referat-CHF (adib)

31
CONGESTIVE HEART FAILURE I. PENDAHULUAN Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard yang paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark miokard yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes. 1, 2 Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. 3 Meskipun terapi gagal jantung mengalami 1

description

referat-CHF (adib) sadSDSADSADSAIDHSADOSADHUOHSDHOASHDIOSAODHSAOHDSAOHDOSADOISAIODSAHIODHSAOIHDSAIDIOSAHDIOSAHDIOHSAIODHSAIOHDIOSAHODSAuha

Transcript of referat-CHF (adib)

CONGESTIVE HEART FAILURE

I. PENDAHULUAN

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu

keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme

kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis

penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah

disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan

katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard yang paling

sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark miokard yang

merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi

dan diabetes. 1, 2

Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia

yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di

Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya.

Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS

Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar

65% adalah pasien gagal jantung. 3 Meskipun terapi gagal jantung mengalami

perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-

40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala

gagal jantung yang ringan. 2, 3

Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat

diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4

tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari

50% akan meninggal dalam tahun pertama. 2

II. DEFINISI

1

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak

mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang

penting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap

kebutuhan metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi

pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada

fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi

mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah

perkembangan penyakit menjadi gagal jantung. 1

Beberapa istilah dalam gagal jantung : 4

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari

pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan

echocardiography.

Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa

sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas

fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian

ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi

ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi,

pseudo-normal, tipe restriktif.

2. Low Output dan High Output Heart Failure

Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,

kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan

resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A – V,

beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat

dibedakan.

2

3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena

pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung

kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi

pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti

vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena

jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-

2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan

atau tahun tidak lagi berbeda.

4. Gagal Jantung Akut dan Kronik

Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat

endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara

tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.

Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan

multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok,

namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.

Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure, hampir

selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward

failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah

normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu

diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya

peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri

dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung. 5

II1. ETIOLOGI

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi

aorta dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana

terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat

menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat

3

memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak

dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru. 1

Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit

katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium primer.

Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang

menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal

jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan

penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien

dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid. 5

IV. PATOFISIOLOGI

Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti nfark miokard, maka

kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan

timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena

yang menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis. 5,6,7

Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai

terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup

peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi

sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini

mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau

hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat.

Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak

saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin

kurang efektif. 1,5,6,7

1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :

Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah

peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas

adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf

adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan

4

kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan

jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan

tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke

organ-organ yang metabolismenya rendah misal kulit dan ginjal untuk

mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Vasokonstriksi akan meningkatkan

aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan

kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan

meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin

bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan

kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan

simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja

ventrikel. 1, 4, 6

Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan

parasimpatik pada gagal jantung. 8

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :

5

Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan

air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan

aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas.

Namun apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai

serangkaian peristiwa berikut:

- Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus

- Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus

- Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan

angiotensinI

- Konversi angotensin I menjadi angiotensin II

- Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

- Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.

Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan

tekanan darah. 1, 5, 6, 7

Gambar 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron 8

3. Hipertrofi ventrikel :

6

Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah

tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan

kontraksi ventrikel.

Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang

menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan

gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung.

Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas

menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik.

Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi

terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung.

Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat.

Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan

kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat

dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil

akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban

miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung. 1, 4,6,7

7

Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon terhadap

hemodinamik berlebih. 8

V. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap

derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas

gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal

jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih

awal dengan aktivitas yang lebih ringan. 1, 4

Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai

dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.1, 4, 9

8

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan

adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan

merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak

kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang.

Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar

membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang

paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat

kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan

aliran udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru

yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya

menjadi edema alveolar, maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat

beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea

saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-

bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial

dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru

lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema

paru intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal

jantung kiri dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi

berbaring.

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas

dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru

karena pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat

distensi vena.

Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena

sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher

mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara

paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat

9

menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama

inspirasi.

Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan

kapsula hati.

Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat

disebabkan kongesti hati dan usus.

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema

mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam

hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi

cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu

berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.

Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara

klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini

dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal

jantung kanan yang nyata.

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat

mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia

ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf

simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting kematian mendadak

dalam situasi ini.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada

dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto

thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan

biomarker. 2, 10

Kriteria Diagnosis : 11

Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif 1, 9

10

Kriteria Major :

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekana vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

1. Edema eksremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardi(>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria

minor.

Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan

pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan

tingkat aktivitas fisik, antara lain: 1

NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan

fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah,

sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.

NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.

Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang

biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan,

jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada.

11

NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak

dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan

tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan

gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.

NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa

menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan

fisik meskipun sangat ringan.

b. Pemeriksaan Penunjang

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan

penunjang sebaiknya dilakukan. 12

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin : 11, 12, 13

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),

kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan

gula darah, profil lipid.

2. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG

adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy

(LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal

biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV. 11, 12

3. Radiologi :

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran

jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-

kadang efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat

mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien. . 11, 12, 13

12

4. Penilaian fungsi LV :

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,

mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna

adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian

semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan

menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan

dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi

atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada

pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna

untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-

D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan

pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor

pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi

jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan

volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF

(stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah

diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan.

Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki

beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF

dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai

contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah

ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan

pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan

jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%). 11

VII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan

secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung

baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki

13

prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi

serta beratnya kondisi. 13

Terapi : 14

a. Non Farmakalogi :

- Anjuran umum :

Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.

Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti

biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa

dilakukan.

Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

- Tindakan Umum :

Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan

dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal

jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.

Hentikan rokok

Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang

lainnya.

Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30

menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban

70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan

sedang).

Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

b. Farmakologi

Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis

Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker, vasodilator lain,

digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia. 14, 15

14

a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling

sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop

diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat

dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik

dengan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50

mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung

sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung

sistolik.

b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal,

dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.

Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa

minggu sampai dosis yang efektif.

c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian

dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan

kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan

sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta

yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan

bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik.

d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi

terhadap ACE ihibitor.

e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung

disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial,

digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.

f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan

emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi

ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial

kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient

Ischemic Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.

g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik

atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari

15

kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III

terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak

digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk

mencegah kematian mendadak.

h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis

untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari)

dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek

dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta

meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada

penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita

dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel. 13

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu,

takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan

hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta

cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok

kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul

pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel)

atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum

ventrikel pasca infark. 13

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana

memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan

hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.

Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen

konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan.

Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta

oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi

jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme

16

anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki

asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter. 13

Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan

venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop

diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini

dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga

harus dihindari bila memungkinkan. 13

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam

penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan,

nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan

preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 – 3 mg

intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan. 13

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload

serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta

gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis

yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga

dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena

dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi

terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 –

24 jam. 13

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan

pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai

krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan

gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit. 13

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide

adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel.

Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat

menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin,

aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan

17

pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume

karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1

menit dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit. 13

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang

disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator

digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100

mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor

merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat

meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan

bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg. 13

Pemberian dopamin 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah

splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor

adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada

pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta

yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan

merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan

vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2

– 3 μg/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15

μg/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang

dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 – 20 μg/kg/mnt. 13

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi

AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering

digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan

untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat

terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena

25 μg/kg bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt. Dosis

enoximone 0,25– 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt. 13

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang

disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok

kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan

18

tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan adalah

epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 –

0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt. 13

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan

terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah

penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan

hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan

afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood diuretik

intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium

intravena(nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda

kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload,

meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan

disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi

sesuai penyakit dasar. Aritmia jantungharus diterapi. 13

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,

pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist

device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau

syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai

regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung

bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi

atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang

simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device

bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular

Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi

ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon

terhadap terapi terutama inotropik. 13

VIII. PROGNOSA

19

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat

berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas

setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50%

pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika

disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol,

dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10

ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma

yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.

Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya

merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis.

Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya.

Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat menderita

dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat. 11

DAFTAR PUSTAKA

1. P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic functionand congestive heart failure diagnosed by

clinical criteria. Circulation Journal Of TheAmerican Heart Association. Available from :http://circ.ahajournals.org

2. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV , PusatPenerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI, Jakarta

3. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV , PusatPenerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,

Jakarta

4. Nicholas J. Talley, Nimish Vakil. 2005. Guidelines for the Management of Dyspepsia

,Practice Parameters Committee of the American College of Gastroenterology.American Journal of Gastroenterology

5. Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine) . Penerbit BukuKedokteran EGC. Jakarta

6. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis & Treatment 47 th Edition . Mc Graw Hill

20

7. Brashers V L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen .Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

8. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia . Pusat Penerbitan

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta

9. Lelosutan S A R. 2009. Kapita Selekta Gastroentero-Hepatologi Ilmu Penyakit  Dalam . Sub SMF Gastrentero-Hepatologi

Departemen Penyakit Dalam RSPAD GatotSoebroto Jakarta. JC Institute. Jakarta

21