Referat Edema Paru

40
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung merupakan diagnosa utama pada pasien rawat inap di rumah sakit sebesar 1 juta orang per tahun di Amerika Serikat dan Eropa, dan angka kematiannya di rumah sakit meningkat dari 4% menjadi 36% pada kasus berat yang membutuhkan ventilasi mekanik (Gheorghiade et al. 2012; Ursella et al, 2007). Pasien dengan gagal jantung akut dapat hadir berupa edema paru akut kardiogenik yang merupakan bentuk hipoksemia dari kegagalan pernafasan akut (Gray et al, 2009). Masuknya cairan ekstravaskular ke dalam paru merupakan masalah klinis yang penting. Ini merupakan manifestasi klinis dari penyakit penyerta yang serius. Edema paru dapat di terapi, tetapi terapi yang efektif adalah untuk menyelamatkan pasien dari gangguan yang mendasari keseimbangan cairan paru. Penyebab gangguan sering dapat diketahui, dan dikoreksi. Karena terapi yang efektif dan rasional bergantungpada prinsip dasar dari normal dan tidaknya distribusi cairan di paru.

description

Referat Edema Paru

Transcript of Referat Edema Paru

Page 1: Referat Edema Paru

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung merupakan diagnosa utama pada pasien rawat inap di rumah

sakit sebesar 1 juta orang per tahun di Amerika Serikat dan Eropa, dan angka

kematiannya di rumah sakit meningkat  dari 4% menjadi 36% pada kasus

berat yang membutuhkan ventilasi mekanik (Gheorghiade et al. 2012;

Ursella et al, 2007). Pasien dengan gagal jantung akut dapat hadir berupa

edema paru akut kardiogenik yang merupakan bentuk hipoksemia dari

kegagalan pernafasan akut (Gray et al, 2009).

Masuknya cairan ekstravaskular ke dalam paru merupakan masalah

klinis yang penting. Ini merupakan manifestasi klinis dari penyakit penyerta

yang serius. Edema paru dapat di terapi, tetapi terapi yang efektif adalah untuk

menyelamatkan pasien dari gangguan yang mendasari keseimbangan cairan paru.

Penyebab gangguan sering dapat diketahui, dan dikoreksi. Karena terapi yang

efektif dan rasional bergantungpada prinsip dasar dari normal dan tidaknya

distribusi cairan di paru.

Edema paru akut kardiogenik merupakan keadaan darurat medis yang

menyumbang hingga 15.000-20.000 orang masuk rumah sakit per tahun di

Inggris. Angka kematiannyapun cukup tinggi sebesar 10-20% terutama pada

pasien berkaitan dengan infark miokard akut (Alasdair et al, 2008).

Page 2: Referat Edema Paru

Edema paru dibedakan oleh karena sebab kardiogenik dan non-kardiogenik.

Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya juga berbeda. Edema

paru kardiogenik disebabkan oleh gagal jantung kiri apapun sebabnya. Edema

parukardiogenik yang akut disebabkan oleh gagal jantung kiri akut.

Sedangkan untuk edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh penyakit dasar

di luar jantung.

Pada referat ini akan dibahas definisi, patogenesis, gambaran klinis,

gambaranradiologis, diagnosis, dan penatalaksanaan pada edema paru.

II. PEMBAHASAN

Page 3: Referat Edema Paru

II.1 Gagal Jantung  Akut

II.1.1 Definisi dan Klasifikasi

Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai suatu kelainan struktur atau

fungsi jantung yang menyebabkan kegagalan jantung untuk

menghantarkan oksigen yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan meskipun tekanan pengisian normal (atau hanya

terjadi peningkatan tekanan pengisian). Gagal jantung secara klinis

didefinisikan sebagai sindrom dengan gejala (misalnya sesak napas,

pembengkakan kaki, dan kelelahan) dan tanda-tanda yang khas

(misalnya tekanan vena jugularis meningkat, ronkhi pada paru, dan

pelebaran iktus jantung) akibat kelainan struktur atau fungsi jantung

(Dickstein et al, 2008; ESC, 2012).

Gagal  jantung  akut  adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan serangan  cepat  dari  gejala-gejala  atau  tanda tanda

dari gagal jantung yang memerlukan penanganan medis segera dan

biasanya menyebabkan pasien  harus masuk rumah sakit secepatnya.

Kondisi ini mengancam jiwa pasien dan gagal jantung akut dapat

berupa acute de  novo  (serangan  baru  dari  gagal  jantung  akut, 

tanpa  ada  kelainan  jantung sebelumnya)  atau  dekompensasi  akut 

dari  gagal  jantung  kronik (Gheorghiade et al, 2012).  Pada pasien

yang telah menderita gagal jantung, sebelumnya apabila terjadi gagal

jantung akut biasanya terdapat faktor pencetus (misalnya aritmia atau

penghentian terapi diuretik pada pasien gagal jantung dengan ejection

fraction yang rendah, overload cairan atau hipertensi berat (ESC,

2012)

Page 4: Referat Edema Paru

II.1.2 Patofisiologi dan Patogenesis

Gagal  jantung  merupakan   manifestasi  akhir  dari  kebanyakan  

penyakit jantung.   Pada  disfungsi   sistolik,  kapasitas   ventrikel  

untuk  memompa   darah terganggu karena gangguan kontraktilitas

otot jantung yang dapat disebabkan oleh rusaknya miosit,

abnormalitas fungsi miosit atau fibrosis, serta akibat pressure

overload yang menyebabkan resistensi atau tahanan aliran sehingga

stroke volume menjadi  berkurang. Sementara  itu, disfungsi 

diastolik  terjadi akibat  gangguan relaksasi  miokard,  dengan 

kekakuan  dinding  ventrikel 

dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan

pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering disfungi

diastolik adalah penyakit jantung koroner, hipertensi   dengan  

hipertrofi   ventrikel   kiri   dan   kardiomiopati    hipertrofi.

Disfungsi sistolik lebih sering terjadi yaitu pada 2/3 pasien gagal

jantung. Namun ada juga yang menunjukkan keduanya, baik

disfungsi sistolik maupun diastolik (Gheorghiade et al, 2005).

Beberapa  mekanisme  kompensasi  alami  akan  terjadi  pada  pasien 

gagal jantung sebagai respon terhadap menurunnya curah jantung

serta untuk membantu mempertahankan  tekanan darah yang cukup

untuk memastikan perfusi organ yang cukup. Mekanisme tersebut

antara lain(Gheorghiade et al, 2005; McCance, 2006):

a. Mekanisme Frank Starling

Menurut hukum Frank-Starling, penambahan panjang serat

menyebabkan kontraksi menjadi lebih kuat sehingga curah

jantung meningkat.

b. Perubahan neurohormonal

Page 5: Referat Edema Paru

Salah  satu  respon  neurohumoral  yang  terjadi  paling  awal 

untuk mempertahankan   curah  jantung  adalah  peningkatan  

aktivitas   sistem  saraf simpatis.  Katekolamin  menyebabkan 

kontraksi  otot  jantung  yang lebih  kuat (efek inotropik positif)

dan peningkatan denyut jantung. Sistem saraf simpatis juga turut

berperan dalam aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron 

(RAA) yang bersifat mempertahankan volume darah yang

bersirkulasi dan mempertahankan tekanan darah. Selain itu

dilepaskan juga counter-regulator peptides    dari   jantung   

seperti   natriuretic   peptides    yang   mengakibatkan terjadinya

vasodilatasi perifer, natriuresis dan diuresis serta turut

mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem RAA.

c. Remodeling dan hipertrofi ventrikel

Dengan       bertambahnya             beban kerja    jantung akibat

respon terhadap peningkatan  kebutuhan  maka  terjadi  berbagai 

macam  remodeling  termasuk hipertrofi dan dilatasi. Bila hanya

terjadi peningkatan  muatan tekanan ruang jantung 

atau  pressure  overload  (misalnya  pada  hipertensi,  stenosis 

katup), hipertrofi ditandai dengan peningkatan diameter setiap

serat otot. Pembesaran ini  memberikan  pola  hipertrofi 

konsentrik yang klasik, dimana ketebalan dinding  ventrikel  berta

mbah pada penambahan  ukuran ruang  jantung. Namun, bila

pengisian  volume jantung terganggu  (misalnya pada regurgitasi 

katup atauada pirau) makapanjang  serat  jantung  juga bertambah 

yang disebut   hipertrofieksentrik,  dengan  penambahan

ukuran  ruang jantung dan ketebalan  dinding.

II.1.3 Manifestasi  Klinis

Manifestasi klinis gagal jantung akut sangat banyak, dan kadang

tumpang tindih dengan manifestasi klinis yang lain, dan

Page 6: Referat Edema Paru

penanganannya pun bisa sangat berbeda sehingga klasifikasi apapun

akan memiliki keterbatasan (ESC, 2008).

1. Gagal jantung dekompensasi

akut (de novo   atau  sebagai dekompensasi gagal  jantung kronik)

dengan tanda-tanda dan gejala ringan dari gagal jantung akut dan

tidak memenuhi kriteria untuk syok kardiogenik, edema paru atau

krisis hipertensi. Tekanan darah yang rendah pada awal masuk

rumah sakit berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk.

2. Gagal   jantung   akut   hipertensi   yaitu  gagal  jantung  yang 

disertai tekanan darah tinggi dan gangguan fungsi jantung relatif

dan pada foto toraks terdapat tanda-tanda edema paru akut.

Terdapat bukti terjadinya peningkatan simpatis dengan takikardi

dan vasokonstriksi. Pasien mungkin euvolumik atau sedikit

hipervolumik. Apabila pada pasien ini mendapat terapi yang tepat

secepatnya maka angka kejadian mortalitas di rumah sakit rendah.

3. Edema  paru  yang diperjelas  dengan  foto  toraks. Dimana pasien

datang dengan gangguan pernafasan berat, takipneu, ortopnea dan

terdapat ronki yang  luas.  Saturasi  oksigen  biasanya  kurang  dari 

90%  pada udara ruangan sebelum mendapatkan terapi oksigen.

4. Syok  kardiogenik ditandai  dengan  penurunan  tekanan  darah 

sistolik  kurang dari 90 mmHg atau berkurangnya tekanan arteri

rata-rata lebih dari 30 mmHg dan atau penurunan pengeluaran urin

kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam, frekuensi nadi lebih dari 60 kali per

menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ.

5. Gagal  jantung  kanan  yang ditandai  dengan  sindrom  low output, 

peninggian tekanan vena jugularis, pembesaran hati dan hipotensi.

Page 7: Referat Edema Paru

6. Sindroma koroner akut dan gagal jantung. Banyak pasien dengan

gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dan bukti

laboratorium yang mengarah ke sindrom koroner akut. Sekitar 15%

dari pasien sindroma koroner akut memiliki tanda dan gejala gagal

jantung. Episode gagal jantung akut sering berhubungan atau

dipicu oleh aritmia (bradikardia, fibrilasi atrium dan ventrikel

takikardia)

Gambar 1. Klasifikasi Klinis Gagal Jantung Akut (dikutip dari ESC, 2008)

Ada beberapa klasifikasi lain gagal jantung akut yang bisanya dipakai

diperawatan intensif untuk menilai beratnya gagal jantung akut yaitu

klasifikasi Killip yang berdasarkan tanda-tanda klinis dan foto toraks,

klasifikasi Forrester yang berdasarkan tanda-tanda klinis dan

karakteristik hemodinamik. Klasifikasi ini cocok pada infark jantung

akut. Klasifikasi yang ketiga yang merupakan modifikasi dari klasifikasi

Forrester (gambar 2.2)  yang berdasarkan sirkulasi perifer (perfusion) dan

auskultasi paru (congestion) (Daulat, 2009; ESC, 2008).

Page 8: Referat Edema Paru

Gambar 2. Klasifikasi Klinis Berdasarkan Modifikasi Klasifikasi Forrester   (dikutip dari ESC,

2008)

II.2 Edema Paru

II.2.1 Definisi

Edema paru akut adalah akumulasi cairan di intersisial dan alveolus

paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh

tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena

peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak)

yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat

sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif

dan mengakibatkan hipoksia (Harun dan Saly, 2009; Soemantri 2011).

Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke

ruangin tersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran

cairan kembali kedarah atau melalui saluran limfatik(Nadel,2000)

Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke paru lebih cepat dari

cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah serius

bagi fungsi parukarena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa

terjadi. Struktur paru dapatmenyesuaikan bentuk edema dan yang

Page 9: Referat Edema Paru

mengatur perpindahan cairan dan protein di paru menjadi masalah yang

klasik(3)

Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya

keseimbangankekuatan yang mendorong filtrasi cairan di paru. Fitur

penting dari edema ini adalahkeseimbangan aliran cairan dan protein

ke dalam paru utuh secara fungsional.Peningkatan tekanan edema

sering disebut kardiogenik, tekanan tinggi, hidrostatik,atau edema paru

sekunder tapi lebih efektifnya disebut keseimbangan edema

paruterganggu karena tahanan keseimbangan pergerakan antara cairan

dan zat terlarut didalam paru(Nadel,2000)

II.2.2 Patofisiologi

Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi

ketika cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam

jaringan sekelilingnya,menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi

karena terlalu banyak tekanan dalampembuluh darah atau tidak ada

cukup protein dalam aliran darah untuk menahancairan dalam plasma

(bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah(3,4)

Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di

paru. Areayang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh

kantong-kantong udarayang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini

adalah tempat dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang

melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam

alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai

dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan

cairan biasanyadijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini

kehilangan integritasnya. Edemaparu terjadi ketika alveoli dipenuhi

dengan cairan yang merembes keluar daripembuluh darah dalam paru

sebagai ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalanpertukaran gas

Page 10: Referat Edema Paru

(oksigen dan karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan

oksigenasi darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai

“airdi dalam paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien

(3,4).

Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar

pembuluhdarah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan

cairan yang dibuat oleh Starling.

Qf = Kf ⌠(Pmv –Ppmv)–σ(πmv-πpmv)⌡

Qf = aliran cairan transvaskuler;

Kf = koefisien filtrasi;

Pmv = tekananhidrostatik pembuluh kapiler;

Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapilerintersisial;

σ = koefisien refleksi osmosis;

πmv = tekanan osmotic protein plasma;

πpmv = tekanan osmotic protein intersisial(4)

Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada

Peningkatantekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi

ventrikel kiri (stenosis mitral);Peningkatan tekanan vena paru

sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri;Peningkatan

tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan

arteripulmonalis (4)

Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder

olehkarena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi (4).Peningkatan

tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu

cepatpneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang

Page 11: Referat Edema Paru

sangat negatif olehkarena obstruksi saluran napas akut bersamaan

dengan peningkatan volume akhirekspirasi (asma)(4)

II.2.3 Klasifikasi

Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia

dapatdihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic

pulmonary edema (edema paru kardiak), atau dihubungkan pada

sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema

(edema paru nonkardiak) (Nadel,2000)

Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak (Nadel,2000)

Page 12: Referat Edema Paru

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak

dibagimenjadi 3 kelompok :

1. Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi beban yangberlebihan

terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah hipertensi

danstenosis aorta;

Page 13: Referat Edema Paru

2. Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi beban yangberlebihan

saat diastolik. Contohnya ialah insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan

penyakit jantung dengan left-to-right shunt (ventricular septal defect);

3. Gangguan kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard akut

jaringan otot yang sehatberkurang, sedangkan pada

kardiomiopati kongestif terdapat gangguan kontraksi otot jantung secara

umum (2,4)

Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi:

1. Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi

bahan kimia,dan trauma berat;

2. Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom vena kavasuperior,

pemberian cairan berlebih, dan transfusi darah; penurunan tekanan

onkotik plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi(5)

2.2.4 Gambaran klinis

Gambaran klinis dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan

radiografi(foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun

kenyataannya secaraklinik sukar dideteksi dini(6)

Stadium 1 ditandai dengan distensi pembuluh kapiler paru yang

prominen akanmemperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit

meningkatkan kapasitas difusi gasCO. Keluhan pada stadium ini

mungkin hanya berupa sesak napas saat bekerja.Pemeriksaan fisik

juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali ronki pada saatinspirasi

karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi(6)

Page 14: Referat Edema Paru

Pada stadium 2 terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah

parumenjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur. Garis-

garis yang memanjangdari hilus ke arah perifer (garis Kerley A), septa

interlobularis (garis Kerley B) dangaris-garis yang mirip sarang laba-

laba pada bagian tengah paru (garis Kerley C)menebal. Penumpukan

cairan di jaringan intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas

bagian kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh

gravitasi.Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering

terdapat takipnea(6)

Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri,

tetapitakipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga

penumpukan cairanintersisial diperlambat. Pada pemeriksaan

spirometri hanya terdapat sedikitperubahan saja(6)

Pada stadium 3 terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat

terganggu, terjadihipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak

sekali dengan batuk berbuihkemerahan. Kapasitas vital dan volume

paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left

intrapulmonary shunt (6).Penderita biasanya menderita hipokapnia,

tetapi pada kasus yang berat dapatterjadi hiperkapnia dan acute

respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin harusdigunakan

dengan hati-hati(6).

Page 15: Referat Edema Paru

Gangguan fungsi sistolik dan/atau diastolik ventrikel kiri, stenosis

mitral ataukeadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan

atrium kiri dan kapiler paruyang mendadak tinggi akan menyebabkan

edema paru kardiak dan mempengaruhipemindahan oksigen dalam

paru sehingga tekanan oksigen arteri menjadi berkurang.Di lain pihak

rasa seperti tercekik dan berat pada dada menambah ketakutanpenderita

sehingga denyut jantung dan tekanan darah meningkat yang menghambatlebih

lanjut pengisian ventrikel kiri. Kegelisahan dan napas yang berat

semakinmenambah beban jantung yang selanjutnya lebih menurunkan

fungsi jantung olehkarena adanya hipoksia. Apabila lingkaran setan

ini tidak segera diputus penderitaakan meninggal(6).

Page 16: Referat Edema Paru

Posisi penderita biasanya lebih enak duduk dan terlihat megap-megap.

Terdapatnapas yang cepat, pernapasan cuping hidung, tarikan otot

interkostal dansupraklavikula saat inspirasi yang menunjukkan

tekanan intrapleura yang sangatnegatif saat inspirasi. Penderita sering

berpegangan pada samping tempat tidur atau kursi supaya dapat

menggunakan otot pernapasan sekunder dengan balk.

Penderitamengeluarkan banyak keringat dengan kulit yang dingin dan

sianotik menunjukkanisi semenit yang rendah dan peningkatan

rangsang simpatik(6).

Auskultasi pada permukaan terdengar ronki basah basal halus yang

akhimya keseluruh paru, apabila keadaan bertambah berat: mungkin

terdengar pula wheezing.Auskultasi jantung mungkin sukar karena

suara napas yang ramai, tetapi seringterdengar suara 3 dengan suara

pulmonal yang mengeras(6).

2.2.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Edema paru kardiogenik merupakan gejala yang dramatik kejadian

gagal jantung kiri. Hal ini diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar

atrium kiri, peningkatan volume yang berlebihan di ventrikel kiri,

disfungsi diastolic atau sistolik dari ventrikel kiri atau obstruksi pada

pada jalur keluar pada ventrikel kiri. Peningkatan tekanan di atrium

kiri dan tekanan baji paru mengawali terjadinya edema paru

kardiogenik tersebut. Akibat akhir yang ditimbulkan adalah keadaan

hipoksia berat. Bersamaan dengan hal tersebut terjadi juga rasa takut

pada pasien karena kesulitan bernafas, yang berakibat peningkatan

denyut jantung dan tekanan darah sehingga mengurangi kemampuan

pengisian dari ventrikel kiri. Dengan peningkatan rasa tidak nyaman

dan usaha bernapas yang harus kuat akan menambah beban pada

jantung sehingga fungsi kardiak akan semakin menurun, dan

diperberat oleh keadaan hipoksia. Bila kejadian ini tidak diatasi

Page 17: Referat Edema Paru

dengan segera, tingkat mortalitas edema paru kardiogenik masih

tinggi. (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

Manifestasi klinis dapat diketahui dari :

1. Anamnesis.

Edema paru kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksismal

nocturnal dyspnea, karena kejadiannya yang bisa sangat cepat dan

terjadinya hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini

merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien karena

mereka merasa ketakutan, batu-batuk dan seperti seorang yang

akan tenggelam. Pasien biasnaya dalam posisi duduk agar dapat

mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat

respirasi, atau sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat,

mungkin disertai sianosis, sering berkeringat dingin, batuk dengan

sputum yang berwarna kemerahan (frothy sputum).

2. Pemeriksaan fisik.

Dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi alae

nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa

supraklavikula yang menunjukkan tekanan negative intrapleural

yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada paru

akan terdengar ronki basah kasar setengah lapangan paru atau

lebih, sering disertai wheezing. Pemeriksaan jantung dapat

ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal

mengeras, dan tekanan darah dapat meningkat.

3. Radiologis.

Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitas

meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstisial

atau alveolar. (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution, 2006)

Page 18: Referat Edema Paru

Foto thoraks. Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan

X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area

putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-

pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral

column,dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai

bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi

oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.X-ray dada yang

khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak

tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya.

Kasus-kasusyang lebih parah dari pulmonary edema dapat

menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-

paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang- bidang paru

yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai

akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan

informasi yang minimal tentang penyabab yang mungkin

mendasarinya.

Gambaran Radiologi yang ditemukan:

1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus)

2. Coarakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)

3. Kranialisasi vaskuler

4. Hilus suram (batas tidak jelas)

5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil

atau nodul milier)

Page 19: Referat Edema Paru

Gambar 3. Edema Intesrtitial. Gambaran underlying disease (kardiomegali,

efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).

Gambar 4. Kardiomegali dan edema paru

1. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)

2. Edema “butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

Page 20: Referat Edema Paru

Gambar 3: Bat’s Wing

Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai

kelainan sebelumnya, contoh: emfisema). (Faruq, 2012)

Gambar 2.5. Ilustrasi Radiologi Edema Paru Akut Kardiogenik(dikutip dari Cremers et al, 2010)

Page 21: Referat Edema Paru

Gambar 2.6 Gambaran Radiologi Edema Paru Akut Kardiogenik (dikutip dari Koga dan Fujimoto, 2009)

4. Laboratorium.

Kelainan pemeriksan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar.

Uji diagnostic yang dapat dipergunakan untuk membedakan

dengan penyakit lain misalnya asma bronkial adalah pemeriksaan

kadar BNP (brain natriuretic peptide) plasma. Pemeriksaan ini

dapat dilakukan dengan cepat dan dapat menyingkirkan penyebab

dyspnea lain seperti asma bronkial akut. Pada kadar BNP plasma

yang menengah atau sedang dan gambaran radiologis yang tidak

spesifik, harus dipikirkan penyebab lain yang dapat

mengakibatkan terjadinya gagal jantung tersebut, misalnya

restriksi pada aliran darah di katup mitral yang harus dievaluasi

dengan pemeriksaan penunjang lain seperti ekokardiografi.

Page 22: Referat Edema Paru

5. EKG.

Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-

tanda iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan edema

paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi

biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien

dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya

menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan

QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam

setelah klinis stabil dan menghiland dalam 1 minggu. Penyebab

dari keadaan non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa

keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain:

iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan

tekanan pada dinding, peningkatan akut tonus simpatis kardiak

atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik atau

katekolamin. (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

6. Ekokardiografi.

Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi

ventrikel (hipertensi), segmental wall motion abnormally

(Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi

ventrikel kiri dan atrium kiri. Alat-alat diagnostik lain yang

digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari

pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type

natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah

penanda protein (hormon) yangakan timbul dalam darah yang

disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung.

Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih

besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi

menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai

yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal

jantung sebagai penyebabnya. Metode-metode yang lebih invasif

adakalanya diperlukan untuk membedakanantara cardiac dan

Page 23: Referat Edema Paru

noncardiac pulmonary edema pada situasi-situasi yang lebih rumit

dan kritis. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung

yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-

vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui kamar-

kamar sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-

kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil

dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini

mempunyai kemampuan secara langsung dalam pembuluh-

pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge

pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan

cardiogenic pulmonary edema, Sementara wedge pressure yang

kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause

of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan

interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU)

setting.

2.2.6 Diagnosis Banding

a. Diagnosis banding dengan asma bronchial

Kadang-kadang sulit membedakan Edema Paru Kardiogenik

dengan Asma Bronkhiale yang berat, karena pada keduanya

terdapat sesak napas yang hebat, pulsus paradoksus, lebih enak

posisi duduk dan wheezing merata yang menyulitkan auskultasi

jantung. Pada Asma Bronkhiale terdapat riwayat serangan asma

yang sama dan biasanya penderita sudah tahu penyakitnya. Selama

serangan akut penderita tidak selalu banyak berkeringat dan

hipoksia arterial kalau ada tidak cukup menimbulkan sianosis.

Sebagai tambahan, dada nampak hiperekspansi, hipersonor dan

penggunaan otot pernapasan sekunder nampak nyata. Wheezing

nadanya lebih tinggi dan musikal, suara tambahan lain seperti

Page 24: Referat Edema Paru

ronkhi tidak menonjol. Penderita Edema Paru Kardiogenik sering

mengeluarkan banyak keringat dan sianotik akibat adanya

desaturasi darah arteri dan penurunan aliran darah ke kulit. Perkusi

paru sering redup, tidak ada hiperekspansi, pemakaian otot

pernapasan sekunder juga tidak begitu menonjol dan selain

wheezing terdengar ronkhi basah. Gambaran radiologi paru

menunjukkan adanya gambaran edema paru yang membedakan

dengan asma bronkhiale. Setelah penderita sembuh, gambaran

edema paru secara radiologi menghilang lebih lambat

dibandingkan penurunan tekanan kapiler pasak Paru. (Braunwald

E Ingram RH Jr., 1988)

b. Diagnosis banding edema paru kardiogenik dan non

kardigenik

Untuk membedakan edema paru kardiogenik dengan edema paru

nonkardiogenik secara pasti ialah dengan mengukur tekanan

kapiler pasak pare dengan memasang kateter Swan-Ganz. Pada

penderita dengan tekanan kapiler pasak paru atau tekanan diastolik

arteri pulmonalis melebihi 25 mmHg (atau melebihi 30mmHg

pada penderita yang sebelumnya terdapat peningkatan kronik

tekanan kapiler pant) dan dengan gambaran klinik edema paru,

sangat mencurigakan edema paru kardiogenik.

2.2.7 Diagnosis Penyakit dasar

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiogenik

dibagi menjadi 3 kelompok:

1. Peningkatan Afterload (Pressure overload):

Page 25: Referat Edema Paru

Terjadi beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat

sistolik. Contohnya ialah Hipertensi dan Stenosis Aorta.

2. Peningkatan preload (Volume overload):

Terjadi beban yang berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah

Insufisiensi Mitral, Insufisiensi Aorta, dan penyakit jantung

dengan left-to-right shunt (Ventricular Septal Defect).

3. Gangguan Kontraksi Miokardium Primer:

Pada Infark Miokard Akut jaringan otot yang sehat berkurang,

sedangkan pada Kardiomiopati Kongestif terdapat gangguan

kontraksi miokardium secara umum. (Ruggie N, 1986)

2.2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru terlebih dahulu kita

caripenyakit yang mendasari terjadinya edema. Karena merupakan faktor yang

sangatpenting dalam pengobatan, sehingga perlu diketahui dengan

segera penyebabnya(3,6,9). Karena terapi spesifik tidak selalu dapat

diberikan sampai penyebab diketahui,maka pemberian terapi suportif

sangatlah penting. Tujuan umum adalahmempertahankan fungsi

fisiologik dan seluler dasar. Yaitu dengan cara memperbaiki

jalan napas, ventilasi yang adekuat, dan oksigenasi. Pemeriksaan

tekanan darah dansemua sistem sirkulasi perlu ditinjau, infus juga

perlu dipasang(3,6,9).

1. Posisi ½ duduk.

2. Oksigen (40–50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.

Jikamemburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah,

PaO2 tidak bisadipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi

dan aliran tinggi, retensiCO2, hipoventilasi, atau tidak mampu

mengurangi cairan edema secaraadekuat), maka dilakukan intubasi

endotrakeal, suction, dan ventilator.

Page 26: Referat Edema Paru

3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri

bila ada.

4. Diuretik Furosemid 40–80 mg IV bolus dapat diulangi atau

dosisditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai

dicapaiproduksi urine 1 ml/kgBB/jam.

5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4–

0,6 mg tiap5–10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa

diberikanNitrogliserin intravena mulai dosis 3–5 ug/kgBB. Jika

tidak memberi hasilmemuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid

IV dimulai dosis 0,1ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon

dengan nitrat, dosis dinaikkansampai didapatkan perbaikan klinis

atau sampai tekanan darah sistolik 85–90 mmHg pada pasien yang

tadinya mempunyai tekanan darah normal atauselama dapat

dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital(10).

6. Morfin sulfat 3–5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15

mg(sebaiknya dihindari).

7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2–

5ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2–10 ug/kgBB/menit untuk

menstabilkanhemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon

klinis atau keduanya.

8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat,

asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.

Page 27: Referat Edema Paru

III. PENUTUP

III.1Kesimpulan

Edema paru terjadi akibat aliran cairan dari darah ke ruang intersisial

melebihialiran cairan kembali ke darah dan saluran limfe. Dari penjelasan

diatas dapat diketahui patogenesis, gambaran klinis, gambaran radiologis,

diagnosis, danpenatalaksanaan pada edema paru.Penatalaksanaan pada pasien

dengan edema paru yaitu perbaiki jalan napas,ventilasi yang adekuat, dan

oksigenasi. Pemeriksaan tekanan darah dan semua sistemsirkulasi perlu

ditinjau, infus juga perlu dipasang.

III.2 Saran

Penulis mengaku di dalam referat ini masih banyak kekurangan, karena

itupenulis mengharap saran yang membangun dari dosen pembimbing dan

rekan-rekan guna perbaikan referat ini dan selanjutnya.

Page 28: Referat Edema Paru

DAFTAR PUSTAKA

1. Nadel M, Boushey M, Textbook of respiratory medicine. 3rdedition, vol.

2,Philadelphia, Pennsylvania. 54:1575-1614, 2000.

2. Ruggie N. Congestive heart failure. Med. Clin. North Am. 70:829-851,

1986.

3. Staub NC: Pulmonary edema. Physiol Rev 54:678-811, 1974.

4. Fishman : Pulmonary disease and disorders, fourth edition, volume one,

UnitedStates, 593-617, 2008.

5. Braunwauld, Clinical aspect of heart failure; pulmonary edema. In :

Braunwauld.Heart Disease. A textbook of cardiovascular medicine. 6th

edition. WB Saunders;7:553, 2001.

6. Ingram RH Jr., Braunwald E. Pulmonary edema : cardiogenic and non-

cardiogenic. In: Han Disease. Textbook of Cardiovascular

Medicine.BraunwaldE. (Ed). 3rd ed. Philadelphia : WB Saunders Co. 544-

60, 1988.

7. Staub NC: The measurement of lung water content. J Microw

Power 18:259-263, 1983.

8. Noble WH, Kay JC, Obdrzalek J: Lung mechanics in hypervolemic

pulmonaryedema. J Appl Physiol 38:681-687, 1975.

9. Klein HO, Brodsky E, Ninio R, et al; The effect of venous occlusion

withtourniquets on peripheral blood pooling and ventricular function.

Chest 103:521-527, 1993.

10. Stone JH. Pulmonary edema. In: Principle and Practice of Emergency

Medicine.Scwartz GR, Safar P, Stone JH, Storey PB, Wagner DK (eds.)

2nd ed.Philadelphia: Saunders Co. 944, 1986.

11. Gheorghiade Metal. Acute Heart Failure Syndromes: Current State and Framework for Future Research.  AHA 2005; 112; 3958-3968.

12. ESC. 2008. Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2008. European Heart Journal (2008) 29, 2388–2442 doi:10.1093/eurheartj/ehn309

Page 29: Referat Edema Paru

13. ESC. 2012. Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012. European Heart Journal (2012) 33, 1787–1847 doi:10.1093/eurheartj/ehs104