REFERAT Bedah apppp

35
REFERAT APENDISITIS Pembimbing : dr. Benno Syahbana, SpB, FINANCS Disusun oleh : Dewi Setyowati Widjojo 030.08.076 KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RSUD BUDHI ASIH

description

referat

Transcript of REFERAT Bedah apppp

Page 1: REFERAT Bedah apppp

REFERAT

APENDISITIS

Pembimbing :

dr. Benno Syahbana, SpB, FINANCS

Disusun oleh :

Dewi Setyowati Widjojo

030.08.076

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

RSUD BUDHI ASIH

PERIODE 12 NOVEMBER 2012-19 JANUARI 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: REFERAT Bedah apppp

LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Dewi Setyowati Widjojo

NIM : 030.08.076

Bagian : Bedah

Judul referat : Apendisitis

Pembimbing : Dr. Benno Syahbana, SpB

Referat “Apendisitis” telah di setujui oleh Dr. Benno Syahbana, Sp.B, dalam rangka

memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu bedah di RSUD Budhi Asih. Periode 12 November 2012-19

Januari 2013.

Jakarta, Desember 2012

Pembimbing,

Dr. Benno Syahbana, Sp.B

Page 3: REFERAT Bedah apppp

KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Allah SWT, saya dapat menyelesaikan penyusunan referat saya yang

berjudul “Apendisitis”. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik

Bedah di RSUD Budhi Asih, periode 12 November 2012-19 Januari 2013.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dokter pembimbing saya dr. Benno

Syahbana, Sp.B dan seluruh pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan referat ini.

Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Demikianlah kata pengantar dari saya, sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-

besarnya jikalau masih banyak kekurangan dan kesalahan pada referat ini. Oleh karena itu

saya berharap para pembaca dapat memberikan saran dan kritik untuk perbaikan referat ini.

Jakarta, Desember 2012

Penulis

Page 4: REFERAT Bedah apppp

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan.........................................................................................................

Kata Pengantar.................................................................................................................

Daftar Isi...........................................................................................................................

BAB I Pendahuluan.........................................................................................................

BAB II Pembahasan........................................................................................................

2.1 Anatomi telinga tengah......................................................................................

2.2 Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)............................................................

2.2.1 Patogenesis................................................................................................

2.2.2 Kuman Penyebab OMSK...........................................................................

2.3 Penatalaksanaan OMSK Benigna.......................................................................

2.4 Antibiotik dan OMSK.......................................................................................

Page 5: REFERAT Bedah apppp

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal masyarakat

awam sebenarnya kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ yang

tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Yang paling sering

adalah peradangan akut pada apendiks. Peradangan akut ini memerlukan tindakan bedah

segera agar tidak terjadi komplikasi(1). Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di

umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus

memerlukan tindakan bedah dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak

terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai

cacing yang terinfeksi hancur.

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing

(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus

buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol

dari bagian awal usus besar atau sekum. Kejadian apendisitis ini dapat terjadi di seluruh

kelompok umur. Diagnosa apendisitis pada kelompok usia muda biasanya sangat sulit

dilakukan mengingat penderita usia muda sulit melukiskan perasaan sakit yang dialaminya,

sehingga kejadian apendisitis pada usia muda lebih sering diketahui setelah terjadi perforasi.

Berdasarkan jenis kelamin, angka kejadian apendisitis pada pria 1,4 kali lebih besar dari pada

kelompok wanita(2).

Page 6: REFERAT Bedah apppp

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Anatomi

Apendiks  atau  Appendix vermiformis (dari bahasa latin “worm” = cacing) merupakan

organ berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal

pada sekum yaitu pada pertemuan ketiga taenia coli: 1) Taenia libera, 2) Taenia Colica,

3) Taenia omentum dan berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks.

Posisi apendiks terhadap sekum bervariasi, yaitu terdiri atas posisi retrosekal (65%),

antesekal, pelvinal, medial, preileal, postileal, dan lain-lain. Pada posisinya yang normal,

Appendix vermiformis terletak pada dinding abdomen di bawah titik Mc Burney. Titik Mc

Burney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke umbilicus. Titik

tengah garis ini merupakan pangkal apendiks. Pada 65% kasus, apendiks terletak

intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya

bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks

terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens atau di tepi

lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.

Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proksimal dan melebar pada bagian distal.

Sekum merupakan bagian pertama usus besar. Proksimal dimana apendiks melekat pada

terminal ileum pada usus halus berhubungan dengan sekum. Pada hubungan ini valvula

ileocecal mengatur masuknya chyme ke dalam kolon. Apendiks mempunyai mesenterium

sendiri yang disebut sebagai meso-apendiks, yang gambarannya dapat membantu

Ke arah pelvs

antesekal

retro sekal

Post ileal

Page 7: REFERAT Bedah apppp

membedakannya dengan sekum yang tidak mempunyai mesenterium Saat lahir (bayi),

apendiks berbentuk kerucut lebar pada pangkal dan menyempit di ujungnya. Keadaan ini

yang mungkin menyebabkan rendahnya insiden apendiks pada usia itu(1). Selama anak-anak,

pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.

Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari arteri

ileocolica. Arteri ini tanpa kolateral (end artery) sehingga jika arteri ini tersumbat contohnya

karena trombosis pasa infeksi, apendiks akan mengalami gangren. Apendiks memiliki lebih

dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks dan dari sini dialirkan menuju ke nodi

mesenterici superiores(3). Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari

n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus. (1)

II. 2 Histologi Apendiks

Lapisan dinding saluran cerna terdiri dari 4 lapisan : 1) tunika mukosa, 2)

tunikasubmukosa, 3) tunika muskularis, dan 4) tunika serosa (adventisia). Pada tunika

mukosa sama seperti bagian usus lainnya terdiri dari sel epitel selapis torak yang mempunyai

sel goblet yang banyak. Bagian usus ini tidak mempunyai vilus, yang ada hanya kriptus

Lieberkuhn saja. Di dalam lamina propria terdapat banyak nodulus limfatikus, memenuhi

sekeliling dindingnya serupa dengan yang ada pada tonsila palatina. Tunika muskularis

mukosa juga dapat dikenali disini. (4,5)

Tunika submukosa berupa jaringan ikat jarang tanpa kelenjar dan terdapat banyak

sebukan limfosit yang berasal dari lamina propria. Tunika muskularis tetap tampak

Page 8: REFERAT Bedah apppp

membentuk dua lapisan seperti pada usus lainnya sekalipun garis tengah appendiks lebih

kecil yaitu stratum sirculare sebelah dalam dan stratum longitudinale ( gabungan tiga tinea coli)

sebelah luar. Tunika serosa (adventisia) organ ini juga sepadan dengan yang lain, bila letaknya

intraperitoneal asalnya dari peritoneum viscerale.(4)

Gambaran histologis apendiks.

II. 3 Fisiologi apendiks

Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari yang bersifat basa mengandung

amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam bumen dan

selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks berperan pada

patofisiologi appendiks.

Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid

Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah Ig A.

Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi tapi pengangkatan

appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin tubuh sebab jaringan limfe kecil sekali

jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.

II. 4 Apendisitis

II.4.1 Definisi

Page 9: REFERAT Bedah apppp

Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks yang diawali oleh proses obstruksi

penyumbatan lumen apendiks oleh mucus, fekalit, atau benda asing yang diikuti oleh proses

inflamasi dan infeksi bakteri.

Klasifikasi

Menurut Cecily & Linda (2000) klasifikasi appendicitis terbagi atas 2, yaitu :

1. Apendisitis akut, dibagi atas :

Appendicitis akut fokalis atau segmental, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur

local.

Apendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

2. Apendisitis kronis, dibagi atas :

Appendicitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur local.

Appendicitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya jarang ditemukan.

3. Apendisitis rekurens

Diagnosis apendisitis rekuren baru dapat di pikirkan jika ada riwayat serangan nyeri

berulang di perut kanan bawah yang mendorong untuk dilakukan apendiktomi dan

hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan

apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendiks tidak pernah kembali

ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.

Etiologi

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan

penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan

limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk

ascaris.Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada

apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau

stasis fekal(7). Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit

ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis

gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture.(8)

Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks

karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan

makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.

Page 10: REFERAT Bedah apppp

Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan

fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya

akan mempermudah terjadinya apendisits akut.(8)

Patofisiologi

Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan

oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,adanya fekalit dalam

lumen appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).

Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin

lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta

merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama

dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar

umblikus.Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian

timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul

meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit

dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan

appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan

appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang

meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai

appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang

relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih

kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka

perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian

gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis

Jadi secara garis besar ada 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya apendisitis :

a) Adanya isi lumen

b) Sekresi mukus yang terus menerus

c) Sifat inelastik dari mukosa apendiks

Produksi musin 1-2ml/hari. Kapasitas apendiks 3-5ml/hari. Jadi nyeri Mc Burney akan

muncul setelah terjadi sumbatan ± 2 hari.

Page 11: REFERAT Bedah apppp

Penegakan Diagnosa Apendisitis Akut

Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :

Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan anorexia.

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila suhu lebih tinggi,

mungkin sudah terjadi perforasi.

Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum

lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya defans muskuler.

Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan kiri

(Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan

(Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Tidak ditemukan gambaran spesifik

Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.

Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses

periapendikuler

Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan

Palpasi

nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.

defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk

menentukan adanya rasa nyeri.

Perkusi

pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.

Auskultasi

biasanya normal

peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata

akibat apendisitis perforata

Rectal Toucher

tonus musculus sfingter ani baik

Page 12: REFERAT Bedah apppp

ampula kolaps

nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12

terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).

Uji Psoas

Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul

kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.

Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut

akan menimbulkan nyeri.

Ada 2 cara memeriksa :

i. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan, pemeriksa,

pasien memfleksikan articulatio coxae kanan à nyeri perut kanan

bawah.

ii. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan,

pemeriksa, nyeri perut kanan bawah

Uji Obturator

Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.

obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan

endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada

apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan

pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks

Page 13: REFERAT Bedah apppp

Dunphy’s sign

Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk

Ten Horn sign

Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan

Kocher (Kosher)’s sign

Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian berpindah

ke kuadran kanan bawah.

Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat pasien

dibaringkan pada sisi kiri

Bartomier-Michelson’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien dibaringkan

pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang

Aure-Rozanova’s sign

Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan positif Shchetkin-

Bloomberg’s sign)

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Darah

Leukositosis pada kebanyakan apendisitis akut

Hematokrit normal, hemoglobin normal

LED yang meningkat (pada apendisitis infiltrat)

C-reaktif protein meningkat

2. Pemeriksaan urin

Page 14: REFERAT Bedah apppp

Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.

Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding

seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis

yang hampir sama dengan appendisitis

3. Pemeriksaan Radiologis

Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Foto polos terutama

dilakukan pada anak-anak, namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam

menegakkan diagnosis apendisitis.

Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis

terutama untuk wanita dan anak-anak. Dengan USG dapat dipakai untuk

menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan

sebagainya.

Appendicogram

Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan.

Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.

Sistem skoring Alvorado

Alvorado Score

1. Apendisitis point pain (nyeri fossa iliaka kanan) 2

2. Leukositosis (>10000) 2

3. Vomitus 1

4. Anoreksia 1

5. Nyeri lepas 1

6. Nyeri berpindah 1

7. Peningkatan suhu > 37,30C 1

8. Jumlah neutrofil segmen > 75% 1

Total point 10

Keterangan Alvorado score :

1) Dinyatakan apendisitis akut bila >7 point

2) Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:

a. 1 – 4 dipertimbangkan appendicitis akut

b. 5 – 6 possible appendicitis tidak perlu operasi

c. 7 – 9 appendicitis akut perlu pembedahan

3) Penanganan berdasarkan skor Alvarado :

Page 15: REFERAT Bedah apppp

a. 1 – 4 : observasi

b. 5 – 6 : antibiotic

c. 7 – 10 : operasi dini

I. Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit.Sakit perut lebih

ringan dan tidak berbatas tegas.Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan

leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis.

2. Limfadenitis mesenterica

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut

yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual-

muntah.

3. Ileitis akut

Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang anorexia,

mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi insidental diindikasikan

utntuk menghilangkan gejala yang membingungkan.

4. Peradangan pelvis

Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua organ ini

sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis. Untuk

menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexual. Suhu biasanya

lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya

disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa

nyeri.

5. Kehamilan ektopik

Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi

ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang

mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada

Page 16: REFERAT Bedah apppp

pemeriksaan colok vagina didapatkan nyeri dan penonjolan di cavum Douglas, dan

pada kuldosentesis akan didapatkan darah.

6. Diverticulitis

Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang

dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada

diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis.

7. Batu ureter atau batu ginjal

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan

gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi

intravena dapat memastikan penyakit tersebut.(10)

II. Penatalaksanaan

Appendiktomi

§         Cito  : akut, abses & perforasi

§         Elektif  : kronik

 

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan

merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan

antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang

dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak

masalah. Macam-macam insisi pada apendiktomi:

1. Insisi Grid Iron (McBurney Incision)

Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal,

melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior

superior kanan dan umbilikus.

Page 17: REFERAT Bedah apppp

2. Lanz transverse incision

Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikula-

midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.

3. Rutherford Morisson’s incision (insisi suprainguinal)

Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di

parasekal atau retrosekal dan terfiksir.

4. Low Midline Incision

Page 18: REFERAT Bedah apppp

Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis umum.

5. Insisi paramedian kanan bawah

Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis.

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh

omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun

atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya

dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi

rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi

menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas

batasnya. (2)

Page 19: REFERAT Bedah apppp

Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana

penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang

apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan

sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular,

sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat

mudah didrainase.(2)

Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau

dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang

pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum

jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa

periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit

tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu

2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan

pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil

diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam,

massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi

elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat

ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini

ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba

pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. (2)

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan

pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses

apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya

mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana

tanpa perforasi. (6)

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila

dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah

terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera

bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. (6)

Page 20: REFERAT Bedah apppp

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil,

dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi

abses, dianjurkan operasi secepatnya. (2)

Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup

lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat :

1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.

2. Diet lunak bubur saring

3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap

kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu

kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja

dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada

keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak

menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan

tindakan bedah.(7,2)

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja.Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala

akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan

appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya

pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil,

tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.(7)

Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah

maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah

diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks

sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan

infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan

dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah

kurang dari 100 cc/hari, drain dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci

tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk

mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT. (7)

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :

Page 21: REFERAT Bedah apppp

LED

Jumlah leukosit

Ukuran massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :

1. Anamnesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen.

2. Pemeriksaan fisik :

o Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur

rectal dan aksiler)

o Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat

o Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil

dibanding semula.

o Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

1. Bila LED telah menurun kurang dari 40

2. Tidak didapatkan leukositosis

3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil

lagi.

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa

o Apakah penderita sudah bed rest total

o Pemakaian antibiotik penderita

o Kemungkinan adanya sebab lain.

Page 22: REFERAT Bedah apppp

Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi

tetap dilakukan.

Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah

drainase.(7)

Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai melalui insisi Mc Burney

(Raffensperger, 1990; Cloud, 1993). Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut

dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui laparotomi

(Raffensperger,1990; Mantu, 1994; Ein, 2000).

Lapisan  kulit yang dibuka pada Appendektomi :

  1.          Cutis                                          6.    MOI

  2.          Sub cutis                                   7.    M. Transversus

  3.          Fascia Scarfa                            8.    Fascia transversalis

  4.          Fascia Camfer                           9.    Pre Peritoneum

  5.          Aponeurosis MOE                   10.   Peritoneum

III. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas

maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang

terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.(2)

Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata.

Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :

Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh

Suhu tubuh naik tinggi sekali.

Nadi semakin cepat.

Defance Muskular yang menyeluruh

Page 23: REFERAT Bedah apppp

Bising usus berkurang

Perut distended

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :

1. Pelvic Abscess

2. Subphrenic absess

3. Intra peritoneal abses lokal.(7)

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen,

dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.(7)

IV. Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit

ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila

terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.

Page 24: REFERAT Bedah apppp

Daftar Pustaka

1) De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.

Hal 639-646

2) Anonim.Apendiks.Available at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21447/5/Chapter%20I.pdf. Accesed

on : 10 Desember 2012

3) Snell, Richard S., 2006. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 229-230

4) Arifin, Fajar. Kartawiguna, Elna. 2007. Penuntun Praktikum Kumpulan Foto

Mikroskopik Histologi. Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti. Hal 124

5) Paparo, Lesson. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC. Hal 370

6) Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.

Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

7) Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis

Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.

8) Anonim, .Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR.

Surabaya.