Referat Infeksi Respiratori Akutt

download Referat Infeksi Respiratori Akutt

of 20

description

referat infeksi respiratori akut

Transcript of Referat Infeksi Respiratori Akutt

BAB I PENDAHULUANA. LATAR BELAKANGInfeksi respiratorik akut (IRA) atau Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada anak. Kelompok usia 6-23 bulan adalah kelompok umur paling rentan untuk mengalami IRA (Nasution, dkk., 2008).Kejadian penyakit IRA di Indonesia masih cukup tinggi terutama pada anak -anak yaitu pada kelompok Balita. Sekitar 20% - 30% kematian anak balita disebabkan oleh penyakit IRA. Pelaksanaan program pemberantasan penyakit IRA di Indonesia telah dilakukan mulai tahun 1984, walaupun demikian sampai saat ini penyakit tersebut masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Agung, dkk., 2006).IRA paling sering terjadi pada anak. Di Indonesia, kasus IRA menempati urutan pertama dalam jumlah pasien rawat jalan terbanyak. Hal ini menunjukkan angka kesakitan akibat IRA masih tinggi. Kasus IRA merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak berusia di bawah 5 tahun dan 30% pada anak berusia 5-12 tahun. Puncak insiden biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Insiden IRA di negara berkembang adalah 2-10 kali lebih banyak daripada negara maju. Di negara maju IRA didominasi oleh virus, sedangkan di negara berkembang oleh bakteri. Di negara berkembang IRA dapat menyebabkan 10-25% kematian dengan 1/3-1/2 kematian pada balita. Sedangkan pada bayi, angka kematian mencapai 45 per 1000 kelahiran kehidupan (Wantania, dkk., 2008).Tahun 2010, pemerintah telah merencanakan untuk menurunkan angka kesakitan akibat IRA hingga 3 per 1000 balita. Akan tetapi keberhasilannya bergantung pada banyaknya faktor risiko (Wantania, dkk., 2008).

B. TUJUANUntuk mengetahui klasifikasi IRA/ISPA dan faktor risiko sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan akibat IRA/ISPA, serta dapat mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan dengan benar dan akurat.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. ANATOMISecara umum saluran udara pernafasan adalah sebagai berikut :Nares anterior (apertura nasalis anterior) cavitas nasalis choanae (apertura nasalis posterior) nasopharynx larynx trachea bronchus primarius (bronchus principalis) bronchus secundus (bronchus lobaris) bronchus tertius (bronchus segmentalis) bronchiolus bronchiolus terminalis bronchiolus respiratorius ductus alveolaris atrium alveolaris sacculus alveolaris alveolus1. TracheaMerupakan tabung cartilaginea dari larynx hingga pangkal bronchus. Setinggi vertebrae cervicalis VI (sebelah caudal cartilago cricoidea) hingga vertebrae thoracalis IV-V, saat inspirasi turun hingga vertebrae thoracalis VI.Setinggi pertengahan vertebra thoracalis IV-V, trache bercabang menjadi bronchus primarius dexter dan sinister. Percabangan ini disebut bifurcatio tracheaVASCULARISASIINNERVASISYSTEMA LYMPHATICA

Trachea mendapat suplai darah arterial dari:1) R. Trachealis a. Thyroidea superior2) Cabang-cabang a.thyroidea inferior3) A. Bronchialis cabang aorta descendens p4) Pars thoracis (setinggi vertebrae V)Sedangkan darah venosa dari trachea dialirkan ke v. Thyroidea superior Parasymphatis :N Vagus beserta cabangnya n. Laryngeus recurrens menyebabkan kontraksi sehingga terjadi penyempitan lumen dan hipersekresi kelenjar Symphatis : Truncus symphaticus efeknya berlawanan dengan symphaticusCairan lymphe pada trachea akan dialirkan menuju: Nodus lymphaticus tracheobronchialis Nodus lymphaticus trachealis Nodus lymphaticus cervicalis

2. Bronchus primariusMembentang mulai dari bifurcatio trachea hingga hilum pulmonalis. Terbagi menjadi dua, yaitu : Bronchus Primarius Dexter dan Bronchus Primarius SinisterKategoriBronchus primarius DexterBronchus primarius Sinister

Ukuran PanjangLebih pendek1-4 cmRata-rata 2 cmPanjangAntara 5-7 cmRata-rata 5 cm

Lebar PenampangLebih lebarDiameter lebih panjangLebih sempitDiameter lebih pendek

PosisiLebih tegakMembentuk sudut sekitar 250 terhadap linea medianaLebih datar / horizontalMembentuk sudut sekitar 450 terhadap linea mediana

3. Bronchus secundusJumlahnya sama dengan jumlah lobus pada pulmo sehingga sering disebut bronchus lobaris.Penamaan bronchus secundus didasarkan atas letaknya terhadap a.pulmonalis Di atas a.pulmonalis disebut bronchus secundus eparterialis Di bawah a.pulmonalis disebut bronchus secundus hiparterialisa. Bronchus secundus dexterBerjumlah tiga sesuai lobus pulmo dexter. Masuk ke hilus pulmonalis setinggi vertebrae thoracalis V.Terdiri dari 1 buah bronchus secundus eparterialis dan 2 buah bronchus secundus hiparterialis.b. Bronchus secundus sinisterBerjumlah dua sesuai jumlah lobus pulmo sinister. Masuk kedalam hilum pulmonalis setinggi vertebrae thoracalis VI. Keduanya adalah bronchus secundus hiparterialis.

4. Bronchus tertiusMempunyai jumlah sesuai jumlah segmen tiap lobus dalam pulmo. Dalam tiap pulmo terdapat 10 yang berasal dari bronchus secundus.Pulmo dexter terdiri dari lobus superior mempunyai bronkus segmentalis 1-3, lobus medius mempunyai bronkus segmentalis 2-5, dan lobus inferior mempunya bronkus segmentalis 6-10. Pada pulmo sinister, lobus superior mempunyai bronkus segmentalis 1-5 dan lobus inferior mempunyai bronkus segmentalis 6-10.5. Cabang-cabang bronchus tertiusDari bronchus segmentalis ini akan muncul bronchiolus. Bronchiolus 4-5 bronchioli terminalis bronchiolus respiratosius ductus alveolaris saculus alveolaris alveoli.

6. PulmoPulmo terbagi 2:a. Pulmo dexterTerdiri dari 3 lobus, yaitu lobus superius, medius, dan inferius. Bangunannya:1) Apex pulmonis dextra2) Facies mediastinalis3) Facies costalisb. Pulmo sinisterTerdiri dari 2 lobus, yaitu lobus superius dan inferius.Bangunannya:1) Apex pulmonalis sinistra2) Facies mediastinalis3) Facies costalisVaskularisasiInervasiSistema Lymphatica

1. Arteri pulmonalisMembawa darah yang akan dioksigenasi dalam pulmo. 2. Arteri bronchialisMembawa darah untuk nutrisi jaringan pulmo.1. ParasimpatisN. Vagus2. SimpatisTruncus simpaticus (vertebrae thoracalis 1-4)Keduanya membentuk plexus anterior dexter dan sinister yang terletak di ventral hilus pulmonalis dan plexus pulmonalis posterior di dorsal hilus pulmonalis.Akan menerima aliran limfe dari cabang bronchus vasa pulmonalis dan jaringan ikat pulmo vasa lymphatica septa lobulus secundus hilus pulmonalis nodus lymphaticus broncho pulmonalis.

B. FISIOLOGISecara fungsional saluran pernapasan dibagi menjdai 2 bagian:1. Zona konduksiTerdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, dan bronkiolus terminalis.2. Zona respiratorikTerdiri dari bronkiolus respiratorik, sacus alveoli, dan alveol.

Proses respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu:1. VentilasiAdalah proses pergerakan udara ke dan dari dalam paru. Terdiri atas 2 tahap, yaitu:a. Proses inspirasiKontraksi otot diafragma dan intercostalis eksterna volume thoraks membesar tekanan intra pleura menurun paru mengembang tekanan inta alveoli menurun (mencapai -30 mmHg) udara masuk ke dalam paru.b. Proses ekspirasiOtot inspirasi relaksasi volume thoraks mengecil tekanan intra pleura meningkat volume paru mengecil tekanan intra alveoli meningkat (+1 mmHg sampai +3 mmHg) udara keluar paru.2. Pernapasan luarPertukaran gas di dalam alveoli dan darah.3. Transportasi gas melalui darah4. Pernapasan dalamPertukaran gas antara darah dan sel jaringan.5. Pernapasan selulerMetabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2.

C. DEFINISIInfeksi respiratorius adalah infeksi mulai infeksi saluran napas atas dan adneksanya hingga parenkim paru. Sedangkan pengertian akut merupakan infeksi yang berlangsung hingga 14 hari. Infeksi respiratorius atas adalah infeksi primer respiratori di atas laring, sedangkan infeksi laring ke bawah disebut infeksi respiratori bawah (Wantania, dkk., 2008).ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru (Alsagaff, dkk., 2009).

D. ETIOLOGIISPA dapat disebabkan oleh virus, bakteri, maupun riketsia. Dalam klinis dikenal 6 kelompok besar virus pernafasan sebagai penyebab ISPA.Group VirusSub GroupTipe

OrthomyxovirusInfluenza VirusABC

ParamyxovirusPara influenza virus1-4

Metamyxovirus Respiratory syncytial Virus (RSV)

Adenovirus1-31

PicornavirusRhinovirusCoxsackie virus ACoxsackie virus BEchovirus1-551-211-61-32

Coronavirus

E. PATOGENESISKetahanan saluran pernapasan terhadap partikel atau infeksi dan gas yang ada di udara tergantung pada:1. Keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosiliaHal-hal yang dapat mengganggu keutuha mukosa dan pergerakan silia, yaitu:a. Asap rokok dan gas SO2, polutan utama dalam pencemaran udarab. Sindroma imotilc. Pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25% atau lebih)2. Makrofag alveoliMakrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol menurunkan mobilitas sel-sel ini.3. Antibodi setempatAntibodi setempat pada saluran pernapasan adalah IgA, yang terdapat banyak di mukosa. Kekurangan antibodi ini memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan yang sering terjadi pada anak. Defisiensi IgA akan mengalami hal serupa dengan penderita yang mengalami imunodefisiensi lain, seperti penderita mendapat terapi sitostatik atau radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas, dan lain-lain (Immuno compromised host).

F. FAKTOR RESIKO1. UsiaMenurut penelitian ditemukan 50% anak berusia dibawah 5 tahun dan 30% anak berusia 5-12 tahun didapatkan menderita IRA.2. Jenis kelaminTidak ada perbedaan insiden IRA akibat virus atau bakteri pada laki-laki dan perempuan, tetapi pada usia diatas 6 tahun insiden lebih tinggi pada anak laki-laki.3. Status giziGizi buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya IRA pada anak. Hal ini dikarenakan adanya gangguan respon imun.4. ASIBayi yang tidak pernah diberi ASI lebih rentan mengalami IRA dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI. Pemberian ASI dengan durasi yang lama mempunyai pengaruh proteksi terhadap IRA bawah selama tahun pertama.5. BBLRBBLR memiliki peran penting terhadap kematian akibat IRA.6. ImunisasiCampak, pertusis dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan resiko IRA, dan memperberat IRA itu sendiri, tetapi hal ini dapat dicegah. Vaksin campak cukup efektif dan dapat mencegah kematian hingga 25%.7. Pendidikan orang tuaTingkat pendidikan ini berhubungan erat dengan keadaan sosio ekonomi dan pengetahuan orang tua. Kurangnya pengetahuan menyebabkan sebagian kasus IRA tidak diketahui orang tua dan tidak diobati.8. Status sosial ekonomiAnak yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah mempunyai resiko lebih besar sebanyak 3,3 kali.9. Penggunaan fasilitas kesehatanAngka kematian pada anak dengan pnemonia yang tidak diobati mencapai 10-20%. Pengguanaan fasilitas kesehatan sangat berpengaruh pada tingkat keparahan IRA. Disebagian negara berkembang pemanfaatan fasilitas kesehatan sangat rendah.10. LingkunganPolusi udara berhubungan dengan beberapa penyakit, termasuk IRA. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi polutan lingkungan yang dapat mengiritasi mukosa saluran respiratori.penyakit lain seperti HIV/AIDS juga merupakan faktor resiko IRA. Bencana alam seperti tsunami juga menyebabkan peningkatan kasus akibat IRA, dikarenakan pneumonia aspirasi.

G. GAMBARAN KLINIKGambaran Klinik secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri tenggorokan, batuk-batuk dengan dahak kuning/putih kental, nyeri retrosternal, dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari, disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah-muntah, dan insomnia. Kadang-kadang dapat juga disertai diare. Bila peningkatan suhu brlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.Di klinik dikenal 6 gambaran syndroma ISPA yang disebabkan virus:1. Sindroma Korisa (Coryzal/Common Cold Syndrome)Sindroma ini diawali dengan suara serak dan rasa nyeri tenggorok. Kemudian ditandai dengan peningkatan sekresi hidung, bersin-bersin, hidung buntu, kadang-kadang disertai sekresi air mata dan konjungtivitis ringan. Keluhan sistemiknya berupa nyeri kepala, mialgia, malaise, rasa lemah malas dan rasa dingin.2. Sindroma Faring (Pharingeal Syndrome)Gejala umum sindroma faring berupa panas dingin, malaise, nyeri/ pegal seluruh badan, nyeri kepala, dan kadang-kadang suara parau. Terdapat peradangan pada faring dan pembesaran adenoid serta tonsil.3. Sindroma FaringokonjungtivaGejala klinik diawali dengan faringitis yang berat kemudian diikuti konjungtivitis yang sering bilateral. Didapatkan fotofobi dan nyeri pada bola mata.4. Sindroma InfluenzaGambaran klinis terjadi secara mendadak dan dengan cepat dapat menular. Klinisnya gangguan fisik cukup berat dengan gejala batuk, meriang, badan panas, lemah, nyeri kepala, nyeri tenggorok, nyeri retrosternal, nyeri seluruh tubuh, malaise, dan anoreksia.5. Sindroma HerpanginaTerdapat vesikel-vesikel di dalam mulut dan faring. Vesikel mengalami ulserasi dengan tepi membengkak, disertai nyeri tenggorokan, nyeri kepala, dan demam.6. Sindroma Laringotrakeobronkitis Obstruktif Acuta (Croup Syndrome)Klinis tampak gawat dan berat berupa batuk-batuk, sesak nafas yang disertai stridor inspirasi, sianosis, serta gangguan sistemik lain.

H. KLASIFIKASI IRAInfeksi Respiratori Akut (IRA) terdiri dari infeksi respiratori akut atas dan bawah. 1. IRA Atasa. Rhinitis Rhinitis disebut juga common cold coryza, cold atau salesma.1) Definisi Rhinitis adalah penyakit akut yang sangat infeksius dan biasanya disebabkan oleh virus.2) EtiologiKategoriMikroorganisme

Penyebab rinitis terbanyak

Dapat menyebabkan rinitis

Jarang menyebabkan rinitisRhinovirusVirus ParainfluenzaRSVCoronavirusAdenovirusEnterovirusVirus influenzaVirus parainfluenzaReovirusMycoplasma pneumoniaeCoccidioides immitisHistoplasma capsulatumBordatella pertussisChlamydia psitacciCoxiella Burnetti

3) PatogenesisPatogenesis rhinitis umumnya melibatkan interaksi antara replika virus dan respon inflamasi pejamu, tetapi patogenesis tiap virus sangat berbeda karena perbedaan lokasi pimer tempat replikasi virus. Infeksi dimulai dengan deposit virus di mukosa hidung- anterior atau di mata. Di daerah adenoid, virus memasuki sel epitel dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik di epitel. Setelah berada di dalam sel epitel, virus bereplikasi dengan cepat. Infeksi virus pada mukosa hidung menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga timbul gejala klinis hidung tersumbat dan sekret hidung yang merupakan gejala utama rinitis. Stimulasi kolinergik menyebabkan peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan bersin.4) Manifestasi KlinisGejala pada anak dan dewasa sangat berbeda. Pada 3 hari pertama sekret hidung dan demam, sekret yang semula encer menjadi purulen. Gejala lain nyeri tenggorokan, batuk, rewel, gangguan tidur, dan penurunan nafsu makan. Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan tanda yang khas, tetapi kadang dijumpai edema dan eritem mukosa hidung serta limfadenopati servikel anterior.5) DiagnosisPenegakan diagnosis sebenarnya relatif mudah, tetapi perlu diwaspadai diagnosis banding yang mempunyai gejala menyerupai rinitis untuk menghindari terjadinya undertreatment. Diagnosis rinitis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakit yang diperoleh dari anamnesis lengkap. Ditemukannya virus penyebab rinitis merupakan baku emas penegakan diagnosis, tetapi tidak direkomendasikan pada tatalaksana pasien sehari-hari. Metode identifikasi virus meliputi kultur virus, deteksi antigen dan PCR.6) Tatalaksanaa) NonmedikamentosaApabila gejala klinis pada anak tidak terlalu berat dianjurkan tidak menggunakan medikamentosa. Usaha untuk mengatasi hidung tersumbat misalnya elevasi kepala saat tidur pada anak. Pada bayi dan anak direkomendasikan untuk terapi supportif cairan yang adekuat karena pemerian minum dapat mengurangi gejala nyeri dan gatal pada tenggorok.b) MedikamentosaApabila gejala yang ditimbulkan terlalu mengganggu maka dianjurkan untuk memberikan obat. Pada bayi dan anak, terapi simptomatik yang direkomendasikan adalah asetaminophen atau ibuprofen untuk anak berusia lebih dari 6 bulan, untuk menghilangkan demam yang mungkin terjadi pada hari pertama. Pemberian tetes hidung saline yang diikuti dengan mengisap lendir dapat mengurangi sekret hidung.

b. Faringitis, Tonsilitis, Tonsilofaringitis Akut1) DefinisiIstilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut pada faring, termasuk tonsilitis dan tonsilofaringitis yang berlangsung hingga 14 hari. Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain disekitarnya.2) EtiologiBerbagai bakteri dan virus dapat menjadi etiologi faringitis, baik faringitis sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit lain. Virus yang paling banyak menyebabkan faringitis adalah Adenovirus, Rhinovirus, dan virus parainfluenza. Virus penyebab faringitis dikarenakan infeksi sistemik atau penyakit lain seperti virus campak, CMV, Rubella, dan virus lain. Sedangkan penyebab bakteri yang paling banyak menyebabkan faringitis yang paling banyak adalah Streptococcus beta hemoliticus grup A.3) PatogenesisVirus atau bakteri masuk menginvasi mukosa nasofaring atau orofaring melalui kontak langsung atau tidak langsung menyebabkan replikasi virus di dalam makrofag pengaktifan T helper dan T sitotoksik sekresi mediator inflamasi disfungsi sel endotel kebocoran plasma peradangan.4) Manifestasi KlinisGejala faringitis yang khas akibat bakteri Streptococcus berupa nyeri tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala yang biasanya dikeluhkan adalah nyeri kepala, nyeri perut, muntah, dan demam mencapai suhu 40C. Gejala seperti rinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya disebabkan oleh virus.5) DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Baku emas penegakan diagnosis faringitis bakteri atau virus adalah melalui pemeriksaan kultur dari apusan tenggorok.6) TatalaksanaPemberian antibiotik tidak diperlukan pada faringitis virus, karena tidak akan mempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi derajat keparahan. Istirahat cukup dan pemberian cairan yang sesuai merupakan terapi supportif yang dapat diberikan. Apabila terdapat nyeri berlebih atau demam, dapat diberikan parasetamol atau ibuprofen.

c. Otitis media1) DefinisiOtitis media merupakan suatu inflamasi telingah tengah berhubungan dengan efusi telinga tengah yang merupakan penumpukan cairan ditelinga tengah. Otitis media terjadi karena aerasi telinga tengah yang terganggu biasanya disebabkan karena fungsi tuba eustachius yang terganggu.2) EtiologiKuman yang sering menyebabkan otitis media diantaranya streptococcus pneumoniae, haemophillus influenzae, dan moraxella catarrhalis.3) PatogenesisTuba eustachius secara normal menutup saat menelan. Tuba eustachius melindungi telingah tengah dari sekresi nasopharing, drainase sekresi telinga tengah dan memungkinkan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfer dalam telingah tengah.Obstruksi tuba eustachius tekanan telinga tengah menjadi negatif jika menetap mengakibatkan efusi transudat telinga tengah.Bayi dan anak kecil memiliki tuba yang lebih pendek dibandingkan dewasa yang mengakibatkannya lebih rentan terhadap refluks sekresi nasopharing dan juga faktor imun belum sempurna.4) Manifestasi KlinisGejala diawali dengan infeksi saluran nafas, nyeri telinga, demam, dan gangguan pendengaran. Pada bayi gejala ini tidak khas, sehingga gejala yang timbul seperti irritable, diare, muntah, malas minum, dan sering menangis.5) DiagnosisDiagnosis dibuat berdasarkan pada pemeriksaan membran tympani. Dari hasil pemeriksaan otoskopiu didapatkan gerakan membran tympani yang berkurang, cembung, kemerahan, keruh, dan sekret purulen. Bila diagnosis masih meragukan, perlu dilakukan tindakan aspirasi dari telinga tengah.6) TatalaksanaTerapi tergantung dari kuman dan hasil uji sensitivitas. Sebelum didaptkannya hasil uji sensitivitas, amoksisilin oral merupakan antibiotik pilihan awal. Amoksisilin diberikan dengan dosis 40 mg/KgBB/24 jam, 3 kali sehari selama 10 hari. Pilihan obat lainnya adalah eritromicin (50 mg/ KgBB/ 24jam) bersama dengan sulfonamide (100 mg/ KgBBB/ 24jam) trisufa atau 150 mg/KgBB/24 jam sulfisoksazol empat kali sehari, Trimetroprim sulfametoksasol 8 dan 40 mg/ KgBB/ 24 jam diberi 2 kali sehari, sefaklor (40 mg/KgBB/24 jam) 3 kali sehari, amoksisilin klavulanat (40 mg/KgBB/24 jam) 3 kali sehari, atau sefiksim 8 mg/KgBB/24 jam sekali atau dua kali sehari.Terapi suportif lain yaitu analgetik, antipiretik, dan dekongestan.

2. IRA Bawaha. Epiglotitis1) Definisi Epiglotitis merupakan infeksi yang sangat serius dari epiglottis dan struktur supraglotis, yang berakibat obstruksi jalan nafas akut dan menyebabkan kematian jika tidak diobati.2) EtiologiHampir selalu disebabkan oleh haemophillus influenzae tipe B. Penyebab lain adalah S. Aureus, S. Pneumonia, C. Albicans, Virus, dan trauma.3) Manifestasi klinisDitandai dengan demam tinggi mendadak dan berat, nyeri tenggorok, sesak nafas, obstruksi saluran respiratorik yang progresif. Pada anak yang lebih besar bisanya didahului nyeri tenggorok dan disfagia, pasien lebih menyukai posisi duduk, badan membungkuk ke depan dengan mulut terbuka dan leher ekstensi (sniffing position)4) DiagnosisDiagnosis ditegakkan atas dasar ditemukannya epiglotis yang besar, bengkak, dan berwarna merah ceri dengan pemeriksaan langsung atau laringoskopi. Pada pemeriksaan radiologi dapat terlihat gambaran thumb sign.5) TatalaksanaTindakan intubasi nasotrakeal atau trakeostomi dapat dilakukan pada pasien epiglotitis tanpa memandang derajat nafas yang terlihat. Antibiotik diberikan secara intravena berupa sefalosporin generasi ketiga seperti cefotaxime selama 7-10 hari, ceftriaxon dosis tunggal selama 5 hari.

b. Croup/laringotrakeobronkitis1) DefinisiIstilah lain untuk croup adalah laringitis akut yang menunjukkan lokasi inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis dan jika sampai bronkus doisebut laringotrakeobronkitis. Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen yang mengenai laring, infra/subglotis, trakea, dan bronkus.2) KlasifikasiSecara umum, croup dikelompokkan dalam 2 kelompok:a) Viral croup, ditandai dengan gejala prodromal infeksi respiratori.Gejala obstruksi saluran respiratori berlangsung selama 3-5 hari.b) Spasmodic croup = spasmodic cough, terdapat faktor atopik tanpa gejala prodromal. Anak dapat tiba-tiba mengalami gejala obstruksi saluran respiratori, biasanya pada waktu malam menjelang tidur, serangan terjadi sebentar kemudian normal kembali.

Berdasarkan derajat kegawatan, croup dibagi menjadi 4 kategori:a) Ringan, ditandai dengan batuk keras menggonggong yang kadang muncul, stridor yang tidak terdengan ketika pasien beristirahat atau beraktifitas, dan retraksi ringan dinding dada.b) Sedang, batuk menggonggong yang sering timbul, stridor yang mudah didengar ketika beristirahat, retraksi dinding dada yang sedikit terlihat tetapi tidak ada gawat napas.c) Berat, ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul, stridor inspirasi yang terdengar jelas ketika beristirahat, disertai stridor ekspirasi kadang-kadang, retraksi dinding dada dan gawat napas.d) Gagal napas mengancam, batuk kadang tidak jelas, terdengar stridor sangat jelas, gangguan kesadaran, letargi.3) EtiologiDisebabkan oleh virus, penyebab tersering Human Parainfluenza virus tipe 1, HPIV-2, 3, dan 4, virus Influenza A dan B, Adenovirus, RSV, dan virus campak.4) PatogenesisInfeksi virus dimulai dari nasofaring dan menyebar ke epitelium trakea dan laring. Peradangan difus, eritema dan edema yang terjadi pada dinding trakea menyebabkan terganggunya mobilitas pita suara serta area subglotis mengalami iritasi. Aliran udara yang melewati saluran respiratori atas mengalami turbulensi sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan retraksi dinding dada (selama inspirasi). Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas.5) Manifestasi klinisKarakteristik sindrom croup adalah batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan napas. Didahului demam yang tidak begitu tinggi, hidung berair, nyeri menelan, dan batuk ringan. Kondisi ini berkembang menjadi batuk nyaring, suara parau dan kasar. Gejala sistemik seperti demam, malaise. Bila keadaan berat bisa menyebabkan sesak napas, stridor inspiratorik yang berat, retraksi, dan anak tampak gelisah dan akan bertambah berat malam hari.6) DiagnosisDiagnosis klinik ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan, tetapi bila terjadi serangan akut, gawat napas maka pemeriksaan tersebut perlu dilakukan. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak perlu dilakukan.7) Tatalaksana Tatalaksana utama pada pasien croup adalah mengatasi obstruksi jalan napas. Sindrom croup cukup diatasi dengan terapi uap saja, tetapi terkadang membutuhkan farmakoterapi. Obat-obat yang diperlukan seperti kortikosteroid (dexamethasone 0,6 mg/KgBB peroral atau IM sebanya 1 kali dan dapat diulang dalam 6-24 jam, prednison 1-20 mg/kgBB, nebulisas budesonid 2-4 mg) untuk mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme anti radang. Intubasi endotrakeal dilakukan pada sindrom croup yang berat yang tidak responsif terhadap terapi yang lain. Antibiotik tidak diperlukan kecuali disertai infeksi bakteri. Jika infeksi bakteri diberikan sefalosporin generasi dua atau tiga.

c. Bronkitis1) DefinisiBronkitis merupakan suatu peradangan pada bronkus dan merupakan penyakit infeksi saluran napas akut bawah yang sering dijumpai.2) EtiologiVirus merupakan penyebab tersering, misalnya Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), virus influenza, virus para-influenza, adenovirus, dan Coxsackie virus.3) Faktor PredisposisiAlergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas kronik dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.4) PatofisiologiInfeksi bakteri di bronkus dapat merupakan infeksi sekunder setelah terjadinya kerusakan permukaan mukosa oleh infeksi virus sebelumnya.5) Gejala KlinisBatuk mula- mula kering, setelah dua atau tiga hari batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara adanya lendir. Pada beberapa hari pertama tidak ada tanda kelainan pada pemeriksaan thoraks, tetapi kemudian dapat timbul rhonki basah kasar.6) Penatalaksanaan Tatalaksananya bersifat supportif. Apabila disebabkan oleh virus, istirahat yang cukup, kelembapan udara yang cukup, rehidrasi adekuat, acetaminophen pada keadaan demam. Sedangkan jika disebabkan oleh infeksi bakteri, pemberian antibiotik eritromisin 3-4 hari. Hasil pemeriksaan laboratorium patologi menunjukkan adanya infiltrasi mukosa oleh limfosit dan leukosit.

d. Bronkiolitis1) DefinisiPenyakit ini merupakan suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun.2) EtiologiBronkiolitis akut sebagian besar disebabkan oleh Respiratory Syncytial Virus (50%). Penyebab lainnya adalah para-influenza virus, Eaton agent (Mycoplasma pneumoniae), adenovirus, dan beberapa virus lain.3) PatologiPada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan akumulasi mukus dan eksudat yang kental. Di dinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrasi sel radang.4) Gambaran KlinisBronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas, disertai dengan batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai kenaikan suhu atau hanya subfebril. Anak mulai mengalami sesak napas, makin lama makin hebat, pernapasan dangkal dan cepat. Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirasi memanjang disertai dengan wheezing. Rhonki nyaring halus kadang terdengar pada akhir ekspirasi atau pada permulaan inspirasi.5) DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan melalui:a) Anamnesis. Gejala awal berupa gejala infeksi respiratorik atas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk dan demam. Satu hingga dua hari kemudian disertai batuk dengan sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, sianosis, grunting, muntah setelah batuk, rewel, nafsu makan berkurang.b) Pemeriksaan fisik. Takipneu, takikardi, suhu diatas 38,50C, ditemukan rhonki, sianosis, bila gejala yang berat dapat terjadi apneu.c) Pemeriksaan laboratorium dan penunjang. Pemeriksaan darah rutin dan elektrolit kurang bermakna, AGD diperlukan untuk anak dengan sakit yang berat. Foto rontgen thorak didapatkan hiperinflasi dan infiltrat (patchy infiltrat), tetapi gambaran ini tidak spesifik.6) TatalaksanaBersifat supportif, yaitu oksigen, cairan intavena, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, nutrisi, setelah itu obatnya bronkodilator, antiinflamasi seperti kostikosteroid, antiviral seperti ribavirin.

e. Pneumonia 1) DefinisiPneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.2) EtiologiPenyebab pneumonia adalah bakteri, virus, jamur, dan benda asing.3) KlasifikasiPada umumnya diadakan pembagian atas dasar anatomis dan etiologis. Pembagian anatomis: (1) pneumonia lobaris, (2) pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan (3) pneumonia interstitialis (bronkiolitis). Pembagian etiologis:(1) Bakteria: Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenzae, Bacillus Friedlander, Mycobacterium tuberculosis.(2) Virus: RSV, virus influenza, adenovirus, virus sitomegalik.(3) Mycoplasma pneumoniae(4) Jamur: Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Candida albicans, Aspergillus species.(5) Aspirasi: makanan, cairan amnion, benda asing.(6) Pneumonia hipostatik4) PatogenesisMikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli disebut hepatisasi merah deposisi fibrin semakin bertambah dan fagositosis capat disebut hepatisasi kelabu jumlah makrofag meningkat sel degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang disebut resolusi.5) Manifestasi klinisGambaran klinis pada pneumonia bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut : Gejala infeksi umum, yaitu : demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. Gejala gangguan respiratorik, yaitu : batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti, pekak perkusi, suara nafas melemah, dan ronkhi.6) Pemeriksaan penunjang Darah perifer lengkapPneumonia virus dan mycoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Sedangkan pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. CRPSecara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnotis untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superficialis dan profunda. Uji serologisUntuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai spesifitas dan sensitivitas yang rendah. Pemeriksaan mikrobiologisUntuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat. Spesimen dapat berasal dari uap tenggorok, sekret nasopharing, bilasan bronkus, darah, fungsi pleura, aspirasi paru. Rontgen ThoraksRontgen thoraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat. Secara umum gambaran foto thorak terdiri dari : Infiltrat intertitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronkial cuffing, dan hiperaerasi. Infiltrat alveolar merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. 7) DiagnosisDiagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipneu, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.Klasifikasi Pneumonia berdasarkan pedoman diagnosisa) Bayi dan anak usia 2 bulan 5 tahun Pneumonia berat Bila ada sesak napas Harus dirawat dan diberikan antibiotik Pneumonia Bila tidak ada sesak napas Ada napas cepat dengan laju napas :O >50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahunO >40 x/menit untuk anak >1-5 tahun Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral Bukan pneumonia Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas.

b) Bayi berusia dibawah 2 bulan Pneumonia Bila ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas Harus dirawat dan diberikan antibiotik Bukan pneumonia Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis24