Referat Bedah CA Mammae

77
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada perempuan dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker di dunia yang terjadi pada perempuan (1,2) . Peningkatan risiko kanker payudara diiringi dengan peningkatan jumlah pendapatan per kapita, yang berarti kanker payudara banyak dijumpai di negara – negara maju seperti Amerika Utara, Eropa Barat dan Utara, dan Australia, kecuali Jepang (namun mulai terjadi peningkatan) (3,2) . Selain disebabkan karena perubahan gaya hidup pada masyarakat Asia, peningkatan ini juga turut terjadi berkat kemajuan teknologi diagnosis kanker payudara (2) . Dampak kanker payudara sangat bervariasi menurut latar belakang geografis, gaya hidup, dan ras maupun etnis. Insidensi dan mortalitas kanker payudara pada negara – negara Asia dan Afrika, negara – negara tertinggal, dan negara yang tidak mengadopsi gaya hidup barat relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara yang mengadopsi gaya hidup barat. Namun, faktor yang meningkatkan insidensi berbeda dengan yang meningkatkan mortalitas. Insidens yang terjadi lebih rendah pada negara dengan wanita yang mengandung pada usia yang 1

description

ca mamae

Transcript of Referat Bedah CA Mammae

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada perempuan dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker di dunia yang terjadi pada perempuan(1,2). Peningkatan risiko kanker payudara diiringi dengan peningkatan jumlah pendapatan per kapita, yang berarti kanker payudara banyak dijumpai di negara negara maju seperti Amerika Utara, Eropa Barat dan Utara, dan Australia, kecuali Jepang (namun mulai terjadi peningkatan)(3,2). Selain disebabkan karena perubahan gaya hidup pada masyarakat Asia, peningkatan ini juga turut terjadi berkat kemajuan teknologi diagnosis kanker payudara(2).

Dampak kanker payudara sangat bervariasi menurut latar belakang geografis, gaya hidup, dan ras maupun etnis. Insidensi dan mortalitas kanker payudara pada negara negara Asia dan Afrika, negara negara tertinggal, dan negara yang tidak mengadopsi gaya hidup barat relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara yang mengadopsi gaya hidup barat. Namun, faktor yang meningkatkan insidensi berbeda dengan yang meningkatkan mortalitas. Insidens yang terjadi lebih rendah pada negara dengan wanita yang mengandung pada usia yang muda dan yang mengalami kehamilan aterm yang berulang ulang diikuti dengan laktasi yang lama. Hal ini merupakan karakteristik dari negara negara tertinggal(1).

Seharusnya, insidensi yang rendah diikuti juga dengan mortalitas yang rendah. Namun, mortalitas kanker payudara sangat dipengaruhi oleh ketersediaan program skrining mammografi dan akses program penanganan kanker secara multidisiplin. Hal ini yang menjadi risiko meningkatnya mortalitas pada negara negara yang tertinggal(1).

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Payudara

Baik laki-laki maupun perempuan memiliki payudara. Kelenjar payudara lebih berkembang daripada pada laki-laki karena pada laki-laki kelenjar payudara hanya memiliki sedikit saluran kecil. Kelenjar payudara merupakan modifikasi kelenjar keringat sehingga tidak memiliki kapsul maupun selubung yang khusus. Kontur dan volume dari payudara dibentuk oleh lapisan lemak subkutan, kecuali pada kehamilan kelenjar payudara membesar dan jaringan kelenjar yang baru terbentuk. Saat pubertas (usia 8-15 tahun), kelenjar payudara berkembang akibat dari deposit lemak subkutan dan pembentukan jaringan kelenjar(4).

Basis sirkuler dari payudara terletak secara transversal dari batas lateral dari sternum hingga linea midaxillar dan setinggi costae 2-6. Sebagian kecil dari payudara akan meluas sepanjang inferolateral dari m. pectoralis mayor terhadap fossa axillaris, membentuk processus axillaris (ekor dari Spence). Dua pertiga bagian payudara terletak pada fasia pectoralis yang menutupi m. pectoralis mayor. Sedangkan, sepertiga bagian terlatak pada fasia yang menutupi m. serratus anterior. Antara payudara dan otot terdapat suatu jaringan ikat yang terdeposit lemak, yaitu spatium retromammae (bursae). Kelenjar payudara terikat secara erat dengan kulit sekitarnya oleh suatu ligament yaitu ligamentum Cooper (ligamentum suspensorium dari Cooper).Ligamentum ini terutama paling berkembang pada bagian superior dari kelenjar payudara yang berfungsi untuk menahan lobules kelenjar payudara. Bagianpaling menonjol dari payudara adalah nipple (puting) yang dikelilingi oleh kulit yang hiperpigmentasi yang disebut areolla. Payudara mengandung 15-20 lobulus yang mengandung jaringan parenkim dari kelenjar payudara. Setiap lobules memiliki saluran yang disebut ductus laktiferus dan memiliki bagian yang melebar sinus laktiferus yang terletak pada areola, kemudian tiap ductus tersebut akan dikeluarkan lewat nipple (papilla mammae)(4).Gambar 2.1 potongan sagital dari payudara perempuan

Diambil dari Essential Clinical Anatomy, 3rd ed.Untuk kepentingan lokasi anatomi dan deksripsi patologis, payudara dibagi menjadi 4 kuadran. Processus axillaris (tail of Spencer) merupakan perluasan dari kelenjar payudara kuadran lateral atas.Gambar 2.2 Pembagian payudara berdasarkan 4 kuadran

Diambil dari : Essential Clinical Anatomy, 3rd ed.

Vaskularisasi dari kelenjar payudara:

a. Arteri:

1. Cabang medial mammae dan cabang intercostae anterior dari arteri thoracic internae, yang berasal dari arteri subklavia.

2. arteri thoracic lateral dan thoracoacromialis, yang merupakan cabang dari arteri axillaris.

3. Arteri intercostalis posterior, cabang dari aorta thoracica.b. Vena:

Drainase vena dari kelenjar payudara terutama pada vena axillaris, dan beberapa pada vena thoracica internae.Gambar 2.3 : Vaskularisasi payudara, arteri (kiri) dan vena (kanan)

Diambil dari : Essential Clinical Anatomy, 3rd ed.c. Pembuluh limfe:

Drainase limfatik dari kelenjar payudara sangat penting diketahui untuk melihat metastases sel kanker. Limfa berasal dari papilla mammae, areola, dan lobules kelenjar payudara menuju ke plexus lymphaticus subareolar, kemudian akan menuju :

1. Pada 75% aliran, terutama yang berasal dari kuadran lateral kelenjar payudara, akan mengalir ke limfanodul axillaris (pectoralis, hemeral, subscapularis, central, dan apical), terutama pada nodus pectoralis (anterior). Tetapi, sebagian limfa akan mengalir secara langsung menuju ke noduli axillaris lainnya, atau menuju ke nodule interpectoralis, deltopectoralis, supraclavicularis, atau cervicalis inferior profunda.

2. Sebagian besar aliran limfa yang lain, terutama bagian kuadran medial payudara akan menuju ke limfanodus parasternal atau menuju ke payudara lainnya. Limfa dari kuadran inferior akan mengalir menuju limfanodus abdominalis (nodule phrenica (diafragmatica) inferior)

Limfa dari nodule axillaris akan menuju ke nodule infraclavicularis dan supraclavicularis dan dari keduanya akan menuju ke trunkus limfaticus subclavia.Limfa dari nodule parasternalus akan memasuki trunkus bronkomediastinalis yang seluruhnya akan mengalir ke duktus thoracicus(4).

Limfonodul dibagi berdasarkan keterkaitannya dengan otot pektoralis minor. Level I merupakan limfonodul yang terletak di sebelah lateral maupun di bawah dari otot pektoralis minor, termasuk kelompok yang berada pada vena aksilaris, payudara eksterna, dan scapula. Level II merupakan limfonodul yang terletak pada bagian luar maupun dalam dari otot pektoralis minor, termasuk kelompok limfonoduli sentral maupun interpektoral. Level III merupakan limfonoduli yang terletak pada batas medial maupun bagian atas dari otot pektoralis minor, termasuk pada kelompok limfonoduli subklavikula(1).Gambar 2.4 Gambar skematik aliran limfe payudara

Diambil dari : Essential Clinical Anatomy, 3rd ed.Gambar 2.5 Pembagian level limfonoduli payudara

Diambil dari : Schwartzs Principles of surgery 10th ed.

d.Persarafan payudara:

Innervasi dari payudara berasal dari cabang kutaneus anterior dan lateral dari nervus intercostalis 3-6(4). Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis 3-6 memberikan innervasi pada payudara dan otot dinding dada anterolateral. Cabang kutaneus yang berasal dari plexus servikal, yaitu nervus supraklavikula , memberikan innervasi pada bagian superior dari payudara(1). Papila mamma dipersarafi oleh cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis 4, sedangkan cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis lainnya mempersarafi areola dan mamma sisi lateral. Payudara sisi medial dipersarafi oleh cabang kutaneus anterior dari nervus interkostalis 2-7. Jaringan kelenjar payudara dipersarafi oleh saraf simpatik(2). Nervus interkostobrakialis dapat terlihat saat pembedahan, nervus ini rawan sekali mengalami reseksi yang dapat mengakibatkan paralisis dan anaestesi pada daerah aksila dan bagian medial lengan atas(1,2).

2.2 Fisiologi Payudara

Perkembangan payudara dan fungsinya terjadi oleh karena stimulus bermacam hormon, termasuk estrogen, progesterone, prolaktin, oksitosin, hormon tiroid, kortisol, dan growth hormone. Estrogen, progesterone, dan prolaktin memiliki efek tropic yang bermakna dan sangat penting untuk untuk pembentukan dan fungsi payudara normal. Estrogen memulai pembentukan duktus, sedangkan progesterone bertanggung jawab terhadap diferensiasi epitel dan pembentukan lobules. Prolaktin hormon perangsang yang utama untuk laktogenesis pada masa akhir kehamilan dan postpartum.

Gonadotropin luteinizing hormon (LH) dan follicle-stimulating hormon (FSH) mengatur pelepasan dari estrogen dan progesterondari ovarium. Sedangkan, pelepasan dari LH dan FSH oleh sel basofil di hipofise anterior diatur oleh sekresi Gonadotropin-Relesing hormone (GnRH) dari hipotalamus. Efek umpan balik (feedback effect) positif dan negatif dari hormon estrogen dan progesteron mengatur sekresi dari LH, FSH, dan GnRH. Hormon hormon ini yang bertanggung jawab untuk pembentukan, fungsi, dan pemeliharaan dari jaringan payudara.Pada bayi perempuan yang baru lahir, Kadar estrogen dan progesteron yang beredar dalam darah menurun setelah lahir dan tetap rendah pada masa kanak akibat peningkatan sensitivitas dari efek umpan balik negatif. Pada onset pubertas, terdapat penurunan sensitivitas terhadap efek umpan balik negatif dan peningkatan sensitivitas pada efek umpan balik positif dari estrogen. Kejadian fisiologis ini akan menyebabkan peningkatan sekresi GnRH, LH, dan FSH dan menyebabkan peningkatan yang besar pada sekresi estrogen dan progesteron oleh ovarium, yang menyebabkan terbentuknya siklus menstruasi. Pada awal menstuasi, terjadi peningkatan ukuran dan densitas dari payudara, yang diikuti pembesaran jaringan payudara dan proliferasi epitel. Pada onset menstruasi, pembesaran payudara berhenti dan proloferasi epitel berkurang.Gambar 2.6 Kerja hormon pituari terhadap pembentukan dan fungsi dari kelenjar payudara

Diambil dari : Schwartzs Principles of surgery 10th ed.

Peningkatan yang dramatis pada hormon estrogen dan progesteron ovarium dan plasenta yang bersirkulasi merupakan bukti saat kehamilan, hormon hormon ini yang memulai perubahan bentuk dan substansi dari payudara. Payudara membesar karena proliferasi epitel duktus dan lobules, kulit areola menggelap, dan kelenjar aksesoris areola (Kelenjar Montgomery) menjadi prominen. Pada trimester pertama dan kedua, duktus minoris bercabang dan terbentuk. Selama trimester ketiga, droplet lemak terkumpul dalam epitel alveolar dan kolostrum mengisi ruang alveolar dan duktus. Pada masa akhir kehamilan, prolaktin merangsang sintesis dari lemak dan protein pada susu.

Setelah kelahiran plasenta, kadar estrogen dan progesteron yang bersirkulasi akan menurun, menyebabkan ekspresi penuh dari efek laktogenik dari prolaktin. Produksi susu dan pelepasannya dipengaruhi oleh lengkung reflex dari neuron yang berasal dari akhiran saraf dari complex nipple-areola. Pelepasan oksitosin dipengaruhi oleh stimulus visual, auditorius, dan olfaktorius yang berhubungan dengan mengasuh. Oksitosin akan menyebabkan kontraksi dari sel myoepitel, yang menyebabkan kompresi alveoli dan keluarnya air susu ke sinus laktiferus. Setelah menyusui bayi, pelepasan prolaktin dan oksitosin berkurang. Pada menopause terdapat penurunan sekresi estrogen dan progesteron pada ovarium dan involusi dari duktus dan alveoli payudara. Jaringan ikat fibrosa di sekitarnya akan meningkat densitasnya dan jaringan payudara akan digantikan oleh jaringan lemak(1).Gambar 2.6 Perbedaan payudara pada anak remaja, awal kehamilan, akhir kehamilan, dan senilis

Diambil dari : Schwartzs Principles of surgery 10th ed.2.3 Epidemiologi Kanker Payudara

Setiap tahun terdapat lebih dari 1,4 juta kasus baru kanker payudara di dunia. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada wanita dan menempati 23% kasus dari keseluruhan kanker yang terjadi pada wanita. Penyakit ini merupakan penyebab kematian di antara wanita berusia 40-50 tahun, yaitu menempati seperlima kematian pada kelompok usia ini. Lebih dari 30 tahun terakhir, jumlah kasus per tahun kanker payudara hampir mencapai 2 kali lipat. Terapat 12.000 jumlah kematian setiap tahunnya(5).

Peningkatan jumlah rata rata kasus, meningkat pada populasi yang berisiko rendah dan risiko terjadinya kanker payudara berhubungan dengan pendapatan per kapita. Kematian akibat kanker payudara di Inggris Raya merupakan yang tertinggi di dunia dengan mortalitas kanker payudara di Inggris Raya mencapai 20%, meskipun menurun(3).

2.4 Faktor Risiko Kanker Payudara1. Usia

Faktor usia paling berperan dalam menimbulkan kanker payudara. Dengan semakin bertambahnya usia seseorang, insidens kanker payudara akan meningkat. Satu dari delapan keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita berusia di bawah 45 tahun. Dua dari tiga keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita berusia 55 tahun(2).

Pada perempuan, besarnya insidens ini akan berlipat ganda setiap 10 tahun, tetapi kemudian akan menurun drastis setelah menopause(1,2,5). 2. Genetik dan familial

Selain faktor usia, faktor adanya riwayat kanker payudara dalam keluarga juga berpengaruh terhadap risiko kanker payudara. Sekitar 5-10% kanker payudara terjadi akibat adanya predisposisi genetik terhadap kelainan ini.(2)

Seseorang dicurigai mempunyai faktor predisposisi genetik herediter sebagai penyebab kanker payudara.yang dideritanya jika (1) menderita kanker payudara sewaktu berusia kurang dari 40 tahun, dengan atau tanpa riwayat keluarga; (2) menderita kanker payudara sebelum berusia 50 tahun, dan satu atau lebih kerabat tingkat pertamanya menderita kanker payudara atau kanker ovarium; (3) menderita kanker payudara bilateral; (4) menderita kanker payudara pada usia berapun, dan dua atau lebih kerabat tingkat pertamanya menderita kanker payudara; serta (5) laki laki yang menderita kanker payudara.(2)

Risiko seseorang yang salah satu anggota keluarga tingkat pertamanya menderita kanker payudara, meningkat dua kali lipat, dan meningkat lima kali lipat bila ada dua anggota keluarga tingkat pertama yang menderita kanker payudara.(2)

Walaupun faktor familial merupakan faktor risiko kanker payudara yang signifikan, 70 80% kanker payudara timbul secara sporadik.(2)

Berdasarkan hasil penelitian gen yang dilakukan baru baru ini, mutasi germline pada gen BRCA1 dan BRCA2 pada kromosom 17 dan 13 ditetapkan sebagai gen predisposisi kanker payudara dan kanker ovarium herediter. Gen BRCA1 terutama menimbulkan kanker payudara ER(-). BRCA2 juga banyak ditemukan pada penderita kanker payudara laki laki.(2)Gen ATM merupakan gen yang mengatur perbaikan DNA. Penderita kanker payudara familial cenderung mengalami mutasi gen ini.(2)

Mutasi pada gen CHEK2 meningkatkan risiko kanker payudara hingga dua kali lipat. Pada wanita yang mengalami mutasi CHEK2 dan beberapa familinya menderita keganasan payudara, risiko wanita tersebut terkena kanker payudara jauh lebih meningkat lagi, dan pada laki laki bisa meningkat 10 kali lipat bila ada delesi pada CHEK2 dari gen regulator siklus sel ini(2).Hal hal yang perlu diketahui pada faktor risiko yang berkaitan dengan familial, yaitu :

1. Onset usia terkena kanker payudara pada kerabat yang mengalami kanker payudara.

2. Adanya kanker payudara bilateral pada kerabat yang mengalami kanker payudara.

3. Kasus kanker payudara sering terjadi dalam keluarga tersebut (terutama satu sisi silsilah keluarga)

4. Tumor onset awal yang terjadi seperti sarkoma, glioma atau kanker adrenal masa kanak.5. Jumlah individu dalam keluarga yang tidak terkena.(5)3. Reproduksi dan hormonal

Faktor reproduksi dan hormonal juga berperan besar menimbulkan kelainan ini. Usia menarche yang lebih dini, yakni usia di bawah 12 tahun, meningkatkan risiko kanker payudara sebanyak 3 kali, sedangkan usia menopause yang lebih lambat , yakni di atas 55 tahun, meningkatkan risiko kanker payudara sebanyak 2 kali dibandingkan dengan wanita yang mengalami menopause saat usia 45 tahun.(2,5) Pada keadaan yang lebih ekstrim wanita yang melakukan oophorektomi sebelum usia 35 tahun hanya mengalami 40% risiko kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang mengalami menopause alamiah(5).

Perempuan yang melahirkan bayi aterm lahir hidup pertama kalinya pada usia di atas 35 tahun mempunyai risiko tertinggi terkena kanker payudara. Selain itu, penggunaan kontrasepsi hormonal eksogen juga turut meningkatkan risiko kanker payudaranya; penggunaan kontrasepsi oral >4 tahun meningkatkan risikonya sebesar dua kali lipat. Sebaliknya, menyusui bayi menurunkan risiko terkena kanker payudara terutama jika masa menyusui dilakukan selama 27-52 minggu. Penurunan risiko ini diperkirakan karena masa menyusui mengurangi masa menstruasi seseorang(1,2).

Densitas payudara menyumbang peranan dalam meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. Densitas dari payudara berkurang seiring usia, tetapi peningkatan kejadian kanker payudara terjadi pada wanita dengan payudara yang memiliki densitas tinggi baik pramenopause maupun pasca menopause. Densitas payudara terkurangi pada pengguna tamoxifen, dan meningkat dengan penggunaan terapi pengganti hormon dan lebih tinggi lagi pada wanita nulipara dan yang dengan hyperplasia atipik. Menurut studi yang dilakukan pada 14.000 orang dengan kasus kanker payudara dan 226.000 non kasus payudara dalam 42 studi diketahui terjadi peningkatan risiko relatif kanker payudara sebesar 4-5 kali lipat pada orang dengan densitas payudara yang tinggi dibandingkan dengan payudara berdensitas rendah(5).4. Gaya hidupBerat badan. Obesitas pada masa pascamenopause meningkatkan risiko kanker payudara; sebaliknya, obesitas pramenopause justru menurunkan risikonya. Hal ini disebabkan oleh efek tiap obesitas yang berbeda terhadap hormon endogen. Walaupun menurunkan kadar hormon seks terikat-globulin dan menurunkan paparan terhadap estrogen, obesitas sebelum menopause meningkatkan terjadinya anovulasi sehingga menurunkan paparan payudara terhadap progesteron. Pada masa pascamenopause, penurunan risiko kanker payudara yang disebabkan oleh obesitas pramenopause secara bertahap menghilang, dan peningkatan bioavailabilitas estrogen yang terjadi pada masa ini akan meningkatkan risiko kanker payudara.(2)Aktivitas fisik. Olahraga selama 4 jam setiap minggu menurunkan risiko sebesar 30%. Olahraga rutin pada masa pascamenopause juga menurunkan risiko sebesar 30-40%. Untuk mengurangi risiko terkena kanker payudara, American Cancer Society merkomendasikan olahraga selama 45-60 menit setiap harinya.(2)Merokok. Merokok terbukti meningkatkan risiko kanker payudara.(2)Alkohol. Lebih dari 50 penelitian membuktikan bahwa konsumsi alcohol secara berlebihan meningkatkan risiko kanker payudara. Alkohol meningkatkan kadar estrogen endogen sehingga memengaruhi responsivitas tumor terhadap hormon(1,2).

5. Lingkungan

Wanita yang semasa kecil atau dewasa mudanya pernah melakukan terapi penyinaran terutama di daerah dadanya, biasanya karena limfoma Hodgkin maupun non-Hodgkin, mereka berisiko menderita keganasan payudara secara signifikan. Risiko keganasan keganasan payudara terutama meningkat saat dilakukan pada usia dewasa muda dimana payudara sedang mengalami perkembangan(1,2).

Paparan eksogen dari lingkungan sekitar meningkatkan risiko terjadi kanker payudara. Salah satu zat tersebut yaitu zat pestisida, seperti DDT, yang mencemari bahan makanan sehari hari. Beberapa pekerjaan sering kali juga menimbulkan risiko terjadinya kanker payudara seperti, pekerja salon kecantikan yang menghirup zat pewarna kuku, penata radiologi, dan tukang cat yang menghirup bau kadmium dari larutan catnya.(2).2.5 Patogenesis dan Klasifikasi Kanker Payudara

Tumorigenesis kanker payudara merupakan proses multitahap. Secara klinis dan histopatologis terjadi beragam tahap morfologis dalam menuju keganasan. Hiperplasia duktal, ditandai dengan proliferasi sel sel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk inti intinya saling bertumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur. Sel sel tersebut cenderung memiliki sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara sitologis jinak. Perubahan dari hyperplasia ke hyperplasia atipik (klonal), yang sitoplasmanya lebih banyak, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih, dan lumen duktus yang teratur, secara klinis meningkatkan kemungkinan risiko kanker payudara.

Setelah hyperplasia atipik, tahap berikutnya adalah timbulnya karsinoma in situ, baik karsinoma duktal maupun lobular. Pada karsinoma in situ, terjadi proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologis yang sesuai dengan keganasan, tetapi proloferasi sel tersebut belum menginvasi stroma dan menembus membrane basal.

Karsinoma in situ lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada pencitraan. Sebaliknya, karsinoma in situ duktal merupakan lesi duktus segmetalis yang dapat mengalami kalsifikasi sehingga memberikan penampilan yang beragam.

Setelah sel sel tumor menembus membran basal dan menginvasi stroma,tumor menjadi invasif, dapat menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga menimbulkan metastasis(1).

Berdasarkan penetrasi melewati membrane basal, dibagi menjadi :

1. Karsinoma in situ

Deskripsi karsinoma in situ menurut Broders adalah absennya invasi sel ke dalam stroma sekitarnya dan terbatasnya sel kanker tersebut di dalam batas duktus ataupun lobulus alamiahnya(1). Berdasarkan asalnya dibagi menjadi (1) Lobular Carcinoma in situ (LCIS) dan (2) Ductal Carcinoma In Situ (DCIS).Lobular Carcinoma In Situ (LCIS). LCIS berasal dari duktus terminal lobular dan terbentuk hanya pada payudara wanita. Tipe ini dikarakteristikan oleh distensi dan distorsi dari sel duktus terminal lobulus yang besar tetapi masih memiliki rasio nukleus : sitoplasma yang normal. LCIS dapat dijumpai pada jaringan payudara yang mengandung mikrokalsifikasi, tetapi kalsifikasi tersebut terbatas hanya pada jaringan payudara yang berdekatan.Ductal Carcinoma In Situ (DCIS). DCIS secara dominan terlihat pada payudara wanita, dan hanya 5% pada kanker payudara pria. Secara histologis, DCIS di karakteristikkan oleh proliferasi epitel yang berbaris di duktus minoris, menghasilkan pertumbuhan papiler di dalam duktus lumina. Pada awalnya, sel kanker tidak menunjukkan bentukan pleomorfik, mitosis, maupun atipik, yang menyebabkan kesulitan untuk membedakan awal DCIS ataupun hyperplasia jinak. Pertumbuhan papiler (pola pertumbuhan papiler) pada suatu saat akan bergabung dan memenuhi lumen duktus sehingga terdapat celah yang tersebar, berbentuk bulat di antara bentukan sel atipik kanker,yang menunjukkan hiperkromasia dan hilangnya polaritas (pola pertumbuhan kribiformis). Pada suatu saat, sel kanker pleomorfik dengan berntukan mitosis yang banyak akan menghancurkan lumen dan melebarkan duktus (pola pertumbuhan solid). Dengan pertumbuhan yang berlanjut, sel sel ini akan mengambil alih suplai darah duktus ini dan akan terjadi nekrosis (pola pertumbuhan komedo). Terjadi deposisi dari kalsium pada daerah nekrosis dan bentukan umum tersebut akan terlihat pada mammografi.

Risiko terjadinya kanker payudara invasif akan meningkat sebanyak 5 kali pada wanita dengan DCIS. Kanker yang invasif dapat dijumpai pada sisi ipsilateral payudara. Sehingga, dapat dikatakan bahwa DCIS merupakan prekursor untuk terjadinya karsinoma duktal invasif(1).Tabel 2.1 Perbedaan LCIS dan DCISLCISDCIS

Usia44-47 tahun54-58 tahun

Insidensi2%-5%5%-10%

Tanda KlinisTidak adaMassa, Nyeri, nipple discharge

Tanda mammografiTidak adaMikrokalsifikasi

Pramenopause2/31/3

Insidensi terhadap karsinoma invasif5%2%-46%

Multisentrisitas60%-90%40%-80%

Bilateral50%-70%10%-20%

Metastase axilla1%1%-2%

Perkembangan karsinoma berikutnya:

Insidensi25%-35%25%-70%

LateralisasiBilateralIpsilateral

Interval untuk diagnosis15-20 tahun5-10 tahun

Tipe histologisDuktusDuktus

Diambil dari : Schwartzs Principles of Surgery2. Karsinoma invasif

Klasifikasi yang sering dipakai untuk membedakan kanker payudara invasif adalah tipe duktus maupun tipe lobulus. Hal ini berdasarkan kepercayaan bahwa tipe duktus berasal dari duktus sedangkan tipe lobulus berasal dari lobulus. Tetapi, seluruh kanker payudara invasif baik tipe duktus maupun tipe lobulus berasal dari duktus terminal dari tiap unit lobulus. Sehingga, hal ini membingungkan(5).

Klasifikasi lain yang digunakan adalah tipe special dan tipe no special. Hal ini dibedakan dari pola pertumbuhan dan morfologi histopatologis sel kanker. Semua yang terdapat fitur spesifik disebut karsinoma invasif tipe special dan yang lain dianggap tipe yang tidak special. Hal ini berdasarkan klinis dari sebagian tumor tipe special memiliki prognosis yang lebih baik atau memiliki karakteristik klinis dan sifat klinis yang berbeda dibandingkan dengan tipe tidak spesial(5).Tabel 2.2 Pembagian karsinoma payudara invasifTipe SpesialTipe tidak special

Tubuler

Mucoid/mucinous

Kribiformis

Papiller

Medularis

Lobular klasik No special type

Diambil dari ; ABC of Breast Diseases 4th ed.

Klasifikasi histologis yang sekarang mengenali tipe special dari kanker payudara (10% dari total kasus), yang didefinisikan berdasarkan gambaran histologis yang spesifik, Untuk menetukan kanker tipe special, paling tidak 90% kanker harus mengandung gambaran histologis yang jelas. Sekitar 80% kanker payudara invasif erupakan karsinoma duktal invasif yang tipe no special(NST). Pada umumnya kanker jenis ini memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan tipe special.Foote dan Stewart mengajukan klasifikasi untuk kanker payudara invasif :1. Penyakit Paget pada putting

2. Karsinoma duktal invasif Adenokarsinoma dengan fibrosis produktif (Scirrhous, simplex, NST), 80%

3. Karsinoma Medulla 4%

4. Karsinoma Mucinous (Colloid) 2%

5. Karsinoma papiler 2%

6. Karsinoma tubuler 2%

7. Karsinoma lobular invasif 10%

8. Kanker langka (adenoid kistik, sel skuamosa, apokrin)(1) 2.6 Diagnosis Kanker Payudara

Pada 30 % kasus, pasien wanita menemukan benjolan pada payudaranya. Pada pasien lain mengeluhkan adanya tanda dan gejala seperti : (a) pembesaran payudara atau tidak simetris; (b) perubahan bentuk puting, retraksi, atau munculnya nipple discharge; (c) ulkus ataupun eritema pada kulit payudara; (d) massa di axilla; dan (e) keluhan musculoskeletal. Tetapi, hingga 50% pasien yang mengeluhkan kelainan payudara, tidak terdapat tanda patologis pada payudaranya. Nyeri pada payudara biasanya berhubungan dengan penyakit yang jinak.

Jika seorang wanita muda (usia 45 tahun) datang dengan terabanya suatu masa pada payudara ditambah dengan temuan mammografis yang menunjang, perlu juga dilakukan pemeriksaan ultrasonografis dan biopsi untuk memastikan diagnosisnya.(1) Kanker payudara pada pasien yang masih muda lebih sering bermanifestasi sebagai suatu benjolan lokal daripada benjolan yang menyebar. Sehingga seringkali keterlambatan diagnosis kanker payudara terjadi terutama pada pasien dengan usia muda(5).Tabel 2.3 Faktor yang berperan dalam peningkatan risiko pembentukan kanker payudaraPeningkatan usia

Usia saat menarche 11 tahun

Usia saat menopause 55 tahun

Usia saat kehamilan pertama 30 tahun

Nuliparitas

Tidak ada laktasi

Penggunaan terapi pengganti hormonal atau regimen fertilitas

Pernah biopsy payudara dengan penyakit proliferative,atipik, atau karsinoma lobular in situ

Riwayat keluarga dengan kanker payudara, ovarium, maupun prostat

Diketahui merupakan carrier dengan mutasi gen BRCA1 atau 2

Riwayat kanker payudara

Riwayat radiasi thorax

Konsumsi alcohol

Kontroversial

Akibat aborsi

Diet tinggi lemak dan obesitas

Diambil dan diterjemahkan dari essential practice of surgery : basic evidence and clinical evidenceDiagnosis kanker payudara didasarkan pada 3 pemeriksaan yang disebut triple assessments, yaitu:

1. Pemeriksaan klinis,

2. Mammografi bilateral, dan

3. FNA sitologi atau biopsi core.

Penggabungan dari 3 pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas >90%.(3)

2.6.1 Anamnesa

Untuk mencari diagnosis kanker payudara perlu ditanyakan usia, usia saat menarche, usia saat menopause, dan riwayat ketidakteraturan menstruasi. Usia saat kehamilan pertama, jumlah kehamilan, dan riwayat menyusui juga berperan dalam menentukan risiko kanker payudara. Riwayat penggunaan obat yaitu kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon juga harus ditanyakan. Riwayat keluhan payudara sebelumnya dan paparan intervensi atau radiasi harus juga ditanyakan. Dan apakah ada riwayat keluarga dengan kanker payudara, ovarium, dan prostat pun harus dicari.

Evaluasi terhadap pasien dengan massa pada payudara harus pula dievaluasi bagaimana pasien tersebut dapat menemukan benjolan tersebut, apakah ada perubahan sekarang dengan saat pertama kali ditemukan, apakah munculnya berhubungan dengan siklus mestruasi, dan apakah ada nyeri. Keluhan nyeri pada payudara harus dihubungkan dengan siklus menstruasi dan apakah ada faktor yang memperberat nyeri. Keluaran putting harus dipilah apakah unilateral ataupun bilateral, spontan maupun diinduksi, dan dikarakteristikkan dengan warna dan konsistensi (berdarah, seperti susu, kuning, atau jernih). Kecurigaan terhadap keganasan harus dicari gejala konstitusionalnya seperti kelelahan, penurunan berat badan, ataupun nyeri tulang.(6)

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Inspeksi. Pemeriksa melakukan inspeksi pada payudara pasien dengan 3 posisi pasien, yaitu saat (1) kedua lengan pasien disamping; (2) pasien mengangkat kedua tangan secara lurus; dan (3) kedua tangan berada dipinggul pasien (baik dengan maupun tanpa kontraksi m.pectoralis. Amati apakah payudara simetris, ukuran, dan bentuknya, juga amati apakah ada gambaran edema (peau d orange), retraksi kulit maupun puting, atau adanya eritema.(2)

Palpasi. Pasien dalam keadaan supinasi, pemeriksa secara lembut dan hati hati melakukan palpasi payudara, melakukan pemeriksaan terhadap seluruh kuadran payudara mulai dari sternum ke arah lateral dari m. latisimus dorsi dan dari klavikula secara inferior menuju ke bagian atas fascia rectus. Pemeriksa melakukan palpasi menggunakan bagian palmar dari jari jari tangan, cegah gerakan mencubit maupun menggenggam. Kemudian lakukan pemeriksaan limfadenopati, yaitu dengan cara menyangga lengan bagian atas dan siku sehingga menstabilkan bahu pasien. Lakukan palpasi dengan lembut dan lakukan pemeriksaan limfadenopati axilla. Lakukan juga pemeriksaan daerah supraclavicula dan parasternum. Lakukan pencatatan dengan menggunakan diagram dada dan daerah limfadenopati dan gambarkan lokasi, ukuran, konsistensi, bentuk, mobilitas, fiksasi, dan karakteristik lain dari massa pada payudara maupun limfadenopati.(1)Dengan pemijatan halus pada puting susu, dapat diketahui adanya pengeluaran cairan, berupa darah atau bukan. Pengeluaran darah dari puting diluar masa laktasi dapat disebabkan oleh beberapa kelainan, seperti karsinoma, papiloma di salah satu duktus, dan kelainan yang disertai kelainan duktus.(2)

Benjolan yang berukuran 1-2 cm)T2 >2-5cm

T3 >5cm

T4a Melekat pada dinding dada saja

T4b Berhubungan dengan kulit (termasuk ulkus, infiltrasi langsung, peau de orange, dan nodul satelit)

T4c, T4a+T4b

T4d Inflamasi karsinomatosa

N0 Tidak ada metastase noduli regional

N1 Nodus axilla ipsilateral teraba mobile

N2 Nodus axilla ipsilateral terfixir

N3 Ada hubungan dengan nodus mammae dalam ipsilateral

M0 Tidak ada tanda metastase

M1 Adanya metastase jauh

Diambil dari: ABC of breast diseases Tabel 2.5 Korelasi UICC dan TNM

Stadium UICCKlasifikasi TNM

I

II

III

IVT1, N0, M0T1, N1, M0; T2, N0-1, M0T apapun, N2-3, M0; T3, N apapun, M0; T4, N apapun, M0T apapun, N apapun, M1

Diambil dari: ABC of breast diseases 2.8 Manajemen Kanker PayudaraTata laksana kanker payudara meliputi tindakan operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi hormon, targetting therapyterapi rehabilitasi medik, serta terapi paliatif.(2)2.8.1 Terapi surgikalMastektomi radikal klasik adalah pengangkatan seluruh kelenjar payudara dengan sebagian besar kulitnya, otot pektoralis mayor dan minor, dan seluruh kelenjar limfe level I,II, dan III.(2)Mastektomi radikal dimodifikasi merupakan terapi pembedahan yang hampir sama dengan mastektomi radikal klasik, tetapi tetap mempertahankan otot pektoralis mayor dan minor apabila dengan jelas tidak ada keterkaitan dengan tumornya, sehingga yang terangkat hanya sebatas kelenjar limfe level I, II, dan III. Masektomi radikal dimodofikasi ini selalu diikuti oleh diseksi aksila dan merupakan terapi bedah baku payudara.(2)Indikasi absolut dilakukannya masektomi adalah pasien sedang hamil trimester pertama dan kedua, tumor difus, sudah pernah menjalani radioterapi di dada, tidak ada fasilitas radioterapi.(2)Mastektomi sederhana melakukan pengakatan kelenjar payudara termasuk puting, namun tidak menyertakan kelenjar limfe aksila dan otot pektoralis. Mastektomi sedehana hanya dilakukan apabila dipastikan tidak ada penyebaran ke kelenjar aksila. Pada tumor yang kecil, kini makin sering dilakukannya skin-sparring mastectomy yaitu membuang seluruh kelenjar payudara dan hanya membuang puting dan kompleks areolanya. Mastektomi sederhana ini biasanya digunakan untuk mastektomi profilaksis pada kelompok beresiko tinggi dan pada keganasan in situ yang rekuren atau tidak dapat diterapi dengan BCT.(2)Breast Conserving Treatment (BST) bertujuan untuk membuang massa dan jaringan payudara yang mungkin terkena tumor namun dengan semaksimal mungkin menjaga penampilan kosmetik payudara. Yang merupakan indikasi absolut mastektomi adalah kontraindikasi dari BCT. BCT paling sering dilakukan pada tumor stadium Tis, T1, dan T2 yang penampangnya 3 cm. Kontraindikasi absolut BCT anatara lain multisentrisitas (fokus tumor lebih dari satu kuadran), mikrokalsifikasi maligna luas atau di atas 3 cm, margin positif luas paska eksisi ulang, ada riwayat radiasi payudara, dan pasien memilih mastektomi karena merasa lebih tuntas. Pada BCT, hanya tumor dan jaringan payudara sehat di sekitarnya yang dibuang, oleh karena itu BCT sering juga disebut lumpektomi. BCT hampir selalu dilanjutkan dengan radioterapi, sehingga pada lumpektomi biasanya diletakkan sebuah klip logam sebagai penanda lokasi radioterapi. BCT juga dapat berarti mastektomi parsial atau kuadranektomi yang sama seperti lumpektomi tetapi lebih banyak menyertakan jaringan sehatnya(2), tetapi pada kuadranektomi memiliki hasil kosmetika yang buruk dan tidak menurunkan rekurensi kanker payudara secara signifikan dibandingkan dengan eksisi luas. Tidak ada batas ukuran pada BCT, tetapi eksisi adekuat untuk lesi lebih dari 4 cm akan memberikan hasil kosmetika yang buruk. Tidak ada batasan usia pada BCT. Kegagalan dalam memberi pilihan dalam BCT dianggap kegagalan dalam perawatan. BCT dapat dilakukan dengan aman pada sebagian besar kanker pada sentral jika ukurannya kecil. BCT dapat menyelamatkan payudara bahkan pada kanker dengan multifokus atau multisentris selama seluruh keganasan dieksisi dan hasil akhir kosmetik memuaskan.(5)Tabel 2.6 Indikasi dan kontraindikasi BCT

Indikasi T1,T2 (4cm pada payudara yang besar

Lesi tunggal pada pemeriksaan klinis dan mammogram

Kontraindikasi

Pasien yang menginginkan mastektomi

Kontraindikasi absolut Penyakit kolagen vaskuler

Tumor besar atau tumor sentral pada payudara yang kecil

Pada tumor yang memiliki secara klinis multifokus/multisentris

Wanita dengan riwayat kuat keluarga dengan kanker payudara termasuk karier mutasi gen BRCA1 atau BRCA2

Diambil dari ABC of breast diseaseTabel 2.6 Reseksi jaringan pada beberapa tipe mastektomiKulit pada seluruh dinding dada (perlu skin graft)Kompleks Puting-areolaBenjolan payudaraOtot otot pectoralis minor dan mayorLimfanoduli aksilaLimfanoduli internal mammae

Urban extended radical mastectomyXXXXX

Mastektomi radikal dari HalsteadXXXXX

Mastektomi radikal dimodifikasi dari PateyXXHanya otot pectoralis minorX

Mastektomi radikal dimodifikasi dari AuchinclossXXX

Mastektektomi sederhanaXX

Mastektomi subkutan X

Diambil dari : Essential practice of surgery: Basic Science and Clinical EvidenceTabel 2.6 Perbedaan prosedur bedah kuratif pada kanker payudaraProsedurTMPASXR

Radikal klasik+++++++-+

Radikal dimodifikasi++-++-+

Simpel atau total mastektomi++---++

Lumpektomi+---+-

T = Pengangkatan tumor = lumpektomi (bergantung hasil biopsi nodus sentinel

M = pengangkatan seluruh kelenjar payudara

P = Pengankatan otot pektoralis mayor dan minor

A = Pengangkatan kelenjar limfe aksila

S = Kompleks areola dan kulit payudara

X = penyinaran megavolt mamma

R = Tindakan bedah rekonstruksi atau prostesis

Diambil dari Buku ajar ilmu bedah edisi 32.8.2 Terapi non-surgikal

Terapi radiasi digunakan pada seluruh stadium kanker payudara tergantung dari apakah pasien tersebut melakukan BCT atau mastektomi.(1,5) Radioterapi menurunkan angka kekambuhan kanker payudara lokal pada pasien secara signifikan dan meningkatkan angka bertahan hidup pasien.(5) Wanita dengan penyakit metastase yang terdapat pada 4 atau lebih limfonoduli aksilanya dan wanita pramenopause dengan metastase pada satu hingga tiga limfonoduli juga termasuk dalam risiko tinggi dan perlu dilakukannya radioterapi pada dinding dada dan limfonoduli supraklavikular(1).

Rekomendasi terkini untuk stadium kanker payudara IIIa dan IIIb adalah : (a) radioterapi adjuvan pada limfonoduli mamma dan supraklavikula setelah kemoterapi neoadjuvan dan mastektomi segmental dengan atau tanpa diseksi limfonoduli aksila; (b) adjuvan radioterapi pada dinding dada dan limfonoduli supraklavikula setelah kemoterapi neoadjuvan dengan atau tanpa diseksi limfonoduli aksila; (c) adjuvan radioterapi pada dinding dada dan limfonoduli supraklavikula setelah mastektomi segmental atau mastektomi dengan diseksi limfonoduli aksila dan adjuvan kemoterapi(1).Kemoterapi. Pada studi menggunakan adjuvan kemoterapi, terdapat penurunan angka rekurensi dan kematian pada wanita 70 tahun dengan kanker payudara stadium I, IIA, atau IIB. Adjuvan kemoterapi memiliki sedikit manfaat pada kanker payudara tanpa penyebaran ke limfonoduli dan ukuran tumor 0,5 cm dan tidak direkomendasikan untuk kasus ini. Wanita dengan ukuran tumor 0,6 hingga 1cm tanpa penyebaran ke limfonoduli harus dikelompokkan menjadi golongan risiko rendah terjadinya rekurensi dan pada pasien dengan tampilan prognostik yang rentan terjadinya rekurensi perlu pemberian adjuvan kemoterapi. Faktor prognostik tersebut adalah invasi ke pembuluh darah maupun limfonoduli, grade nukleus yang tinggi, grade histologis yang tinggi(1). Penggunaan kemoterapi sangat bermanfaat pada pasien dengan kanker dengan ekspresi berlebihan dari gen HER2/neu, dan status reseptor hormon yang negatif(1,5).

Untuk pasien pada kanker dengan reseptor hormon negatif yang berukuran >1 cm, perlu diberikan adjuvan kemoterapi. Namun, pada pasien dengan kanker yang tidak menyebar pada limfonoduli, reseptor hormon positif, dan klasifikasi tumor T1 merupakan kandidat dilakukannya terapi hormonal dengan atau tanpa kemoterapi.

Untuk kanker dengan tipe spesial yang sebagian besar dengan reseptor hormon positif, adjuvan terapi antiestrogen disarankan untuk kanker dengan ukuran >1cm. Untuk pasien kanker yang menyebar ke limfonoduli atau dengan kanker tipe spesial >3cm , perlu diberikannya kemoterapi dan hormonal terapi apabila reseptor hormon positif.

Untuk kanker payudara stadium IIIA harus dipertimbangkan penggunaan kemoterapi praoperasi dengan regimen yang mengandung taxane ataupun athracycline dilanjutkkan dengan mastektomi radikal dimodifikasi atau mastektomi segmental dengan diseksi aksila dan dilanjutkan dengan adjuvan radioterapi, terutama pada kanker dengan reseptor estrogen negatif(1).Penggunaan sediaan yang mengandung anthracycline dikombinasikan dengan doxorubicin atau epirubicin lebih efektif dibandingkan dengan kemoterapi kombinasi CMF(5).

Efek samping yang dapat timbul dari pemberian kemoterapi meliputi letargi, alopesia, mual dan muntah, induksi menopause, risiko infeksi, diare, peningkatan berat badan.

Mual dan muntah dapat di cegah atau diatasi dengan pemberian dexamethason (4-8mg) secara intravena dan granisetron (3mg) secara intravena ataupun ondansentron (8mg) sebelum kemoterapi dan dexamethason oral 4 mg 2-3 kali sehari selama 3 hari sebagai antiemesis.(5)Kemoterapi neoadjuvan (praoperasi) memberikan manfaat dalam mengamati respon regimen kemoterapi terhadap tumor primer dan metastase regionalnya. Pada pasien dengan tumor yang relatif tidak merespon atau bahkan memburuk saat pemberian regimen kemoterapi perlu dipertimbangkan untuk penggantian kelas kemoterapi yang lain.

Setelah terapi dengan kemoterapi adjuvan, pasien kemudian dinilai respon klinis maupun patologisnya terhadap regimen yang diberikan. Pasien yang merespon baik terhadap adjuvan kemoterapi menunjukkan peningkatan angka bertahan hidup dibandingkan dengan pasien yang hanya tidak merespon maupun memburuk setelah pemberian kemoterapi. Pada pasien dengan kanker yang memburuk walaupun telah mendapat kemoterapi, memiliki angka bertahan hidup yang paling buruk.Rekomendasi dari NCCN untuk terapi kanker payudara operabel loko-regional adalah kemoterapi neoadjuvan dengan regimen yang mengandung anthracycline atau taxane maupun gabungan keduanya, dilanjutkan dengan mastektomi atau lumpektomi dengan diseksi limfonoduli aksila jika diperlukan, dan dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan. Untuk pasien dengan kanker payudara HER2 positif, trastuzumab dikombinasikan dengan kemoterapi sebelum operasi untuk meningkatkan respon patologis. Untuk stadium IIIA dan IIIB yang inoperabel, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan komplikasi kanker loko-regional. Sehingga dikemudian hari dapat menjadikan status kanker tersebut menjadi operabel yang kemudian dilanjutkan dengan radioterapi adjuvan(1).Terapi Antiesterogen1) Tamoxifen

Tamoxifen merupakan hormonal terapi pada kanker payudara yang memiliki efek agonis estrogen parsial (memiliki antagonis efek pada kanker payudara, tetapi memiliki efek agonis pada endometrium, lemak, dan tulang). Sediaan ini memiliki dosis efektif 20mg/hari dan tidak ada peningkatan efek pada dosis yang lebih tinggi(5). Tamoxifen berkerja dengan cara berikatan dengan reseptor estrogen di sitosol dan menghambat ambilan dari estrogen di jaringan payudara(1).

Penggunaan tamoxifen sebagai terapi adjuvan selama 5 tahun dapat menurunkan mortalitas kanker payudara sebanyak sepertiganya pada follow-up selama 15 tahun(1) dan efektif dalam pemberian setelah kemoterapi dibandingkan digunakan secara tunggal(5). Penggunaan antiestrogen ini memiliki efek toksik, termasuk nyeri tulang, kemerahan, mual, muntah, retensi cairan, tromboemboli vena, perubahan libido, discharge vagina ataupun vagina kering, gangguan menstruasi, peningkatan berat badan, dan kanker endometrium.(1,5) Kejadian trombosis terjadi 4cm atau lesi lebih dari 1 kuadran) biasanya memerlukan mastektomi(1). Mastektomi sederhana memiliki angka kesembuhan sebesar 95% jarang kambuh akibat dari mikroinvasif, dan tidak perlu dilakukannya diseksi aksila(3). Selain itu dapat juga dilakukannya lumpektomi dengan atau tanpa radiasi. Pada pasien yang melakukan lumpektomi dengan radiasi memiliki angka presentase lebih rendah untuk mengalami rekurensi dibandingkan tanpa melakukan radiasi. Meskipun demikian, risiko terjadinya rekurensi pada pasien dengan lumpektomi baik dengan maupun tanpa radiasi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan melakukan mastektomi sederhana(1,3). Pemberian tamoxifen adjuvan dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kanker ER positif.(1)2. Kanker payudara invasif onset awal (stadium I dan II)

Kanker payudara invasif onset awal adalah kanker yang dapat diekstirpasi secara penuh melalui pembedahan, yaitu tumor dengan T1-3, N0-1. Manajemen dari kanker ini melalui(3) :a. Penanganan payudara dan aksila

b. Penentuan stadium patologis hingga ke terapi adjuvan.

c. Terapi adjuvan-endokrin, kemoterapi, radioterapi.

d. Follow-up.

Terapi lokal pada kanker payudara pada stadium ini diyakini tidak terlalu berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup dalam waktu lama. Hal ini diyakini oleh karena pada stadium ini terjadi mikrometastase saat terdiagnosis(6).

Setiap pasien memerlukan pengangkatan dari tumor primer baik dengan eksisi lokal yang luas maupun mastektomi(3). Pada penelitian yang telah dilakukan baik breast-conserving surgery, lumpektomi, maupun mastektomi memiliki angka keberlangsungan hidup yang sama besar(1,3,6). Bahkan, penelitian yang dilakukan pada wanita yang mendapat perlakuan lumpektomi dilanjutkan dengan maupun tanpa radioterapi memiliki angka kesembuhan dan keberlangsungan hidup secara keseluruhan yang sama besar dengan mastektomi baik dengan maupun tanpa radioterapi, hanya saja pada pasien yang tanpa melakukan radioterapi memiliki rekurensi kanker payudara yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan radioterapi(1).Penanganan nodus aksila juga perlu dilakukan. Pemeriksaan nodus aksila secara klinis sering kali tidak akurat, sebanyak 30% dari nodus yang terpapar sering kali tidak teraba dan hanya diketahui saat pemeriksaan patologis(3,6). Sekarang dikembangkan penatalaksanaan nodus limfe yaitu sentinel lymphatic nodes dissection (SLND). Sentinel lymph node (SNL) merupakan nodus limfe pertama yang menerima drainase dari tumor(3,6). Hal ini dilakukan dengan menyuntikkan radioisotop koloid maupun vital blue dye(1,3,6). Kontraindikasi dari SNLD adalah pasien yang teraba terdapat pembesaran nodus limfe aksila, tumor > 5cm, atau kanker payudara lokal tingkat lanjut atau pasien yang mendapat kemoterapi. Karena sel tumor akan membuntu limfe dan pemetaan tidak akurat(6).Radioterapi lokoregional dapat menurunkan risiko rekurensi lokal setelah BCT dari 30% menjadi 4 nodus) + grade tumor (skor 1 untuk grade 1, skor 2 untuk grade 2, skor 3 untuk grade 3.Tabel 2.7 Angka bertahan hidup menurut Notthingham Prognostic IndexGrupNilai indexSurvival dalam 10 tahun (%)

Baik sekali

Baik

Menengah 1

Menengah 2

Buruk

Buruk sekali2,0-2,4

2,41-3,4

3,41-4,4

4,41-5,4

5,41-6,4

6,4196

93

92

75

53

39

Diambil dari ABC of breast diseases2.10 Prevensi Kanker Payudara

Beberapa pasien mungkin memikirkan untuk melakukan tindakan mastektomi profilaksis. Indikasi yang umum adalah pasien dengan kanker payudara herediter (contoh, pada karier BRCA-1 atau -2), Riwayat keluarga yang kuat pada kanker payudara, Riwayat dahulu ada LCIS, atau riwayat dahulu ada atipik ditambah dengan riwayat keluarga kanker payudara. Indikasi lainnya adalah pasien dengan dengan gangguan cemas yang berlebihan akan kanker payudara (setelah psikoterapi dan skrining yang adekuat), dan pasien denga kanker payudara kontralateral(6).

Kemoprofilaksis dengan tamoxifen menunjukkan penurunan angka kejadian pada pasien dengan risiko tinggi terjadinya kanker payudara(3,6). Golongan lain seperti fenretinide, derivat asam retinoat, juga merupakan kandidat yang baik dalam kemoprofilaksis karena menunjukkan penurunan risiko karsinoma mammae baik kontralateral maupun ipsilateral pada wanita menopause. Walaupun demikian kemoprofilaksis ini masih merupakan kontroversial(3).

SARARI (Periksa payudara sendiri)/ Self-breast examination (SBE) merupakan pemeriksaan payudara yang dilakukan sendiri oleh pasien. Dari pengamatan yang dilakukan, SARARI tidak menunjukkan adanya penurunan dalam angka mortalitas kanker payudara.(6)Tabel 2.8 Rekomendasi skrining pada berbagai organisasi di Amerika

Diambil dari Essential Practice of surgery : Basic science and clinical evidence, 1st ed.BAB 3KESIMPULAN

Kanker payudara merupakan salah satu keganasan yang paling sering terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan karena pola hidup masyarakat Asia yang meniru pola hidup barat. Peningkatan insidensi kanker payudara juga turut disebabkan oleh peningkatan kualitas diagnosis untuk mengetahui kanker payudara.

Kelenjar payudara merupakan modifikasi dari kelenjar keringat dan dibentuk oleh lemak subkutan dan jaringan lunak lainnya. Vaskularisasi payudara berasal dari arteri thoracic interna, arteri thoracic lateral, arteri thoracoacromialis, dan arteri intercostalis posterior. Sistem vena payudara oleh vena aksilaris. Pembuluh limfe pada payudara dibagi menjadi level 1,2, dan 3 yang sesuai dengan letaknya limfonoduli terhadap otot pektoralis minor.

Ukuran dan fungsi payudara juga dipengaruhi oleh hormonal, terutama hormon estrogen, progesteron, dan oksitosin yang dikendalikan oleh kelenjar pituitary. Sehingga, perubahan hormonal pada saat masa kanak hingga masa menopause akan mempengaruhi ukuran dan fungsi payudara tersebut.

Insidensi tertinggi kanker payudara terdapat pada negara dengan jumlah pendapatan per kapita yang tinggi. Faktor risiko kanker payudara meliputi usia, genetik dan familial, hormonal dan reproduksi, gaya hidup, dan lingkungan.

Kanker payudara dibagi berdasarkan histologisnya menjadi, karsinoma in situ dan karsinoma invasif. Hal ini didasarkan bahwa pada karsinoma in situ sel atipik belum menembus membran basal, sedangkan pada karsinoma invasif sel atipik telah menembus membran basal.

Diagnosis pada kanker payudara ditegakkan berdasarkan 3 pemeriksaan yang dikenal sebagai triple assessments, yaitu : pemeriksaan klinis, mammografi bilateral, dan core biopsy. Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat ditentukan stadium dari kanker payudara berdasarkan kriteria UICC dan klasifikasi TMN untuk mengetahui pilihan terapi yang akan dilakukan untuk pasien dengan kanker payudara.

Pilihan terapi yang dilakukan pada pasien dengan kanker payudara dibagi menjadi 2 yaitu terapi surgikal dan non-surgikal. Kedua terapi ini dapat digabungkan untuk mendapatkan hasil yang terbaik untuk pasien. Prognosis kanker payudara dapat diprediksi menggunakan perhitungan Nottingham prognostic index yang memprediksi harapan hidup pasien selama 10 tahun follow-up.DAFTAR PUSTAKA1. Hunt, K.K. Robertson, F.R. dan Bland, K.I 2015, The Breast, in Schwartzs Principles of surgery, 10th edition, Mc-Graw Hill Companies, Inc.2. Sjamsuhidajat, R & de Jong, Wim 2015, Buku ajar ilmu bedah, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.3. Cassidy, J Bissett, D & OBE, R 2002, Oxford Handbook of Oncology, 1st edition, Oxford University Press, New York.4. Moore, K.L & Agur, A.M.R 2007, Essential Clinical Anatomy, 3rd edition, Lippincott Williams & Wilkins.

5. Dixon, J.M 2012, ABC of breast diseases, 4th edition, Wiley-Blackwell, UK

6. Norton, J.A 2003, Essential Practice of surgery : Basic science and clinical evidence, 1st edition, Springer-Verlag New York, Inc., New York

tetap

Kanker

Diagnostik dan jinak

Non diagnostik

Massa teraba dan dominant

Wanita pramenopause dengan kecurigaan massa rendah

Wanita paskamenopause atau kecurigaan massa tinggi

Observasi 1 siklus menstruasi

Mammogram dan/atau USG segera

Follow-up klinis dalam 3 bulan untuk kecurigaan adanya kista sederhana

Fine needle biopsy atau core biopsy

Biopsi eksisi surgikal

Follow-up klinis

Obati berdasarkan pedoman kanker

hilang

Diambil dari Essential practice of surgery : Basic science and clinical evidence

55