referat forensik
description
Transcript of referat forensik
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Kematian hanya dapat dialami oleh organisme hidup. Secara medis, kematian
merupakan suatu proses dimana fungsi dan metabolisme sel organ-organ internal
tubuh terhenti. Dikenal beberapa istilah kematian, yaitu mati somatis, mati seluler,
mati serebral, dan mati batang otak. Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat
terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan yaitu susunan saraf pusat,
sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan yang menetap. Mati seluler adalah
kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul akibat terhentinya penggunaan
oksigen serta metabolisme normal sel dan jaringan. Proses ini kemudian diikuti
oleh proses autolisis dan pembusukan.1
Setiap sel tubuh memiliki perbedaan waktu untuk mengalami kematian sel
disebabkan oleh perbedaan metabolisme seluler didalamnya. Neuron korteks
memerlukan waktu paling cepat yaitu 3-7 menit setelah sel kehabisan oksigen.
Pada tubuh terjadi kematian sel demi sel dan kematian secara keseluruhan akan
terjadi dalam beberapa jam. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak
yang ireversibel kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem
lainnya yaitu respirasi dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.
Mati batang otak adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial
yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati
batang otak, maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dikatakan hidup lagi.2
1
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenali secara klinis pada
seseorang melalui tanda kematian yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.
Hal ini merupakan hal yang sangat penting dalam investigasi suatu kasus
kematian, dimana perubahan postmortem banyak memberikan informasi baik
mengenai waktu kematian, penyebab, maupun mekanisme kematian.
Memperkirakan saat kematian yang mendekati ketepatan mempunyai arti
penting khususnya bila dikaitkan dengan proses penyidikan, dengan demikian
penyidik dapat lebih terarah dan selektif di dalam melakukan pemeriksaan
terhadap para tersangka pelaku tindak pidana. Seorang ahli forensik harus mampu
mendeskripsikan penyebab dan mekanisme kematian seseorang. Mekanisme
kematian timbul akibat abnormalitas dari aspek biokimia dan fisiologi tubuh yang
berujung pada kematian.
Dalam mempelajari kematian, dikenal istilah thanatologi. Thanatologi
berasal dari kata thanatos yang berarti berhubungan dengan kematian dan logos
yang berarti ilmu. Thanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang
mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor
yang mempengaruhi perubahan tersebut.3
Perubahan pada tubuh tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau
beberapa menit kemudian. Tanda-tanda kematian dibagi atas tanda kematian pasti
dan tidak pasti. Tanda kematian tidak pasti adalah penafasan berhenti, sirkulasi
terhenti, kulit pucat, tonus otot menghilang dan relaksasi, pembuluh darah retina
mengalami segmentasi dan pengeringan kornea. Sedangkan tanda pasti kematian
adalah lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu
tubuh (algor mortis), pembusukan, mumifikasi, dan adiposera.1,3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. LEBAM MAYAT (LIVOR MORTIS)
A. Definisi
Lebam mayat atau nama lainnya livor mortis/post mortem
lividity/suggilation/vibies (post-mortem hypostasis) adalah perubahan
warna pada tubuh setelah kematian akibat pengendapan darah sesuai gaya
gravitasi yang tidak lagi dipompa melalui tubuh oleh jantung.4
Lebam mayat adalah apabila seseorang meninggal, peredaran darahnya
berhenti dan timbul stagnasi, akibat gravitasi maka darah mencari tempat
terendah dan yang tidak terbebani dari luar telihat bintik-bintik berwarna
merah kebiruan. 3
Lebam mayat ialah setelah kematian klinis maka eritrosit akan
menempati daerah terbawah akibat gaya gravitasi (tarik bumi), mengisi
vena dan venula, membentuk bercak berwarna merah ungu (livide) pada
bagian bawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. 5
B. Etiologi dan Patofisiologi
Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi darah dalam
mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai
capillary bed dimana pembuluh-pembuluh darah kecil afferen dan efferen
saling berhubungan.4
3
Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam
pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi
dan mengalir ke bawah, ke tempat-tempat yang terendah yang dapat
dicapai. Dikatakan bahwa gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah
merah tetapi plasma akhirnnya juga mengalir ke bagian terendah yang
memberikan konstribusi pada pembentukan gelembung-gelembung di kulit
pada awal proses pembusukan.3
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit
sebagai perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpalan darah
terjadi secara pasif maka tempat-tempat di mana mendapat tekanan lokal
akan menyebabkan tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut
sehingga meniadakan terjadinya lebam mayat yang mengakibatkan kulit di
daerah tersebut berwarna lebih pucat.4
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan
menyebabkan pengendapan darah pada daerah yang tidak tertekan akan
menyebabkan pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang
menjadi petechie (tardieu’s spot) dan purpura yang kadang-kadang
berwarna gelap yang mempunyai diameter dari satu sampai beberapa
milimeter, biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24 jam untuk
terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi.
Fenomena ini sering terjadi pada asphyxia atau kematian yang terjadinya
lambat.5
Patomekanisme livor mortis :
4
Orang meninggal ------> Jantung berhenti bekerja ------> Sirkulasi darah
terhenti ------> Pengendapan butir darah dalam kapiler dalam letak rendah
------> butir darah terkoagulasi ------> Hemolisis ------ > Warna merah
ungu pada kulit.
C. Lebam Mayat Berdasarkan Waktu Terjadinya
Livor mortis biasanya terlihat sekitar 1 jam setelah kematian dan
sering terlihat, dalam waktu 20-30 menit setelah kematian. Perubahan
warna meningkat dan biasanya menjadi tetap sekitar 8-12 jam pada waktu
ini dapat dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya
lebam mayat ini disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah ke
dalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat
tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses
hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah.
Dengan demikian penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8-
12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan
ibu jari dapat member indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara
sempurna. 5
Setelah 4 (empat) jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan
dan butir-butir darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan
darah merah akan keluar dari kapiler yang rusak akan mewarnai jaringan
di sekitarnya sehingga menyebabkan warna lebam mayat akan menetap
serta tidak hilang jika ditekan dengan ujung jari atau jika posisi mayat
dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari kematiannya,
5
maka lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah, karena
darah sudah mengalami koagulasi.5
Gambar Lebam Mayat (Livor Mortis)
D. Perbedaan Lebam Mayat dengan Luka Memar
Pada umumnya lebam mayat sudah timbul dalam waktu 15 menit
sampai 20 menit setelah orang meninggal. Lebam mayat ini mirip
dengan luka memar, oleh karena itu lebam mayat harus dibedakan
dengan luka memar. 4
Tabel perbedaan lebam mayat dengan luka memar
6
Lebam Mayat Luka Memar
Lokalisasi Bagian tubuh terendah
dan tidak terbebani
Sembarang tempat
Penekanan Biasanya hilang Tidak hilang
Gambaran Tidak ada elavasi kulit Sering ada
Incisi Bintik-bintik
darah intravaskular
Bintik-bintik
darah ekstravaskular
Pinggiran Jelas Tidak jelas
Warna Sama Bervariasi
Tanda intravital Tidak ada Ada
E. Aspek Medikolegal
Biasanya aspek medikolegal perubahan post mortem pada mayat
atau jenazah digunakan untuk keterangan secara medik untuk penilaian
terhadap hukum, yang dinilai biasanya sebagai berikut :
tanda pasti kematian
lama kematian
posisi saat meninggal
sebab kematian
cara kematian
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat
relatif. Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama
sesudah kematian, bila telah terbentuk lebam primer kemudian
dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi lebam sekunder pada
posisi berlawanan. Distribusi dari lebam mayat yang ganda ini adalah
penting untuk menunjukan telah terjadi manipulasi posisi pada tubuh.
7
Akan tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini
adalah tidak pasti, Poslon mengatakan “untuk menunjukan tubuh
sudah diubah dalam waktu 8 sampai 12 jam”, sedangkan Camps
memberikan patokan kurang lebih 10 jam.3,4
Pada jenazah dengan posisi telentang, lebam mayat ditemukan
pada bagian kuduk, punggung, pantat, dan bagian flexor tungkai.
Disamping itu kadang-kadang ditemukan juga pada daerah bagian
depan samping leher, hal ini disebabkan pengosongan yang kurang
sempurna dari vena-vena superficialis, seperti vena jugularis externa
dan vena colli superficialis.3
Pada korban posisi telungkup lebam mayat ditemukan pada dahi,
pipi, dagu, dada, perut, dan bagian extensor tungkai. Kadang-kadang
stagnasi terlalu hebat sehingga terjadi perdarahan pada hidung. Pada
korban menggantung lebam terdapat pada daerah ujung extremitas dan
genitalia externa. 3
Disamping ditemukan pada kulit biasanya dapat ditemukan pada
organ vital seperti otak, paru, hati, ginjal, usus, lambung. Namun hal
tersebut perlu dibedakan dengan keadaan patologis korban dan sulit
ditemukan atau dibedakan.
Umumnya lebam mayat berwarna merah kebiruan atau merah
keunguan. Korban yang mengalami keracunan gas CO dan keracunan
HCN lebam mayatnya berwarna merah terang (cherry red). Korban
keracunan Nitro Benzena atau Potasium Chlorat maka lebam mayat
berwarna chocolate brown. Dan pada asphyxsia lebam mayatnya
8
mendekati kebiruan, sedangkan pada jenazah yang disimpan pada
kamar pendingin lebam berwarna merah muda atau pink. 3
9
10
11
BAB III
KESIMPULAN
Kematian hanya dapat dialami oleh organisme hidup. Secara medis,
kematian merupakan suatu proses dimana fungsi dan metabolisme sel organ-organ
internal tubuh terhenti. Dikenal beberapa istilah kematian, yaitu mati somatis,
mati seluler, mati serebral, dan mati batang otak. Mati somatis (mati klinis) terjadi
akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan yaitu susunan saraf
pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan, yang menetap. Mati seluler
adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul akibat terhentinya
penggunaan oksigen serta metabolisme normal sel dan jaringan.
Salah satu tanda untuk menentukan apakah seseorang sudah meninggal
atau belum yaitu dengan cara menetukan adanya lebam mayat atau tidak. Livor
mortis biasanya terlihat sekitar 1 jam setelah kematian dan sering terlihat, dalam
waktu 20-30 menit setelah kematian. Perubahan warna meningkat dan biasanya
menjadi tetap sekitar 8-12 jam pada waktu ini dapat dikatakan lebam mayat terjadi
secara menetap. Menetapnya lebam mayat ini disebabkan oleh karena terjadinya
perembesan darah ke dalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah
akibat tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses
hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan
demikian penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak
akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat
memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Howard C.,Adelman.M.Establishing The Time of Death in : Forensic
Medicine. New York :Infobase Publishing : 2007. p.20-26.
2. Morgan,C.,Nokes, LDM, et al. Postmortem Changes and Determination of
The Time of Death. Forensic Science International (1988) Vol. 39 No. 1,
p. 89-95.
3. A,Hariadi., Hoediyanto. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya. Edisi ke 7.
Thanatology. 115-116.
4. Dix, J., Graham, M. Time of Death, Decomposition and Identification An
Atlas. New York: CRC Press LLC: 2000. p. 10-27.
5. Budiyanto,Arif.,Widiatmaka,W.,Sudiono,Siswandi.,dkk. Ilmu Kedokteran
Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. Edisi pertama cetakan kedua : 1997. 26-27.
13