Referat GBS.docx
-
Upload
adhytya-pratama-a -
Category
Documents
-
view
223 -
download
1
Transcript of Referat GBS.docx
Guillain-Barre SyndromeAdhytya Pratama Ahmadi, Happy Handaruwati
A. DEFINISI
Gambaran klinis Guillain-Barre Syndrome (GBS) digambarkan oleh Landry
pada tahun 1859. Eichorst pada tahun 1877 dan Leyden pada tahun 1880
menjelaskan peradangan limfositik saraf di beberapa kasus neuropati perifer. Pada
tahun 1916, Guillain, Barré, dan Strohl menggambarkan temuan karakteristik
liquor serebrospinalis (LCS) berupa peningkatan konsentrasi protein dan jumlah
sel normal pada dua orang tentara Prancis.1 Dalam bentuk klasik, GBS merupakan
inflamasi demielinisasi polineuropati akut yang ditandai oleh kelemahan motorik,
paralisis, dan hiporefleksia simetris, asendens dan progresif dengan atau tanpa
disertai gejala sensorik atau otonom. Guillain-Barre Syndrome juga bersifat
autoimun. 2,3,4
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim.
Dowling dkk mendapatkan frekwensi tersering pada akhir musism panas dan
musim gugur dimana terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao
Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap
bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara
bulan Juli hingga Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur.5
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.4 sampai 1.7 kasus per
100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic
melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang. Terjadi
puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai
usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan
paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari
pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit
hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik.
Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian
Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II,
III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir
sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki
laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan
April hingga Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.3,5
C. ANATOMI
Neuron perifer memiliki akson yang diselubungi oleh mielin yang terbentuk
dari sel Schwann. Badan sel motorik terletak pada kornu anterior medula spinalis.
Neuron motorik menginisiasi kontraksi otot dengan pelepasan asetilkolin
melintasi taut neuromuskular, yang menghasilkan perubahan potensial pada
muscle end plate. Akson saraf perifer diselubungi oleh mielin yang terdiri dari
membran sel Schwann yang terbungkus (Gambar 1). Maka, setiap saraf perifer
tersusun oleh gabungan antara akson besar yang cepat dan bermielin (yang
membawa informasi mengenai posisi sendi dan menggerakkan otot) dengan akson
yang lebuh kecil, lambat, dan tak bermielin (yang membawa informasi mengenai
suhu, sensasi nyeri, dan fungsi otonom).6
Gambar 1. Anatomi Saraf perifer dan skema sistem motorik [Dikutip dari
kepustakaan 6]
Gambar 2. Anatomi Saraf perifer dan skema sistem motorik [Dikutip dari
kepustakaan 6]
D. Etiologi
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. GBS sering kali berhubungan
dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus GBS yang berkaitan dengan
infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala
neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi
gastrointestinal. 3,5
Infeksi Definite Probable Possible
Virus CMV
EBV
HIV
Varicella- Zoster
Vaccinia/Smallpox
Influenza
Measles
Mumps
Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
Bakteri Campylobacter
Jejeni
Mycoplasma
Pneumonia
Typhoid Borreila B
Paratyphoid
Brucellosis
Chlamydia
Legionella
Listeria
Tabel 1. Agen infeksi yang berhubungan dengan GBS [Dikutip dari kepustakaan
5]
E. KLASIFIKASI/SUBTIPE
Guillain Barre Syndrome diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) adalah
jenis paling umum ditemukan pada GBS, yang juga cocok dengan gejala asli dari
sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah kelemahan anggota
gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang paling umum terlibat
adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP terdapat
infiltrasi limfositik saraf perifer dan demielinasi segmental makrofag3,5.
2. Acute Motor Axonal Neuropathy
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas
SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari
pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anak-
anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya, ditandai dengan
kelemahan yang berkembang cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan
pernapasan, meskipun pasien biasanya memiliki prognosis yang baik. Sepertiga
dari pasien dengan AMAN dapat hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas.
Disfungsi sistem penghambatan melalui interneuron spinal dapat meningkatkan
rangsangan neuron motorik3,5.
3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy
Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut
yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan
motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot. Dan
pemulihan lebih buruk dari AMAN3,5.
4. Miller Fisher Syndrome
Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan
oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy
mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto
antibodi terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan imunitas tampak terjadi di
daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia3,5.
F. PATOFISIOLOGI
Kelumpuhan yang terjadi pada GBS merupakan gejala lower motor
neuron. Struktur yang menjadi target dalam perjalanan penyakit dimulai dari
radiks saraf, hingga pada saraf perifer, termasuk juga saraf kranial7.
Pada bentuk demielinisasi GBS, dasar untuk paralisis flaksid dan
gangguan sensorik ialah blok konduksi. Temuan yang dapat ditunjukkan secara
elektrofisiologis ini menunjukkan bahwa hubungan aksonal tetap intak. Oleh
karena itu, penyembuhan dapat terjadi dengan sangat cepat saat terjadinya
remielinisasi. Tingkat kerusakan myelin, akson, hingga badan sel neuron
menunjukkan kemungkinan perbaikan penyakit. Pada kasus GBS demielinisasi
berat, degenerasi aksonal sekunder biasanya terjadi. Degenerasi aksonal sekunder
yang lebih luas berkorelasi dengan kecepatan penyembuhan yang lebih lambat
dan derajat disabilitas residual yang lebih besar. Sebaliknya, pada kasus yang
lebih ringan, pertumbuhan kolateral dan reinervasi dari akson motorik yang
bertahan didekat taut neuromuskuler dapat membentuk kontinuitas fisologik
dengan sel otot selama periode beberapa bulan.3
Dalam sistem kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting
disamping peran makrofag. Prekursor sel limfosit berasal dari sumsum tulang
(bone marrow) stem cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan
kedalam jaringan limfoid dan peredaran. Sebelum respon imunitas seluler ini
terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui
makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh
virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh
penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan
dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif
karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma
interferon serta alfa TNF5.
Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh
aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk
mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan
mensekresikan protease yang dapat merusak protein mielin disamping
menghasilkan TNF dan komplemen5.
Gambar 3.Diagram kerusakan saraf perifer pada GBS [Dikutip dari kepustakaan
4]
Gambar 4.Imunopatogenesis pada GBS pasca infeksi C. jejuni [Dikutip dari
kepustakaan 3]
Patologi
4 stadium pada kerusakan saraf perifer pada GBS, yaitu :
Limphosit bermigrasi & bertransformasi ke dlm serabut saraf, myelin & axon belum rusak.Sel limphosit & sel makrofag >>, mulai terjadi segmental demyelinisasi, axon belum rusak.kerusakan selubung myelin & axon, Terjadi kromatolisis sentral inti sel saraf atropi & denervasi. Kerusakan axon >> proximal, kerusakan irreversible regenerasi sel saraf (-)
G. GEJALA KLINIS DAN KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosa GBS terutama ditegakkan secara klinis. GBS ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang bersifat ascending disertai hilangnya
refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah
mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan
otonom, sensorik dan motorik perifer. Kriteria diagnosa yang umum dipakai
adalah criteria dari National Institute of Neurological and Communicative
Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu3,5,7,8:
I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
a) Terjadinya kelemahan yang progresif
b) Hiporefleksi
II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis GBS:
a) Ciri-ciri klinis:
1) Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,
maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2
minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
2) Relatif simetris
3) Gejala gangguan sensibilitas ringan
4) Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering
bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang
mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus
neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
5) Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,
dapat memanjang sampai beberapa bulan.
6) Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,
hipertensi dangejala vasomotor.
7) Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
b) Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
1) Protein LCS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi
peningkatan pada pungsi lumbal serial
2) Jumlah sel LCS < 10 monosit/mm
3) Varian:
Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
Jumlah sel CSS: 11-50 monosit/mm
c) Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:
Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya
kecepatan hantar kurang 60% dari normal.
H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Gejala klinis GBS biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria
diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus
dibedakan dengan keadaan lain, seperti Mielitis akuta, Poliomyelitis anterior
akuta, Porphyria intermitten akuta, dan Polineuropati post difteri5.
I. PENATALAKSANAAN
Pada mayoritas pasien dengan GBS, terapi harus dimulai secepat mungkin
setelah diagnosis ditegakkan. Dua minggu setelah gejala motorik tampak,
efektivitas pemberian imunoterapi tidak dapat diketahui dengan pasti. Terapi
imunomodulator seperti plasmaferesis atau imunoglobulin intravena (IVIg) sering
digunakan. Manfaat kortikosteroid pada GBS masih belum jelas. Dapat diberikan
vitamin neurotropik. Keputusan untuk menggunakan terapi imunomodulator
adalah berdasar pada derajat keparahan penyakit, progresifitas dan lamanya waktu
antara gejala pertama dengan manifestasi klinisnya.Nyeri yang timbul pada GBS
dapat diberikan Gabapentin (15 mg/kgBB/hari) atau Karbamazepin (300 mg/hari).
Heparin (Dosis 2x5000 unit subkutan) atau enoxaparin (40 mg) digunakan dalam
pencegahan trombosis vena 1,2,3,10
Agen Terapi (Dosis) Efek samping Kontraindikasi
Imunoglobulin intravena
(0,4 g/kg/hari, selama 5
hari)
Mialgia, nyeri kepala,
flu-like symptoms.
Gagal ginjal kronik,
defisiensi IgA
Plasmaferesis (total 200-
250 ml/kg, terbagi dalam
4 kali seminggu
Hipotensi, aritmia,
hemolisis
Septikemi, perdarahan
aktif, instablitas
kardiovaskuler berat.
Tabel 2. Regimen terapi pada GBS [Dikutip dari kepustakaan 2,3,9,10]
Pada fase perjalanan penyakit yang semakin memberat, pasien
membutuhkan pengawasan di unit perawatan intensif, dengan perhatian khusus
pada kapasitas vital paru, ritme jantung, tekanan darah, nutrisi, profilaksis
thrombosis vena dalam, trakeostomi/intubasi, status kardiovaskuler, dan
fisioterapi dada.3
J. PROGNOSIS
Sebanyak 60-80% pasien GBS sembuh sempurna setelah 6-8 bulan. Sisanya
mengalami disabilitas karena melibatkan otot pernapasan dan gangguan fungsi
otonom. Kematian pada penderita biasanya disebabkan oleh aritmia, gagal nafas,
infeksi, pneumonia aspirasi, dan emboli paru. Guillain-Barre syndrome dalam
bentuk yang berat memiliki dampak jangka panjang yang serius terhadap
pekerjaan dan kehidupan pasien, meskipun setelah 3-6 tahun onset gejala.
Pemulihan biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun. Faktor prognostik negatif
yang menentukan dalam perkembangan GBS ialah usia lanjut, gangguan nervus
kraniais, adanya kebutuhan ventilasi mekanik,dan pola lesi aksonal1,2,8,11,12.
DAFTAR PUSTAKA
1. Burns TM. 2008. Guillan-Barre Syndrome. Semin Neurol. New York:
Thieme.
2. Dewanto G, dkk. 2007. Panduan Praktis Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta:
EGC
3. Hauser SL, Amato AA. 2012.Guillain Barre and Other Immune Mediated
Neuropathies. Dalam: Longo DL, dkk. Harrisson’s Principles of Internal
Medicine. New York McGraw Hill
4. Ropper AH, Samuels MA. 2009.Adams and Victor’s Principles of
Neurology. Ninth edition. New York: McGraw-Hill.
5. Japardi I. 2002. Sindrtoma Guillain-Barre. Medan: USU Digital Library
6. Allen CMC, Lueck CJ, Dennis M. 2010. Neurological Disease. Dalam:
Colledge NR, dkk. Davidson’s Principles and Practice of Medicine.
Philadelphia: Elsevier Saunders
7. Ginsberg L. Lecture Notes Neurologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
8. Wilkinson I, Lennox G. 2005. Essential Neurology. Massachusetts: Blackwell
Publishing
9. Bope ET, Kellerman RD. 2015. Conn’s Current Therapy. Philadelphia:
Elsevier Saunders
10. Szczeklik W, dkk. 2013. Complications in Patient Treated with
Plasmapheresis in ICU.Anaesthesiology Intensive Therapy
11. Gonzalez-Suarez I, dkk. 2013. Guillain Barre Syndrome: Natural History and
Prognostic Factor. BMC Neurology Journal.
12. Papadakis MA, McPhee SJ, Rabow MW. 2013. Current Medical Diagnosis
and Treatment