referat dimass
Click here to load reader
-
Upload
muhammad-dimas-haryoko -
Category
Documents
-
view
94 -
download
2
description
Transcript of referat dimass
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom hemolitik uremik adalah penyakit yang secara relatif jarang terjadi
dan bisa mengakibatkan konsekuensi serius. Secara klasik meliputi trias dari anemia
hemolitik mikroangiopati (MHA), trombositopenia dan gagal ginjal. Temuan
histopatologis yang bermakna adalah mikroangiopati trombotik, ditandai dengan
kerusakan endotel kapiler dan formasi mikrovaskular dari platelet atau fibrin, yang
menginduksi iskemia jaringan, kerusakan eritrosit dan trombositopenia konsumtif.1
Pada anak, penyakit ini umumnya disebabkan oleh “toksin yang menyerupai
shiga” yang diproduksi oleh Escherichia coli (Stx-E.coli) yang disertai manifestasi
gagal ginjal akut pada 55-70 % kasus, walaupun fungsi ginjal kembali seperti semula
pada sebagian besar kasus. Selain itu, diare yang berkaitan dengan sindrom hemolitik
uremik tipikal adalah yang paling umum terjadi (80-90% kasus), terjadi secara
endemik, jarang berulang, dan mempunyai prognosis yang lebih baik secara relatif.1.2
Sindrom hemolitik uremik adalah penyebab utama gagal ginjal di Amerika
serikat pada anak yang sebelumnya sehat, khususnya pada anak usia kurang dari 3
tahun. Terdapat 2 kategori etiologi, yaitu sindrom hemolitik uremik tipikal (dengan
diare atau D +) dan sindrom hemolitik uremik atipikal (tanpa diare atau D-).
Sebanyak 90% dari kasus sindrom hemolitik uremik adalah D+ atau tipikal.3
Presentasi klinis yang paling sering pada sindrom hemolitik uremik adalah
oliguri dan pucat yang mendadak, yang sebelumnya menderita diare atau disentri. Ini
2
terjadi secara umum pada anak antara 1-5 tahun. Hematuri dan hipertensi sering
terjadi. Komplikasi dari kelebihan cairan kemungkinan muncul dengan edem pulmo
dan atau ensefalopati hipertensi.1
Pasien dengan sindrom hemolitik uremik atipikal lebih berbahaya dan
memiliki onset gejala yang fluktuatif, yang kemungkinan didahului oleh infeksi virus
atau bakteri, penyakit jaringan penunjang atau riwayat pemakaian obat.1
Tinjauan pustaka ini bertitik berat pada pembahasan sindrom hemolitik
uremik yang paling umum terjadi yaitu tipe D+ atau sindrom hemolitik uremik
tipikal.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sindrom hemolitik uremik adalah penyakit yang ditandai dengan anemia
hemolitik mikroangiopatik, trombositopenia, dan gagal ginjal akut. Penyakit ini
pertama kali dijelaskan oleh Gasser dan kawan-kawan pada tahun 1955 dan
merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal pada masa awal anak-anak.
Meskipun demikian semua kelompok umur bisa diserang oleh penyakit ini, dan
manifestasi ekstra renal dari penyakit ini bisa terjadi.4
B. Epidemiologi
Sindrom hemolitik uremik secara primer terjadi pada anak dengan rentang usia
1-10 tahun, dengan insidensi rata-rata 1-3 kaus per 100.000 anak, dengan tingkat
harapan hidup mendekati 95%. Beberapa penelitian member kesan bahwa populasi di
pedesaan lebih berisiko daripada populasi perkotaan, dan insidensinya meningkat
pada bulan-bulan di musim panas. Reservoir utama dari strain Escherichia coli di
Amerika serikat dan Eropa barat adalah hewan ternak.3.5
C. Etiologi dan Klasifikasi
Sindrom hemolitik uremik bisa diklasifikasikan kedalam 2 tipe, bergantung
pada munculnya diare di fase awalnya. Sindrom hemolitik uremik tipikal atau diare
(+) berhubungan erat dengan toksin Shiga yang diproduksi oleh Escherichia coli
4
(STEC), merupakan tipe yang lebih umum, terjadi secara epidemi / endemi,
berhubungan dengan sumber infeksi umum, dan menyebabkan diare berdarah.5.6
Walaupun Escherichia coli merupakan bagian dari flora normal usus, bakteri
ini mempunyai kemampuan untuk menyebabkan penyakit pada saluran cerna.
Beberapa serotype dari Escherichia coli diketahui dapat menyebabkan sindrom
hemolitik uremik , yang paling umum adalah serotype 0157: H7. Akan tetapi, hanya
sekitar 10-15% pasien dengan infeksi Escherichia coli 0157: H7 yang akan
berkembang menjadi sindrom hemolitik uremik. Sumber infeksi adalah susu atau
produk ternak (daging yang dimasak tidak sempurna) dan transmisi fekal oral. Sayur
dan air minum juga bisa terkontaminasi oleh bakteri ini.1.3
Tipe lain yaitu sindrom hemolitik uremik atipikal atau diare (-), terjadi secara
sporadik dan kebanyakan diderita oleh orang dewasa. Pasien dengan sindrom
hemolitik uremik atipikal lebih berbahaya dan memiliki onset gejala yang fluktuatif,
yang kemungkinan didahului oleh infeksi virus atau bakteri, penyakit jaringan
penunjang atau riwayat pemakaian obat.1
Tabel 1. Gambaran dari sindrom hemolitik tipikal (D+ HUS) dan atipikal (D-HUS)6
Gambaran SHU tipikal (D+) SHU atipikal (D-)
Patogenesis Toksin yang menyerupai shiga, biasanya
berhubungan dengan E.coli (0157:H7)
Streptococcus pneumonia, obat,
glomurulonefritis
Gejala prodromal Diare berair, kemudian menjadi berdarah Tidak ada atau gejala respiratori
Morbiditas Rendah (5%) Tinggi (25%)
Penyakit ginjal stadium akhir Jarang (10%) Sering (30%)
Rekurensi Jarang Sering (30%)
Pengobatan Suportif, dialysis Suportif, dialisis
5
Sindrom hemolitik uremik atipikal terjadi pada 5% dari seluruh kejadian
sindrom hemolitik uremik, dan 38-43% kasus sindrom hemolitik uremik atipikal
dilaporkan mempunyai hubungan dengan invasi/ infeksi dari streptococcus
pneumonia (terutama pada penyakit pneumonia, empyema, meningitis, dan lebih
jarang pada pericarditis, peritonitis, mastoiditis, dan otitis media).1
D. Patogenesis
Epidemi dan endemi dari sindrom hemolitik uremik tipikal (diare +)
berhubugan dengan infeksi yang disebabkan oleh verositotoksin (toksin Shiga) yang
diproduksi oleh organisme, termasuk Escherichia coli 0157:H7, Escherichia coli
026:H11, dan Shigella dysenteriae tipe 1. Di Amerika utara dan eropa barat, infeksi
Escherichia coli 0157:H7 adalah penyebab utama dari sindrom hemolitik uremik.
Makanan dan minuman adalah bentuk penyebaran infeksi yang utama, walaupun
transmisi dari orang ke orang juga telah dibuktikan. Setelah periode inkubasi rata-rata
selama 3 hari, orang yang terinfeksi akan mengalami diare encer dengan nyeri perut
disertai keram yang kemungkinan berkembang menjadi colitis hemoragik. Satu
minggu setelah onset diare, sindrom hemolitik uremik akan berkembang pada 15%
pasien. Toksin Shiga (STx 1 dan STx 2) telah dipertimbangkan sebagai faktor
virulensi utama yang berperan pada sindrom hemolitik uremik. Walaupun virulensi
toksin Shiga belum dipahami secara sempurna, efek molekuler, biologi sel, dan
biokimianya telah diketahui dengan baik.4
6
Sindrom hemolitik uremik terjadi karena produksi toksin bakteri di usus. Entero
hemoragik Escherichia coli akan melepaskan verotoksin atau verositotoksin, yang
secara struktur dan fungsional homolog dengan toxin shiga (Stx) yang diproduksi
oleh strain Shigella yang menyebabkan sindrom hemolitik uremik. Toksin ini akan
berikatan, menginvasi dan menghancurkan koloni sel mukosa epithelial,
menghasilkan diare berdarah. 1.6
Setelah memasuki sirkulasi sistemik, terdapat bukti bahwa toksin dibawa
melalui interaksi dengan neutrofil, monosit, dan platelet. Kemudian toksin berikatan
dengan sel endotel vaskuler yang kaya akan Gb3 (globutriasikelramid). Sel endotel
glomerulus, kolon, dan cerebrum mengandung banyak reseptor Gb3, sama halnya
dengan mesangium ginjal dan sel epitel tubuler. Di tempat ini, toksin mengganggu
sintesis protein, menyebabkan kematian sel dan kerusakan jaringan. Kemudian,
terjadi pelepasan beberapa produk endotel (faktor von willebrand, faktor agregasi
platelet, inhibitor aktivasi plasminogen) dan platelet/ fibrin kedalam area yang
mengalami kerusakan yang menyebabkan terjadinya mikrovaskular trombosis.1.4.6
Toksin Shiga juga diketahui dapat menginduksi apoptosis pada sel endotel dan
pada tubuler ginjal, baik in vitro maupun in vivo. Sebagai tambahan, toksin juga
dapat meningkatkan jumlah faktor transkripsi yang berkaitan dengan jalur sinyal
tumor necrosis factor (TNF) di sel endotel vaskuler. Faktor transkripsi ini memiliki
peran penting terhadap apoptosis dan regulasi imun, proliferasi sel, dan regulasi
citokin inflamasi.4
7
Sel darah merah yang dipaksa melewati pembuluh darah yang mengalami
oklusi akan mengalami deformasi dan fragmentasi, yang menghasilkan gambaran
schistocytes. Sel darah merah yang terfragmentasi ini akan dibuang oleh sistem
retikuloendotelial yang akan menuju pada anemia hemolitik (inilah yang
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik mikrongiopati), karena platelet terpakai
berkaitan dengan kerusakan vaskuler, sebagian besar pasien juga mengalami
trombositopenia dengan berbagai tingkat keparahan.6
Sindrom hemolitik uremik atipikal dilaporkan mempunyai hubungan dengan
invasi/ infeksi dari streptococcus pneumonia (terutama pada penyakit pneumonia,
empyema, meningitis, dan lebih jarang pada pericarditis, peritonitis, mastoiditis, dan
otitis media). Sel endotel ginjal, eritrosit dan trombosit mempunyai suatu struktur
pada permukaannya yang disebut antigen Thomson-Friedenreich, yang secara normal
dibentuk oleh asam neuraminik. Pneumococcus yang mengandung enzim
neuraminidase mampu untuk memisahkan asam neruraminik dari permukaannya. Ini
akan menuju pada pengikatan antigen-antibodi, aktivasi sistem imun, yang
menyebabkan kerusakan sel endotel glomerular, anemia hemolitik, aggregasi dan
konsumsi platelet, dan penurunan GFR.1
E. Manifestasi Klinis
Sindrom hemolitik uremik tipikal memiliki kekhasan yaitu diare pada fase awal
yang diikuti dengan gagal ginjal akut. Interval rerata antara pajanan E.coli dengan
munculnya gejala penyakit adalah 3 hari (kisaran 1-8 hari). Penyakit biasanya dimulai
8
dengan perasaan keram perut dan diare tanpa darah, diare bisa disertai darah pada
70% kasus dan biasanya antara 1 sampai 2 hari. Keluhan muntah terjadi pada 30-60%
kasus, dan demam terjadi pada 30% kasus. 2.4
Presentasi klinis yang paling umum pada sindrom hemolitik uremik adalah
oliguria dan pucat mendadak, yang sebelumnya diawali diare atau disentri. Ini terjadi
secara umum pada anak berusia antara 1-5 tahun. Oliguria dan anuria terjadi beberapa
hari setelah onset. Hematuri dan hipertensi juga umum didapatkan. Komplikasi dari
kelebihan cairan tubuh kemungkinan muncul sebagai edem paru dan atau ensefalopati
hipertensi. Meskipun terjadi trombositopenia, manifestasi perdarahan jarang terjadi.
Gejala neurologis seperti iritabilitas, ensefalopati dan kejang kemungkinan terjadi.
Manifestasi ekstra renal lainnya seperti pankreatitis, ikterus dan nekrosis mukosa
usus.1.4
F. Pendekatan Diagnosis
Pendekatan diagnosis sindrom hemolitik uremik dapat secara klinis. Pada anak
seringkali diawali dengan nyeri abdomen, diikuti diare pada 35-90% yang akan
menjadi diare berdarah. Demam seringkali tidak tinggi atau tidak ada. Sindrom
hemolitik uremik terjadi 2-14 hari setelah onset diare, dengan waktu rerata 6 hari.
Sekitar 10-15% anak yang terinfeksi E.coli 0157:H7 akan berkembang menjadi
sindrom hemolitik uremik, dan 40-50% anak dengan sindrom hemolitik uremik
tipikal akan menuju pada gagal ginjal, dan memerlukan dialisis. Oleh karena itu,
pemantauan volume cairan pada anak yang terinfeksi sangat penting. Penurunan
9
jumlah urin atau peningkatan edem pada anak yang mempunyai riwayat diare
berdarah dan terlihat memiliki status hidrasi baik sebaiknya segera menyertakan
sindrom hemolitik uremik sebagai diagnosis diferensialnya. Anak bisa menjadi pucat
dan berkembang menjadi ikterik sebagai akibat hemolisis dan menjadi hipertensi,
baik dari kelebihan cairan maupun dari aktivasi sistem renin-angiotensin oleh ginjal
yang iskemik. Anak dengan hipertensi mempunyai prognosis lebih buruk.
Trombositopenia bisa bermanifestasi petekie, namun ini biasanya tidak menuju pada
perdarahan yang bermakna. Gejala sistem saraf sentral bisa terjadi pada 15-20%
kasus anak dengan sindrom hemolitik uremik, paling umum berupa kejang atau
koma.3
G. Pemeriksaan Penunjang
Sindrom hemolitik uremik secara umum adalah diagnosis klinis yang ditunjang
oleh abnormalitas laboratorium yang mencerminkan patofisiologi yang mendasarinya
(formasi fibrin-trombus intravaskuler). Anemia pada sindrom hemolitik uremik
adalah normokromik normositik dengan peningkatan jumlah retikulosit. Apusan
darah akan memiliki gambaran sel terfragmentasi (sel helm atau schistosit) dan
polikromatofilia yang merupakan bukti adanya trauma mekanik didalam pembuluh
darah. Nilai hemoglobin rerata adalah 8 g/dl (80 g/L), dan nilai hematokrit adalah
24%. Hasil dari test antiglobulin langsung adalah negatif. Konsentrasi serum
haptoglobulin rendah, dan kadar enzim laktat dehidrogenase mengalami peningkatan.
10
Biasanya terdapat peningkatan bilirubin indirek, oleh karena itu bilirubin harus selalu
disertakan dalam pemeriksaan. 3.4.6
Gambar 1. Apusan darah dari pasien dengan sindrom hemolitik uremik.6
Trombositopenia biasanya sekitar 40x103/ mcl (40x10
9/ L) sampai 50x10
3/ mcl
(50x109/ L) . Trombositopenia berat atau < 10x10
3/ mcl (<10x10
9/ L) jarang terjadi
Waktu prothrombin (PT) dan waktu thromboplastin parsial seringkali normal. Pada
pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya hematuria dan proteinuria. Blood urea
nitrogen (BUN) dan konsentrasi kreatinin meningkat, dan konsentrasi albumin
kemungkinan menurun dikarenakan kehilangan protein dari ginjal dan saluran
cerna.3.4
Sindrom hemolitik uremik adalah mikroangiopati trombotik yang dikonfirmasi
dengan pemeriksaan histopatologis. Kerusakan endothelial jelas terdapat
(pembengkakan sel endotel glomerular), dan oklusi trombotik dari lumen kapiler
glomerulus mengakibatkan kerusakan iskemik jaringan. Kerusakan sel epitel tubular,
11
ekspansi mesangial, dan perubahan degeneratif mesangium juga diamati. Pada
sebagian besar kasus berat, nekrosis kortikal dapat ditemukan. Perubahan
mikroangiopatik trombotik pada sindrom hemolitik uremik tipikal juga terlihat pada
sistem organ lainnya (sistem saraf pusat).4
H. Pengobatan
Sindrom hemolitik uremik adalah penyakit self-limiting dengan penyembuhan
spontan, walaupun begitu monitoring ketat terhadap status cairan, tekanan darah dan
parameter respiratori serta neurologis dan pengobatan dari gejala sangatlah penting.
Selain itu kadar glukosa darah, elektrolit dan kreatinin juga perlu dipantau secara
rutin. Manajemen terapi pasien dengan sindrom hemolitik uremik tipikal secara
umum adalah suportif dan dirancang untuk memperbaiki kegagalan ginjal dan
mengontrol hipertensi (jika terjadi). Transfusi sel darah merah diberikan pada anemia
simptomatik. Transfusi platelet jarang diberikan karena manifestasi perdarahan jarang
ditemukan, dan secara teoritis transfusi platelet akan berkontribusi pada
mikrotrombosis. 1.5.6
Peritoneal dialisis atau hemodialisis sebaiknya dilakukan ketika terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tidak bisa diperbaiki dengan terapi
konservatif atau ketika kelebihan cairan mengganggu fungsi jantung. Secara umum,
ketika kadar serum urea nitrogen melebihi 100mg/dL (35.7 mmol/L), dialisis
sebaiknya dilakukan, walaupun tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Hipertensi seharusnya diterapi ( short acting-calcium channel blocker, angiotensin-
12
converting enzyme inhibitor ) untuk mencegah gagal jantung kongestif dan
ensefalopati. Terapi non-standar meliputi agen antiplatelet, antikoagulan, agen
trombolitik, prostasiklin, dan kortikosteroid. Sampai saat ini, terapi tersebut belum
terbukti menguntungkan.4
Pemberian makanan oral bisa dilakukan selama tidak menyebabkan rasa nyeri
atau meningkatkan frekuensi diare dan integritas dari saluran cerna tidak terganggu.
Dukungan nutrisi yang optimal seringkali memerlukan infus intravena.6
I. Prognosis
Peningkatan prognosis sindrom hemolitik uremik merupakan hasil dari
manajemen cairan dan elektrolit yang teliti dan inisiasi dini dari dialisis untuk
mengkoreksi kelebihan cairan atau ketidakseimbangan elektrolit yang berat. Secara
umum, prognosis dari sindrom hemolitik uremik tipikal (D +) lebih baik dari sindrom
hemolitik uremik atipikal (D-). Mortalitas akut dari sindrom hemolitik uremik adalah
3-5%, kebanyakan dari gangguan sistem saraf pusat, kegagalan jantung, atau
kegagalan multi organ. Penelitian jangka panjang menunjukkan fungsi ginjal kembali
normal pada 50-70% pasien, 5% mengalami gangguan fungsi ginjal yang berat dan
permanen atau gejala sisa dari sistem saraf pusat, dan memerlukan dialisis seumur
hidup. 3.6
13
J. Pencegahan
Karena sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan sindrom
hemolitik uremik dan karena terdapat proporsi yang bermakna dari anak yang
terinfeksi untuk terjadi gejala sisa pada ginjal, pencegahan dan kontrol infeksi
merupakan kunci perhatian praktisi medis, bersama dengan edukasi pasien. Untuk
mencegah penyebaran dari infeksi E.coli, daging harus dimasak secara sempurna.
Susu dan jus buah yang tidak dipasteurisasi harus dihindari karena wabah penyakit
berkaitan dengan produk makanan tersebut. Akibat dari kebersihan tangan, baik pada
persiapan makanan maupun kontak dengan sesama tidak bisa dianggap remeh.
Pembatasan kontak sebaiknya dilakukan pada anak dengan diare berdarah sampai
masalah diare tersebut terselesaikan dan dua kultur feses adalah negatif. Anak yang
terinfeksi sebaiknya tidak diperkenankan untuk bermain dengan temannya
(merupakan titik pusat penyebaran yang lain) sampai masalah terselesaikan.3.6
14
BAB III
PENUTUP
Sindrom hemolitik uremik secara klasik ditandai dengan anemia hemolitik
mikroangiopatik, trombositopenia, dan gagal ginjal akut. Terdapat 2 kategori etiologi,
yaitu sindrom hemolitik uremik tipikal (dengan diare atau D +) dan sindrom
hemolitik uremik atipikal (tanpa diare atau D-). Sebanyak 90% dari kasus sindrom
hemolitik uremik adalah D+ atau tipikal.
Sindrom hemolitik uremik secara primer terjadi pada anak dengan rentang
usia 1-10 tahun, dengan insidensi rata-rata 1-3 kasus per 100.000 anak, dengan
tingkat harapan hidup mendekati 95%. Fungsi ginjal kembali normal pada 50-70%
pasien, 5% mengalami gangguan fungsi ginjal yang berat dan memerlukan dialisis
seumur hidup.
Karena sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan sindrom
hemolitik uremik dan kemungkinan terdapatnya gejala sisa yang tinggi, pencegahan
dan kontrol infeksi merupakan kunci perhatian praktisi medis, bersama dengan
edukasi pasien.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Banerjee S. Hemolytic uremic syndrome. Indian Pediatrics. 2009; 46:1075-
1084.
2. Noris M, Remuzzi G. Hemolytic uremic syndrome. J Am Soc Nephrol. 2005;
16:1035-1050
3. Fiorino EK, Raffaeli RM. Hemolytic uremic syndrome. Pediatrics in Review.
2006; 27:398-399
4. Blackall DP, Marques MB. Hemolytic uremic syndrome revisited. Am J Clin
Pathol 2004; 121 (suppl 1): S81-S88
5. Razzaq S. Hemolytic uremic syndrome : an emerging health risk. Am Fam
Physician. 2006; 74:991-996
6. Corrigan JJ, Boineau FG. Hemolytic uremic syndrome. Pediatrics in Review.
2001; 22:365-369