referat DM

47
BAB I PENDAHULUAN Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik, di mana penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadi komplikasi pada organ tubuh. Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejalasangat bervariasi. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan sampai ketika orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. Terkadang gambaran klinik dari diabetes tidak jelas dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit lain. Saat ini penyakit Diabetes Mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China, dan Amerika Serikat. Berdasarkan data WHO tahun 2000, terdapat 40.903.000 jiwa di Asia Tenggara yang menderita diabetes mellitus, dan 8,426,000 jiwa berada di Indonesia.

description

referat diabetes mellitus

Transcript of referat DM

BAB IPENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik, di mana penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadi komplikasi pada organ tubuh.Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejalasangat bervariasi. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan sampai ketika orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. Terkadang gambaran klinik dari diabetes tidak jelas dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit lain.Saat ini penyakit Diabetes Mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China, dan Amerika Serikat. Berdasarkan data WHO tahun 2000, terdapat 40.903.000 jiwa di Asia Tenggara yang menderita diabetes mellitus, dan 8,426,000 jiwa berada di Indonesia.

BAB IIISI

2.1. DefinisiMenurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut ataupun relatif dan gangguan fungsi insulin. WHO telah mengidentifikasi 3 macam diabetes, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau insuline dependent diabetes mellitus (IDDM), tipe 2 atau non-insuline dependent diabetes mellitus (NIDDM), dan diabetes mellitus gestasional.

2.2. EpidemiologiMenurut data stastistik tahun 1995 dari WHO terdapat 135 juta penderita Diabetes Mellitus di seluruh dunia. Tahun 2005 jumlah Diabetes Mellitus diperkirakan akan meningkat mencapai sekitar 230 juta, dan diprediksi jumlah penderita Diabetes Mellitus lebih dari 220 juta penderita di tahun 2010.Saat ini penyakit Diabetes Mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China, dan Amerika Serikat. Berdasarkan data WHO tahun 2000, terdapat 40.903.000 jiwa di Asia Tenggara yang menderita diabetes mellitus, dan 8,426,000 jiwa berada di Indonesia.Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Mellitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Mellitus yang tidak terdiagnosis. Dan diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat Diabetes Mellitus pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.

2.3. KlasifikasiKlasifikasi etiologis diabetes mellitus menurut PERKENI (ADA,2011):a. Diabetes mellitus tipe IDestruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik.b. Diabetes mellitus tipe IIBervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin bersama resistensi insulin.c. Diabetes mellitus tipe lain1. Defek genetik fungsi sel beta2. Defek genetik kerja insulin3. Penyakit eksokrin pankreas4. Endokrinopati5. Obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, lukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin, interferon-alfa, dll6. Infeksi7. Sebab imunologi yang jarang8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM d. Diabetes mellitus gestasional (DMG)

2.4. Patofisiologi1. Tipe I : IDDMHampir 90-95% islet sel pancreas hancur sebelum terjadi hiperglikemia akibat dari antibodi islet sel. Kondisi tersebut menyebabkan insufisiensi insulin dan menigkatkan glukosa. Glukosa menumpuk dalam serum sehingga menyebabkan hiperglikemia, kemudian glukosa dikeluarkan melalui ginjal (glukosuria) dan terjadi osmotic diuresis. Osmotik diuresis menyebabkan terjadinya kehilangan cairan dan terjadi polidipsi. Penurunan insulin menyebabkan tubuh tidak bisa menggunakan energy dari karbohidrat sehingga tubuh menggunakan energi dari lemak dan protein sehingga mengakibatkan ketosis dan penurunan BB. Polifagi dan kelemahan tubuh akibat pemecahan makanan cadangan2. Tipe II : NIDDMBesar dan jumlah sel beta pancreas menurun yang tidak diketahui sebabnya. Pada obesitas, kemampuan insulin untuk mengambil dan memetabolisir glukosa ke dalam hati, muskuloskletal, dan jaringan berkurang. Gejala hampir sama dengan DM tipe 1 dengan gejala non spesifik lain (pruritus, mudah infeksi)Defek metabolik utama pada DM tipe 2 adalah terjadinya resistensi insulin pada jaringan perifer (terutama pada otot dan jaringan lemak), kegagalan fungsi sekresi insulin oleh pancreas dan peningkatan pengeluaran glukosa oleh hepar. Terjadinya resistensi insulin di jaringan perifer ini akan mengakibatkan menurunnya uptake serta penggunaan glukosa oleh otot dan jaringan lemak, di samping itu resistensi insuln juga akan meningkatkan pengeluaran glukosa hepar. Untuk mengatasi adanya resistensi insulin, maka pancreas akan mensekresi lebih banyak insulin, dan hal ini akan mengakibatkan hiperinsulinemia. Haffner (1999), pada penelitiannya mendapatkan bahwa 92% penderita DM tipe 2 menunjukkan adanya resistensi insulin ini.Resistensi insulin merupakan kelainan metabolic utama pada DM tipe 2 yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap kelainan metabolic dan kardiovaskular, termasuk obesitas, hipertensi, dan dislipdemia. Dyslipidemia merupakan komplikasi kronis yang paling banyak didapat pada penderita DM tipe 2, yakni sekitar 67% dan kelainankardiovaskuler secara kumulatif merupakan kelainan kedua terbanyk (63%) setelah dyslipidemia.Kelainan metabolisme lemak yang sering didapatkan pada penderita DM adalah peningkatan kadar trigliserida, kada kolesterol HDL yang rendah, peningkatan kadar small dense LDL, dan peningkatan kadar kolesterol total dan keadaan ini memberikan kontribusi dalam perkembngan kelainan kardiovaskuler.

2.5. Manifestasi KlinikKeluhan umum pada pasien Diabetes Mellitus seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada Diabetes Mellitus lanjut usia pada umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada Diabetes Mellitus lanjut usia, terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menjadi tua sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai dengan komplikasi yang lebih lanjut. Hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter adalah adanya keluhan yang mengenai beberapa organ tubuh, antara lain:a) Gangguan penglihatan: katarakb) Kelainan kulit: gatal dan bisul-bisulc) Kesemutan, rasa baald) Kelemahan tubuhe) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh f) Infeksi saluran kemih

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital ataupun daerah lipatan kulit lain, seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka lama yang tidak mau sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal sepele seperti luka lecet karena sepatu, tertusuk peniti dan sebagainya. Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Keluhan lain yang mungkin menyebabkan pasien datang berobat ke dokter adalah keluhan mata kabur yang disebabkan oleh katarak ataupun gangguan- gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa akibat hiperglikemia.Tanda-tanda dan gejala klinik diabetes melitus pada lanjut usia:a) Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi pada gejala awalb) Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan infeksi traktus urinarius sulit untuk disembuhkan.c) Disfungsi neurologi, termasuk parestesi, hipestesi, kelemahan otot dan rasa sakit, mononeuropati, disfungsi otonom dari traktus gastrointestinal (diare),sistem kardiovaskular (hipotensi ortostatik), sistem reproduksi (impoten), dan inkontinensia stress.d) Makroangiopati yang meliputi sistem kardiovaskular (iskemia, angina, dan infark miokard), perdarahan intra serebral (TIA dan stroke), atau perdarahan darah tepi (tungkai diabetes dan gangren).e) Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat), ginjalf) (proteinuria, glomerulopati, uremia)

2.6. AnamnesisBanyak pasien dengan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang asimptomatik dan baru diketahui adanya peningkatan kadar gula darah pada pemeriksaan laboratorium rutin. Para ahli masih berbeda pendapat mengenai kriteria diagnosis Diabetes Mellitus pada lanjut usia. Kemunduran, intoleransi glukosa, bertambah sesuai dengan pertambahan usia, jadi batas glukosa pada Diabetes Mellitus lanjut usia lebih tinggi dari pada orang dewasa yang menderita penyakit Diabetes Mellitus.Kriteria diagnostik Diabetes Mellitus dan gangguan toleransi glukosa (WHO 1985):a) Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200mg/ dl, ataub) Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl, atauc) Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGOMenurut Kane et.al (1989), diagnosis pasti Diabetes Mellitus pada lanjut usia ditegakkan kalau didapatkan kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dl. Apabila kadar glukosa puasa kurang dari 140 mg/dl dan terdapat gejala atau keluhan diabetes seperti di atas perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Apabila TTGO abnormal pada dua kali pemeriksaan dalam waktu berbeda diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan.Pada lanjut usia sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa secara rutin sekali setahun, karena pemeriksaan glukosuria tidak dapat dipercaya karena nilai ambang ginjal meninggi terhadap glukosa. Peningkatan TTGO pada lanjut usia ini disebabkan oleh karena turunnya sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin, baik pada tingkat reseptor (kualitas maupun kuantitas) maupun pasca reseptornya. Ini berarti bahwa sel-sel lemak dan otot pada pasien lanjut usia menurun kepekaannya terhadap insulin.

2.7. PemeriksaanAda perbedaan antara uji diagnostik Diabetes Mellitus dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik Diabetes Mellitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan tanda Diabetes Mellitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala yang mempunyai risiko Diabetes Mellitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif.Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko Diabetes Mellitus sebagai berikut:1. Usia >45 tahun2. Berat badan lebih >110% BB ideal atau IMT >23 kg/m23. Hipertensi (>140/90 mmHg)4. Riwayat Diabetes Mellitus dalam garis keturunan5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >4000 gram6. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 150 mg/dl

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar.Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

2.8. DiagnosisDiagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakan atas dasar adanya glukosuria. Untuk penentuan diagnosis Diabetes Mellitus, pemeriksaan glukos darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dapat tetap dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai dengan pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Mellitus.

Kadar glukosa (mg/dl )Bukan Diabetes MellitusBelum pasti

DMDiabetes Mellitus

SewaktuPlasma Vena< 100100 199 200

Darah Kapiler< 9090 199 200

PuasaPlasma Vena< 100100 125126

Darah Kapiler< 9090 99100

Sumber: PERKENI, Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2, 2011

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya Diabetes Mellitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik seperti tersebut dibawah ini:1. Keluhan khas Diabetes Mellitus berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.2. Keluhan tidak khas Diabetes Mellitus: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakan dengan 3 cara:A. Gejala klasik Diabetes Mellitus + GDS 200mg/dlGlukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

B. Gejala klasik Diabetes Mellitus + GDP 126mg/DlPuasa diartikan sebagai pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8jamC. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO200mg/dlTTGO dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO,1994):a) Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohirat yang cukup) dan kegiatan jasmani seperti biasa.b) Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.c) Diperiksa kadar glukosa darah puasa.d) Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 g/kgbb (anak-anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.e) Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesaif) Diperiksaa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosag) Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Pasien dengan Toleransi Glukosa terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu merupakan tahapan sementara menuju Diabetes Mellitus. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi Diabetes Mellitus, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.

2.9. Penatalaksanaana. Tujuan Jangka pendekMenghilangkan keluhan/gejala Diabetes Mellitus dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Jangka panjangMencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas mortilitas Diabetes Mellitus.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian kadar glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, insulin melalui pengelolaan pasien secara holistic dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.Pengelolaan Diabetes Mellitus dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

b. Pilar Pengelolaan Diabetes Mellitusa. EdukasiDiabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat.Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang: Penyakit Diabetes Mellitus Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan Diabetes Mellitus Penyulit Diabetes Mellitus dan resikonya Intervensi farmakologis dan non farmakologis Interaksi antara supan makanan, aktivitas dan obat diabetes Masalah khusus yang dihadapi Perawatan kaki pada diabetes Pentingnya latihan jasmani yang teratur Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan Pemantauan glukosa darah Mengatasi sementara gawat darurat (hipoglikemia)

Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi. Masalah kaki berupa borok dengan atau tanpa infeksi, terlokalisasi atau seluruh kaki dan kematian berbagai jaringan tubuh karena hilangnya suplai darah, infeksi bakteri, dan kerusakan jaringan sekitarnya merupakan masalah utama pada penderita diabetes.

b. Terapi Nutrisi MedisTerapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi: Karbohidrat 45-65 % Protein 10-20 % Lemak 20-25 %

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:a. Jenis KelaminKebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.b. UmurUntuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.

c. Aktivitas Fisik atau PekerjaanKebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.d. Berat BadanBila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

Indeks massa tubuh (IMT) dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB (kg) / TB (m2)

c. Latihan JasmaniKegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi Diabetes Mellitus dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

Prinsip latihan jasmani yang dilakukan:a) ContinousLatihan jasmani harus berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa berhenti. Contoh: Jogging 30 menit, maka pasien harus melakukannya selama 30 menit tanpa henti.b) RhytmicalLatihan olah raga dipilih yang berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, contoh berlari, berenang, jalan kaki.c) IntervalLatihan dilakukan selang-seling antar gerak cepat dan lambat. Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambatd) ProgresiveLatihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan, dari intensitas ringan sampai sedang selama mencapai 30-60 menit. Sasaran HR = 75-85% dari maksimal HR. Maksimal HR = 220 (umur)e) EnduranceLatihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi. Contoh: jalan jogging dan sebagainya.

d. Intervensi FarmakologisIntervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.Indikasi pemakaian obat hiperglikemik oral: Diabetes setelah umur 40 tahun Diabetes kurang dari 5 tahun Memerlukan insulin dengan dosis 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

4. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

5. DPP-IV inhibitorGlucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glucagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif.Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormone asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis).Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glucagon.

6. Insulin Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein.Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikkan dan merupakan suatu produk farmasi.

Indikasi terapi dengan insulin: Semua penyandang Diabetes Mellitus tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada. Penyandang Diabetes Mellitus tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke Diabetes Mellitus gestasional dan penyandang Diabetes Mellitus yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Ketoasidosis diabetik Hiperglikemik hiperosmolar nonketotikPenyandang Diabetes Mellitus yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. Kontraindikasi atau alergi terhadap obat hiperglikemi oral.

Dasar pemikiran terapi insulin:Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting), kerja panjang (long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin).Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat atau insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan kerja menengah atau kerja panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan OHO.Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.

Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 5 macam, yaitu: Insulin kerja cepat Insulin kerja pendekYang termasuk di sini adalah insulin reguler. Preparat yang ada antara lain: Humulin R.Insulin jenis ini bekerja dalam waktu 30 menit, mencapai puncak setelah 30-90 menit dan efeknya dapat bertahan sampai 3-5 jam. Insulin kerja menengahYang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotard, Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 2-4 jam. Puncaknya tercapai dalam 4-10 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 10-16 jam. Insulin kerja panjangDiabsorbsi dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu sekitar 22 24 jam. Preparat: Glargine, dan detemir. Insulin infasik (campuran)Merupakan kombinasi insulin jenis pendek dan menengah. Preparatnya: Mixtard 30/40. Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannyalebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali.

Cara penyuntikan insulin:Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauhsterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.

Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100.Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen yang kemudian diikuti oleh daerah lengan, paha bagian atas, bokong. Bila disuntikan secara intramuskular dalam maka penyerapan akan terjadi lebih cepat dan masa kerja akan lebih singkat. Kegiatan jasmani yang dilakukan segera setelah penyuntikan akan mempercepat onset kerja dan juga mempersingkat masa kerja.Indikasi pemberian insulin pada pasien Diabetes Mellitus lanjut usia seperti pada non lanjut usia, yaitu adanya kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma hiperosmolar, adanya infeksi (stress), dll. Dianjurkan memakai insulin kerja menengah yang dicampur dengan kerja insulin kerja cepat, dapat diberikan satu atau dua kali sehari.Kesulitan pemberian insulin pada pasien lanjut usia ialah karena pasien tidak mau menyuntik sendiri karena persoalannya pada matanya, tremor, atau keadaan fisik yang terganggu serta adanya demensia. Dalam keadaan seperti ini tentulah sangat diperlukan bantuan dari keluarganya.

Efek samping penggunaan insulin: HipoglikemiaHipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut. Alergi sistemik atau lokalReaksi alergi lokal terjadi 10 kali lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritema dan indurasi di tempat suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik, penggunaan antiseptik yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioedema, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan syok yang di akhiri kematian. Peningkatan berat badan Edema insulin

Terapi KombinasiPemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertaidengan alas an klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO.Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin saja.

Penilaian Hasil TerapiDalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah: Pemeriksaan Kadar Glukosa DarahTujuan pemeriksaan glukosa darah: Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaranUntuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Kalau karena salah satu hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2 jam postprandial. Pemeriksaan A1CTes hemoglobin terglikosilasi,yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells. Pemeriksaan Glukosa UrinPengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak langsung. Hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat bervariasi pada beberapa pasien, bahkan pada pasien yang sama dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat tergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan terapi. Pemantauan Benda KetonPemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting terutama pada penyandang Diabetes Mellitus tipe-2 yang terkendali buruk (kadar glukosa darah > 300 mg/dL). Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada penyandang diabetes yang sedang hamil. Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah dapatdilakukan pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah secara langsung dengan menggunakan strip khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah< 0,6 mmol/L dianggap normal, di atas 1,0 mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3,0 mmol/L indikasi adanya KAD. Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton secara mandiri, dapat mencegah terjadinya penyulit akut diabetes, khususnya KAD.

Kriteria PengendalianUntuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian Diabetes Mellitus yang baik. Diabetes mellitus terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah, kadar lipid, dan HbA1c seperti tercantum pada Tabel 2. (PERKENI 2011)

2.10. PenyulitDalam perjalanan penyakit Diabetes Mellitus, dapat terjadi penyulit akut dan menahuna.Penyulit akut Ketoasidosis diabetic Status Hiperglikemia Hiperosmolar nonketotik HipoglikemiaHipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah 300 mg/24 jam), pada akhirnya sering berlanjut menjadi gagal ginjal kronik stadium akhir.

Diagnosis: Diagnosis nefropati diabetic ditegakkan jika didapat kadar albumin >30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan, tanpa penyebab albuminuria lainnya.

Penafsiran: Pada Diabetes Mellitus tipe 2 pada saat awal diagnosis. Jika mikroalbuminaria negatif, dilakukan evaluasi ulang setiap tahun.

Metode pemeriksaan: Rasio albumin/kreatinin dengan urin sewaktu. Kadar albumin dalam urin 24 jam. Micral test untuk mikroalbuminuria. Dipstik/reagen tablet untuk makroalbuminuria. Urin dalam waktu tertentu (4 jam atau urin semalam).

Penatalaksanaan: Kendalikan glukosa darah Kendalikan tekanan darah Diet protein 0,8 gram/kgBB per hari. Jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang bertambah berat, diet protein diberikan 0,6-0,8 gram/kgBB per hari. Terapi dengan obat penyekat reseptor angiotensin II, penghambat ACE, atau kombinasi keduanya. Jika terdapat kontraindikasi terhadap penyekat ACE atau reseptor angiotensin, dapat diberikan antagonis kalsium non dihidropiridin. Apabila serum kreatinin >2,0 mg/dl sebaiknya ahli nefrologi ikut dilibatkan. Idealnya bila klirens kreatinin