai identifikasi daerah

hipoperfusi dengan membedakan jaringan iskemik hipoperfusi dengan jaringan infark tanpa

reperfusi.

8

Page 9: Referat Iskemik Penumbra

Walaupun pemeriksaan-pemeriksaan ini memiliki presisi yang terbatas, namun

penggunaan DWI dan PWI dapat memberikan gambaran yang cukup baik mengenai ischemic

penumbra. Hasil PWI dan DWI pun kadang tidak cocok satu sama lain, seperti pada gambaran

daerah iskemik pada PWI sering kali tampak normal pada DWI. Lesi yang tampak pada DWI

lebih akurat dalam penghitungan luas dan voumenya karena area yang hiperintensitas selalu

tampak lebih jelas meskipun kadang batasnya tidak selalu tegas. Sedangkan lesi PWI bergantung

pada ambang dan modalitas yang digunakan untuk mengukur abnormalitas perfusi jaringan.

Saat ini, pendekatan terbaik untuk mengetahui daerah iskemik adalah dengan

menggunakan nilai T max dibandingkan dengan nilai masukan arteri hemisfer serebri sisi yang

sama. Hingga saat ini belum ada nilai Tmax yang sesuai yang dapat digunakan untuk

membedakan daerah infark dan daerah oligemik yang tidak mengalami infark, namun

pendekatan yang terbaik didapatkan dari nilai Tmax 5-6. Ketidakcocokan PWI dengan DWI

dalam mengidentifikasi daerah penumbra belum mendekati sempurna, namun sampai saat ini

pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan yang berguna bagi klinisi untuk mendeteksi

bagian iskemik yang masih bisa diselamatkan dan sebagai petunjuk untuk memutuskan terapi.

Perfusion CT (PCT) adalah salah satu modalitas yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi daerah ischemic penumbra pada pasien dengan stroke akut. PCT dilakukan

dengan menggunakan teknik first-pass tracer dengan menggunakan injeksi kontras iodin dan

9

Page 10: Referat Iskemik Penumbra

akan didapatkan gambaran dalam 40-45 detik. Dalam periode transit, CBF dan pemetaan CBV

akan didapatkan dalam bentuk 2 potongan tebal berukuran 1cm melalui injeksi kontras secara

bolus. Kontras yang digunakan untuk PCT dapat menyebabkan kenaikan kadar pemeriksaan faal

ginjal terutama pada pasien dengan renal insufisien, jadi diperlukan pemeriksaan yang

menyeluruh pada beberapa pasien.

Bila tujuan terapi dari stroke akut adalah untuk menyelamatkan daerah iskemik yang

potensial, maka identifikasi dari daerah penumbra merupakan suatu hal yang menguntungkan.

Kegunaan pencitraan untuk menidentifikasi daerah iskemik pada beberapa pasien yang diberikan

terapi t-Pa intravena lebih dari 3 jam setelah serangan telah diteliti. Terdapat dua kasus pada

pasien Eropa yang mendapat t-Pa IV dalam 3-6 jam setelah onset stroke dan terdapat ketidak

cocokan gambaran DWI dan PWI. Dalam dua kasus ini, dilakukan perbandingan persentasi

pasien yang mendapat terapi t-Pa terlambat dan yang mendapat terapi t-Pa sebagaimana mestinya

yaitu dalam waktu < 3 jam setelah onset. Kesimpulan dari observasi ini adalah identifikasi

penumbra memberikan keuntungan yang cukup bermakna bahkan bagi pasien yang terlambat

mendapat terapi t-Pa. Pada studi DEFUSE, seluruh sampel pasien diberikan terapi t-Pa IV dalam

waktu 3-6 jam dan mereka sudah diberikan pemeriksaan awal MRI. Pemeriksaan PWI/DWI

tidak dimasukkan dalam studi tetapi tetap digunakan hipotesis bahwa pasien yang mendapat

terapi reperfusi akan memberikan tampilan klinis yang lebih baik.

Studi DEFUSE memasukkan 74 pasien dengan ketidakcocokan > 20%, dimana PWI >

DWI ditemukan pada 54% pasien. Pasien dengan ketidakcocokan PWI/DWI yang mendapat

terapi reperfusi di awal akan menunjukkan hasil akhir yang lebih baik. Ketidakcocokan

pemeriksaan yang terlalu besar, dengan patokan lesi DWI yang luas dan atau abnormalitas PWI

yang parah didapatkan pada 6 orang pasien, dan pada pasien didapatkan kecenderungan

mengalami stroke hemoragik.

Studi lain, EPITHET, menggunakan 100 pasien yang diberikan t-Pa IV atau plasebo

dalam 3-6 jam. Dalam studi ini juga digunakan definisi yang sama dengan DEFUSE untuk

menyatakan daerah iskemik abnormal untuk PWI, yaitu daerah dengan Tmax >2 detik, dan 86%

pasiennya mengalami ketidakcocokan 20%. Dari studi ini didapatan bahwa perkembangan infark

lebih kecil pada kelompok dengan terapi t-Pa disertai kekambuhan deficit neurolgik yang kecil

atau menghilang sama sekali 90 hari setelah kejadian stroke pertama.

10

Page 11: Referat Iskemik Penumbra

Dua studi trial kecil menggunakan obat trombolitik lain yaitu desmoteplase, yang

membutuhkan ketidakcocokan PWI/DWI >20% juga sudah dilakukan. Studi ini menunjukkan

bahwa pemberian desmoteplase IV yang dibandingkan dengan placebo secara khusus

memberikan efek reperfusi pada daerah iskemik dalam tendensi menurunkan luas daerah infark

dan memperbaiki gejala klinis.

Studi lainnya, DIAS II menggunakan 60 sampel membagi sampelnya dalam 2 kelompok

yaitu dengan terapi desmoteplase dan plasebo, didapatkan tidak memberikan keuntungan dalam

perbaikan manifestasi klinis setelah observasi hari ke 90. Terapi reperfusi tidak dikaji dan tidak

ada perbaikan dalam luasnya infark. Analisa kedua pada kasus ini menunjukkan bahwa pasien

dengan ketidakcocokan DWI/PWI yang semakin tinggi akan menunjukkan hasil yang lebih baik

pada pemberian terapi dibandingkan dengan yang ketidakcocokannya bernilai kecil.

11

Page 12: Referat Iskemik Penumbra

BAB 3

KESIMPULAN

Patofisiologi dari trauma otak iskemik yang berlangsung akut dan konsep mengenai

ischemic penumbra sangatlah penting, terutama berhubungan dengan manajemen terapi yang

diharapkan mampu memperbaiki hasil akhir dari manifestasi klinis yang ditunjukkan pasien.

Meningkatnya pengetahuan para klinisi mengenai dua hal diatas akan mengarahkan mereka kea

rah yang rasional mengenai pemberian terapi dan kombinasi dengan pemberian trombolitik. Saat

ini merupakan suatu zaman perbaikan yang dapat digunakan untuk membenahi kombinasi terapi

pada stroke akut. Terapi stroke akut dengan reperfusi juga sebaiknya dibarengi dengan

pemberian obat-obatan neuroprotektor baik pada pasien dengan terapi reperfusi yang terlambat,

karena diharapkan mampu mencegah perluasan infark dan mencegah penurunan fungsi saraf

pada daerah yang direperfusi.

12

Page 13: Referat Iskemik Penumbra

DAFTAR PUSTAKA

1. Fisher M, Kumar R. Implications of stroke patophysiology and the ischemic penumbra.

2009.p.24-34.

2. Misbach J. Stroke: aspek diagnostic, patofisiologi, dan manajemen. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI; 2011.

13