Referat Bph Wena

download Referat Bph Wena

of 26

Transcript of Referat Bph Wena

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    1/26

    REFERAT

    BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA

    Pembimbing :

    Dr. Tri Endah, Sp.U

    Penyusun :

    Adiwena Swardhani Rahayu

    030.08.007

    Kepaniteraan Klinik Bedah

    Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih

    Periode 26 Agustus 2013 2 November 2013

    Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    2/26

    Lembar Pengesahan

    Nama : Adiwena Swardhani Rahayu

    NIM : 030. 08.007

    Judul Referat : Benign Prostatic Hyperplasia

    Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing Dr. Tri Endah, Sp.U pada :

    Hari : Jumat

    Tanggal : 20 September 2013

    Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik bedah

    di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih

    Jakarta, 20 September 2013

    Dr. Tri Endah, Sp.U

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    3/26

    Kata Pengantar

    Rasa syukur saya panjatkan terutama kepada Allah SWT, karena rahmatNya saya

    dapat menyelesaikan referat ini. Tulisan ini saya buat untuk memenuhi tugas

    kepaniteraan klinik bedah yang sedang berlangsung di RSUD Budhi Asih.

    Pada kesempatan ini saya ingin berterima kasih atas bimbingan dan juga segala

    bantuannya kepada:

    1. Dr. Tri Endah,Sp.U sebagai pembimbing yang telah memberikan nasihat,

    saran dan bimbingannya yang sangat berguna bagi saya dalam menyusun

    referat ini.

    2. Keluarga dan kerabat saya,atas doa dan dukungannya dalam membantu saya

    menyelesaikan referat ini.

    3. Seluruh teman-teman kepaniteraan klinis yang telah membantu saya.

    Akhir kata, saya memohon maaf sebesar-besarnya bila ada kesalahan dalam menyusun

    referat ini dan saya berharap referat ini dapat berguna bagi semua pihak yang telah

    membacanya.

    Jakarta, 16 September 2013

    Adiwena Swardhani Rahayu

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    4/26

    DAFTAR ISI

    1. KATA PENGANTAR

    2. DAFTAR ISI

    3. BAB I . PENDAHULUAN

    4. BAB II . PEMBAHASAN

    a. II. A. KELENJAR PROSTAT

    i. II. A. 1. Anatomi dan Histologi Kelenjar Prostat

    ii. II. A. 2. Fisiologi Kelenjar Prostat

    b. II. B. BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA

    i. II. B. 1. Definisi

    ii. II. B. 2. Epidemiologi

    iii. II. B. 3. Etiologi

    iv. II. B. 4. Patologi

    v. II. B. 5. Patofisiologi

    vi. II. B. 6. Manifestasi klinis

    vii. II. B. 7. Pemeriksaan fisik

    viii. II. B. 8. Pemeriksaan penunjang

    ix. II. B. 9. Diagnosis Banding

    x. II. B. 10. Komplikasi

    xi. II. B. 11. Penatalaksanaan

    xii. II. B. 12. Prognosis

    xiii. II. B. 13. Pencegahan

    5. BAB III. KESIMPULAN

    6. BAB IV. DAFTAR PUSTAKA

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    5/26

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami

    pembesaran, baik jinak maupun ganas. Pada tahap usia tertentu banyak pria mengalami

    pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda

    awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).

    Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada

    populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun

    (50-79tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya

    perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini,

    dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi

    kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala

    klinik.

    Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran

    kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari

    tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif hingga tindakan operasi.

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    6/26

    BAB II

    PEMBAHASAN

    II. A. KELENJAR PROSTAT

    II. A. 1. Anatomi dan Histologi Kelenjar Prostat(1)

    Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus (kerucut) terbalik yang dilapisi oleh

    kapsul fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian

    proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya

    sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram,

    dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal

    2,5 cm.

    Pada bagian anterior digantung oleh ligamentum pubo-prostatika yang

    melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat vesikula

    seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers berasal dari

    fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup keras dan biasanya dapat menahan

    invasi karsinoma prostat ke rectum sampai suatu stadium lanjut. Pada bagian posterior

    ini, prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang berjalan secara oblique dan bermuara

    pada veromentanum didasar uretra prostatika persis dibagian proksimal spingter eksterna.

    Pada permukaan superior, prostat melekat pada bladder outlet dan spingter interna

    sedangkan dibagian inferiornya terdapat diafragama urogenitalis yang dibentuk oleh

    lapisan kuat fasia pelvis, dan perineal membungkus otot levator ani yang tebal.

    Diafragma urogenital ini pada wanita lebih lemah oleh karena ototnya lebih sedikit dan

    fasia lebih tipis.

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    7/26

    Gambar 1. kelenjar prostat dan uretra

    Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior, medial,

    lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat dibagi atas 4 bagian

    utama:

    1. Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan nonglandular. Ini

    merupakan sepertiga dari keseluruhan prostat. Bagian prostat yang

    glandular dapat dibagi menjadi 3 zona (bagian 2,3 dan 4).

    2. Zona perifer, yang merupakan 70 % dari bagian prostat yang glandular,

    membentuk bagian lateral dan posterior atau dorsal organ ini. Secara

    skematik zona ini dapat digambarkan seperti suatu corong yang bagian

    distalnya terdiri dari apex prostat dan bagian atasnya terbuka untuk

    menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk baji. Saluran-saluran

    dari zona perifer ini bermuara pada uretra pars prostatika bagian distal.

    3. Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat yang glandular,

    dikenal sebagai jaringan kelenjar yang berbentuk baji sekeliling duktus

    ejakulatorius dengan apexnya pada verumontanum dan basisnya pada

    leher buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara pada uretra prostatika

    bagian distal. Zona central dan perifer ini membentuk suatu corong yang

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    8/26

    berisikan segmen uretra proximal dan bagianventralnya tidak lengkap

    tertutup melainkan dihubungkan oieh stroma fibromuskular.

    4. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang terkecil

    (5 %), terletak tepat pada batas distal sfinkter preprostatik yang berbentuk

    silinder dan dibentuk oleh bagian proximal uretra. Zona transisional dan

    kelenjar periuretral bersama-sama kadang-kadang disebut sebagai kelenjar

    preprostatik.

    Prostat diperdarahi oleh arteri vesika inferior, arteri pudendalis interna arteri

    hemoroidalis medialis. Arteri utama memasuki prostat pada bagian infero-lateral persis

    dibawah bladder neck, ini harus diligasi atau didiatermi pada waktu operasi

    prostatektomi. Darah vena prostat dialirkan kedalam fleksus vena periprostatika yang

    berhubungan dengan vena dorsalis penis, kemudian dialirkan ke vena iliaka interna yang

    juga berhubungan dengan pleksus vena presakral. Oleh karena struktur inilah sering

    dijumpai metastase karsinoma prostat secara hematogen ke tulang pelvis dan vertebra

    lumbalis.

    Persarafan kelenjar prostat sama dengan persarafan kandung kemih bagian

    inferior yaitu fleksus saraf simpatis dan parasimpatis. Aliran lymph dari prostat dialirkan

    kedalam lymph node iliaka interna (hipogastrika), sacral, vesikal dan iliaka aksterna

    II. A. II. Fisiologi Kelenjar Prostat(1,2)

    Kelenjar prostat dikelilingi oleh otot polos yang berkontraksi selama ejakulasi,

    mengeluarkan lebih kurang 0,5 ml cairan prostat tetapi fungsi pasti cairan ini belum

    diketahui, paling tidak sebagai medium pembawa sperma.

    Prostat adalah organ yang bergantung kepada pengaruh endokrin, dapat dianggap

    imbangannya (counterpart) dengan payudara pada wanita. Pengetahuan mengenai sifat

    endokrin ini masih belum pasti, tetapi pada pengebirian kelenjar prostat jelas akan

    mengecil. Jadi prostat dipengaruhi oleh hormon androgen, ternyata bagian yang sensitive

    terhadap androgen adalah bagian perifer, sedangkan yang sensitive terhadap estrogen

    adalah bagian tengah. Karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang mengalami

    hiperplasia, oleh karena sekresi androgen yang berkurang sedangkan estrogen bertambah

    secara relatif ataupun absolut.

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    9/26

    II. B. BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA

    II. B. 1. Definisi(2)

    Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah

    pertumbuhan berlebihan dari sel-sel (hiperplasia) kelanjar periuretral prostat yang tidak

    ganas yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai

    bedah1.

    II. B. 2. Epidemiologi(2)

    Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan

    sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang

    lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang

    kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami

    perubahan hyperplasia. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan

    kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun3.

    II. B. 3. Etiologi(2)

    Belum diketahui secara pasti, saat ini terdapat beberapa hipotesis yang diduga

    sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat antara lain:

    1. Teori DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase

    dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.

    2. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang

    pertumbuhan epitel.

    3. Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel

    aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak

    pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan

    menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.

    4. Teori growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah

    pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor

    (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan

    ekspresi transforming growth factor-b (TGF-b), akan menyebabkan terjadinya

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    10/26

    ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.

    5. Teori Hormonal. Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi

    maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi.

    Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH.

    Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu

    antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron

    menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa

    di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan

    merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa

    testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian

    estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah

    perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan

    produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan

    terjadinya pembesaran prostat. Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis

    dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin

    hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan

    mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi

    penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan

    penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon

    gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli.

    Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral

    sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak

    bereaksi terhadap estrogen.

    II. B. 4. Patologi(2)

    Perubahan paling awal pada BPH adalah di kelenjar periuretra sekitar

    verumontanum. Perubahan hiperplasia pada stroma berupa nodul fibromuskuler, nodul

    asinar atau nodul campuran fibroadenomatosa. Hiperplasia glandular terjadi berupa nodul

    asinar atau campuran dengan hiperplasia stroma. Kelenjar-kelenjar biasanya besar dan

    terdiri atas tall columnar cells. Inti sel-sel kelenjar tidak menunjukkan proses keganasan.

    Proses patologis lainnya adalah penimbunan jaringan kolagen dan elastin di antara otot

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    11/26

    polos yang berakibat melemahnya kontraksi otot. Hal ini mengakibatkan terjadinya

    hipersensitivitas pasca fungsional, ketidakseimbangan neurotransmiter, dan penurunan

    input sensorik, sehingga otot detrusor tidak stabil.

    II. B. 5. Patofisiologi(2,5)

    Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu

    komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan

    dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika

    sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen

    dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha

    adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan

    kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung

    dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh

    komponen mekanik.

    Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra.

    Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi

    resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk

    mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan

    anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,

    sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi

    Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada

    saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu

    dikenal dengan gejala-gejala prostatismus1. Dengan semakin meningkatnya resistensi

    uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi

    untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin

    tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara

    ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari

    buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus

    akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam

    gagal ginjal.

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    12/26

    II. B. 6. Manifestasi klinis(2,3)

    Gejala hyperplasia prostat menurut Boyarsky, dkk (1977) dibagi atas gejala

    obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan karena penyempitan uretra pars

    prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk

    berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala-

    gejalanya antara lain1:

    1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

    2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

    3. Miksi terputus (Intermittency)

    4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

    5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying)

    Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung

    tiga factor, yaitu:

    a. Volume kelenjar periuretral

    b. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

    c. Kekuatan kontraksi otot detrusor

    Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna

    pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena

    pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering

    berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah1 :

    1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

    2. Nokturia

    3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

    4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

    Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis

    derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

    Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing

    Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

    Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin

    > 150 ml.

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    13/26

    Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO

    menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor

    Internasional Gejala Prostat atau I-PSS(International Prostatic Symptom Score). Sistem

    skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi

    (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap

    pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5,

    sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.

    Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:

    - Ringan : skor 0-7

    - Sedang : skor 8-19

    - Berat : skor 20-35

    Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk

    mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan

    (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk

    retensi urin akut.

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    14/26

    Jumlah nilai :

    0 = baik sekali 3 = kurang

    1 = baik 4 = buruk

    2 = kurang baik 5 = buruk sekali

    II. B. 7. Pemeriksaan fisik(3)

    Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting.

    Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter

    ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada

    di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan 1:

    a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

    b. Simetris/ asimetris

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    15/26

    c. Adakah nodul pada prostate

    d. Apakah batas atas dapat diraba

    e. Sulcus medianus prostate

    f. Adakah krepitasi

    Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal

    seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul.

    Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan

    diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

    Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas

    kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai

    sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah

    terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya

    hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab

    yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau

    uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus

    II. B. 8. Pemeriksaan Penunjang(1)

    Pemeriksaan Laboratorium

    Darah

    Ureum, kreatinin, elektrolit, Blood urea nitrogen, Prostate Specific

    Antigen (PSA), Gula darah

    Urine

    Kultur urin dan test sensitifitas, urinalisis dan pemeriksaan mikroskopis,

    sedimen

    Laboratory FindingsUrinalisa dapat memberikan bukti adanya infeksi. Residual

    urin biasanya meningkat (> 50 cc), dan waktu laju aliran urin akan menurun ( 10 ng/mL,

    kanker harus dicurigai (normal < 4 ng/mL). Serum alkaline phosphatase biasanya

    meningkat jika tumor telah menyebar ke tulang.Prostatitis akut dapat menyebabkan gejal-

    gejala obstruksi, tetapi pasien biasanya mengalami infeksi saluran kemih (ISK) atau bisa

    dalam sepsis. Prostat terasa nyeri terutama dengan penekanan meskipun secara halus.

    Striktur uretra mengurangi kaliber pancaran urin. Biasanya terdapat riwayat gonorrhea

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    16/26

    atau trauma lokal. Retrograde urethrogram akan menunjukkan area stenosis. Striktur juga

    dapat menghambat pasase kateter.

    Pemeriksaan pencitraan(1)

    a. Foto polos abdomen (BNO)

    Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu

    saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk

    menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat

    b. Pielografi Intravena (IVP)

    Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada

    dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk

    seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan padaginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit

    (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli). Foto setelah miksi dapat

    dilihat adanya residu urin.

    c. Sistogram retrograde

    Memberikan gambaran indentasi pada pasien yang telah dipasang kateter

    karena retensi urin.

    d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)

    Deteksi pembesaran prostat dengan mengukur residu urin

    e. MRI atau CT scan

    Jarang dilakukan. Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan

    bermacam macam potongan

    Pemeriksaan lain(1)

    Uroflowmetri

    Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran ditentukan oleh daya

    kontraksi otot detrusor, tekanan intravesika, resistensi uretra. Angka normal

    laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati 20

    ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 8 ml/detik

    dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik.

    Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    17/26

    Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri

    tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya

    kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut

    dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-

    Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan

    laju pancaran urin dapat diukur.

    Pemeriksaan Volume Residu Urin

    Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat

    sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin

    yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun

    kurang akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG.

    II. B. 9. Diagnosis Banding(1)

    Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya3:

    1. Striktur uretra

    2. Kontraktur leher vesika

    3. Batu buli-buli kecil

    4. Kanker prostat

    5. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yangmenggunakan obat-obat parasimpatolitik.

    Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :

    1. Instabilitas detrusor

    2. Karsinoma in situ vesika

    3. Infeksi saluran kemih

    4. Prostatitis

    5. Batu ureter distal

    6. Batu vesika kecil.

    II. B. 10. Komplikasi(3)

    Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat

    menimbulkan komplikasi sebagai berikut1

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    18/26

    a. Inkontinensia Paradoks

    b. Batu Kandung Kemih

    c. Hematuria

    d. Sistitis

    e. Pielonefritis

    f. Retensi Urin Akut Atau Kronik

    g. Refluks Vesiko-Ureter

    h. Hidroureter

    i. Hidronefrosis

    j. Gagal Ginjal

    KomplikasiObstruksi dan residual urin menyebabkan infeksi pada VU dan prostat

    dan kadang-kadang menyebabkan pyelonephritis; ini mungkin sulit untuk dihilangkan.

    Obstruksi juga dapat menyebabkan terjadinya divertkel VU. Infeksi residual urin

    berperan terhadap pembentukan batu (calculi).Obstruksi fungsional pada intravesical

    ureter, disebabkan oleh hipertropi trigonum, dapat menyebabkan hydroureteronephrosis.

    II. B. 11. Penatalaksanaan(3)

    Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan

    teknologi yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah

    minimal invasif yang memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang

    tinggi. Berikut ini akan dibahas penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting,

    medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan terapi minimal invasif3.

    Watchful Waiting

    Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS 3)1. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam agar

    mengurangi nokturia.

    2. Menghindari obat-obat parasimpatolitik (mis: dekongestan).

    3. Mengurangi kopi.

    4. Melarang minum minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil.

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    19/26

    Penderita dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa: skoring,

    uroflowmetri, dan TRUS.

    5. Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.

    Terapi Medikamentosa

    Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa). Terdapat

    tiga macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional, yaitu dengan

    penghambat adrenergik a-1, penghambat enzim 5a reduktase, dan fitoterapi3.

    Penghambat adrenergik a-1

    Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan pada otot

    polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Dengan demikian, akan

    terjadi relaksasi di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra pars prostatika menurun

    dan mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan gejala obstruksi

    relatif cepat.

    Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan

    keluhan pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah (fatique). Pengobatan

    dengan penghambat reseptor a-1 masih menimbulkan beberapa pertanyaan, seperti berapa

    lama akan diberikan dan apakah efektivitasnya akan tetap baik mengingat sumbatan oleh

    prostat makin lama akan makin berat dengan tumbuhnya volume prostat. Contoh obat:prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4 mg/hari. Tamsulosin

    dengan dosis 0.2-0.4 mg/hari2.

    Penghambat enzim 5a reduktase

    Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga testosteron

    tidak diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian, konsentrasi DHT dalam

    jaringan prostat menurun, sehingga tidak akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan

    memberikan perbaikan simptom setelah 6 bulan terapi. Salah satu efek samping obat ini

    adalah menurunnya libido dan kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride dosis 5

    mg/hari.

    Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a reduktase

    Terapi kombinasi penghambat adrenergik a-1 dan penghambat enzim 5a reduktase

    pertama kali dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996. Terdapat penurunan

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    20/26

    skor dan peningkatan Qmax pada kelompok yang menggunakan penghambat adrenergik

    a-1. Namun, masih terdapat keraguan mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih

    kecil dibandingkan kelompok lain. Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan

    penelitian lebih lanjut.

    Fitoterapi

    Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa dan baru-baru

    ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan seperti Hypoxis

    rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula,

    Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui

    efektivitas dan keamanannya3.

    Terapi Bedah Konvensional

    PenatalaksanaanIndikasi managemen operasi adalah penurunan fungsi ginjal dan

    gejala-gejala lain yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Karena derajat obstruksi

    berjalan dengan lambat pada kebanyakan pasien, terapi konservatif dapat juga adekuat.

    Obat-obatan yang merelaksasi kapsul prostat dan spinter internal (-adrenergic blocking

    agent) atau yang menurunkan volume prostat (5 -reductase inhibitor atau antiadrogen)

    telah dicoba dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi.

    Penatalaksanaan prostatitis kronik adalah untuk mengurangi gejala. Resolusi dari

    komplikasi sistitis biasanya akan dapat tercapai. Dalam rangka melindungi tonus vesikal,

    pasien sebaiknya diperingatkan agar segera BAK ketika terjadi urgensi. Memaksa cairan

    urin keluar dalam waktu yang pendek menyebabkan pengisian VU yang cepat, dan

    menurunkan tonus vesikal; ini adalah penyebab umum dari retensi urin akut dan oleh

    sebab itu harus dihindari. Pasien-pasien dengan gejala obstruksi urin sebaiknya

    menghindari pemakaian obat flu termasuk antihistamin, karena juga dapat menyebabkan

    retensi urin. Terapi konservatif ini hanya sementara menolong.Kateterisasi diharuskan

    untuk retensi urin akut. BAK spontan dapat kembali normal, tetapi kateter sebaiknya

    dibiarkan terpasang selam 3 hari sementara tonus detrusor kembali normal. Jika ini gagal,

    terapi konservatif atau operatif diindikasikan.

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    21/26

    Terdapat empat pendekatan klasik yang digunakan dalam prostatectomy:

    transurethral, retropubic, suprapubic, dan perineal. Transurethral dipilih pada pasien

    dengan berat prostat di bawah 50 gram karena morbiditas lebih rendah dan perawatan di

    RS lebih singkat. Prostat yang lebih besar memerlukan tindakan bedah terbuka,

    tergantung dengan pilihan dan pengalaman dari urologist. Angka kematian rendah dalam

    masing-masing prosedur (12%). Potensi risiko tertinggi jika pendekatan transperineal

    digunakan, tetapi impotensi kadang-kadang terjadi setelah reseksi prostat transuretra.

    Pendekatan alternative dalam penatalaksanaan BPH adalah transurethral incision of the

    prostate (TUIP). Prosedur ini terdiri dari insisi prostat pada leher VU ke atas

    verumontanum, sehingga memungkinkan ekspansi seluruh uretra prostat. Terutama

    efektif ketika titik primer obstruksi disebabkan di "median bar" atau bibir leher VU letak

    tinggi posterior.Terapi alternatif lainnya yang kini sedang berkembang adalah teknik

    minimally invasive seperti transurethral vaporization, laser prostatectomy, transurethral

    microwave thermotherapy, transurethral needle ablation, dan high intensity focused

    ultrasound ablation of the prostate.Prognosiskebanyakan pasien dengan gejala yang khas

    BPH dapat mengalami perbaikan dan peningkatan fungsi kemih.

    Prostatektomi digolongkan dalam 2 golongan3:

    1. Prostatektomi terbuka :

    a. Prostatektomi suprapubik transvesikalis (Freyer)

    b. Prostatektomi retropubik (Terence Millin)

    c. Prostatektomi perinealis (Young)

    2. Prostatektomi tertutup :

    a. Reseksi transuretral.

    b. Bedah beku

    Open simple prostatectomy

    Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu besar, di atas 100

    gram, atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli. Dapat dilakukan dengan teknik

    transvesikal atau retropubik. Operasi terbuka memberikan morbiditas dan mortalitas yang

    lebih tinggi daripada TUR-P1-2.

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    22/26

    Terapi Invasif Minimal

    Transurethral resection of the prostate (TUR-P)

    Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang

    menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter. Sampai saat

    ini, TUR-P masih merupakan baku emas dalam terapi BPH. Sembilan puluh lima persen

    prostatektomi dapat dilakukan dengan endoskopi3. Komplikasi jangka pendek adalah

    perdarahan, infeksi, hiponatremia (sindrom TUR), dan retensi karena bekuan darah.

    Komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograd (75%),

    inkontinensia (3.

    Transurethral incision of the prostate (TUIP)

    Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan ukuran

    prostat kecil, yang sering terdapat hiperplasia komisura posterior (leher kandung kemih

    yang tinggi)3. Teknik ini meliputi insisi pada arah jam 5 dan 7. Penyulit yang bisa terjadi

    adalah ejakulasi retrograd.

    Terapi laser

    Terdapat dua sumber energi yang digunakan, yaitu Nd YAG dan holmium YAG.

    Tekniknya antara lain Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP) yang

    dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser ablation of the

    prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy3. Keuntungan terapi laser adalah

    perdarahan minimal, jarang terjadinya sindrom TUR, mungkin dilakukan pada pasien

    yang menjalani terapi antikoagulan, dan dapat dilakukan tanpa perlu dirawat di rumah

    sakit3. Kerugiannya di antaranya tidak didapatkan jaringan untuk pemeriksaan

    histopatologi, diperlukan waktu pemasangan kateter yang lebih lama, keluhan iritatif

    yang lebih banyak, dan harga yang mahal1,2. Efek samping yang pernah dilaporkan di

    Indonesia adalah perdarahan (2%), nyeri pasca operasi (3%), retensi (19%), ejakulasi

    retrograd (3%), dan disfungsi ereksi (1%).

    Microwave hyperthermia

    Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra atau rektum

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    23/26

    sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi.

    Trans urethral needle ablation (TUNA)

    Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat

    mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas, sehingga

    terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di jaringan prostat.

    High intensity focused ultrasound (HIFU)

    Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi ultrasounddengan

    intensitas tinggi dan terfokus.

    Intraurethral stent

    Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk

    mempertahankan lumen uretra tetap terbuka. Dilakukan pada pasien dengan harapan

    hidup terbatas dan tidak dapat dilakukan anestesi atau pembedahan

    Transurethral baloon dilatation

    Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa prostatika dan leher

    kandung kemih. Prosedur ini hanya efektif bila ukuran prostat kurang dari 40 g, sifatnya

    sementara, dan jarang dilakukan lagi.

    II. B. 12. Prognosis(3)

    Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu

    walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak

    memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.

    Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria

    setelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek

    samping yang cukup merugikan bagi penderita.

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    24/26

    II. B. 13. Pencegahan(3)

    Sekarang sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi

    pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya

    saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak,

    yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat kerja enzim 5-alpha

    reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon testosteron menjadi

    dehidrotestosteron (penyebab BPH)5. Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar.

    Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di antaranya

    adalah :

    1. Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah

    pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat berkembang

    menjadi kanker prostat.

    2. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat,

    lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat.

    3. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan pengeluaran

    air seni dan mendukung fungsi ginjal.

    4. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan ke

    susunan syaraf pusat.

    5. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma.

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    25/26

    BAB III

    KESIMPULAN

    Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada

    populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat bertambah

    karena terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel kelenjar (jaringan

    dalam kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini terdiri dari gejala obstruksi

    dan gejala iritatif.

    Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah

    konvensional, dan terapi minimal invasif. Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak

    dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun

    BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat

    berkembang menjadi kanker prostat.

  • 7/27/2019 Referat Bph Wena

    26/26

    BAB IV

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Mahummad A., 2008., Benigna Prostate Hiperplasia., http://ababar.blogspot

    .com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html., 3 Maret 2009

    2. Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam:Dasar dasar urologi., Edisi ke

    2. Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 85

    3. McConnel JD. Epidemiology, etiology, pathophysiology and diagnosis of benign

    prostatic hyperplasia. In :Wals PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ.

    Campbells urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders Company;

    1998.p.1429-52.

    4. Arthur C. Guyton, dkk. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.

    Jakarta : EGC

    5. Sylvia A. Price, dkk. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses

    Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC

    6. Emil A. Tanagho, Jack W.McAninch.Smiths General Urology.17th

    Edition.USA:McGraw-Hill;2008.

    7. Sjamsuhidajat, de Jong. Hiperplasia prostat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.

    Jakarta: EGC; 2010.

    8. Sherwood L. Sistem Reproduksi. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed.2.

    Jakarta : EGC; 2001.

    9. Price SA, Wilson LM. Hiperplasia Prostat. Patofisiologi. Ed. 6. Jakarta : EGC;

    2005.

    10. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Available at

    http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf.

    11. Benign Prostatic Hyperplasia. Available at

    http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview.

    12. BPH. Available at http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-furqan.pdf.

    http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdfhttp://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdfhttp://emedicine.medscape.com/article/437359-overviewhttp://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-furqan.pdfhttp://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-furqan.pdfhttp://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdfhttp://emedicine.medscape.com/article/437359-overviewhttp://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-furqan.pdf